22 c.
Fungsi pembangunan seperti menggerakkan perencanaan dari bawah, merancang proposal yang disampaikan ke pemerintah supra desa,
mengalokasikan bantuan kepada masyarakat, serta memobilisasi dana dan tenaga masyarakat melalui gotong royong. Umumnya fungsi pembangunan ini
dikerahkan untuk pembangunan sarana fisik desa, bukan pemberdayaan sosial, politik dan ekonomi yang lebih luas.
d. Mengumpulkan pungutan seperti pajak bumi dan bangunan PBB. Untuk
urusan yang satu ini, pemerintah desa sangat giat, sebab pengumpulan PBB yang tinggi dan cepat merupakan “prestasi” di hadapan pemerintah supra desa.
Pelaksanaan tugas birokrasi negara inilah yang membuat pamong desa, semisal kepala dusun, tercerabut dari akarnya. Kalau dulu kepala dusun adalah
pamong yang melindungi dan mengayomi yang dipercaya oleh rakyatnya, sekarang ia hadir sebagai “musuh” yang mengganggu dan memungut uang
warga untuk kepentingan negara.
Keempat fungsi ini mempunyai implikasi terhadap legitimasi dan akuntabilitas pemerintah desa. Kepala Desa tidak merasa perlu merawat vitalitas legitimasi dari sisi
kinerja, tetapi cukup dengan tampil jujur dan tampil populis dengan anjangsana di berbagai komunitas. Kepala Desa tetap punya citra diri sebagai “orang kuat”
omnipotent dan pemurah hati benevolent di hadapan warganya. Warga masyarakat cenderung punya citra diri sebagai obedient, yang menganggap Kepala Desa sebagai
panutan, pengayom dan pemimpin. Yang terjadi bukanlah pola hubungan citizenship, melainkan clientelistic. Masyarakat menilai kinerja pemimpinnya dalam kerangka
sosial personal, daripada kerangka politik dan teknokratis.
43
c. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Efektivitas Fungsi Pemerintah Desa
43
Ibid., hal. 12.
Universitas Sumatera Utara
23 Hal-hal yang menentukan efektivitas fungsi pemerintah desa biasanya meliputi
beberapa faktor-faktor berikut ini:
44
a. Konsolidasi internal di kalangan pemerintah desa.
Semakin kuat konsolidasi tersebut, semakin efektif pula kinerja aparat. Tetapi jika yang terjadi sebaliknya, maka kinerjanya semakin buruk dan tidak terkoordinir
dengan baik. Faktor konsolidasi ini sangat penting, mengingat dimensi-dimensi politis sangat berpengaruh pula dalam kinerja pemerintahan desa. Sebab biasanya pasca
pilkades di kalangan warga masyarakat masih masih menyisakan konflik, kekecewaan dan sejenisnya, utamanya dari komunitas yang figurnya kalah dalam kompetisi
pemilihan. Singkatnya, bila para perangkat desa itu masih berada dalam satu kubu dalam hal peta dukungan terhadap Kepala Desa semasa pilkades, semakin mudah
upaya konsolidasi internal dilakukan. Sebaliknya, jika dalam tubuh aparat sendiri terdapat orang-orang yang semasa pilkades justru penentang Kepala Desa yang kini
terpilih, umumnya yang terjadi semakin sulit konsolidasi internal dilaksanakan. Dalam konteks ini, peran kepemimpinan Kepala Desa memang sangat menentukan
dalam upaya konsolidasi internal sehingga dapat membentuk team work yang solid. b.
Adanya optimalisasi peran seluruh elemen dalam struktur pemerintahan desa. Optimalisasi peran seluruh elemen pemerintahan desa sangat diperlukan demi
berjalannya tugas-tugas pemerintah desa dengan baik. Optimalisasi ini harusnya tidak hanya sampai pada perangkat desa yang utama seperti sekretaris desa, para kepala
urusan dan kepala dusun, namun juga hingga ke tingkatan RT dan RW. c.
Adanya kompetensi dan kesesuaian peran dalam proses rekruitmen perangkat desa
44
Dwipayana, Op. Cit., hal. 39 et seqq.
Universitas Sumatera Utara
24 Sampai tingkat tertentu dapat dimaklumi apabila faktor “politis” begitu
mendominasi pertimbangan dalam rekruitmen aparat desa. Namun demikian, kemampuan sumber daya manusia yang rendah justru terbukti menciptakan suasana
kontra-produktif terhadap kepemimpinan Kepala Desa dan pemerintahan desa pada umumnya.
Belum lagi bila dilihat dari kasus lainnya, yakni perangkat desa yang telah lanjut usia. Kondisi demikian juga merepotkan kinerja perangkat desa secara
keseluruhan.sementara untuk melakukan peremajaan atau pergantian perangkat terdapat rasa pakewuh segan sehingga menciptakan hambatan psikologis dan sosial
yang cukup besar. Fenomena ini jika dilihat dari perspektif peran dan fungsi administrasi modern
memang tidak berkesesuaian karena sangat mengandalkan merit system. Namun rasionalisasi di dalam masyarakat desa dalam konteks ini juga juga dapat diabaikan
begitu saja, mengingat terdapat peran substansif yang dibawa, yakni representasi dan akomodasi sosial dalam rangka tetap terjalinnya keseimbangan sosial yang dapat
menekan potensi konflik di desa. d.
Perlunya penyegaran dan pergantian perangkat desa yang kinerjanya buruk, terutama yang terindikasi terlibat korupsi.
Jika perangkat desa yang diindikasikan kuat terlibat korupsi terus dipertahankan, maka akan menciptakan pengaruh buruk bagi perangkat desa yang
lain. Disamping itu, masyarakat sendiri juga akan mulai menarik dukungan dan bahkan akan dapat merongrong kinerja pemerintahan desa.
Pergantian perangkat desa juga harus jelas pula tata aturannya, terutama bila terkait kuat dengan indikasi praktek korupsi. Bila tidak dapat memunculkan suasana
ketidakpastian pula yang dampaknya dapat memunculkan konflik sosial di desa.
Universitas Sumatera Utara
25
2. 3. Efektivitas Fungsi Pemerintah Desa