Minyak Kelapa Sawit dan Perekonomian Indonesia

2.2.2. Minyak Kelapa Sawit dan Perekonomian Indonesia

Diketahui bahwa Indonesia merupakan negara produsen utama minyak kelapa sawit. Share minyak kelapa sawit Indonesia terhadap total produksi dunia minyak kelapa sawit tahun 2005-2008 berkisar 41.64-44.67 dan share terhadap total produksi dunia minyak hayati sekitar 10-12.12. Produksi minyak kelapa sawit Indonesia memiliki tren meningkat sekitar 11.31tahun. Dari sisi peruntukannya, sekitar 25 dari total produksi minyak kelapa sawit Indonesia digunakan untuk konsumsi dan selebihnya ditujukan untuk pasar ekspor Lampiran 4. Kondisi ini setidaknya menggambarkan industri kelapa sawit Indonesia sebagai berikut: 1. Share minyak kelapa sawit Indonesia yang relatif kecil terhadap total produksi dunia minyak hayati, menjadikan harga minyak kelapa sawit Indonesia sangat dipengaruhi oleh perkembangan harga minyak kelapa sawit dan harga minyak hayati lainnya di pasar dunia, dan tidak mengacu kepada besaran biaya produksi yang telah dikeluarkan oleh pelaku usaha di Indonesia Buana, 2004. 2. Serapan pasar domestik yang hanya sekitar 25 dari produksi domestik menyiratkan bahwa industri kelapa sawit Indonesia riskan terhadap munculnya gocangan pada serapan ekspor. Kondisi ini semakin memperkuat pengaruh perkembangan harga dunia minyak kelapa sawit dan harga minyak nabati lainnya di pasar dunia dalam proses pembentukan harga minyak kelapa sawit Indonesia. Indonesia harus mampu mengatur antara jumlah produksi dan peruntukannya, sehingga minat pengembangan kelapa sawit yang masih cukup besar seperti program Revitalisasi Perkebunan 2007-2010 tidak berimpak negatif terhadap eksistensi dan keberlanjutan usaha itu sendiri. Kelapa sawit telah menjadi komoditas strategis di dalam perekonomian Indonesia. Kelapa sawit dinilai sebagai salah satu komoditi unggulan perkebunan Indonesia yang memiliki fungsi sebagai pemacu pertumbuhan ekonomi, pemerataan pendapatan dan pengurangan kemiskinan Susila, 2004. Peran strategis kelapa sawit bagi perekonomian Indonesia antara lain terkait dengan: 1. Sumber bahan pangan, khususnya di dalam pemenuhan kebutuhan minyak goreng nasional. Sekitar 77 pasokan minyak goreng nasional yaitu 12.7 kg dari 16.5 kg perkapitatahun berasal dari minyak kelapa sawit dengan tren yang akan terus meningkat Jakarta Futures Exchange, 2008. 2. Komoditas ekspor unggulan dan penghasil devisa negara. Kelapa sawit dalam lima tahun terakhir termasuk kedalam 10 besar komoditi ekspor Indonesia dengan share yang terus meningkat dari 4 pada 2003 menjadi 6.9 di tahun 2007 Deperindag, 2010. 3. Penyediaan lapangan kerja dan motor penggerak roda perekonomian. Di dalam industri kelapa sawit diperlukan tenaga kerja sekitar 56 orang100 ha, terdiri dari 33 orang di kebun, 3 di orang di pengolahan, 5 orang administrasi dan 15 di sektor jasa, terutama di sektor jasa angkutan Pusat Penelitian Kelapa Sawit, 2006. Di tahun 2008 luas areal perkebunan kelapa sawit Indonesia telah mencapai ±7 juta ha maka industri kelapa sawit setidaknya telah menyerap 3.9 juta orang tenaga kerja dengan multiplier effect yang besar terhadap perekonomian. 4. Potensi bahan bakar alternatif berupa biodiesel kelapa sawit, antara lain dijabarkan dalam Peraturan Presiden No. 5 Tahun 2006 tentang Kebijakan Energi Nasional KEN yang menyebutkan target penggunaan biofuel sebesar 5 dari total energi mix pada tahun 2025; dan Instruksi Presiden No. 1 Tahun 2006 tentang penyediaan dan pemanfaatan bahan bakar nabati biofuel sebagai bahan bakar lain di Indonesia. Di masa depan, biodiesel kelapa sawit memiliki prospek sebagai sumber utama energi terbarukan pengganti minyak bumi, baik untuk kebutuhan domestik maupun tujuan ekspor. Perkembangan luas areal perkebunan kelapa sawit dan luas areal tanaman kelapa sawit menghasilkan Indonesia tahun 1980-2008 disajikan pada Gambar 3. Perkembangan luas areal perkebunan kelapa sawit Indonesia tumbuh dengan cepat sejak 1980. Saat itu pemerintah Indonesia giat mengembangkan tanaman ekspor perkebunan, selain dilatarbelakangi oleh pencarian sumber minyak makanminyak goreng pengganti minyak kelapa yang diprediksi tidak akan mencukupi kebutuhan dalam negeri di masa depan PPKS, 2004. Sumber: Ditjenbun, 2010, diolah Gambar 3. Perkembangan Luas Areal Perkebunan dan Areal Tanaman Kelapa Sawit Menghasilkan di Indonesia, Tahun 1980-2008 1.000 2.000 3.000 4.000 5.000 6.000 7.000 8.000 1 9 8 1 9 8 1 1 9 8 2 1 9 8 3 1 9 8 4 1 9 8 5 1 9 8 6 1 9 8 7 1 9 8 8 1 9 8 9 1 9 9 1 9 9 1 1 9 9 2 1 9 9 3 1 9 9 4 1 9 9 5 1 9 9 6 1 9 9 7 1 9 9 8 1 9 9 9 2 2 1 2 2 2 3 2 4 2 5 2 6 2 7 2 8 ri b u h a Luas Areal TM Luas Areal Dukungan pemerintah Indonesia di awal-awal pengembangan kelapa sawit antara lain melalui program Perkebunan Inti Rakyat PIR baik PIR lokal maupun PIR khusus pada 80an dan program KKPA pada tahun 90-an. Berdasarkan pelaku usaha, maka pengembangan kelapa sawit di Indonesia dibagi kedalam tiga kelompok besar, yaitu: Perkebunan Besar Milik Negara PBN, Perkebunan Besar Swasta PBS dan Perkebunan Rakyat PR. Perkembangan share kepemilikan perkebunan kelapa sawit untuk masing- masing pelaku usaha tahun 1980-2008 disajikan pada Gambar 4. Sumber: Ditjenbun, 2010, diolah Gambar 4. Perkembangan Share Kepemilikan Perkebunan Kelapa Sawit di Indonesia menurut Pelaku Usaha, Tahun 1980-2008 Seiiring dengan perluasan areal perkebunan kelapa sawit di Indonesia, telah terjadi perubahan komposisi share kepemilikan perkebunan kelapa sawit di Indonesia. Di awal tahun 80-an, perkebunan besar milik negara PBN merupakan pelaku utama dengan share sebesar 67.74, sedangkan perkebunan besar swasta PBS dan perkebunan rakyat PR masing-masing sebesar 30.16 dan 2.10. Namun, mulai pertengahan tahun 90an, perkebunan kelapa sawit Indonesia didominasi oleh PBS dan PR. Di tahun 2008, share kepemilikan perkebunan kelapa sawit untuk masing-masing pelaku usaha adalah 8.61 PBN, 49.90 PBS dan 41.43 PBN PBS PR 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 1 9 8 1 9 8 1 1 9 8 2 1 9 8 3 1 9 8 4 1 9 8 5 1 9 8 6 1 9 8 7 1 9 8 8 1 9 8 9 1 9 9 1 9 9 1 1 9 9 2 1 9 9 3 1 9 9 4 1 9 9 5 1 9 9 6 1 9 9 7 1 9 9 8 1 9 9 9 2 2 1 2 2 2 3 2 4 2 5 2 6 2 7 2 8 t h d lu as a re al K . S aw it I n d o n e si a PR . Perkembangan produktivitas tanaman kelapa sawit menghasilkan menurut pelaku usaha dan tingkat nasional tahun 1980-2008 disajikan pada Gambar 5. Sumber: Ditjenbun, 2010, diolah Gambar 5. Perkembangan Produktivitas Tanaman Kelapa Sawit Menghasilkan menurut Pelaku Usaha dan Tingkat Nasional, Tahun 1980-2008 Di Indonesia terdapat kecenderungan minat yang masih besar untuk terus mengembangkan kelapa sawit. Naiknya harga dunia minyak kelapa sawit mulai tahun 2002 setelah keterpurukan harga di tahun 2000-2001 disinyalir semakin membawa respons positif seperti yang pernah terjadi di saat krisis ekonomi di Indonesia tahun 1998-1999: pekebun melakukan ekspansi untuk meningkatkan produksi, termasuk dengan menunda peremajaan tanaman tua. Salah satu wujud minat yang masih besar adalah pencanangan Revitalisasi Pertanian oleh pemerintah Indonesia pada Juni 2005 yang ditindaklanjuti dengan dideklarasikannya Revitalisasi Perkebunan melalui Peraturan Menteri Pertanian Nomor 33PermentanOT.14072006 tentang pengembangan perkebunan melalui program revitalisasi perkebunan dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 117PMK.062006 tentang kredit pengembangan energi nabati dan revitalisasi perkebunan. Pemerintah Indonesia menargetkan pengembangan perkebunan 0,0 1,0 2,0 3,0 4,0 5,0 6,0 1 9 8 1 9 8 1 1 9 8 2 1 9 8 3 1 9 8 4 1 9 8 5 1 9 8 6 1 9 8 7 1 9 8 8 1 9 8 9 1 9 9 1 9 9 1 1 9 9 2 1 9 9 3 1 9 9 4 1 9 9 5 1 9 9 6 1 9 9 7 1 9 9 8 1 9 9 9 2 2 1 2 2 2 3 2 4 2 5 2 6 2 7 2 8 to n C P O h a TM t ah u n PBN PBS PR Nasional kelapa sawit rakyat di areal bukaan baru seluas 1.4 juta ha dan peremajaan tanaman kelapa sawit rakyat seluas 125 ribu ha untuk periode 2007-2010 Ditjenbun, 2008. Mengacu uraian di atas, maka Indonesia memiliki kepentingan besar terhadap setiap perubahan harga minyak kelapa sawit dalam menjaga eksistensi dan keberlanjutan usaha industri kelapa sawit Indonesia di masa depan. Selain perannya yang strategis bagi perekonomian Indonesia, kepentingan ini didasarkan kepada: 1. Selain mendapatkan given prices dan menghadapi resiko fluktuasi harga, pelaku usaha kelapa sawit menghadapi kecenderungan peningkatan biaya produksi. Perolehan harga jual yang baik dan efisiensi biaya produksi menjadi faktor kunci eksistensi usaha perkebunan kelapa sawit Indonesia di masa depan. 2. Di Indonesia, fluktuasi harga CPO ditransmisikan ke harga tandan buah segar kelapa sawit TBS yang diterima oleh pekebun kelapa sawit di Indonesia. Di sisi lain perkebunan merupakan core business industri kelapa sawit Indonesia, mengingat peran strategis kelapa sawit bagi perekonomian Indonesia tidak terlepas dari eksistensi perkebunan. 3. Menjamin eksistensi usaha industri kelapa sawit Indonesia sama artinya dengan menjamin kelangsungan usaha hajat hidup orang banyak. Berdasarkan pelaku usaha, seiiring dengan perkembangan luas areal perkebunan kelapa sawit di Indonesia telah terjadi perubahan komposisi share kepemilikan perkebunan kelapa sawit di Indonesia Gambar 4. Di awal tahun 80an, perkebunan besar milik negara PBN merupakan pelaku utama dengan share sebesar 67.74, sedangkan perkebunan besar swasta PBS dan perkebunan rakyat PR masing-masing sebesar 30.16 dan 2.10. Namun, mulai pertengahan tahun 90an, perkebunan kelapa sawit Indonesia didominasi oleh PBS dan PR. Pada tahun 2008, share masing-masing pelaku usaha adalah 8.61 PBN, 49.90 PBS dan 41.43 PR. Namun, dihubungkan dengan potensi keragaan usaha masing-masing pelaku, khususnya dari aspek pencapaian produktivitas lahan dan akses modal, maka eksistensi dan keberlanjutan usaha perkebunan kelapa sawit bagi pelaku usaha yang dengan keragaan usaha rendah akan sangat ditentukan oleh perkembangan harga di masa depan.

III. TINJAUAN TEORI DAN STUDI TERDAHULU