berbagai tipe hutan Hiratsuka 2003; Brown 1997; Chambers et al
. 2001; Chave
et al . 2001, Kiyono
et al . 2007; Komiyama 2008; Ketterings
et al . 2001; Samalca
2007; Ismail 2005; Limbong 2009; Onrizal 2004; Salim 2005; Basuki et al
. 2009; Hilmi 2003. Untuk mengetahui besarnya simpanan karbon dari hutan bekas
tebangan Merang di Musi Banyuasin Sumatera Selatan maka diperlukan suatu kajian tentang pendugaan potensi biomassa sebagai sumber estimasi karbon
pada hutan bekas tebangan Merang di Musi Banyuasin.
1. 2 Kerangka Pemikiran
Berikut bagan alir kerangka pemikiran penelitian ini :
Gambar 1 Kerangka pemikiran
Penyerapan karbon hutan bekas tebangan
Biomassa tegakan hutan bekas tebangan
Potensi karbon terikat atas permukaan tanah
Hutan gambut
Penebangan Aktivitas
manusia
Fungsi gambut terganggu
Peningkatan CO
2
di atmosfer Perubahan iklim
global Konsesi HPH
Ilegal logging
Fungsi hutan sebagai sinker karbon
1. 3 Perumusan Masalah
Emisi karbondioksida terbesar dari Indonesia disumbangkan oleh sektor kehutanan. Peace 2007 menjelaskan deforestasi yang diperkirakan mencapai
2 juta hektar telah menyebabkan pelepasan simpanan karbon Indonesia dalam jumlah besar dan menyumbang sekitar 83 dari emisi tahunan gas rumah kaca
Indonesia dan 34 terhadap emisi sektor kehutanan. Dalam hal ini hutan telah menjadi sumber bagi karbon atmosferik akibat ulah manusia. Selain fungsi hutan
sebagai sumber karbon, hutan mampu menyimpan karbon dalam jumlah yang besar. Proporsi terbesar cadangan karbon di daratan umumnya terdapat di
komponen vegetasiekosistem hutan. Dalam keadaan hutan alami, lahan gambut berfungsi sebagai penambat
sequester karbon sehingga berkontribusi dalam
mengurangi gas rumah kaca di atmosfir, walaupun proses penambatan berjalan sangat pelan setinggi 0 - 3 mm gambut per tahun Parish
et al . 2007 atau setara
dengan penambatan 0 - 5,4 ton CO
2
ha
-1
tahun
-1
Agus 2009. Lahan gambut menyimpan karbon C yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan tanah
mineral. Agus 2009 menyatakan di daerah tropis karbon yang disimpan tanah dan tanaman pada lahan gambut bisa lebih dari 10 kali karbon yang disimpan
oleh tanah dan tanaman pada tanah mineral. Apabila hutan gambut ditebang, maka karbon yang tersimpan pada gambut mudah teroksidasi menjadi gas CO
2
salah satu gas rumah kaca terpenting. Selain itu lahan gambut juga mudah mengalami penurunan permukaan subsiden apabila hutan gambut dibuka.
Karena pentingnya peran lahan gambut sebagai penyimpan karbon dan sumber emisi CO
2
, maka pengukuran karbon tersimpan pada lahan gambut menjadi sangat penting. Data hasil pengukuran dapat digunakan sebagai tolok ukur untuk
mengetahui keberlanjutan hutan rawa gambut. Selain itu perhitungan neraca karbon penting dalam menghadapi sistem baru perdagangan karbon pasca
Kyoto Protocol tahun 2012 yang dikenal dengan mekanisme REDD Reducing
Emissions from Degradation and Deforestation .
Untuk mengurangi tindakan perusakan selama pengukuran biomasa untuk estimasi penyerapan karbon dapat menggunakan persamaan alometrik
yang dibangun berdasarkan dimensi pohon. Persamaan alometrik untuk estimasi biomasa pohon di hutan tropika alam dengan berbagai kondisi iklim dan berbagai
jenis hutan telah lama dikembangkan Brown 1997. Namun masih ada ketidakpastian bahwa persamaan alometrik untuk pohon hutan yang telah
dikembangkan oleh Brown 1997 tidak dapat dipergunakan di lokasi baru,
karena estimasi biomasa yang diperoleh dua kali lebih tinggi dari berat sesungguhnya Ketterings
et al . 2001. Berdasarkan hal tersebut diperlukan
pengukuran biomassa yang akurat untuk membangun model persamaan alometrik di hutan bekas tebangan Merang di Musi Banyuasin Sumatera Selatan.
Adapun pertanyaan dalam penelitian ini adalah : a. Bagaimana model penduga biomassa dan potensi karbon terikat pada
hutan bekas tebangan di Merang Sumatera Selatan ? b. Bagaimana profil serapan karbon dengan penyebarannya pada setiap
bagian pohon pada setiap kelas diameter ?
1. 4 Tujuan