commit to user
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Kemajuan suatu bangsa sangat ditentukan oleh kualitas sumber daya manusia. Kualitas sumber daya manusia bergantung pada kualitas pendidikan.
Peran pendidikan sangat penting untuk menciptakan masyarakat yang cerdas, damai, terbuka dan demokratis. Oleh karena itu, pembaharuan pendidikan harus
selalu dilakukan untuk meningkatkan kualitas pendidikan suatu bangsa. Kemajuan bangsa Indonesia hanya dapat dicapai melalui penataan
pendidikan yang baik. Upaya peningkatan mutu pendidikan diharapkan dapat menaikkan harkat dan martabat manusia Indonesia. Untuk mencapainya,
pembaharuan pendidikan di Indonesia perlu terus dilakukan untuk menciptakan dunia pendidikan yang adaptif terhadap perubahan jaman Nurhadi,2004:1.
Berbagai upaya yang dilakukan pemerintah saat ini menunjukkan bahwa pendidikan itu tidak bersifat statis, melainkan sesuatu yang dinamis dan menuntut
perubahan serta penyempurnaan. Upaya tersebut mencakup semua komponen pendidikan seperti perubahan kurikulum dan proses belajar mengajar, peningkatan
kualitas guru, pengadaan sarana dan prasarana belajar yang memadai, penyempurnaan sistem penilaian, penataan organisasi dan manajemen pendidikan
serta usaha-usaha lain yang berkenaan dengan peningkatan kualitas pendidikan. Salah satu upaya pemerintah untuk menyempurnakan sistem pendidikan
yang ada adalah dengan memprogramkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan KTSP sebagai tindak lanjut dari pembaruan kurikulum berbasis kompetensi.
KTSP merupakan kurikulum operasional yang dikembangkan oleh setiap satuan pendidikan serta merupakan acuan dan pedoman bagi pelaksanaan pendidikan
untuk mengembangkan berbagai ranah pendidikan pengetahuan, keterampilan, dan sikap dalam seluruh jenjang dan jalur pendidikan, khususnya jalur
pendidikan sekolah E. Mulyasa, 2007: 44. Kegiatan utama pendidikan di sekolah adalah pembelajaran. Pembelajaran
atau kegiatan belajar mengajar merupakan kegiatan yang langsung berhubungan
1
commit to user dengan peserta didik yang merupakan input dalam proses belajar mengajar dan
diharapkan akan menghasilkan output berupa peserta didik yang memiliki kemampuan yang mencakup tiga ranah, yaitu kognitif, afektif, dan psikomotor,
sesuai dengan tuntutan Kurikulum Berbasis Kompetensi KBK maupun KTSP. Kimia merupakan salah satu cabang dari ilmu pengetahuan alam yang
turut serta memegang peranan penting dalam perkembangan ilmu pengetahuan dan teknlogi. Melalui proses belajar mengajar di sekolah, diharapkan siswa dapat
menguasai materi ajar dengan tepat sehingga tujuan dari pembelajaran dapat tercapai. Beberapa hal yang mempengaruhi proses belajar siswa SMA dalam
belajar kimia adalah sebagai berikut : kemampuan awal yang dimiliki siswa, peran aktif siswa dalam mengikuti pelajaran, kemampuan guru dalam penyampaian
materi pelajaran, dan penggunaan metode mengajar yang sesuai dengan materi. Dalam pembelajaran kimia di SMA banyak pokok bahasan yang
menuntut siswa melaksanakan eksperimen, salah satunya adalah Larutan Elektrolit dan Non Elektrolit. Pembelajaran materi Larutan Elektrolit dan Non
Elektrolit berdasarkan karakteristik KTSP sesuai dengan konsep kimia yang menekankan pada ketrampilan proses E.Mulyasa, 2007:247. Dalam kurikulum
ini disebutkan bahwa standar kompetensi yang harus dicapai oleh siswa adalah : ”Memahami sifat-sifat Larutan Elektrolit dan Non Elektrolit ”. Standar
kompetensi ini dituangkan dalam kompetensi dasar, yaitu mengidentifikasi sifat Larutan Elektrolit dan Non Elektrolit berdasarkan data percobaan. Pencapaian
kompetensi dasar tersebut dapat dikembangkan melalui pemilihan metode pembelajaran yang memberikan pengalaman belajar bagi siswa untuk menguasai
kompetensi dasar yang telah ditentukan. Untuk itu dalam pembelajarannya perlu digunakan metode pembelajaran yang memberikan kesempatan siswa
berpartisipasi secara aktif dalam kegiatan pembentukan konsep sehingga dapat meningkatkan pencapaian hasil belajar.
Dalam kegiatan belajar mengajar yang berorientasikan pada keaktifan dan kemandirian siswa, maka siswa perlu mencoba sendiri, mencari jawaban sendiri
dalam memecahkan masalah, bekerjasama dengan teman sekelas, menyimpulkan hasil kerjasama dan lain sebagainya. Guru hanya membantu mengarahkan siswa
commit to user dan bertindak sebagai motivator dan fasilitator. Hal ini sesuai dengan jurnal Dilek
Isik Kamuran Tarım 2009 tentang konstruktivisme “As constructivist approach suggests, the teacher is a facilitator or coach
who oversees the students’ learning process. Students are active learners who play a critical role in their own learning as they create projects, work
with others, and use their own learning styles to succeed”.
Model pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran yang konstruktivistik. Hal ini atas dasar bahwa siswa akan lebih mudah menemukan
dan memahami konsep-konsep yang sulit apabila siswa dapat saling mendiskusikan masalah-masalah yang dihadapi dengan temannya. Pembelajaran
kooperatif juga dapat membangkitkan pembelajaan yang menarik perhatian siswa, meningkatkan keterampilan sosial, membantu menyesuaikan diri, mengurangi
perbedaan etnis dan meningkatkan rasa percaya diri siswa. Slavin, 1995: 273. Dalam kegiatan belajar mengajar diharapkan para guru kimia dapat
memberikan motivasi dan mengajarkan materi kimia dengan lebih menarik dan bersahabat, sehingga anggapan yang keliru selama ini bahwa kimia merupakan
mata pelajaran sulit bagi siswa SMA akan hilang dari mereka. Guru kimia SMA diharapkan dapat memilih strategi pembelajaran yang sesuai kondisi sekolah
maupun kondisi siswanya. Dengan pemilihan strategi pembelajaran yang tepat, guru diharapkan dapat menyampaikan materi kimia dengan lebih interaktif,
menarik dan menyenangkan. Pengajaran kimia dalam KTSP disarankan dalam pembelajarannya
menggunakan metode yang sesuai dengan karakteristik konsep kimia. Berdasarkan hal tersebut di atas maka kegiatan belajar mengajar kimia tidak boleh
diartikan di dalamnya hanya terdapat keharusan menyampaiakan konsep, prinsip, hukum, dan teori tetapi harus menekankan bagaimana cara untuk memperoleh
konsep, prinsip, hukum dan teori tersebut. Agar dapat memperoleh konsep, prinsip, hukum dan teori dengan baik maka siswa perlu dilatih untuk mengamati,
mengelompokkan, menafsirkan, meramalkan, meneliti, dan mengkomunikasikan yang disebut dengan keterampilan proses.
Menurut Sukardjo 2004:5 pendekatan pembelajaran yang dilakukan saat ini kurang sesuai dengan hakikat sains, dimana sains merupakan ilmu yang
commit to user diperoleh melalui eksperimen dan bersifat kantitatif, namun kenyataannya
sebagian besar pendekatan pembelajaran yang dipakai masih berupa pendekatan ekspositorik. Lebih lanjut menurut Sukardjo, alternatif pemecahan masalah
tersebut adalah dengan memperbanyak penggunaan keterampilan proses. Keterampilan proses akan terbina dalam diri siswa apabila dalam kegiatan belajar
mengajar menggunakan pendekatan pembelajaran yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk berpartisipasi secara aktif dalam kegiatan pembentukan
konsep sendiri, sehingga dapat meningkatkan cara berpikir siswa dan untuk meningkatkan pengetahuan.
Pemberlakuan KTSP pada kenyataannya tidak banyak mengubah cara mengajar guru. Proses belajar mengajar yang dilakukan secara konvensional di
SMA Negeri 4 Surakarta khususnya kelas X dinilai sudah cukup berhasil, walaupun menurut salah satu guru kimia kelas X ada beberapa siswa yang hasil
belajar kimianya kurang baik disebabkan kurang memperhatikan saat guru mengajar. Hal ini memang yang menjadi kelemahan dari metode ceramah dimana
hampir seluruh waktu belajar digunakan untuk mendengar dan mencatat. Siswa jarang diberi metode pembelajaran kooperatif yang dapat mengaktifkan kegiatan
siswa dalam bekerjasama dengan kelompoknya. Karena situasi belajar yang pasif, maka siswa cepat merasa bosan dan akan cenderung mengantuk sehingga sulit
berkonsentrasi dalam belajar. Berdasarkan hal tersebut maka diperlukan suatu metode mengajar yang
dapat membuat siswa aktif berinteraksi serta menemukan dan membangun sendiri pemahaman mereka terutama dalam materi larutan elektrolit dan non elektrolit
sehingga perlu adanya modifikasi antara metode kooperatif dengan metode discovery. Metode discovery mendasarkan pada prinsip bahwa isi atau materi
suatu bidang studi bukanlah merupakan serangkaian fakta yang lepas terisolasi, tetapi ada berbagai cara untuk mengorganisasikan fakta yang terperinci dalam
memahami suatu konsep. Metode discovery tergolong heuristik, karena siswa dibimbing untuk menemukan sendiri, jadi berbeda dengan kebiasaan ceramah
untuk menerangkan seluruhnya kepada mereka. Maridi dkk, 2004:39 Pembelajaran kooperatif tipe Teams Assisted Individualization TAI dan
Numbered Head Together NHT menekankan pada struktur-struktur khusus yang 4
commit to user dirancang khusus untuk mempengaruhi pola-pola interaksi siswa. Metode TAI
mengelompokkan siswa dalam kelompok kecil yang yang dipimpin oleh seorang ketua kelompok atau tutor sebaya yang mempunyai pengetahuan yang lebih
dibandingkan anggotanya. Kesulitan pemahaman materi yang dialami oleh siswa dapat dipecahkan bersama karena keberhasilan dari tiap individu ditentukan oleh
keberhasilan kelompok. Untuk itu metode TAI menitikberatkan pada keaktifan siswa dan memerlukan kemampuan interaksi sosial yang baik antara semua
komponen pengajaran. Pada metode NHT juga mengelompokkan siswa dalam kelompok kecil, seluruh kelompok dapat membangun prosedur untuk memberikan
kelonggaran waktu bagi siswa untuk berpikir dan menanggapi serta membantu temannya. Komparasi antara kedua metode ini dikarenakan keduanya sebanding,
yaitu sama-sama merupakan pembelajaran kooperatif. Berdasar uraian tersebut, untuk itu dilakukan penelitian dengan judul :
“STUDI KOMPARASI PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE Teams Assisted Individualization TAI DAN Numbered Head Together NHT YANG
DIMODIFIKASI DENGAN METODE DISCOVERY TERHADAP PRESTASI BELAJAR POKOK BAHASAN LARUTAN ELEKTROLIT DAN NON
ELEKTROLIT SISWA KELAS X SMA NEGERI 4 SURAKARTA TAHUN AJARAN 20092010.”
B. Identifikasi Masalah