dua bahasa dengan lancar, baik secara tertulis maupun lisan dalam empat ketrampilan berbahasa, yaitu mendengarkan, berbicara, membaca dan menulis.
2. Pengaruh Bilingual
Baker 2001 menuliskan pendapatnya bahwa bilingual memberikan dampak terhadap kehidupan anak dan orangtuanya. Bilingual atau monolingual
akan mempengaruhi identitas anak saat dewasa yaitu sekolah, pekerjaan, pernikahan, area tempat tinggal, perjalanan hidup dan cara berfikir. Kemampuan
bilingual bukan hanya sekedar mempunyai dua bahasa, akan tetapi juga mempunyai konsekuensi pendidikan, sosial, ekonomi dan budaya. Hurlock 1993
juga mengatakan, pada waktu anak diharapkan mempelajari bahasa secara serempak, anak harus mempelajari dua kata yang berbeda untuk setiap objek yang
mereka sebut dan untuk setiap pikiran yang ingin anak ungkapkan. Anak harus mempelajari dua perangkat bentuk tata bahasa, selain itu anak harus mempelajari
bagaimana mengucapkan huruf yang sama atau kombinasi huruf yang sama secara berbeda.
a. Pengaruh Positif
Berkomunikasi secara bilingual memiliki manfaat bagi anak. Anak yang memiliki kemampuan bilingual mempunyai kesempatan untuk berkomunikasi
dengan orang lain yang berbeda bangsa dan etnis dalam ruang lingkup yang lebih luas dan bervariasi dibanding anak yang monolingual. Anak-anak yang fasih
berbicara dalam dua bahasa akan menunjukkan kinerja kontrol perhatian, formasi
Universitas Sumatera Utara
konsep, pemikiran analitis, fleksibilitas kognitif, dan kompleksitas kognitif yang lebih baik dibandingkan anak-anak sebayanya yang hanya menguasai satu bahasa
Bialystok dalam Santrock, 2007. Anak-anak bilingual juga memiliki kepekaan terkait dengan struktur bahasa lisan dan tulisan, dan lebih mampu menyadari
kesalahan pada tata bahasa dan makna – ketrampilan-ketrampilan tersebut sangat membantu ketrampilan mereka membaca Bialystok dalam Santrock, 2007.
Selanjutnya Baker 2001 mengatakan keuntungan lain dalam berkomunikasi secara bilingual adalah ketika anak belajar dalam dua bahasa,
maka saat anak dewasa, anak dapat mengakses dua literatur, memahami tradisi yang berbeda, juga cara berfikir dan bertindak. Anak atau orang dewasa yang
memiliki kemampuan bilingual akan memiliki dua atau lebih pengalaman di dunia karena setiap bahasa berjalan dengan sistem perilaku yang berbeda, pepatah kuno,
cerita, sejarah, tradisi, cara berkomunikasi, literatur yang berbeda, musik, bentuk hiburan, tradisi religius, ide dan kepercayaan, cara berpikir dan bentuk
kepedulian. Ketika menguasai dua bahasa maka akan didapat pengalaman budaya yang lebih luas dan sangat mungkin untuk menghasilkan toleransi yang besar
antara budaya-budaya yang berbeda serta akan menipiskan rasa rasialis. Memiliki kemampuan bilingual memberi kesempatan yang lebih besar
untuk secara aktif mengenal budaya karena menguasai bahasa dari budaya tersebut. Baker 2001 juga mengatakan terlepas dari aspek sosial, budaya,
ekonomi, hubungan pribadi dan keuntungan komunikasi, riset telah menunjukkan bahwa bilingual memberikan keuntungan tertentu dalam berpikir, anak yang
memiliki kemampuan bilingual akan memiliki dua atau lebih kata-kata untuk
Universitas Sumatera Utara
setiap objek dan ide. Menurut Baker 2001 ketika perbedaan asosiasi terdapat pada setiap kata, anak yang memiliki kemampuan bilingual dapat berfikir lebih
tajam, fleksibel, kreatif dan dapat membawa seseorang menjadi lebih hati-hati dalam berkomunikasi dengan orang-orang yang berbeda bahasa.
Andersson 1999 menyatakan bahwa anak yang telah mempelajari dua bahasa akan mudah untuk beradaptasi ketika mengunjungi negara lain yang
berbahasa sama dengan bahasa kedua anak. Andersson 1999 juga menyatakan bahwa anak yang bilingual akan merasa bangga dengan dirinya karena anak dapat
menguasai lebih dari satu bahasa dengan kata lain, bilingual dapat meningkatkan harga diri anak.
b. Pengaruh Negatif
Menurut Andersson 1999 bagi anak yang lebih kecil, hidup dengan dua bahasa merupakan hal yang negatif karena mereka harus menganalisa perbedaan
bunyi dan makna dari kata-kata yang mereka dengar. Kegagalan mereka untuk memahami mekanisme dari sistem ini akan membuat mereka frustasi dan gagal
untuk berkomunikasi, padahal anak tersebut baru belajar berbicara. Tarigan 1988 menyatakan bahwa ketika anak memiliki dua bahasa, maka
hal tersebut akan mempengaruhi sikap mereka terhadap bahasanya sendiri. Anak menjadi tidak lancar terhadap bahasanya sendiri dan ada pula yang meninggalkan
bahasa ibunya. Bilingual ini juga mempengaruhi interaksi anak dengan keluarga besarnya. Sungguh sangat sulit dan sangat disayangkan oleh para kakek nenek
Universitas Sumatera Utara
ketika mereka mempunyai cucu yang tidak dapat berkomunikasi dengan mereka dalam bahasa mereka sendiri.
Hurlock 1993 mengemukakan kondisi yang berkaitan dengan bilingual yang membahayakan penyesuaian sosial yang baik atau kemampuan beradaptasi
anak yang merupakan bagian dari kompetensi sosial, yaitu : i.
Pengaruh terhadap penyesuaian sosial Anak menemukan kesulitan berkomunikasi dengan orang yang bahasa
dominannya berbeda dari bahasa yang digunakan anak. Hal ini dapat menimbulkan persoalan dalam penyesuaian sosial.
ii. Pengaruh terhadap sekolah
Karena anak berbahasa dua secara ilmu bahasa tidak siap bersekolah, mereka merasa tidak aman dan terhambat dalam karier sekolah mereka
sejak dini. iii.
Pengaruh terhadap perkembangan bicara Mempelajari dua bahasa secara serentak dalam tahun-tahun awal
mungkin memperlambat perkembangan dalam kedua bahasa tersebut dan menimbulkan kesalahan bicara yang lebih banyak ketimbang yang normal
bagi anak usia tersebut. Akibat dari kekurangmampuan berbicara membuat anak gugup dan secara emosional terganggu. Ini merupakan kondisi yang
seringkali menimbulkan stuttering. iv.
Pengaruh terhadap pemikiran Anak yang berbahasa dua seringkali bingung dengan pemikirannya
dan ini membuat mereka sangat hati-hati berbicara. Jika anak begitu hati-
Universitas Sumatera Utara
hati akibatnya mereka enggan berbicara dengan teman sebaya, mereka juga mungkin akan diabaikan atau ditolak dalam pergaulan.
v. Pengaruh terhadap diskriminasi sosial
Ketika tiba saatnya anak mencapai usia sekolah, mereka menemukan bahwa orang-orang mengaitkan streotip yang berbeda dengan logat yang
berbeda. Anak tersebut kemudian dinilai oleh orang dewasa dan teman sebaya dalam kaitannya dengan stereotip itu. Jika stereotip itu tidak
menyenangkan, hal itu mungkin dapat menimbulkan prasangka dan diskriminasi.
vi. Pengaruh terhadap ketidaksamaan
Jika yang dominan adalah bahasa asing, anak tersebut mungkin memiliki lingkungan rumah yang pola kehidupan, pelatihan yang
digunakan, serta cara berpakaian dan makan akan berbeda dari pola teman sebayanya. Sindrom “ketidaksamaan” ini senantiasa tampak dalam bicara,
khususnya jika anak memiliki logat asing yang mungkin menjadi hambatan dalam penyesuaian sosial.
3. Hal-hal yang Mempengaruhi Bilingual