Substansi Isi Kebijakan Kesga: Gizi dan Usila

c. Substansi Isi Kebijakan

Substansi kebijakan merupakan wawancara tentang penerapanimplementasi kebijakan Kesehatan Nomor 145 Tahun 2007. Berikut diuraikan pendapat informan tentang isi kebijakan. 1. Sarana dan Prasarana Dalam penanggulangan bencana dimungkinkan untuk menambah sarana dan prasarana yang ada, atau menambah perlaatan khusus yang diperlukan baik dengan membeli maupun mendapatkan bantuan dari pemerintah dan donatur. Pada bagian ini ditanyakan tentang bagaimana memberdayakan sarana dan parasarana. Berikut akan diuraikan keadaan sarana dan prasarana. Tabel 4.16. Pendapat Informan tentang Sarana dan Prasarana No Informan Pendapat 1. Ka. Dinas Kesehatan “Kita pakai apa yang ada, kita tidak ada membeli atau mendapat bantuan sarana dan prasarana. Belum pernah sampai harus membeli. Peralatan, ambulan atau yang lain kita pakai yang ada. Sampai sekarang, belum ada masalah tentang sarana dan prasarana. Memang ada beberapa puskesmas, atau polindes maupun polindes yang rusak. Itu sudah kita laporkan ke BNPB, kan kemarin sudah diminta datanya.” 2. Ka. Rumah Sakit “Fasilitas yang ada sudah mencukupi karena tidak banyak yang datang berobat karena efek langsung dari erupsi. Biasanya karena penyakit bawaan, jadi cukup. Paling waktu kejadian awan panas kemarin saja. Itupun sarana dan parasarana kita ada. Memang yang sudah meninggal saja yang dibawa ke sini. Yang hidup di bawa ke Efarina, tapi meninggal juga. Jadi dibawa lagi ke sini.” Universitas Sumatera Utara Tabel 4.16. Lanjutan No Informan Pendapat 3. Ka. Bid Yankes “Susah kalau kita ikuti peraturan itu ya, berarti kita harus siapkan tensinya, tempat pemeriksaannya lagi, timbangannya, obat-obatannya, semua harus ada di setia posko. Okelah kalau poskonya sedikit, kalau sudah seperti ini, ada 42 pos? Mana mungkinlah disiapkan semua. Jadi, artinya kita penuhi apa yang paling penting dahulu. Ada tempatnya, ada tenaganya, dan obatnya, stetoskop dan tensi dipakai yang ada dulu, atau punya perawat dan bidan dulu.” 3. Ka. Puskesmas Payung “Tidak ada masalah dengan sarana dan prasarana. Semua cukup.” 4. Ka.Puskesmas Tiga nderket “Cukuplah, kita pakai yang ada saja. Karena kitapun turutnya mengungsi.” 5. Ka. Puskesmas Brastagi “Kita pakai apa yang ada, Kalaupun ada yang kurang kayak tensi, itu kita pake punya pribadi. Tapi bisalah, tidak jadi kekurangan.” Hasil wawancara menunjukkan bahwa sarana dan prasarana yang digunakan seperti ambulans, alat pemeriksaan kesehatan maupun dalam bentuk bangunan fisik seperti puskesmas, pustu dan polindes. Untuk penanggulangan bencana masih menggunakan sarana dan prasarana yang sudah ada sebelumnya. Dinas Kesehatan belum pernah sampai membeli sarana dan prasarana untuk memenuhi kekurangan sarana dan prasarana. Adapun sarana dan prasarana yang rusak seperti puskesmas dan polindes tidak sampai mengganggu pelayanan yang ada karena dapat dipindahkan ke posko kesehatan. Kerusakan yang ada sudah dilaporkan kepada BNPB. Pendapat berbeda diungkapkan oleh Kepala Bidang Pelayanan Kesehatan. Mneurutnya, bila harus mengikuti kebijakan maka sulit untuk memenuhi kebutuhan akan alat-alat kesehatan di setiap posko kesehatan yang berjumlah 42 titik. Oleh Universitas Sumatera Utara karenanya mereka mengambil kebijakan untuk memenuhi kebutuhan yang lebih penting terlebih dahulu yaitu kebutuhan tempat posko kesehatan, tenaga kesehatan dan obat-obatan. Sementara itu, peralatan seperti tensimeter dan stetoskop maupun thermometer , digunakan dari asset yang ada atau menggunakan peralatan pribadi bidan dan perawat. Bagi Kepala Puskesmas Payung dan Puskesmas Tiga nderket juga tidak mengalami masalah dalam memenuhi kebutuhan sarana dan prasarana yang ada. Namun dalam kunjungan peneliti ker Puskesmas Tiga nderket menemukan beberapa ruangan mengalami kerusakan. Namun, menurut Kepala Puskesmas Brastaggi mereka memang mengalami kekurangan dalam peralatan namun dapat diatasi dengan memanfaatkan peralatan pribadi miliki tenaga kesehatan yang bertugas di pengungsian. Menurut Ka.RSUD Karo, Sarana dan prasarana di Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Karo tidak ada kekurangan. Fasilitas yang ada sudah disesuaikan dengan situasi bencana karena RSU sudah terakreditasi. Dalam pemberian akreditasi pada rumah sakit, keadaan bencana memang sudah masuk dalam penilaian. Langkah-langkah yang diambil oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Karo sudah sesuai dengan yang diamanatkan KMK Nomor 145 tahun 2007 bagian kedua tentang kebijakan. Kebijakan yang diambil mengenai sarana dan prasarana adalah: - Dalam penanggulangan bencana bidang kesehatan pada prinsipnya tidak dibentuk sarana dan prasarana khusus, tetapi menggunakan sarana dan prasarana yang telah ada, hanya intensitas kerjanya ditingkatkan dengan Universitas Sumatera Utara memberdayakan semua sumber daya Pemerintah KabupatenKota dan Provinsi serta masyarakat dan unsur swasta sesuai dengan ketentuan dan peraturan yang berlaku. - Dalam hal terjadinya bencana, pelayanan kesehatan dan pemenuhan kebutuhan sarana kesehatan, tenaga kesehatan, obat dan perbekalan kesehatan yang tidak dapat diatasi oleh Dinas Kesehatan KabupatenKota setempat, maka Dinas Kesehatan KabupatenKota terdekat harus member bantuan, selanjutnya secara berjenjang merupakan tanggungjawab Dinas Kesehatan Provinsi dan Pusat. 2. Tenaga Kesehatan Tenaga kesehatan adalah jumlah pegawai dan kompetensi petugas yang tersedia untuk melaksanakan kegiatan yang mendukung pencapaian upaya penanggulangan bencana. Poin ini menanyakan tentang kesiapan dinas kesehatan dari segi tenaga kesehatan yang ada, apakah mencukupi, atau membutuhkan tenaga dari luar dinas kesehatan, serta bagaimana cara memanfaatkan SDM yang ada. Tabel 4.17. Pendapat Informan tentang Tenaga Kesehatan No Informan Pendapat 1 Ka. Dinas Kesehatan “Sebenarnya sudah memadai, meskipun kurang dokter, tapi bisa saling membantu dengan puskesmas yang tidak terkena bencana. Semua bisa diatasi. Perawat dan bidan sangat cukup. Kita tidak pernah sampai meminta bantuan ke yang lain. Memang untuk saat ini, tenaga psikiater atau psikolog tidak ada di sini ya, tapi dibutuhkan. Dari Kepmenkes sudah ada yang turun. Memang kita lihat bencana ini sudah lama, baru ini lagi kejadiannya, jadi banyak yang stres, dan bahkan katanya mengalami gangguan jiwa..” Universitas Sumatera Utara Tabel 4.17. Lanjutan No Informan Pendapat 2 Ka. Rumah Sakit “Tidak ada kekurangan tenaga. Kita sudah siap semuanya.” 3 Ka. Bid. Yankes “Memangkan menurut aturannya harusnya ada ya tenaga gizi, sanitarian, kesling, tenaga promkes di setiap puskesmas. Tapi susah memenuhinya di setiap Posko, karena situasinya darurat, lama, dan pengungsi juga banyak. Kalau yang kurang kayak Psikater ada bantuan dari Kementerian Kesehatan, asalkan kita yang mengusulkan.” 4 Ka. Puskesmas Payung “Terpenuhi, buktinya semua pasien bisa kita layani. Tapi bagi saya yang kurang itu tenaga Supir yang membawa ambulan. Karena tidak mungkin saya yang bawa semua dan tidak mungkin saya yang menggaji mereka untuk membawa pasien.” 5 Ka.Puskesmas Tiga nderket “Sebenarnya saya sendiri, jadi saya harus bisa jadi kepala sekaligus dokter, kurang lah yaa, tapi karena semua staf di sini saling bantu, jadi tidak masalah. Ada saling pengertian. Memang ada juga pengungsi ini yang tertekan dan stres, siapapun pasti begitu, bagus jugalah kalau ada psikolognya, kita tidak punya kapasitas dan ilmu untuk melakukan itu. Sampai ada pengungsi dari Gurukinayan yang gantung diri di Pancur Batu, jadi butuh sekali pskiater. Tapi kemarin setahu saya ada juga datang dari Kementerian Kesehatan.” 5 6. Ka.Puskesmas Brastagi Ka.Puskesmas Brastagi “Sangat cukup, dokter di kita ada 5 orang, jadi cukuplah. Staf saya semua stand by kalau di pos kesehatan. Tenaga surveilan dan imunisasi kita ada. Kalau untuk promkes, kita semua harus bisa promkes, sayapun melakukan penyuluhan juga tentang PHBS dan pemakain masker dikala tidur. Memang baguslah kalau kita punya tenaga.” “Sangat cukup, dokter di kita ada 5 orang, jadi cukuplah. Staf saya semua stand by kalau di pos kesehatan. Tenaga surveilan dan imunisasi kita ada. Kalau untuk promkes, kita semua harus bisa promkes, sayapun melakukan penyuluhan juga tentang PHBS dan pemakain masker dikala tidur. Memang baguslah kalau kita punya tenaga.” Universitas Sumatera Utara Berdasarkan wawancara, pendapat responden tentang kecukupan tenaga memang variatif. Menurut Kepala Dinas Kesehatan,tenaga kesehatan yang ada sebenarnya sudah memadai dan dapat memenuhi kebutuhan pengungsi terhadap kesehatan.Adapun SDM Kesehatan yang kurang adalah dokter, namun dapat diatasi dengan bantuan tenaga dokter dari Puskesmas yang tidak terkena dengan bencana. Untuk kebutuhan tenaga perawat dan bidan sudah mencukupi oleh karenanya Dinas Kesehatan tidak pernah sampai meminta bantuan tenaga dengan daerah lain atau instansi lain. Waktu bencana yang berbulan-bulan dimulai September hingg saat ini menyebabkan tekanan mental dan memicu stress pada pengungsi. Namun Dinas Kesehatan tidak memiliki tenaga pskiater ataupun psikolog untuk menangani masalah kesehatan jiwa, namun Kementrian Kesehatan telah menurunkan tenaga psikiater. Oleh karenanya Menurut Kepala Dinas adalah sangat baik apabila Kabupaten Karo memiliki tenaga tersebut. Kepala Bidang pelayanan kesehatan juga menambahkan dalam kebijakan penanggulangan bencana memang seharusnya di setiap puskesmas ada tenaga sanitarian, gizi, kesehatan lingkungan, dan tenaga promosi kesehatan. Meskipun Dinas Kesehatan sudah berupaya memenuhi kebutuhan namun terkendala jumlah posko kesehatan yang banyak dan jumlah pengungsi juga sangat banyak. Menurutnya kebutuhan kesehatan yang kurang seperti pskiater sudah dibantu oleh Kementrian Kesehatan dengan adanya usulan dari Dinas Kesehatan. Universitas Sumatera Utara Berbeda dengan Kepala Rumah Sakit yang menyatakan tidak mendapatkan kendala dalam jumlah tenaga maupun profesi kesehatan yang dibutuhkan dalam penanggulangan bencana. Menurutnya semua kebutuhan akan hal tersebut sudah dipersiapkan dengan baik. Memang korban bencana kebanyakan menderita penyakit akibat efek tidak langsung dari erupsi Gunung SinabunGunung Namun, kejadian awan panas yang mengakibatkan korban tewas 17 orang, menunjukkan adanya kebutuhan khusus akan tenaga kesehatan tertentu. Kepala Puskesmas Payung tidak merasakan kekurangan tenaga kesehatan di Puskesmas yang dipimpinnya namun dia merasa sangat membutuhkan tenaga supir ambulan. Selama melakukan rujukan pasien dari posko kesehatan, Beliau merasa kerepotan bila harus mengantarkan sendiri pasien yang akan dirujuk. Peran yang dimiliki sebagai dokter sekaligus menjadi Kepala Puskesmas tentunya menyita waktunya. Namun menurutnya masalah gaji supir juga menjadi kendala. Secara khusus Kepala Puskesmasn Tiga nderket mengatakan sangat membutuhkan tenaga dokter karena dia berperan sebagai Dokter dan Kepala Puskesmas. Meskipun demikian dukungan dan bantuan dari staf sangat membantu pekerjaannya sehingga ada saling pengertian. Namun, Beliau sangat menyarankan akan adanya tenaga psikolog maupun psikater untuk mengatasi masalah stress dan tekanan batin pengungsi. Seorang pengungsi dari Guru Kinayan sampai harus mengakhiri sendiri hidupnya di Pancur Batu karena mengalami tekanan mental. Hal yang berbeda dengan yang dirasakan oleh Kepala Puskesmas Brastagi yang tidak mengalami kekurangan dokter karena sudah didukung oleh 5 orang dokter Universitas Sumatera Utara baik dokter umum maupun dokter gigi. Kebutuhan akan tenaga promosi kesehatan dapat dipenuhi karena semua staf harus mampu melakukan kegiatan promosi kesehatan. Puskesmas menunjukkan kebutuhan yang berbeda karena jumlah tenaga di Puskesmas juga variatif. Namun bila dilihat dengan jumlah dokter yang ada dengan jumlah pengungsi memang masih dirasa kurang apalagi kebanyakan dokter juga berperan secara struktural sebagai Kepala Puskesmas maupun Kepala Bidang di Dinas Kesehatan. Bila merujuk pada kebijakan penanggulangan bencana, tenaga sanitarian, gizi, entomolog, dan promkes sangat dibutuhkan guna mencegah peningkatan angka kesakitan. Sementara itu, tenaga psikiater dan psikolog memang adalah tenaga yang sangat dibutuhkan. Hal itu juga dinyatakan oleh Camat Tiga nderket yaitu Pak Baron, dan perwakilan Kepolisian di tim pendampingan BNPB yaitu Pak Zulkifli. Menurut mereka keadaan pengungsi saat ini sangat rentan dengan tekanan sehingga menimbulkan stres dan bahkan ada yang mulai mengalami gangguan jiwa. Apalagi gangguan jiwa yang dialami pasien tersebut merupakan riwayat penyakit di masa lalu. Sehingga dengan adanya tenaga tersebut akan membantu mengurangi beban pengungsi. 3. Obat dan Perbekalan Pertanyaan tentang obat dan perbekalan meliputi ketersediaan obat, kebutuhan obat yang tidak tersedia namun dibutuhkan dan mekanisme pengaturan obat dan perbekalan untuk pengungsi di pos kesehatan dan rumah sakit. Universitas Sumatera Utara Tabel 4.18 . Tabel Pendapat Informan tentang Obat dan Perbekalan No Informan Pendapat 1 Ka. Dinas Kesehatan “Cukuplah, dipakai apa yang ada dan sekarang ada bantuan dari PPKK. Kemarin kita pakai dari gudang, harusnya dibagi bulan mendatanGunung Yang penting obat jangan kuranGunung Tidak pernah sampai membeli obat dari luar apalagi sampai meminta bantuan daerah lain. Kalau ada bantuan dari pihak luar, ya kita terima.” 2 Ka. Rumah Sakit “Semua cukup, kalau perlu lagi tinggal membuat permintaan ke dinas kesehatan. Kalau rumah sakit tidak pernah menerima bantuan dari donatur. Dan lagi, yang sakit kan pada umumnya bukan karena efek langsung dari awan panas, kecuali yang 17 orang kemarin. Jadi obat-obatannya tidak terlalu signifikan berbeda. Yang biasa dipakai juga bisa. Ataupun kalau sakit biasanya itu karena penyakit bawaannya.” 3 Ka. Bid Yankes “Awalnya susah ya memikirkannya. Obat harus banyak, inilah dari Rumah Sakit sudah mengajukan kebutuhan obat, tapi obat kita tidak cukup. Bagaimana ke depannya nanti? Tidak mungkin kan habis sekaranGunung Nah, untuk mengatasinya, saya tetap pakai yang ada, stok di Dinkes dulu, sambil itu saya sudah mengajukan surat permintaan ke PPKK dan Provinsi. Dan sudah dinyatakan akan disediakan. Jadi, tidak ada masalah dengan obat. Setiap pos pengungsi ada obat, ada juga kan yang membantu dari donatur atau penyumbanGunung Kita tidak pernah sampai harus membeli sendiri.” 4 Ka. Puskesmas Payung “Cukup semua.” 5 Ka.Puskesmas Tiga-nderket “Di awal-awal memang kurang obatnya ya, bagaimanalah, dari Dinas Kesehatannya kan mentok di anggaran. Tapi memang saya juga berusaha meminta bantuan dari teman-teman saya, mereka mau menolonGunung Itupun obat dan alat yang sangat kita butuhkan. Sekarang sudah banyak bantuan juga, obatpun sudah datang, jadi tidak ada masaah lagi.” Universitas Sumatera Utara Tabel 4.18 . Lanjutan No Informan Pendapat 6 Ka.Puskesmas Brastagi “Kita memang mendapat bantuan dari Fuji America Care, tapi saya selalu tegas kalau memberi bantuan dengan syarat, saya tidak mau, sulit mengurusnya, nanti kan bisa dilihat sendiri hasilnya. Dan kita laporkan itu ke Dinas Kesehatan.” Berdasarkan wawancara di atas diketahui bahwa pada awalnya obat dan perbekalan menjadi masalah, namun sekarang sudah tidak menjadi masalah dalam penanggulangan bencana karena masih dapat diatasi dengan adanya bantuan dari Kementerian Kesehatan melalui PPKK. Sebelum bantuan obat turun, Dinas Kesehatan menggunakan obat yang sudah ada stok terlebih dahulu di Gudang Farmasi. Sebenarnya untuk daerah rawan bencana seharusnya memiliki buffer stock sebagai persiapan apabila terjadi bencana. Sayangnya, Kabupaten Karo tidak memiliki buffer stock. Meskipun demikian, tidak terjadi masalah pemenuhan obat- obatan dan Dinas Kesehatan juga tidak sampai meminta bantuan dari daerah yang lain. Kepala Rumah Sakit Umum Karo juga berpandangan yang sama bahwa keadaan obat-obatan dalam keadaan cukup. Bila obat-obatan kurang, maka dibuat permintaan kepada Dinas Kesehatan. Rumah Sakit tidak pernah menerima bantuan dari donatur berupa obat-obatan ataupun peralatan kesehatan. Obat-obatan tidak menjadi masalah karena penyakit yang diobati merupakan penyakit bawaan atau efek tidak langsung dari erupsi Gunung SinabunGunung Untuk korban awan panas yang Universitas Sumatera Utara berjumlah 17 orang, perawatan korban ketika masih hidup, dilakukan di Rumah Sakit Efarina Etaham, namun korban meninggal dibawa ke Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Karo. Pendapat Kepala Bidang Pelayanan Kesehatan menunjukkan bahwa awalnya ada kekhawatiran akan obat-obatan yang tersedia tidak akan mencukupi kebutuhan Rumah Sakit. Saat Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Karo mengajukan permintaan obat, keadaan stok obat sedang dalam kekurangan dan tidak mungkin obat di Gudang Farmasi harus dihabiskan. Oleh karenanya, Beliau mengajukan permintaan kepada Kementrian Kesehatan melalui PPKK dan Dinas Kesehatan Provinsi untuk mendapatkan bantuan obat-obatan. Dari bantuan tersebut, maka obat- obatan di semua posko kesehatan dan Rumah Sakit Umum. Kepala Puskesmasn Tiga nderket mengatakan pada awalnya mengalami kekurangan obat-obatan karena Dinas Kesehatan tidak memiliki anggaran untuk keadaan bencana. Bahkan sampai wawancara dilakukan, APBD Kabupaten Karo masih belum disahkan karena masalah politik dan isu pemakzulan Bupati Karo. Namun, Kepala Puskesmas sudah melakukan tindakan dengan meminta bantuan dari rekan-rekan sejawad untuk membantu dalam obat-obatan yang benar-benar dibutuhkan. Puskesmas Brastagi termasuk Puskesmas yang mendapatkan bantuan stok obat-obatan dari NGO American Care. Pada awalnya Kepala Puskemas ragu menerima bantuan Karen tidak ingin terikat dengan persyaratan, namun akhirnya Universitas Sumatera Utara menerima karena NGO tersebut tidak menetapkan persyaratan khusus. Oleh karenanya kebutuhan akan obat dapat ditanggulangi. Kebijakan pedoman penanggulangan bencana bidang kesehatan menetapkan peraturan bahwa Negara lain, organisasi internasional, lembaga social internasional dan masyarakat internasional dapat memberikan bantuan kepada para korban bencana, sepanjang tidak bertentangan dengan peraturan perundangan yang berlaku, tidak mengikat dan dilakukan tanpa syarat. Berdasarkan observasi di lapangan, dapat dilihat lokasi tempat pemeriksaan dan penyimpanan obat dan perbekalan diletakkan bersamaan dengan meja pemeriksaan tanpa ada ruang penyimpanan khusus. Hal ini tidak sesuai dengan standar manajemen obat dan perbekalan yang diatur oleh Pusat Penanggulangan Krisi Kesehatan akibat bencana. Pada umumnya, selain dari 6 penyakit terbesar yang disebutkan pada data awal, penyebab penyakit yang diderita pengungsi adalah penyakit bawaan sebelum menjadi pengungsi. 4. Pembentukan Satgas Dalam penanggulangan bencana dibutuhkan satgas yang dapat menyatukan berbagai unsur di Dinas Kesehatan. Satgas ini dibentuk oleh Kepala Dinas Kesehatan. Pembentukan satgas sudah diatur dalam Kebijakan KMK Nomor 145 Tahun 2007. Setiap KabupatenKota dan Provinsi berkewajiban membentuk satuan tugas kesehatan yang mampu mengatasi masalah kesehatan pada penanggulangan bencana di wilayahnya secara terpadu berkoordinasi dengan Satlak PB dan Satkorlak PB saat ini dikenal dengan nama Komando Tanggap Darurat dan Badan Penanggulangan Bencana Daerah serta Badan Penanggulangan Bencana Nasional. Universitas Sumatera Utara Tabel 4.19. Tabel Pendapat Informan tentang Pembentukan Satgas No Informan Pendapat 1 2. Ka.Dinas Kesehatan Ka.Rumah Sakit Umum “Ada dibentuk, saya sebagai ketua satgas nya, dan kepala puskesmas menjadi koordinator di daerah masing-masinGunung” “Dalam komando tanggap darurat saya ini wakilnya karena kita menjadi tim kesehatan bersama akbid Pemkab Karo.” Kepala Dinas Kesehatan mengatakan bahwa ada dibentuk satuan tugas penanganan bencana dimana Kepala Puskesmas menjadi koordinator. SK satgas yang dibentuk oleh Dinas adalah nomor 2.1.1330SKXI2013, SK tersebut dibentuk berdasarkan SK Tanggap darurat yang dikeluarkan oleh Bupati Karo dengan nomor: 361032Bakesbang2013 tentang penetapan status tanggap darurat erupsi Gunung Sinabung dan pembentukan Tim Tanggap Darurat erupsi Gunung Sinabung tahun 2013. 5. Mobilisasi SDM dengan Sektor Lain yang Terkait Hal yang ingin diketahui adalah bagaimana hubungan Dinas Kesehatan dan Rumah Sakit dengan instansi, organisasi masyarakat maupun LSM lain yang terlibat. Bagaimana kordinasi dan kemampuan dalam memobilisasi SDM yang ada serta bantuan SDM yang pernah diterima. Universitas Sumatera Utara Tabel 4.20. Pendapat Informan tentang Mobilisasi SDM dengan Sektor Lain yang Terkait No Informan Pendapat 1 Ka. Dinas Kesehatan “Kalau SDM kita manfaatkan yang ada saja. Kader di posyandu yang mengungsi kita ajak juga. Tapi, tidak semua yang mau karena sudah stres karena mengungsi. Kalau dengan instansi lain kita sebatas kerjasama saja. Misalnya pengobatan massal dan pembagian bantuan obat, ya kita izinkan, tapi kita awasi. Memang tidak semua minta izin dari kita, kadang izinnya ke Posko saja. Kita beritahukan kepada pos kesehatan di setiap pengungsian agar turut berperan dalam setiap kegiatan kesehatan. Kalau instansi lain punya tenaga medis masing- masing seperti PMI, ya mereka bertanggungjawab di bidang mereka saja. Hubungan kita waktu rapat rutin di media center, maupun di pos pendampingan yang setiap hari kita hadiri. Kalau ada yang butuh tenaga kita bisa langsung telpon ke saya, atau melalui media center. Kecuali untuk tenaga kesehatan jiwa ya, itu memang bantuan dari Kementerian Kesehatan melalui PPK, mereka juga turut turun ke pos kesehatan dan pengungsi untuk melihat kebutuhan pengungsi.” 2 Ka. Rumah Sakit “Apa yang kita miliki sudah memadai. Kita tidak pernah meminta ataupun menerima bantuan dari pihak luar.” 3 Ka. Bid. Yankes “Wah kalau itu saya tidak turut campur tangan ya, itu kewenangan Kepala Dinas untuk memobilisasi SDM dari instansi lain. Tapi setahu saya sepertinya belum ada. Kita berdayakan yang ada. Kalau PMI punya, ya mereka bertanggung jawab dengan kegiatan PMI nya, kita mendukung dan memastikan semua berjalan dengan baik saja. Lagian itu ada koordinatornya sendiri.” 4 Ka.Puskesmas Payung “Tenaga cukup, bisa dipenuhi, kita pake shift kerjanya. Lagian yang diobati tidak susah-susah.” Universitas Sumatera Utara Tabel 4.20. Lanjutan No Informan Pendapat 5 Ka. Puskesmas Tignderket “Apa yang ada kita pakai ya, semua staf saya sudah bisa menanggulangi karena saling mengerti. Karena ada polindes yang tidak mengungsi dan lagi saya juga berinisiatif kalau ada kawan-kawan saya dokter yang mau memberikan bantuan. Tapi tidak banyaklah yang bisa.” 6 Ka. Puskesmas Brastagi “Tidak ada, semua kita layani dengan memanfaatkan SDM yang ada di sini. Karena SDM kita di sini sudah mencukupi” Melalui wawancara diketahui bahwa tenaga kesehatan dapat dimobilisasi dengan baik karena semua tenaga kesehatan yang ada di lingkungan Dinas Kesehatan maupun Rumah Sakit dapat berkoordinasi. Untuk memenuhi kebutuhan tenaga juga dapat diatasi dengan melakukan pembagian kerja dalam bentuk shift serta mengikutsertakan puskesmas lain yang tidak terkena dampak erupsi. Bila kebutuhan tenaga dinilai dari segi pelayanan kesehatan saja, maka kebutuhan tenaga dapat dipenuhi, namun pada dasarnya memobilisasi tenaga kesehatan termasuk berkoordinasi dengan instansi atau organisasi lain yang berperan. PMI merupakan salah satu organisasi pemerintah yang cukup berperan dalam penaggulangan bencana hingga sangat baik bila dilibatkan bersama. Wawancara dari PMI oleh Pak Silalahi menunjukkan pendapat yang berbeda berikut ini: “Sebenarnya ada kerjasama antara PMI dan Kementerian Kesehatan dalam mengatasi masalah pengungsi. Di awal-awal bencana, mana ada pos kesehatan di media center, seharunya kita PMI, Basarnas, Dinas Kesehatan, dan Komando Satgas, bekerjasama untuk mengarahkan sanitasi, jarak WC nya, tempat masaknya, seperti tahun 2010 lalu. Terus, kita yang jadi Tim ini yang datang ke Posko untuk mengatur kalau kelompok rentan jangan digabungkan, ibu hamil satu tempat, ibu menyusui satu tempat. Memang Universitas Sumatera Utara katanya tidak mau ya, tapi kan tinggalnya tetap sama, tidurnya aja yang beda. Di situ banyak tenaga kesehatannya ya, dari Elisabeth ada, Adam Malik ada, sekarang tidak lagi. Kerjasama yang lain adalah masalah kesehatan reproduksi. Kita kan tahu konseling masalah ini penting, untuk mencegah kekerasan dan terabaikannya salah satu kebutuhan bilogis yang sangat berpengaruh, contohnya hubungan seksual. Kita sudah pernah wacanakan hal ini, pada Kepala Dinas, dan Komandan Tanggap Darurat. Tapi Dinas Kesehatan kurang ada respon, karena katanya sulit menyediakan fasilitasnya. Padahal kan tidak perlu harus lengkap, yang penting kita buat dulu konselingnya. Ibu hamil kan penting juga dikonseling, jadi yah... begitulah..., akhirnya tidak terlaksana. Semuanya sebenarnya sudah ada panduannya tinggal kitanya saja, mau tidak bekerjasama... Kita sempat kecolongan dengan kematian Ibu yang melahirkan dan bayinya. Menurut saya, kalau jadilah kita buat tim itu, mungkin ibu itu masih bisa diselamatkan. Namanya juga mengungsi, kan mungkin dia takut atau stress tentang biaya, malu mau bilang sama siapa, jadi kita yang harus jemput bola. ” Menurut Bapak A.Silalahi yang merupakan perwakilan dari PMI menyatakan bahwa kerjasama dengan Dinas Kesehatan sebenarnya sudah diatur dalam MOU antara Kementrian Kesehatan dan PMI Nasional. Bentuk kerjasamanya pelaksanaan kesehatan reproduksi di pengungsia, pemeriksaan kelayakan lokasi pengungsian seperti sanitasi, dapur umum, penyediaan air minum dan kesehatan pengungsi. Kenyataannya di lapangan, hal itu tidak terjadi meskipun PMI telah mengusulkan hal itu kepada Komando tanggap Darurat dengan alasan dana yang ada tidak mampu membuat fasilitas tersebut. Menurutnya ketiadaan fasilitas ini seharusnya dapat menyelamatkan kematian Ibu yang melahirkan beserta bayinya karena kurangnya deteksi dini pada Ibu hamil. 6. BantuanDonasi Dalam peristiwa bencana, banyak bantuan yang diterima untuk diberikan kepada pengungsi. Dakam menerima bantuan perlu diketahui siapa donatur, untuk Universitas Sumatera Utara apa, tanggal kadaluarsa dan apakah syarat yang harus dipenuhi dalam menerima bantuan tersebut. Bantuan yang diiringi persyaratan dapat ditolak apabila dirasa sulit untuk memenuhinya. Tabel 4.21. Tabel Pendapat Informan tentang BantuanDonasi No Informan Pendapat 1 Ka. Dinas Kesehatan “Kita menerima bantuan obat-obatan dari beberapa perusahaan farmasi, tapi sudah kita salurkan. Tidak ada persyaratan kalau label,. Staf saya pasti mengecek. Sejauh ini semua bantuan baik dan berguna. Sudah lebih banyak disalurkan langsung oleh donatur. Jadi kita mendampingi saja. Selama bantuan itu sesuai kita akan dampingi penyalurannya.” 2 Ka. Rumah Sakit “Tidak ada bantuan yang saya terima.” 3 Ka. Bid Yankes “Ada, bisa dilihat di laporan. Tapi ya tidak banyak, dan langsung kita bagikan ke Posko. Tapi yang paling banyak itu datang langsung ke lokasi pengungsiannya. Seperti pengobatan gratis, kita tidak bisa pantau semuanya itu, kita kan ada keterbatasan.” 3 Ka. Puskesmas Payung “Tidak ada saya terima. Bantuan yang berupa makanan atau yang lain itu langsung ke koordinator pengungsi. Kalau yang berhubungan dengan kesehatan biasanya dari Dinkes yang salurkan.” 4 Ka. Puskesmas Tiga nderket “Ada sih, tapi dari teman-teman saya semasa kuliah kedokteran dan dari Tanoto Foundation berupa obat-obatan. Jadi tidak terlalu banyak, dan yang dikasih juga yang saya butuhkan. Kalau bantuan kesehatan baik dari segi obat dan pelayanan medis, tidak semuanyalah datang dengan izin kita. Ada yang sebelumnya menginformasikan, ada juga yang tiba-tiba pagi- pagi sudah datang minta meja, hanya minta izin sama ketua Posko. Harusnya kan tidak begitu, tetapi sudahlah karena ini bencana kita tidak permasalahkan” Universitas Sumatera Utara Tabel 4.21. Lanjutan No Informan Pendapat 5 Ka. Puskemas Brastagi “Ada, dari Dinkes ada, dari luar ada. Ada dari lembaga di Amerika yang punya perwakilan di Jakarta. Awalnya saya tidak mau terima, karena banyak donatur memberi bantuan, kasih syarat, audit lagi. Ribet urusannya kalau begitu, karena kerjaan kita banyak. Tapi yang ini tidak ada mengajukan syarat. Mereka hanya melakukan pemantauan saja. Dikasih berupa obat-obatan itupun sesuai dengan permintaan saya. Jadi bisalah dihandel.” Berdasarkan wawancara dapat disimpulkan bahwa penanganan masalah bantuan ataupun donasi yang berhubungan dengan kesehatan tidak menjadi masalah. Bantuan yang ada langsung disalurkan ke semua pengungsi seperti PMT, susu bayi dan Ibu hamil. Hal itu senada dengan pendapat Kepala bidang ketenagaan, Dr.Johannes sebagai Kepala Bidang Kesehatan Keluarga sekaligus koordinator ketenagaan yang mengatakan: “Kalau kita biasanya langsung memberi bantuannya seperti PMT bayi dan balita dan PMT Ibu hamil. Ada juga susu untuk Ibu menyusui. Tapi jumlahnya tidak banyak, jadi kadang kita bingung juga membaginya, jadi pasti ada yang tidak dapat. Semua bantuan kita pasti cek dan periksa labelnya. Itu kan pentinGunung Tapi kalau bantuan itu datang ke Posko masing-masing, atau ke media center, susah kita memeriksanya karena langsung dibagi ke pengungsi. Termasuk pengobatan massal, biasanya mereka datang ke pengungsi. Susah kita menahan bantuan dari masyarakat karena mereka pikir nanti kita menghalangi. Padahal kalau terjadi apa-apa itu menjadi tangggung jawab kita.” Dari laporan penerimaan sumbangan di Dinas Kesehatan diketahui ada beberapa LSM, instansi dan perusahaan yang memberikan donasi dalam bentuk obat- obatan yaitu: Perusahaan obat Combiphar, bantuan sosial dari Gudang Farmasi yang Universitas Sumatera Utara bekerjasama dengan Badan POM RI yang mengumpulkan sumbangan dari donator diantaranya: PT Rajawalai Nusindo, PT. Kalista Prima, PT. Gobal Mitra Prima, PT. Infar, Arispharma, PT. Ifars Pharmaceutical Laboratories, GP Farmasi, PT Setia Mulia Sejahtera, PT Mestika farma, PT. Pharos, PT. Konimex, PT. Marga Nusantara Jaya, dan lain-lain. Kebijakan pedoman penanggulangan bencana mengaturkan bahwa segala bantuan yang berbentuk bahan makanan harus disertai labelpetunjuk komposisi kandungan, cara pemakaian, halal dan tanggal kadaluarsa. Khusus bantuan obat dan perbekalan kesehatan harus sesuai dengan kebutuhan, memenuhi standard mutu dan batas kadaluarsa serta petunjuk yang jelas. Selain itu, institusi dan masyarakat dapat menolak bantuan yang sekiranya bisa membahayakan kesehatan dan keselamatan jiwa korban bencana. 7. Biaya Pelayanan Kesehatan UU Pengelolaan bencana nomor 24 mengamanatkan untuk tidak mengenakan biaya perobatan kepada korban bencana selama masa tanggap darurat. Selain itu, peneliti ingin mengetahui tentang mekanisme pembiayaan dan sumber dana yang digunakan. Universitas Sumatera Utara Tabel 4.22. Tabel Pendapat Informan tentang Biaya Pelayanan Kesehatan No Informan Pendapat 1 Ka. Dinas Kesehatan “Tidak dikutip biaya selama masa tanggap darurat. Baik berobat, maupun ambulans. Padahal kan uang minyak kita harus keluar. Dari PPKK sudah kita buat permintaan juga untuk transportasi. Katanya akan dipenuhi, tapi masih kita tunggulah turun. Jadi, pemda dulu lah yang menanggulangi.” 2 Ka. Rumah Sakit “Kita gratiskan kalau pengungsi. Tidak ribet di sini. Datang dibawa oleh petugas posko, atau rujukan, langsung kita layani. Katanya akan turun bantuan sebagai pengganti transportasi dari kementerian, tapi belum cair juga sampai sekaranGunung Jadi kita pakai dana yang ada dulu. Masalah emang, karena banyak berobat bukan karena akibat langsung dari erupsi, tapi penyaki bawaan, itupun tetaplah kita gratiskan.” 3 Ka. Puskesmas Payung “Kemarin pernah ya dapat pengganti uang transport kita. Sekarang masih belum. Kalau pengungsi berobat ya kita gratiskan. Apapun penyakitnya. Kalau tidak bisa lagi baru kita rujuk.” 3 Ka. Bid. Yankes “Tidak, tidak ada. Itukan sudah diatur, dan pemda bertanggung jawab, Pusat juga akan membantu.” 4 Ka. Puskesmas Tiga nderket “Tidak ada biaya. Itulah kendalanya. Padahal kita harus mengeluarkan biaya untuk transportasi, atau jasa supir .” 5 Ka. Puskemas Brastagi “Gratis... Memang dilema ini, dana kan belum turun, sementara staf saya harus mengeluarkan baiaya pribadi sebagai ongkos transportasinya.” Menurut Kepala Dinas tidak ada biaya yang dikenakan kepada pengungsi selama masa tanggap darurat baik untuk pengobatan, perawatan dan fasilitas ambulan untuk merujuk pasien. Untuk sementara ini, Pemerintah Daerah Kabupaten masih menjadi sumber pembiayaan penanggulangan bencana. Meskipun demikian PPKK Universitas Sumatera Utara sudah menyanggupi untuk memberikan bantuan dana transportasi kepada Dinas Kesehatan. Kepala Rumah Sakit mengeluhkan tentang tidak jelasnya kriteria pasien yang datang biasanya bukanlah efek langsung dari erupsi namun penyakit bawaan yang sudah dimiliki sebelumnya. Bagi seluruh Kepala Puskesmas, mereka menggratiskan semua biaya yang seharusnya dibebankan karena sesuai dengan amanat pemerintah daerah yang menggratiskan semua pelayanan kesehatan kepada pengungsi selama masa tanggap darurat. Berdasarkan wawancara di atas dapat disimpulkan bahwa selama masa tanggap darurat, semua pengobatan baik di rumah sakit dan di puskesmas digratiskan. Meskipun masalah kesehatan itu timbul bukan dari dampak langsung erupsi Gunung SinabunGunung Selain itu, ada juga rumah sakit swasta yang diikutsertakan yaitu Efarina Etaham, dan rumah sakit Amanda. Meskipun kedua rumah sakit swasta tersbeut tidak diikutsertakan dalam SK Tanggap Darurat, namun sejak kedatangan Presiden Republik Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono, kedua rumah sakit tersebut menjadi rumah sakit rujukan. Kebijakan pedoman penanggulangan bencana mengaturkan bahwa pada masa tanggap darurat, pelayanan kesehatan dijamin oleh pemerintah daerah sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Pelayanan kesehatan dijamin oleh pemerintah sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Pelayanan kesehatan pasca tanggap darurat disesuaikan dengan kebijakan Menteri Kesehatan dan Pemda setempat. Universitas Sumatera Utara 8. Pengorganisasian Kegiatan Selama Masa Tanggap Darurat Tingkat Kabupaten Untuk mengatasi bencana diperlukan penugasan khusus. Penugasan khusus tersebut biasanya atas keputusan Kepala Daerah. Untuk pengorganisasiannya, yang perlu ditanyakan adalah dokumen Surat Keputusan dan Uraian tugas dan hambatan maupun faktor pendukungnya. Tabel 4.23. Tabel Pendapat Informan tentang Pengorganisasian Kegiatan Selama Masa Tanggap Darurat Tingkat Kabupaten No Informan Pendapat 1 Ka. Dinas Kesehatan “Ada kita terima dari SK Tanggap darurat dan komando tanggap darurat dari Bupati dimana Dandim sebagai Komandannya, dan kita dari Dinkes sebagai Koordinator kesehatan bersama Rumah Sakit dan AKBID Pemda. Kendala yang saya hadapi adalah, kadang staf saya kurang mengerti yang saya ingin sampaikan ya… contohnya kalau menyampaikan promkes kan tidak harus promkes yang turun ke sana, semua harus mengerti promkes. Tapi, tidak pernah mereka menolak kalau ke lapangan. Karena semua pengungsi itu saudara, kalau dilihat dari marganya pasti ada hubungan saudaranya.” 2 Ka. Rumah Sakit “Ada, dari Bupati ya, saya sebagai wakil koordinatornya. Jadi kita tetap sinergis dengan Dinas Kesehatan. Saya tidak menemukan kendala apa-apa, semua bagus kok.” 3 Ka. Bid. Yankes “Ada, yang di SK kan Bupati ada, dan yang di SK kan Ka. Dinas juga ada.” 3 Ka. Puskesmas Payung “Iya, saya dihunjuk sebagai koordinator di wilayah kerja saya. Tapi saya belum terima dokumennya. Saya yakin pasti ada, yang penting kita kan tahu tugas saya apa. “ 4 Ka. Puskesmas Tiga nderket “Saya tidak ada terima dokumen ya, tapi kita dikasih tahu melalui telepon dari Dinas, jadi saya rasa itu sudah cukup. Tidak tau juga saya apa ada dibuat uraian tugasnya.” Universitas Sumatera Utara Tabel 4.23. Lanjutan No Informan Pendapat 5 Ka. Puskemas Brastagi “Memang itulah kelemahan kita, sering kali dokumen itu tidak sampai. Memang ada dibentuk satgasnya, tapi suratnya belum saya terima. Tapi kita memang kita diberitahu bahwa kita sebagai koordinatornya. Jadi saya laksanakan menurut tugas saya sebagai Kepala Puskesmas. Tidak jauh beda ya, yang beda Cuma sekarang ada pengungsi, jadi kita harus stand by dan buat pos kesehatan di lokasi pengungsi. Kalau soal pengorganisasian kita turut juga di rapat-rapat, waktu ada 24 jam, semua kegiatan pasti kita bisa hadiri, ada juga yang bisa diwakilkan.” Menurut Kepala Dinas Kesehatan dalam SK Tanggap Darurat menetapkan bahwa dibentuk Komando tanggap darurat bencana dimana Dandim 0205 menjadi Komandan tanggap darurat. Dalam SK tersebut ditetapkan Dinas Kesehatan dan umah sakit umum serta Akbid Pemda menjadi penanggungjawab bidang kesehatan dimana Kepala Dinas Kesehatan menjadi Ketuanya. Berdasarkan SK tersebut, Kepala Dinas Kesehatan membuat kebijakan dengan menurunkan SK Satgas Bencana bidang kesehatan di Dinas Kesehatan dengan nomor Nomor: 2.11330SKIX2013. Kepala Puskesmas Payung, Brastagi dan tiga nderket mengakui tidak menerima dokumen yang menunjukkan legalitas mereka sebagai koordinator di wilayah kerja masing-masinGunung Mereka mendapatkan informasi tentang tugas melalui telepon. Selain itu dalamSK juga tidak terdapat jobdescription. Hal ini menjadi kendala seperti yang diungkapkan oleh Kepala Puskesmas Brastagi. Beliau Universitas Sumatera Utara menyesalkan ketidaksampaian dokumen tersebut karena penting sebagai legalitas dari tanggungjawab Kepala Puskesmas sebagai koordinator wilayah. Menurut perwakilan PMI Bapak A. Silalahi ada masalah soal kepemimpinan di Komando Tanggap Darurat. Berikut pernyataan Beliau: “Ada pengaruh kepemimpinan dengan fungsi satgas, koordinasi dengan antar SKPD selama penanggulangan bencana ini. Seharusnya semua SKPD kan tunduk pada Dan Satgas yang sudah mendapatkan mandat dari Bupati termasuk masalah rapat. Tapi ini, SKPD lebih takut sama Bupati, contohnya ada rapat, kita di Media center buat rapat atas permintaan Dan Satgas, eh Bupati juga buat rapat, padahal yang mau dibahas juga sama. Jadi, pemerintahannya kan sedang labil, jadi susahlah...” Menurut PMI, ada hubungan antara masalah kepemimpinan dengan pelaksanaa tugas dan fungsi satgas dalam penanggulangan bencana. Menurutnya semua SKPD seharusnya tunduk dengan Komandan tanggap darurat karena Komandan tersebut ditugaskan dan di SK kan sebagai komandan dalam penangulangan bencana oleh Bupati. Oleh karenanya sudah sewajarnya untuk tunduk terhadap keputusan dan kebijakan yang sudah ditetapkan dalam tanggap darurat. Namun kenyataannya masih belum sesuai, menurutnya hak itu bisa dibuktikan dengan kegiatan rapat dimana Komandan Tanggap darurat dan Bupati sama-sama melakukan rapat tentang bencana. Dan SKPD akan lebih tunduk dengan rapat yang dilaksanakan oleh Bupati. Ketidaksesuaian ini menurut AA. Silalahi akibat keadaan pemerintahan daeraj Kabupaten Karo yang sedang bergejolak. Pendapat ini juga didukung oleh Pak Zulkifli sebagai perwakilan Kepolisia di Pos pendampingan BNPB, berikut pernyataan Beliau: ” Memang adalah dua bencana Universitas Sumatera Utara di sini bencana politik dan bencana alam, jadi kalau kedua-duanya terkena bencana, memang mempengaruhi, ya ada dua kegiatan yang dilakukan bersama-sama.” 9. Pelaksanaan Kegiatan di Tingkat Kabupaten Kepala Dinas bertugas untuk membina hubungan denggan komando tanggap darurat dan instansi lain yang ada, melakukan rujukan dengan Rumah sakit provinsi dan daerah. Selain itu, Ka. Dinkes menghunjuk tim rapid health assesment untuk melakukan penilaian cepat. Kegiatan yang dilakukan adalah imunisasi darurat, surveilans penyakit, dan penanganan gizi darurat. Sedangkan Kepala Rumah Sakit bertugas untuk menyiapkan IGD bila ada korban bencana yang dibawa oleh PMI, Basarnas atau relawan. Membebaskan korban bencana dari biaya pelayanan kesehatan, dan melakukan rujukan kesehatan yang lebih tinggi bila diperlukan. Untuk kepala Puskesmas melakukan pelayanan kesehatan pertama, melakukan analisa dampak bencana untuk kesehatan, melakukan rujukan, berkoordinasi dengan Dinas Kesehatan dan instansi lain serta mengorganisasikan staf. Tabel 4.24. Pendapat Informan tentang Pelaksanaan Kegiatan di Tingkat Kabupaten No Informan Pendapat 1 Ka. Dinas Kesehatan “Dengan komando tanggap darurat kita selalu rapat rutin tiap hari ya. Kita juga merujuk pasien yang tidak tertangani di sini ke rumah sakit Provinsi. Saya pribadi, merasa perlu berkonsultasi dengan Dinas Kesehatan Provinsi mengenai bencana, karena belum pernah selama ini, jadi saya juga perlu belajar mengatasinya. Kalau saya tidak bisa menghadiri rapat komando tanggap darurat ya saya akan delegasikan ke staf saya terutama Ka. Bid nya. Universitas Sumatera Utara Tabel 4.24. Lanjutan No Informan Pendapat Ada kita lakukan penilaian cepat kok. Imuniasi campak berjalan sampai usia 5 tahun dan sasaran tercapai, surveilans kita lakukan dan tidak terjadi KLB itu tujuan kita, gizi juga dipantau kan ada bidan-bidan kita di setiap posko.” 2 Ka. Rumah Sakit “Kita stand by di rumah sakit. IGD selalu siap, makanya korban awan panas kan yang meninggal semua di bawa ke sini. Kalau mengirim tenaga medis ke pengungsian ya tidak pernah karena di sini pun pasien kita banyak. Memang yang bawa kemari itu pernah PMI dan Basarnas, kalau bawa korban ya langsung kita tangani. Kita tidak ada komunikasi dulu dengan mereka. Dan biayanya kita gratiskan.” 3 Ka. Bid Yankes “Ya sesuai dengan apa yang menjadi tupoksi kita sebelum bencana begitu juga tupoksi kita waktu bencana. Semua kegiatan ini dilakukan sebagaimana rutinitasnya. Logikanya, kan sebelum mengungsi itu penduduknya, sekarang bencana, itu juga penduduk yang mengungsi. Jadi jumlah orangnya kan tetap sama, kita hanya memindahkan lokasi kegiatan pelayanan kesehatan yang tadinya di Puskemas menjadi di lokasi pengungsian. Kita juga selalu turun menanyakan masalah-masalah yang ada di pengungsian. Gizi, ada PMT kita kasih, ada penimbangan, imunisasi kita jalankan sampai usia 5 lima tahun, cakupannya bagus, suveilans ada yang dari puskesmas dan kita lakukan deteksi dini juga dari Dinas.” 3 Ka. Puskesmas Payung “Waktu belum mengungsi kami lapor dulu ke Dinkes, dan disuruh buat Posko kesehatan di pengungsian. Lama-lama kami juga mengungsi. Waktu mengungsi ya kami ikut dengan pos kesehatan di tempat kami mengungsilah. Tidak ada kita melakukan analisa.” Universitas Sumatera Utara Tabel 4.24. Lanjutan No Informan Pendapat 4 Ka. Puskesmas Tiga nderket “Untuk melakukan analisa dampak bencana kita belum ada, karena SDM kita juga kan tidak memiliki kapasitas untuk bisa melakukan itu, ilmunya juga belum bisa ke situ. Saat mengungsi kita bentuk pos kesehatan, karena tidak ada korban langsung yang kita tangani jadi tidak ada masalah. Waktu kami juga disuruh mengungsi, saya pindahkan kantor saya di Polindes yang tidak mengungsi. Jadi saya ini bercabang-cabanGunung Tapi kita selalu berkoordinasi dan komunikasi dengan Dinas Kesehatan. Kegiatan sanitasi kita pantau tapi itu ada pada kewenangan koordinator pengungsi, sasaran imunisasi kita tercapai, gizi ada ada, PMTdiberikan untuk balita dan ibu hamil.” 5 Ka. Puskemas Brastagi “Tidak, kita tidak sampai ke melakukan analisanya. Kalau koordinasi selalu kita koordinasi. Tapi capek kita kalau berharap dari dinas terus. Jadi, apa yang bisa kita lakukan yang kita kerjakan.” Secara umum memang pelaksanaan kegiatan tanggap darurat bencana erupsi Gunung Sinabung berjalan dengan baik. Namun dalam hal koordinasi memang masih ada masalah. Hal itu ditegaskan oleh pendapat koordinator PMI untuk bencana Sinabung berikut: “Yah, sebenarnya koordinasi antar semua instansi secara umum berjalan baik. Khusus untuk Dinkes ya itu tadi, kita tidak bisa buat kerjasama tentang konseling reproduksi. Sebenarnya kerjasama kita juga hanya sebatas rapat rutin setiap hari. Dan yang berhubungan dengan kesehatan biasanya kita komunikasikan lewat media center, apalagi posko kesehatan tidak ada pada awal-awalnya ya. Memang kalau pelayanan kesehatan selalu ada, kita akui itu, tapi kurang pemantauan, contohnya penemuan imunisasi campak, kurang tanggap, bahkan ada yang sudah mulai sembuh. Itu dibuktikan dengan hasil penemuan dokter spesialis anak dari PMI.” Universitas Sumatera Utara Anggota Basarnas coordinator lapangan: Arfis Susanto dan Romeo juga memiliki pendapat lain, berikut: “Banyak instansi yang berperan saat ini, berbeda dengan dulu yang lebih koordinatif. Memang karena ini lebih besar dan lama ya. Menurut saya, banyak lembaga bekerja masing-masinGunung Memang untuk Dinkes, kita banyak bekerjasama apalagi waktu kejadian korban awan panas kemarin. Yang bisa masuk kan kita aja, trus kita masukkan ke ambulan dari siapa aja yang ada, termasuk Dinkes. Korban yang hidup kita bawa ke Efarina dan yang meninggal Rumah sakit. Soal alasan saya tidak tahu, yang penting kami diarahkan begitu. Trus kalau ada yang sakit meminta dirujuk kita bawa dengan ambulan kita, diantar ke rumah sakit. Memang paling banyak ke Efarina karena mungkin fasilitasnya lebih lengkap. ” Camat Tiga nderket juga menegaskan pentingnya peran tenaga kesehatan untuk mengawasi perilaku hidup dan keadaan sanitasi serta kesehatan lingkungan pengungsi. Berikut pendapat Beliau: “Secara fisik memang keadaan pengungsi ya, khususnya masyarakat saya penduduk kecamatan tiga nderket yang mengungsi, kelihatannya memang baik, kalaupun ada yang sakit itu biasanya karena ada penyakit bawaannya. Kalau perawat dan bidan, mereka sellau ada 24 jam, dokterpun ada, ambulan ada. Tapi perlu diperhatikan kelompok rentan karena sangat rawan dengan ISPA dan penyakit perut seperti diare. Lihatlah tempat mereka mengungsi, di Jambur misalnya, itukan tempat pesta, dijadikan tempat untuk tidur, harusnya kan sudah ada alat hisap dan buang udara kan. Jarak tempat masak dengan tempat tinggal kan harusnya ada aturan jaraknya, kamar mandi dekat dengan pengungsi dan tempat masak. Yang paling penting lagi, tempat pembuangan limbah sembarangan dan dekat dengan aktivitas pengungsi. Perlu dilakukan penyuluhan sebenarnya untuk menjaga perilaku yang sehat. Tapi tidak ada, penyuluhannya. Mestinya gizinya diperhatikan, ya biar tetap sehat, cuman tidak nampaklah saya lihat. Paling tidak, ada yang mengingatkan pengungsi, atau mengusulkan ke BNPB, atau bagaimanalah, saya juga sudah sampaikan sebenarnya.” Ada tiga kegiatan khusus yang mendapat perhatian penting pada kebijakan ini yaitu gizi, imuniasi, dan surveilans. Untuk gizi, dilakukan PMT untuk Ibu hamil dan Balita. Out putnya adalah semua pos pengungsi mendapatkan bantuan PMT tersebut Universitas Sumatera Utara sesuai dengan sasaran melalui bidan desa maupu koordinator pengungsi. Tidak ada gizi buruk akibat bencana, namun ada gizi buruk akibat kelainan bawaaan sejak lahir. Hal itu menurut seksi penanggulangan gizi Bapak Daulat Ginting, SKM, M. Kes. Hasil wawancara dengan Ka. Sie Imunisasi dan Surveilans Bapak Arie O. Lopiga, SKM, MPH surveilans, dilakukan pengamatan dan deteksi dini dengan mengamati penyakit berdasarkan laporan harian dan dianalisis dengan meminta laporan angka kesakitan setiap hari dari pos kesehatan, diperolah data yaitu: ada 143.446 kunjungan Data Media Center didapatkan 6 enam penyakit yang dominan ada di pengungsian yaitu ISPA yang merupakan jenis penyakit yang tertinggi sebanyak 88.986 orang, gastritis sebanyak 25.607 orang, diare 5.315 orang, hipertensi 4.409 orang, dan conjunctivitis 3.834 orang dan penyakit lainnya yang tidak tercakup dalam keenam penyakit tersebut sebanyak 13.785 orang. Ada surveilans khusus untuk bencana yaitu laporan PD3I, potensial wabah seperti diare, dan laporan khusus campak. Laporan khusus ini di luar laporan harian yang masuk. Semua informasi diperoleh dengan cepat melalui sms. Hasilnya campak sebagai KLB, di temukan di Pos Pengungsian Lau Kumba, Lapangan Futsal, dan KNPI. Selain itu, ditemukan rubella bersama dengan campak, namun rubella bukanlah termasuk wabah. Kegiatan surbeilan dilakukan bersama-sama dengan melibatkan Puskesmas, Dinas Kesehatan Kabupaten dan Provinsi, Kementerian Kesehatan dan PPKK turun untuk melakukan inspeksi. Kegiatan imunisasi menjadi bagian penting pelaksanaanya untuk mencegah penyakit menular pada Balita yang merupakan kelompok rentan. Hasil imunisasi Universitas Sumatera Utara yang tertuang dalam format C-1 untuk imunisasi campak dan laporan bulanan pelaksanaan imunisasi. Berikut dilampirkan hasil kegiatan imunisasi: Tabel 4.25. Laporan Hasil Imunisasi Bulan Oktober Tahun 2013 No Imunisasi Kriteria Usia Sasaran Cakupan Jumlah 1. BCG 1 tahun 7.502 5.934 79,1 2. Hepatitis B 1tahun 7.502 7.502 7.502 7.502 4.214 56,2 3. DPT HB I DPT HB II DPT HB III 1 tahun 1 tahun 1 tahun 5.977 5.897 5.754 79,7 78,6 76,7 4. Polio I Polio II Polio III Polio I 1 tahun 1 tahun 1 tahun 1 tahun 7.502 7.502 7.502 7.502 6.133 5.969 5.961 5.715 81,8 79,6 79,5 76,2 5. Campak 1 tahun 7.502 5.611 74,8 Sumber: Data Dinas Kesehatan Kabupaten Karo Khusus imunisasi campak dilakukan penambahan imunisasi di pos pengungsi mulai Desember 2013 sampai dengan April 2014. Hasilnya, dari jumlah sasaran sebanyak 1.185 jiwa Balita, cakupannya sebesar 1.134, dengan persentase 96. Laporan kasus campak periode 10-14 Februari ada 12 orang, dan setelah melaui pemeriksaan diktahui 1 didiagnosa campak klinis, 1 orang observasi varicella, dan 10 orang menderita varicella. Laporan kasus campak dari Puskesmas Kabanjahe bulan Mei 2014 ada 6 orang didiagnosa campak, dan Puskesmas Brastagi ada 3 orang didiagnosa campak. Menurut perwakilan TNIPOLRI yang bergabung dengan pos pendampingan BNPB kegiatan imunisasi berjalan dengan baik, dan Dinas Kesehatan melibatkan Universitas Sumatera Utara mereka dalam hal pengamanan dan berkoordinasi dengan pengungsi agar mau diimunisasi.

d. Proses