87
yang dilakukan perawat pelaksana di RSUD dr.Djasamen Saragih Pematangsiantar berdampak kepada kualitas asuhan keperawatan yang dilakukan kepada pasien.
Sesuai asumsi peneliti bahwa masih kurangnya kegiatan perencanaan tindakan keperawatan yang dilakukan kepada pasien disebabkan kurangnya komunikasi antara
kepala ruangan terhadap perawat pelaksana. Perencanaan rindakan keperawatan terhadap pemenuhan kebutuhan pasien secara menyeluruh, dan dasar menyusun
rencana tindakan keperawatan tersebut adalah data yang telah dikumpulkan pada tahap asuhan keperawatan sebelumnya yaitu pengkajian dan diagnosa keperawatan.
Oleh karena itu kesesuaian data pasien antar shift kerja perawat perlu dikomunikasikan sehingga dapat dirumuskan suatu rencana tindakan keperawatan
yang sesuai dengan kebutuhan pasien serta menghindari terjadinya kesalahan menetapkan tindakan keperawatan.
d. Pelaksanaan
Pelaksanaan tindakan keperawatan yang sering dilakukan perawat pelaksana adalah mengajari tentang manfaat obat-obatan, waktu makan obat dan cara makan
obat kepada pasien yang dinyatakan dengan 35,2 responden. Pada model asuhan keperawatan fungsional, pemberian asuhan keperawatan ditekankan pada
penyelesaian tugas dan prosedur tindakan keperawatan. Setiap perawat diberikan satu atau beberapa tugas untuk dilaksanakan kepada
semua pasien yang dirawat di suatu ruangan. Seorang perawat mungkin bertanggung jawab dalam pemberian obat, mengganti balutan, monitor infus dan sebagainya.
Prioritas utama yang dikerjakan adalah pemenuhan kebutuhan fisik sesuai dengan
Universitas Sumatera Utara
88
kebutuhan pasien dan kurang menekankan kepada pemenuhan kebutuhan pasien secara holistik, sehingga dalam penerapannya kualitas asuhan keperawatan sering
terabaikan, karena pemberian asuhan yang terfragmentasi. Sesuai asumsi peneliti bahwa masih terbatasnya komunikasi kepala ruangan dengan perawat pelaksana, hal
ini disebabkan kemampuan kepala ruangan belum memahami apa yang dirasakan oleh perawat pelaksana sehingga jarang ada perawat yang mengetahui tentang satu
pasien secara komprehensif.
e. Evaluasi
Dalam melakukan evaluasi terhadap pelaksanaan asuhan keperawatan, yang sering ditemukan dengan persentase 25,9 yaitu mengevaluasi respon pasien setelah
diberi tindakan keperawatan dan membuat rencana lanjutan jika hasil tindakan keperawatan tidak memuaskan pasien. Pelaksanaan kegiatan evaluasi tindakan
keperawatan berdampak kepada kurang berkembangnya pelayanan keperawatan di RSUD dr.Djasamen Saragih Pematangsiantar.
Pelaksanaan asuhan keperawatan secara keseluruhan di RSUD dr.Djasamen Saragih Pematangsiantar sebagai indikator kinerja perawat pelaksana belum
terlaksana secara optimal. Hal tersebut menunjukkan bahwa konsep asuhan keperawatan profesional sebagaimana disebutkan Nursalam 2007 belum aplikasikan
secara baik oleh perawat pelaksana. Setiap tahapan asuhan keperawatan merupakan suatu kesatuan yang tidak dapat terpisah satu dengan lainnya.
Kinerja perawat pelaksana yang kurang baik terhadap pelaksanaan asuhan keperawatan tidak terlepas dari karakteristik perawat pelaksana itu sendiri, misalnya
Universitas Sumatera Utara
89
faktor: umur, pendidikan dan masa kerja. Faktor umur menentukan sejauhmana kematangan seorang perawat pelaksana dalam melaksanakan asuhan keperawatan.
Perawat pelaksana di RSUD dr.Djasamen Saragih Pematangsiantar paling banyak berumur 31 - 35 tahun 37,0 dan ditemukan kinerja kurang baik, perawat
pada usia antara 31 sampai 35 tahun termasuk usia produktif, sebaiknya kinerja tentu akan lebih baik namun kenyataannya kinerja belum optimal, hal ini disebabkan
adanya kesibukan yang tidak sesuai dengan kinerja sehingga perlu diperhatikan tingkat kompetensinya dalam pelayanan keperawatan.
Tingkat pendidikan perawat pelaksana sebanyak 87,0 yang tamatan Akademi Keperawatan D.III menunjukkan kinerja dengan kategori kurang baik
dalam pelaksanaan asuhan keperawatan. Tingkat kemampuan maupun kompetensi perawat yang tamat Akademi Keperawatan pada dasarnya sudah mampu memenuhi
tuntutan pasien yang membutuhkan pelayanan di rumah sakit, namun kenyataan belum sepenuhnya dilaksanakan oleh perawat pelaksana, hal ini disebabkan
ketidakseriusan perawat pelaksana akan tugas dan tanggungjawab yang diembankan kepada perawat tersebut. Ada beberapa ruang rawat inap dimana kepala ruangan
tamatan Akademi Keperawatan sedangkan perawat pelaksana di ruang rawat inap tersebut sudah tamatan sarjana keperawatan S1 keperawatan.
Hasil penelitian ditemukan bahwa lama kerja dari perawat pelaksana antara 5 – 10 tahun dengan persentase 38,9 dan kinerjanya dikategorikan kurang baik. Hal ini
terkait dengan bagaimana komunikasi interpersonal kepala ruangan terhadap perawat pelaksana dalam melaksanakan asuhan keperawatan, jika perawat pelaksana telah
Universitas Sumatera Utara
90
bekerja cukup lama bekerja tentunya akan lebih mudah memahami berbagai karakter kepala ruangan sehingga mempunyai kiat tersendiri memberikan pelayanan
keperawatan. Sehubungan dengan sistem pelayanan asuhan keperawatan di rumah sakit
merupakan pekerjaan yang monoton sehingga dapat menimbulkan rasa bosan dalam bekerja. Upaya menanggulangi masalah tersebut oleh pihak rumah sakit dengan
mempertimbangkan masa kerja perawat dalam membuat kebijakan dengan sistem rotasi antar unit pelayanan, hal ini sudah berlangsung kurang lebih 2 dua tahun.
Sesuai penelitian Harahap 2012 kinerja perawat pelaksana yang diukur berdasarkan pelaksanaan asuhan keperawatan dipengaruhi oleh komunikasi
interpersonal dengan variabel keterbukaan, empati, sikap mendukung, sikap positif dan kesetaraan.
Dalam bidang keperawatan, kepala ruangan dalam berkomunikasi yang efektif dengan sikap bicara, sikap berdiri, pandangan terfokus kepada lawan bicara, dan
senyum akan banyak membantu dan memiliki pengaruh besar terhadap orang lain. Memberikan cerita tambahan dapat digunakan sebagai variasi materi yang ingin
disampaikan. Yang terpenting adalah materi yang disampaikan harus dapat diterima dan kejujuran dalam menyampaikan harus dapat ditangkap oleh pihak yang diajak
berkomunikasi. Hindari ucapan sebagai hasil pemikiran negatif, demikian juga informasi yang tidak diketahui sumbernya karena keduanya berpotensi untuk
menurunkan kepercayaan bawahan terhadap atasannya.
Universitas Sumatera Utara
91
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan