4. HASIL DAN PEMBAHASAN
Radiasi ionisasi memiliki efek yang dikumulasikan dari setiap paparan yang diterima sehingga diperoleh besar dosis total dan hubunganya dengan efek yang
terjadi Hall 2000. Menurut Gorbunov et al. 2010, radiasi ionisasi dapat menyebabkan kerusakan baik fungsi maupun struktur dari suatu sistem tubuh
yang peka terhadap radiasi. Sistem tubuh yang peka adalah sistem pencernaan atau gastrointestinal salah satunya usus halus duodenum. Usus halus merupakan
pusat pencernaan makanan, penyerapan nutrisi, dan sekresi endokrin. Menurut Hall 2000, efek akut radiasi terhadap usus halus dapat menimbulkan kerusakan
permukaan epitel mukosa usus serta gangguan pencernaan Gutfeld et al. 2007. Pada penelitian ini dilakukan pengamatan terhadap duodenum usus halus.
Parameter yang diamati diantaranya: kerusakan vili, jumlah kripta, jumlah sel goblet, jumlah sel radang, dan tinggi vili.
4.1 Kerusakan Vili Duodenum
Proses pencernaan terjadi pada usus halus yakni berupa penyerapan nutrisi atau produk dari pencernaan yang dilakukan oleh sel-sel epitel atau sel absorptif
pada vili Mescher 2010. Menurut Schiller dan Sellin 2006, keberadaan vili berpengaruh terhadap penyerapan makanan dan kondisi kesehatan saluran
pencernaan. Vili yang rusak tidak bisa menyerap makanan secara baik, sehingga asupan nutrisi bagi individu akan berkurang dan kondisi kesehatan menurun.
Rataan persentase kerusakan vili usus duodenum dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5 Hasil analisis rataan persentase kerusakan vili duodenum dihitung
dalam luas lapang pandang 243 044 µm
2
Kelompok Persentase kerusakan vili duodenum Mean± SD
Setelah 8 minggu radiasi 5.3 mSv
Setelah 4 minggu pemulihan dari radiasi
tanpa perlakuan
Kontrol K 10.00 ± 0.07
b
3.00 ± 0.02
c
Primer P 22.67 ± 0.12
a
9.67 ± 0.07
b
Rosela R 18.33 ± 0.11
a
11.67 ± 0.09
b
Radiasi-RoselaRP 19.00 ± 0.10
a
9.00 ± 0.09
b
Ket:
1.
angka yang diikuti dengan huruf superskrip yang sama pada satu kolom pada masing-masing minggu menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf 5
2.
kelompok yang disertai merupakan kelompok yang diberi paparan radiasi selama 8 minggu
Analisis statistik rataan persentase kerusakan vili duodenum setelah 8 minggu radiasi menunjukkan hasil berbeda nyata p0.05 terhadap kelompok K
pada seluruh kelompok perlakuan. Namun demikian secara umum rataan persentase kerusakan epitel vili duodenum menunjukkan trend yang meningkat
dimulai pada kelompok K, R, RP, dan P. Rataan persentase kerusakan vili duodenum pada kelompok P dan RP lebih tinggi dibandingkan dengan
kelompok K. Hal ini diduga karena pemberian radiasi dapat menimbulkan kerusakan pada sel-sel epitel vili. Menurut Somosy Z 2000, sinar radiasi dapat
berpenetrasi ke dalam jaringan atau sel tubuh dan mengakibatkan adanya transfer energi radiasi menjadi material biologis. Energi tersebut yang dapat
mengakibatkan putusnya ikatan kimia dan menyebabkan proses ionisasi pada atom berbeda pada molekul, termasuk air dan makromolekul biologis essensial
seperti DNA, membran lipid, dan protein Schulte-Forhlinde dan Bothe 1991; Lett 1992. Ini yang mendasari tingginya rataan persentase kerusakan vili pada
duodenum mencit pada kelompok perlakuan Primer P. Menurut Durovic, Selakovic, dan Spasic-Jokic 2004, pemberian radiasi
kronis dosis rendah lebih berbahaya karena dapat menginisiasi peroksidasi lipid dan menghancurkan lapis luar sel. Pemberian radiasi dosis rendah akan
menginduksi pembentukan reactive oxygen species ROS dan stres oksidatif. Membran sel dan organel-organel sel merupakan target utama yang dapat rusak
akibat radikal bebas. Peroksidasi membran sel akan meningkat sejalan dengan penuruan dose rate efek Petkau. Berdasarkan penelitian Petkau 1999,
peroksidasi lipid diproduksi baik karena efek radiasi lingkungan dengan dosis 0.18 μGyh atau 1.8 x 10
-3
mSv hingga dosis total 19 μGy. Petkau berkesimpulan bahwa pemberian radiasi dapat mengganggu mekanisme perbaikan DNA sehingga
menyebabkan kerusakan membran sel. Mekanisme kerusakan sel diawali dari sinar-X yang berpenetrasi ke
dalam sel sehingga terjadi reaksi pembentukan radikal bebas dan ROS reactive oxygen species di dalam sel. ROS reactive oxygen species kemudian
menginduksi terbentuknya singlet oksigen O
2
, hidrogen peroksida H
2
O
2
, radikal peroksil
OOH, dan radikal hidroksil OH. Terbentunya komponen radikal bebas tersebut selanjutnya menginisiasi terbentuknya superdioksida O
2 -
bersama dengan radikal hidroksil OH akan mengakibatkan peroksidasi lipid dan kerusakan DNA sehingga sel menjadi rusak Wood, Gibson, dan Garg
2003. Mekanisme kerusakan sel dapat dilihat pada Gambar 16.
Gambar 16 Mekanisme kerusakan sel akibat radiasi www.vetmed.vt.edu
[8 Mei 2012].
Kelompok K tidak memiliki persentase keutuhan vili 100, diduga disebabkan oleh faktor fisiologis saluran pencernaan. Faktor tersebut yakni
adanya makanan chyme dari lambung kondisi asam yang melewati lumen usus dan enzim pencernaan atau enterokinase Dellmann dan Brown 1992.
Terlepasnya epitel vili usus halus diartikan sebagai proses deskuamasi epitel vili. Deskuamasi epitel vili usus merupakan kondisi fisiologis dimana epitel vili yang
deskuamasi akan digantikan oleh sel-sel epitel dari bagian basal kripta dengan periode 5-7 hari. Kondisi akan berubah patologis apabila ditemukan banyaknya
infestasi sel-sel radang pada bagian mukosa vili Price dan Wilson 1995. Menurut Yang et al. 2006, hasil penelitian beberapa tahun terakhir
menyebutkan bahwa stres beranggung jawab terhadap kondisi patofisiologi organ gastrointestinal seperti kerusakan epitel vili usus yang mengawali infeksi usus,
sindrom iritasi usus IBS, dan alergi pakan. Sejalan dengan pendapat Yang, kehadiran pakan yang dimungkinkan membawa antigen menambah tinggi resiko
terjadinya kerusakan epitel vili dan proses infeksi. Pada infeksi usus dan mungkin
IBS, jaringan usus akan menjadi lebih sensitif terhadap antigen yang berada pada lumen usus dan selanjutnya hadirnya antigen ini akan mengakibatkan respon
inflamasi yang berkembang sejalan dengan patofisiologi penyakit. Deskuamisi sel epitel vili menjadi salah satu resiko kondisi sensitifitas ini. Faktor genetik pula
memainkan peran dalam proses peradangan namun dapat pula proses sensitifitas ini terjadi tanpa adanya latar belakang keluarga sehingga dapat terjadi atrofi pada
organ intestinal. Menurut Alatas 2002, radiasi sinar-X menginduksi pembentukan radikal
bebas yang dapat merusak sel tubuh. Pembentukan radikal bebas terjadi melalui mekanisme pengambilan satu elektron terluar dari sel tubuh sehat sehingga sel
tubuh menjadi tidak stabil. Pada membran lipid hadirnya radikal bebas dapat merusak ikatan lipid bilayer. Ikatan membran lipid bilayer yang rusak akan
menyebabkan epitel vili duodenum tidak dapat mempertahankan keutuhan membrannya sehingga terjadi kerusakan epitel vili.
Kelompok perlakuan RP memiliki rataan persentase kerusakan vili lebih rendah dibandingkan kelompok perlakuan kelompok P. Hal ini diduga karena
rosela memiliki kemampuan menjaga dan meregenerasi epitel-epitel vili yang rusak akibat radiasi. Rosela diketahui memiliki kadar antosianin dan vitamin C
yang tinggi yang berperan sebagai antioksidan Maryani dan Kristiana 2005. Menurut Winarsih 2007, antioksidan bekerja dengan mendonorkan satu
elektronnya kepada senyawa yang bersifat oksidan sehingga aktivitas senyawa oksidan dihambat. Keseimbangan antara oksidan dan antioksidan sangat penting
berkaitan dengan sistem imunitas tubuh. Senyawa asam lemak tak jenuh yang menjadi komponen terbesar dalam penyusun membran sel sangat sensitif dengan
keseimbangan antara oksidan dan antioksidan dalam tubuh. Apabila kondisi keseimbangan tersebut tercapai membran sel sebagai barrier sel mampu menjaga
kondisi keutuhanan sel terhadap adanya serangan antigen Meydani et al.1995. Kelompok perlakuan R memiliki rataan persentase kerusakan vili tidak
jauh berbeda dari kelompok RP. Hal ini diduga karena rosela memiliki senyawa antioksidan yang mampu menjaga keutuhan vili usus. Menurut Winarsih 2007,
antosianin merupakan salah satu turunan flavonoid yang bersifat antioksidan. Antioksidan golongan flavonoid ini dapat menggumpalkan keping-keping sel
darah, merangsang produksi nitrit oksida yang dapat mendilatasikan pembuluh darah dan juga menghambat pertumbuhan sel kanker. Menurut Robak dan
Gryglewski 1996 di dalam Winarsih 2007, selain berpotensi sebagai antioksidan dan penangkap radikal bebas flavonoid juga memiliki beberapa sifat
seperti hepatoprotektif, antimikrobiotik, antiinflamasi dan antivirus. Sifat antiradikal flavonoid terutama terhadap radikal hidroksil -OH, anion
superoksida -O
2
, radikal peroksil -ROO, dan alkolsil -RO. Gambar fotografi mikro kerusakan vili duodenum pada keempat kelompok
perlakuan setelah 8 minggu radiasi disajikan pada Gambar 17. Gambar 17 Fotografi mikro kerusakan vili duodenum mencit setelah 8 minggu
radiasi 5.3 mSv. Kerusakan vili ditandai dengan panah hitam. Dapat dilihat bahwa kerusakan vili yang lebih sedikit terdapat pada
kelompok K. Kelompok perlakuan P, R dan RP memiliki tingkat kerusakan yang hampir sama. A: kelompok K, B:
kelompok P, C: kelompok R, dan D: kelompok RP. Pewarnaan hematoksilin-eosin HE dengan perbesaran 400x.
B
C D
A
Setelah 4 minggu pemulihan dari radiasi, hasil analisis statistik terhadap rataan persentase kerusakan vili usus dari keseluruhan kelompok
perlakuan menunjukkan nilai berbeda nyata p0.05. Sama halnya dengan nilai persentase kerusakan epitel vili pada duodenum di kelompok 8 minggu radiasi
yang secara umum menunjukkan trend menurun hingga kelompok K. Kelompok K memiliki rataan persentase kerusakan vili paling kecil
dibandingkan dengan tiga kelompok perlakuan lainnya. Kelompok P, R, dan RP memiliki rataan persentase kerusakan vili pada selang yang sama. Pada
semua kelompok mencit mengalami penurunan persentase kerusakan vili. Hal ini diduga karena keempat kelompok tidak diberi perlakuan atau pemicu stres
atau radiasi dan pencekokan. Sel-sel tubuh kembali bersiklus dan beregenerasi kembali untuk mengadakan pemulihan sel sehingga sel kembali normal.
Gambar fotografi mikro kerusakan vili duodenum pada keempat kelompok perlakuan setelah 4 minggu pemulihan dari radiasi disajikan pada Gambar 18.
Gambar 18 Fotografi mikro kerusakan vili duodenum mencit setelah 4 minggu pemulihan dari radiasi. Kerusakan vili ditandai dengan panah hitam.
Dapat dilihat bahwa kerusakan vili pada masing-masing kelompok
B
D C
A
mengalami penurunan dibandingkan dengan radiasi 8 minggu. A: kelompok K, B: kelompok P, C: kelompok R, dan D: kelompok
RP. Pewarnaan hematoksilin-eosin HE dengan perbesaran 400x.
4.2 Rataan Jumlah Kripta Duodenum