umur dewasa sedang 30-50 tahun. Tingginya partisipasi responden pada kategori umur ini sesuai dengan tugas salah satu tugas perkembangan pada masa ini yaitu
berusaha mencapai dan mempertahankan suatu tingkat kehidupan ekonomi menstabilkan perekonomian rumahtangga melalui sektor usaha tersebut. Menurut
jenis kelaminnya, persentase responden perempuan 66,67 persen lebih besar dibandingkan responden laki-laki 61,54. Motif utama keterlibatan perempuan
dalam membuat gerabah disebabkan suaminya tidak memiliki keterampilan membuat produk gerabah.
Sebaran umur terbesar kedua berada pada kategori umur dewasa tua ≥50 tahun, yaitu sebesar 26,92 persen untuk responden laki-laki dan 33,33
persen untuk responden perempuan. Hal yang menarik untuk dikaji pada kategori umur ini, terdapat responden perempuan janda yang berumur 70 tahun tetapi
masih bekerja sebagai pengrajin. Jika dikaitkan dengan ketentuan BPS dalam Rusli 1996, umur responden tersebut tidak tergolong ke dalam umur produktif
kerja 15-64 tahun. Keterlibatan responden pada kategori umur tersebut disebabkan tidak memiliki keterampilan lainnya selain membuat coet. Sebaran
umur terendah berada pada kategori dewasa muda 18-29 tahun. Responden yang terlibat pada kategori umur ini disebabkan oleh faktor pengembangan usaha milik
orangtua responden tersebut.
5.1.2 Pendidikan Formal
Pada Tabel 9, pendidikan formal responden sebagian besar tergolong rendah karena persentase responden yang tidak tamat dan tamat SD mencapai
37,5 persen. Hal ini disebabkan oleh kondisi ekonomi orangtua yang tergolong
lemah sehingga tingkat pendidikan formal responden umumnya rendah. Hal ini diduga masih terdapat anggapan bahwa tanggung jawab seseorang diidentikkan
dengan mendapatkan penghasilan sendiri dan tidak memerlukan tingkat pendidikan formal yang tinggi dalam membuat produk gerabah.
Berdasarkan jenis kelaminnya, tingkat pendidikan formal responden laki-laki lebih tinggi dibandingkan responden perempuan. Seluruh responden
perempuan tergolong memiliki tingkat pendidikan formal yang rendah sedangkan responden laki-laki tergolong beragam, bahkan dominan memiliki pendidikan
formal yang tergolong tinggi. Hal ini diduga masih terdapat subordinasi yang memposisikan tingkat pendidikan formal perempuan lebih rendah
dibandingkan laki-laki. Hal ini terlihat dengan adanya pernyataan responden yang menegaskan bahwa perempuan tidak perlu menempuh pendidikan formal yang
lebih tinggi karena tugas utama perempuan setelah tamat SMA hanya mengurusi rumahtangga pekerjaan reproduktif. Berikut pernyataan responden tersebut:
“Jang, upami awewe tos tamat SMA mah tanggung jawabna oge ukur nikah jeung patuh ka salaki.“ Bapak Mmt, 49 tahun
Tabel 9. Sebaran Responden menurut Pendidikan Formal dan Jenis Kelamin
di Desa Anjun, 2009
5.1.3 Pendidikan Nonformal
Pada penelitian ini, pendidikan nonformal responden diartikan dengan frekuensi keikutsertaan responden dalam pelatihan tentang pengembangan
Pendidikan Formal
Laki-laki Perempuan Total
Jumlah jiwa
Persentase persen
Jumlah jiwa
Persentase persen
Jumlah jiwa
Persentas e persen
Rendah 6 23,08
6 100
12 37,5
Sedang 9 34,62
9 28,13
Tinggi 11 42,3
11 34,37
Total 26 100
6 100
32 100
produk, baik dari segi desain maupun manajemen usaha gerabah selama satu tahun terakhir. Pelatihan ini difasilitasi oleh UPT Litbang Keramik, Dinas
Perindustrian Provinsi Jawa Barat dan Institut Teknologi Bandung ITB. Selengkapnya data sebaran responden menurut pendidikan nonformal disajikan
pada Tabel 10.
Tabel 10. Sebaran Responden menurut Pendidikan Nonformal dan Jenis Kelamin di Desa Anjun, 2009
Berdasarkan Tabel 10, mayoritas responden tidak pernah mengikuti kegiatan pelatihan tentang gerabah, yaitu sebanyak 19 responden atau 59,37
persen. Adapun motif ketidakikutsertaan responden pada pelatihan tersebut cukup beragam, mencakup: a tidak diundang pelatihan sembilan pengrajin,
b memiliki skala usaha yang tergolong tinggi sehingga tidak diikutsertakan pada pelatihan tersebut delapan pengrajin, dan c diundang pelatihan tetapi pengrajin
tidak ingin mengikuti pelatihan tersebut karena menganggap sudah memiliki keterampilan membuat gerabah yang dipelajarinya sejak kecil dua pengrajin.
Terdapat anggapan pengrajin bahwa orang yang mendapat akses terhadap pelatihan tersebut adalah pengrajin yang usahanya tergolong sudah maju.
Anggapan tersebut umumnya dipaparkan oleh pengrajin rumahtangga. Disamping itu, bantuan modal dan peralatan usaha seperti tungku pembakaran dan perbot
umumnya diakses oleh pengrajin yang tergolong skala usahanya tinggi atau Pendidikan
Nonformal Laki-laki Perempuan Total
Jumlah jiwa
Persentas e persen
Jumlah jiwa
Persentas e persen
Jumla h
jiwa Persentas
e persen Tidak pernah
ikut 14 53,84
5 83,33
19 59,37
Sedang 11 42,31
1 16,67
12 37,5
Tinggi 1 3,85
1 3,13
Total 26 100
6 100
32 100
memiliki kedekatan interpersonal dengan pihak UPT Litbang Keramik dan Klaster Industri Kerajinan Gerabah Plered.
Persentase responden perempuan 83,33 persen yang tidak pernah mengikuti pelatihan lebih besar dibandingkan persentase responden laki-laki
53,84 persen. Kegiatan pelatihan tentang gerabah diperuntukkan KK pengrajin gerabah di Desa Anjun yang sebagian besar dikepalai oleh laki-laki. Rendahnya
akses perempuan terhadap pelatihan disebabkan pihak UPT Litbang Keramik tidak mempertimbangkan adanya potensi pengrajin perempuan dalam mendukung
usaha gerabah di Desa Anjun. Hal ini disebabkan pula oleh jenis produk yang dibuat responden perempuan tergolong sederhana seperti vas pensil,
cinderamata, dan pendil sehingga terdapat anggapan tidak diperlukan pengembangan desain untuk produk-produk tersebut.
Persentase pendidikan nonformal terbesar kedua tergolong ke dalam kategori sedang mengikuti satu hingga tiga kali pelatihan, yaitu sebesar
37,50 persen. Pada kategori ini, hanya terdapat satu orang responden perempuan yang mengikuti pelatihan. Keikutsertaan responden dalam kegiatan pelatihan ini
sebagian besar didorong oleh pemberian uang transportasi dan konsumsi sebesar ± Rp 100.000 per pelatihan. Pelatihan dianggap sebagai program dari pemerintah
saja, bukan sebagai real need kebutuhan nyata untuk menunjang pengembangan usaha gerabah. Sementara itu, hanya terdapat satu orang responden laki-laki
yang tergolong memiliki tingkat pendidikan nonformal tinggi mengikuti minimal empat kali pelatihan. Hal ini disebabkan oleh besarnya akses responden tersebut
terhadap pelatihan lainnya, seperti pelatihan yang diadakan Dinas Perindustrian
Provinsi Jawa Barat.
5.1.4 Pengalaman Bekerja