Relasi Gender dalam Rumahtangga Industri Kecil di Pedesaan

mengerjakan apa”, siapa yang membuat keputusan, siapa yang membuat keuntungan, dan siapa yang menggunakan sumberdaya pembangunan. Salah satu kategori utama alat analisis gender adalah kerangka Harvard. Alat ini digunakan untuk melihat suatu profil gender dari suatu kelompok sosial dan peran gender dalam proyek pembangunan yang menjelaskan pentingnya tiga komponen dan interaksi satu sama lain, yaitu: profil aktivitas, profil akses dan profil kontrol Overholt, 1985 dalam Handayani dan Sugiarti, 2002. Alat ini berguna untuk menganalisis situasi keluargarumahtangga dan komunitas masyarakat. Pada kerangka analisis Harvard, terdapat tiga komponen utama yaitu: 1 pembagian kerja dapat dilihat dari profil kegiatan laki-laki dan perempuan, 2 profil akses dan kontrol terhadap sumberdaya dan manfaat, dan 3 faktor-faktor yang mempengaruhi profil kegiatan, akses dan kontrol terhadap sumberdaya dan manfaat, partisipasi dalam lembaga dan pengambilan keputusan Prasodjo et al., 2003.

2.1.5 Relasi Gender dalam Rumahtangga Industri Kecil di Pedesaan

Merujuk pendapat Agarwal 1994 dalam Mugniesyah 2007, relasi gender dapat diartikan sebagai suatu hubungan kekuasaan antara perempuan dan laki-laki yang terlihat pada lingkup gagasan ide, praktek, dan representasi yang meliputi pembagian kerja, peranan dan alokasi sumberdaya antara laki-laki dan perempuan. Berdasarkan definisi tersebut, relasi gender menitikberatkan hubungan kekuasaan akses dan kontrol antara laki-laki dan perempuan terhadap pembagian kerja, peranan, dan alokasi sumberdaya. Pembagian kerja dilihat dari profil aktivitas dan curahan waktu antara laki-laki dan perempuan. Pada beberapa studi industri kecil di pedesaan, umumnya terdapat pembagian kerja yang tegas antara laki-laki dan perempuan. Berdasarkan penelitian Murdianto 1999 mengenai studi gender dalam rumahtangga pengrajin gula aren di daerah lahan kering di Jawa Barat, perempuan istri lebih banyak terlibat dalam proses produksi terutama dalam tahap yang membutuhkan banyak energi. Pada tahap pra pengolahan dilakukan oleh laki-laki, kecuali pada pekerjaan mengangkut nira dan pengambilan kayu bakar dilakukan oleh laki-laki maupun perempuan. Pekerjaan yang berkaitan dengan pengolahan nira sampai menjadi gula dilakukan oleh perempuan. Pada tahap pemasaran, umumnya dilakukan oleh perempuan. Disamping itu, curahan waktu total perempuan pada industri gula aren 2,5 kali lipat dari laki-laki. Hal ini dipengaruhi oleh persepsi tentang kemampuan kerja laki-laki dan perempuan dan norma yang berlaku dalam masyarakat. Pada penelitian Wijaya 1992 mengenai industri tembaga kuning di Desa Cepogo menjelaskan bahwa terdapat pembagian kerja antara laki-laki dan perempuan, dimana laki-laki bekerja di bidang produksi sedangkan perempuan bekerja di bidang perdagangan. Curahan waktu kerja laki-laki dalam bidang produksi selama 6 jam sedangkan perempuan bertugas dalam bidang pemasaran yang hanya mencurahkan waktu 2 jam. Pekerjaan rumahtangga seperti memasak, mencuci, mengambil air, bersih dari bak penampungan air, memandikan anak, dan mengasuh anak dilakukan oleh perempuan istri. Hal tersebut dipengaruhi oleh nilai budaya ketug 6 . Grijns et al. 1992 menegaskan 6 Nilai budaya ketug menjelaskan bahwa laki-laki bekerja dengan cara ngeluk boyok atau bekerja keras sedangkan perempuan bekerja ngurus pawon atau mengurusi dapur. bahwa pembagian kerja antara laki-laki dan perempuan masih dipengaruhi oleh nilai dan norma masyarakat, dimana semua jenis pekerjaan yang bersifat domestik atau feminin yang menggunakan teknologi tradisional yang tidak memerlukan tenaga kerja yang kuat dominan dikerjakan oleh perempuan. Faktor internal yang mempengaruhi alokasi waktu kerja rumahtangga pengusaha tetapi tidak berpengaruh kuat adalah umur pengusaha, jumlah angkatan kerja, dan pengalaman kerja pengusaha. Pada rumahtangga pengusaha berdampak terhadap peningkatan pendapatan total rumahtangga pekerja sehingga seluruh pengeluaran rumahtangga pekerja meningkat Elinur, 2004. Sebagaimana penelitian yang dilakukan Sukardi 1997, faktor yang mempengaruhi curahan waktu kerja ibu rumahtangga pada industri kerajinan gerabah adalah: umur, jumlah anggota keluarga, total pendapatan rumahtangga, status pengrajin binaannon binaan, pendidikan, curahan waktu kerja suami pada kerajinan, curahan waktu kerja anak pada kerajinan, anak balita, dan pendapatan rumahtangga dari luar kerajinan. Grijns et al. 1992 menjelaskan bahwa pendidikan akan berpengaruh pada status kerja karena posisi pekerja akan lebih tinggi dengan semakin tingginya tingkat pendidikan. Kesempatan kerja perempuan pengusaha dibatasi oleh adanya anak kecil dan tingkat pendidikan yang rendah. Akses perempuan pengusaha lebih kecil dibandingkan laki-laki dalam hal modal, bahan dasar, tenaga kerja, latihan dan informasi serta teknologi. Sebagaimana studi Mugniesyah dan Kusumastuti 1991 tentang peranan dan status perempuan dalam industri pengolahan pangan di Kabupaten Subang dan Majalengka, tingkat pendidikan turut mempengaruhi keterlibatan perempuan dalam industri tersebut. Perempuan yang bekerja tergolong mempunyai tingkat pendidikan yang rendah. Pada penelitian Saptari 1989, kontribusi pengrajin dalam industri logamkaleng di Desa Tarikolot dalam proses produksi dipengaruhi oleh kemampuan rumahtangga pengrajin atau pengusaha logamkaleng dalam mengerahkan modal, mengerahkan tenaga kerja, dan menembus pemasaran produk. Peluang kerja dimasuki oleh laki-laki disebabkan oleh dua faktor utama, yaitu adanya nilai-nilai yang melahirkan anggapan bahwa ibu rumahtangga tidak pantas bekerja di luar rumah dan pembagian kerja antara laki-laki kepala rumahtangga dan perempuan ibu rumahtangga menempatkan ibu rumahtangga bukan sebagai pencari nafkah utama tetapi sebagai pelaksana untuk kegiatan- kegiatan reproduktif. Tenaga kerja perempuan diikutsertakan dalam melakukan bagian-bagian pekerjaan yang dianggap halus, ukuran produk yang dihasilkan kecil, dan perlu ketelitian yang tinggi. Kesempatan kerja pun rendah disebabkan oleh tingkat pendidikan formal yang tergolong rendah. Konsep peranan role merupakan aspek dinamis kedudukan status. Apabila seseorang melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai dengan kedudukan, maka ia telah menjalani suatu peranan. 7 Mengacu pendapat Moser 1993 yang dikutip Mugniesyah 2007, peranan gender diartikan sebagai peranan yang dilakukan laki-laki dan perempuan sesuai status, lingkungan, budaya dan struktur masyarakatnya. Selain itu, peranan gender adalah perilaku yang diajarkan pada setiap masyarakat, komunitas dan kelompok sosial tertentu yang menjadikan aktivitas-aktivitas, tugas dan tanggung jawab tertentu dipersepsikan sebagai peranan perempuan dan laki-laki. Moser 1993 mengemukakan tiga kategori peranan triple roles, meliputi: 7 Nuraini W. Prasodjo dan Nurmala K. Pandjaitan . 2003. Sosiologi Umum. Bogor: Jurusan Sosial Ekonomi, Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor dan Pustaka Wirausaha Bogor, halaman 74. 1. Peranan produktif, yakni peranan yang dikerjakan perempuan dan laki-laki untuk memperoleh bayaranupah secara tunai atau sejenisnya. 2. Peranan reproduktif, yakni peranan yang berhubungan dengan tanggung jawab pengasuhan anak dan tugas-tugas domestik yang dibutuhkan untuk menjamin pemeliharaan dan reproduksi tenaga kerja yang menyangkut kelangsungan keluarga. Peranan ini tidak hanya terdiri atas kegiatan reproduksi secara biologis tetapi juga dalam kepedulian dan pemeliharaan angkatan kerja suami dan pekerjaan anak dan angkatan kerja berikutnya bayi dan anak sekolah. 3. Peranan pengelolaan masyarakat dan politik. Peranan ini dibedakan menjadi dua kategori, yaitu: a peranan pengelolaaan masyarakat kegiatan sosial, yang mencakup semua aktivitas yang dilakukan pada tingkat komunitas sebagai kepanjangan peranan reproduktif, bersifat volunter dan tanpa upah, dan b pengelolaan masyarakat politik kegiatan politik, yakni peranan yang dilakukan pada tingkat pengorganisasian komunitas pada tingkat formal secara politik, umumnya dibayar langsung atau tidak langsung, dan meningkatkan kekuasaan atau status. Menurut Sajogyo 1981, pola pengambilan keputusan dalam rumahtangga dapat digolongkan menjadi lima kategori: 1 keputusan dibuat oleh istri seorang diri tanpa melibatkan suami, 2 keputusan dibuat bersama oleh suami dan istri tetapi pengaruh istri lebih besar, 3 keputusan dibuat bersama dan senilai oleh suami dan istri dengan tidak ada tanda-tanda bahwa salah satu mempunyai pengaruh yang relatif lebih besar, 4 keputusan dibuat bersama oleh suami dan istri tetapi pengaruh suami lebih besar, dan 5 keputusan dibuat oleh suami seorang diri tanpa melibatkan istri. Pada penelitian Ranti 2008, peranan reproduktif dan produktif ditentukan dominan oleh perempuan sedangkan pada peranan sosial kemasyarakatan ditentukan secara bersama suami dan istri bersama setara. Hal ini menunjukkan bahwa anggapan perempuan sebagai ibu rumahtangga masih melekat dalam kehidupan masyarakat meskipun perempuan sendiri terlibat dalam sektor produktif. Disamping itu, istri cukup berarti dalam pengambilan keputusan karena adanya sistem materilinial yang mewariskan harta kepada anak perempuan dan kontribusi pendapatan istri dari kegiatan bertenun berusaha. Berbeda dengan penelitian Indaryanti 1990, pola pengambilan keputusan rumahtangga dalam industri keramik di Plered dapat dibedakan ke dalam empat kategori, yaitu bidang produksi dominan dilakukan suami sendiri, bidang pengeluaran kebutuhan pokok rumahtangga bervariasi sesuai aspek tertentu, bidang pembentukan pembinaan rumahtangga dilakukan berdasarkan keputusan bersama, baik istri dominan atau setara atau suami dominan, dan kegiatan kemasyarakatan keputusan bersama setara.

2.1.6 Konsep Keadilan dan Kesetaraan Gender