47
D. Pembuatan Kurva Baku
Tujuan pembuatan kurva baku adalah untuk melihat kesesuaian antara respon detektor yang didapat dengan konsentrasi analit. Kesesuaian tersebut
berupa parameter linearitas yang diukur dari nilai koefisien korelasi r ≥ 0,998 Kazakevich and Lobrutto, 2007. Pembuatan kurva baku ini menggunakan lima
konsentrasi yaitu 50, 75, 100, 125, dan 150 µgmL dalam tiga kali replikasi. Hasil pengukurannya dapat dilihat pada Tabel V. Persamaan kurva baku yang diperoleh
digunakan untuk menetapkan kadar asam askorbat dalam sampel larutan injeksi merek ―X‖.
Tabel V. Hasil Pengukuran Kurva Baku Asam Askorbat Replikasi I
Replikasi II Replikasi III
C µgmL AUC
mAU C µgmL
AUC mAU
C µgmL AUC
mAU
49,4 3160706
49,35 2381747
49,4 2980232
74,1 4878178
74,025 4256354
74,1 4611913
98,8 6595833
98,7 6234766
98,8 6713632
123,5 8585494
123,375 7847710
123,5 8626599
148,2 9976942
148,05 10021626
148,2 10469801
A = -296485 A = -1400005
A = -917094 B = 70202
B = 76479 B = 76898
r = 0,9989 r = 0,9992
r = 0,9993
Persamaan kurva baku yang digunakan untuk menetapkan kadar asam askorbat dalam sampel larutan injeksi merek ―X‖ yaitu Y = 70202X – 296485
dengan nilai r = 0,9989 dari replikasi I. Persamaan kurva baku tersebut dipilih berdasarkan nilai r dan nilai intercept-nya A. Dapat dilihat dari ketiga replikasi
tersebut seluruh nilai r nya memenuhi syarat ≥ 0,998 dan dilihat dari nilai intercept-nya paling baik adalah replikasi I A = -296485 maka dipilih persamaan
48
kurva baku dari replikasi I. Kurva hubungan antara AUC sebagai respon dengan konsentrasi dapat dilihat pada Gambar 12.
Gambar 12. Kurva Baku Asam Askorbat
E. Analisis Kualitatif
Sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah sediaan larutan injeksi pemutih kulit merek ―X‖ yang mengandung 1000 mg asam askorbat setiap 5 mL
dengan pH 6,5. Analisis kualitatif dilakukan dengan membandingkan waktu retensi baku asam askorbat dengan waktu retensi sampel, semakin mirip waktu
retensinya maka dapat dikatakan senyawa tersebut sama. Pada Gambar 13 menunjukkan puncak baku asam askorbat pada waktu retensi 3,030 menit, dan
Gambar 14 kromatogram sampel menunjukkan puncak dengan waktu retensi pada 3,033 menit. Hal ini menunjukkan dalam sampel injeksi pemutih kulit merek
―X‖ terdapat senyawa asam askorbat.
y = 70202x - 296485 R² = 0,9979
2000000
4000000 6000000
8000000 10000000
12000000
50 100
150 200
A re
a U
n d
e r
C u
rv e
m A
U
Konsentrasi µgmL
Series1 Linear Series1
49
Fase diam : Phenomenex® C18 250 x 4,6 mm, 5 µ m
Fase gerak : metanol : 0,01 M bufer fosfat pH 3 40 : 60
Kecepatan alir : 0,9 mLmin
Volume injeksi : 20 µL
Detektor : UV-244 nm
Gambar 13. Kromatogram baku asam askorbat konsentrasi 100 µgmL dalam pelarut metanol : 0,01 M bufer fosfat pH 3 40 : 60.
Fase diam : Phenomenex® C18 250 x 4,6 mm, 5 µ m
Fase gerak : metanol : 0,01 M bufer fosfat pH 3 40 : 60
Kecepatan alir : 0,9 mLmin
Volume injeksi : 20 µL
Detektor : UV-244 nm
Gambar 14. Kromatogram sampel yang berlabel asam askorbat konsentrasi 100 µgmL dalam pelarut metanol : 0,01 M bufer fosfat pH 3 40 : 60.
50
Selain asam askorbat, sampel yang digunakan mengandung eksipien natrium hidroksida, metilparaben, dan propilparaben dan kemungkinan juga
terdapat produk degradasi utama AA yaitu asam dehidroaskorbat. Dalam penelitian ini dihasilkan puncak tunggal yang merupakan puncak asam askorbat
karena secara teori puncak metilparaben dan propilparaben akan muncul pada waktu retensi yang lebih panjang dikarenakan sifatnya yang lebih non polar
dibandingkan dengan asam askorbat. Hal ini dapat dilihat dari nilai log P oktanol : air metilparaben = 2,0 dan propilparaben = 3,0 yang lebih besar dari nilai log P
asam askorbat = 1,8 Moffat dkk., 2011. Semakin besar nilai log P maka kepolarannya juga semakin besar. Sedangkan asam dehidroaskorbat tidak
memiliki gugus kromofor sehingga kemungkinan tidak muncul di panjang gelombang UV yang digunakan dalam penelitian ini. Meskipun begitu tidak dapat
dipastikan kemurnian puncak AA dan waktu retensi ketiga senyawa ini karena tidak dilakukannya stress degradation test untuk melihat asam dehidroaskorbat
dan tidak dilakukan penginjekkan baku pembanding senyawa metilparaben dan propilparaben dengan sistem yang digunakan dalam penelitian ini.
Gambar 15. Struktur asam askorbat yang memiliki gugus kromofor serta produk degradasinya asam dehidroaskorbat yang tidak memiliki gugus kromofor. Lee dkk.,
2004.
Sistem KCKT yang digunakan dalam penelitian ini merupakan KCKT fase terbalik dengan fase gerak lebih polar daripada fase diam, dimana analit yang
51
bersifat polar akan lebih kuat berikatan dengan fase gerak. Asam askorbat merupakan suatu senyawa yang bersifat polar log P oktanol : air = 1,8 sehingga
secara teori asam askorbat akan terelusi dengan cepat yang dapat ditunjukkan dengan waktu retensi yang pendek. Interaksi asam askorbat dengan fase diam
adalah interaksi gaya London Gambar 16 sedangkan interaksi yang terjadi pada asam askorbat dengan fase gerak adalah interaksi hidrogen Gambar 17.
Berdasarkan penjelasan interaksi yang terjadi antara asam askorbat dengan fase diam dan fase gerak, dapat dikatakan bahwa interaksi asam askorbat dengan fase
diam merupakan interaksi yang bersifat lemah sehingga asam askorbat cenderung
berinteraksi lebih kuat dengan fase gerak.
Gambar 16. Interaksi asam askorbat dengan fase diam oktadesilsilan
Gambar 17. Interaksi asam askorbat dengan fase gerak metanol : bufer fosfat
F. Analisis Kuantitatif