381
10.2. Pengolahan Komoditas Perkebunan Lain: Karet, Kakao, dan Kopi Komoditas Karet
Produk utama hasil olahan karet hingga saat ini adalah karet remah
Crumb Rubber
berupa SIR 25
Standard Indonesian Rubber
25. Negara tujuan ekspor utama SIR 25 adalah Jepang, yang menggunakan produk karet tersebut
sebagai bahan baku pembuatan ban. Produk olahan lainnya yang diekspor adalah sheet, crepe, dan rubber smoked sheet RSS I-III dengan negara tujuan utama
Eropa. Produk-produk tersebut dihasilkan oleh perusahaan swasta, sementara RSS lebih banyak diproduksi oleh perusahaan BUMN. Dominasi produk SIR 25 dalam
ekspor karet Indonesia disebabkan oleh dua faktor utama, yaitu: 1 Seluruh bahan baku berasal dari perkebunan rakyat berupa slabojol yang mutunya sangat
kurang bagus dan mengandung bahan-bahan non karet yang memerlukan mesin pemotong
chopping machine
untuk memotongnya; dan 2 Telah tersedia mesin pemotong
chopping machine
untuk mengolah slabojol; dan 3 Permintaan pasar di Jepang adalah SIR 25. Pemerintah telah mengeluarkan peraturan tentang
kualitas karet petani, namun di lapangan kurang efektif. Dalam kaitannya dengan hilirisasi industri karet alam, Indonesia sangat
berpotensi menjadi pusat pengembangan industri ban di dunia karena ketersediaan karet alam yang sangat memadai. Potensi karet alam Indonesia saat
ini mencapai 3,3 juta ton kadar karet kering per tahun. Namun, potensi itu baru sebagian kecil yang dimanfaatkan dan diolah lebih lanjut menjadi ban, sarung
tangan karet, dan lain-lain.
Pada saat ini sudah ada 13 produsen ban nasional yang telah mampu memproduksi berbagai tipe dan ukuran ban, baik untuk mobil penumpang, truk,
bus maupun kendaraan berat. Kemampuan produksi untuk tipe-tipe ban itu mencapai lebih dari 75 juta ban, sedangkan untuk ban sepeda motor mencapai 55
juta ban. Hasil produksi tersebut dapat memenuhi kebutuhan pasar domestik, bahkan khusus ban mobil, sekitar 70 hasil produksi diekspor ke berbagai negara
seperti USA, Jepang, Asia, Australia dan Eropa. Nilai ekspor terus meningkat, hingga mencapai lebih dari USD 1,5 miliar pada tahun 2012 dan diharapkan
kinerja ekspor akan terus meningkat pada tahun-tahun yang akan datang. Industri ban nasional merupakan salah satu andalan yang telah mampu berkompetisi di
pasar global, dimana pertumbuhan rata-rata industri ini mencapai diatas 8tahun. Pertumbuhan itu dibarengi dengan pertumbuhan industri kendaraan
bermotor roda empat dan roda dua yang cukup pesat setiap tahunnya di Indonesia. Pengembangan industri kendaraan bermotor saat ini, yang diarahkan
RPJM.indd 381 2112014 3:29:20 PM
382
kepada peningkatan ekspor kendaraan
completely built up
CBU, akan membutuhkan dukungan dari industri ban.
PT Hankook Tire Indonesia asal Korea Selatan yang baru saja meresmikan pabrik bannya di kawasan industri Cikarang pada tanggal 17 September 2013
akan dapat terus mengembangkan produk-produk ban yang mempunyai nilai tambah tinggi. Selain itu, PT Hankook juga diharapkan menggunakan bahan baku
atau penolong yang berasal dari dalam negeri, termasuk penyerapan tenaga kerja Indonesia serta tetap menjaga kelestarian lingkungan dengan menerapkan
produksi bersih. Nilai investasinya mencapai USD350 juta dengan kapasitas pabrik 4,3 juta ban per tahun.
Komoditas Kakao
Industri pengolahan kakao di Indonesia menghasilkan produk-produk antara seperti kakao bubuk
powder
, mentega butter dan lemak fat, serta produk-produk akhir coklat. Hilirisasi kakao dinilai sudah cukup sukses, namun
masih menghadapi dua tantangan besar, yaitu: 1 Bagaimana meningkatkan permintaan dari dalam negeri; dan 2 Bagaimana meningkatkan kuantitas dan
kualitas biji kakao. Kedua tantangan tersebut harus disikapi jika Indonesia menginginkan hasil yang lebih maksimal. Agar hilirisasi tidak terganggu,
penyerapan di dalam negeri harus stabil, karena jika tidak, maka pasokan biji kakao akan kembali memenuhi pasar internasional. Kapasitas industri pengolahan
kakao selama dua tahun terakhir sudah naik 30-40, yang berasal dari investasi baru, perluasan usaha, dan industri lama yang hidup kembali.
Agar penyerapan kakao terjaga, permintaan kakao olahan dari dalam negeri dan luar negeri harus terus dipacu. Selama Januari-Oktober 2102, pangsa
volume kakao olahan naik menjadi 54,5, demikian pula pangsa nilai kakao olahan naik menjadi 60,6. Tantangan pada sisi pasokan mencakup kualitas dan
keragaman jenis kakao yang lebih spesifik. Pemerintah menargetkan produksi kakao sebanyak 1 juta ton pada tahun 2015.
Walaupun hilirisasi dianggap cukup berhasil, sekitar 70 dari produksi kakao biji Indonesia masih diekspor dalam bentuk biji mentah, sehingga hilirisasi
kakao perlu dipacu lebih lanjut. Menurut Asosiasi Industri Kakao Indonesia AIKI, kakao olahan masih mempunyai peluang pasar yang cukup besar karena konsumsi
di dalam negeri masih kecil yaitu hanya 0,06 dari total konsumsi dunia. Permintaan kakao di dalam negeri diproyeksikan akan meningkat 2-4tahun,
atau sekitar 60–120 ribu tontahun. Selain pasar domestik, peluang ekspor juga masih terbuka lebar untuk negara-negara tujuan seperti India dan China, seiring
RPJM.indd 382 2112014 3:29:20 PM
383
dengan populasi kedua negara tersebut yang besar dan konsumsinya masih jauh di bawah rata-rata yakni 0,06 dan 0,03 dari konsumsi dunia.
Pengembangan lebih lanjut industri kakao olahan masih sangat dimungkinkan di Indonesia, karena pasokan bahan baku cukup besar dan
didukung oleh kondisi ekonomi dan politik nasional yang baik. Sebanyak tujuh perusahaan kakao berskala internasional dikabarkan berminat akan melakukan
investasi di Indonesia seiring dengan diberlakukannya kebijakan BK kakao. Ketujuh perusahaan tersebut adalah ADM Cocoa dari Singapura, Guangcho Cocoa
dari Malaysia, Olam Internasional dari Singapura, Cargill Cocoa dari Belanda, Mars dari USA, Armajaro dari Inggris, dan Ferrero dari Italia. Baru-baru ini, produsen
kakao olahan nasional, PT Bumi Tangerang Mesindotama, menaikkan kapasitasnya dari 40 ribu ton menjadi 60 ribu ton dengan investasi US 30 juta.
Peningkatan kapasitas ini menambah penyerapan tenaga kerja dari semula 330 orang menjadi sekitar 500 orang.
Karena itu, produksi olahan kakao di dalam negeri diprediksikan akan terus menguat yaitu menjadi 600 ribu ton pada 2014 dengan kapasitas terpasang 705
ribu tontahun, yang berarti melonjak 70 dari posisi saat ini sebesar 180 ribu ton yang dihasilkan oleh 15 produsen. Namun tingkat utilisasi pabrik kakao olahan
saat ini rata-rata masih di bawah 23. Kondisi ini sangat ironis karena Indonesia saat ini menjadi produsen penghasil biji kakao yang terbesar kedua di dunia
setelah Pantai Gading. Untuk mendongkrak investasi dan peningkatan produksi di sektor ini, pemerintah diharapkan tetap konsisten dalam menerapkan BK kakao,
memperbaiki infrastruktur pendukung seperti listrik, gas dan jalan serta pelabuhan. Dukungan dari sektor perbankan untuk permodalan juga dibutuhkan
oleh pelaku usaha, selain kebijakan pendukung permesinan. Pemerintah diharapkan dapat membuat program peningkatan konsumsi kakao dalam negeri
karena konsumsi nasional saat ini masih sangat kecil. Perbaikan yang terjadi pada sektor fiskal dan non-fiskal di Indonesia diharapkan akan mendorong peningkatan
produksi kakao olahan.
Komoditas Kopi
Pada tahun 2011, pemerintah menyiapkan rencana hilirisasi untuk produk kopi karena prospek komoditas kopi dan produk-produk turunannya yang sangat
bagus. Terkait dengan itu, kemudahan-kemudahan untuk menjalankan hilirisasi komoditas kopi juga disiapkan agar makin banyak investor yang masuk ke
Indonesia. Program hilirisasi kopi diharapkan akan membawa dampak positif.
Asosiasi Eksportir Kopi Indonesia AEKI sejak 2008 telah membentuk kompartemen untuk pengembangan industri pengolahan kopi, yaitu Kompartmen
RPJM.indd 383 2112014 3:29:21 PM
384
Specialty dan Industri Kopi. Asosiasi tersebut beberapa kali tetap mengikutsertakan anggota industrinya pada berbagai event, baik yang bersifat
kedaerahan maupun nasional. Hilirisasi produk kopi harus dilakukan dan ditingkatkan karena prospek pengembangan kopi di Indonesia masih bagus
termasuk produk-produk turunannya.
Sementara itu, insentif dan kemudahan juga akan diberikan oleh Pemerintah guna membangkitkan gairah industri perkopian nasional. AEKI juga
mengadakan sinkronisasi program-program yang bisa dilakukan dengan semua pihak yang dapat meningkatkan konsumsi kopi di dalam negeri. Tantangan utama
yang dihadapi adalah mengedukasi masyarakat Indonesia agar minum kopi yang berkualitas.
Dengan kebijakan hilirisasi, eksportir beranggapan bahwa volume ekspor tidak perlu dibatasi karena produksi biji kopi yang akan diekspor juga akan
menurun. Jika harga kopi asalan di dalam negeri sudah tinggi, maka otomatis permintaan dari luar akan sepi. Karena itu kebijakan BK tidak perlu diterapkan
terhadap ekspor kopi, apalagi konsumsi domestik masih sangat kecil. Di daerah- daerah tertentu, seperti Sumatera Utara, yang kualitas kopinya bagus dan
harganya cukup mahal, hilirisasi produk kopi sudah berjalan, dimana eksportir yang masuk ke sektor hilir antara lain memproduksi kopi instan dan
roasted coffee
. Peningkatan hilirasasi untuk industri kopi akan berdampak positif pada nilai dan volume ekspor kopi Indonesia.
Dukungan Kebijakan Pemerintah Bagi Pengembangan Agroindustri
Dukungan pemerintah yang diperlukan untuk mendorong pengembangan industri pengolahan hasil pertanian termasuk hilirisasi, antara lain adalah
sebagai berikut : 1 Pada saat ini konsep dan kebijakan untuk mendorong industrialisasi berbasis
pertanian masih belum jelas. Hilirisasi yang digenjot selama ini lebih berbasis pada produk perkebunan dan perusahaan besar. Hal itu
menyebabkan industri pertanian berbasis perdesaan belum mampu menyerap jutaan tenaga kerja produktif di perdesaan. Seharusnya, target
hilirisasi tidak sekadar hanya untuk meningkatkan nilai tambah atau devisa, tetapi juga dapat menyerap tenaga kerja perdesaan yang siap pakai. Karena
itu, harus jelas prioritas hilirisasi harus dilakukan pada tingkatan mana. Jika tidak, maka konsep hilirisasi tidak tepat sasaran dan tidak mampu
meningkatkan lapangan kerja di perdesaan. Disamping itu, tenaga kerja sektor pertanian yang jumlahnya sangat banyak harus disiapkan secara baik
RPJM.indd 384 2112014 3:29:21 PM
385
sehingga mereka mempunyai potensi untuk masuk ke dalam usaha industri tersebut.
2 Mendorong investasi di sektor industri hilir yang menghasilkan nilai tambah
bagi komoditas primer. Momentum strategi hilirisasi produk hilir dari Kementerian Perindustrian dengan
tax holiday
dan
tax allowance
sebesar 30 perlu dimanfaatkan secara maksimal. Investasi industri hilir yang
berbasis inovasi akan membawa dampak ganda yang besar. Untuk itu diperlukan dukungan infrastruktur dan sarana pendukung seperti listrik, gas,
dan air bersih, serta sinkronisasi kebijakan pusat dan daerah.
3 Partisipasi dan kerjasama dunia usaha di dalam peningkatan nilai tambah. Momentum verifikasi berbagai macam investasi di dalam skema Rencana
Induk Percepatan dan Perluasan Ekonomi Indonesia MP3EI yang berkaitan dengan pengolahan lanjutan produk primer dan pendalaman industri
industrial deepening
perlu dimanfaatkan secara maksimal. Selama ini masih banyak dunia usaha yang kurang yakin terhadap aparat birokrasi
yang melakukan pendataan ulang persetujuan investasi yang diperolehnya. 4
Peningkatan kapasitas para Diplomat Ekonomi dan Atase Perdagangan RI. Daya saing dan masa depan ekonomi Indonesia berada di pundak para
Diplomat Indonesia yang setiap hari berhubungan dengan para tokoh bisnis dan pemimpin dunia. Diplomasi ekonomi perlu dilakukan secara cerdas. Para
perunding, diplomat dan atase perdagangan bisa menjadi ujung tombak dalam diplomasi dagang. Namun, pengalaman menunjukkan, para diplomat
kita masih belum bisa bekerja optimal. Oleh karena itu, bersamaan dengan memperkuat diplomasi ekonomi, percepatan mendorong industri hilir produk
primer tidak bisa ditawar-tawar lagi,
5 Fakultas yang membidangi teknologi pertanian di berbagai perguruan tinggi negeri juga perlu didorong untuk melakukan penelitian mengenai
agroindustrihilirisasi produk-produk pertanian dan pangan sebagai pelaksanaan salah satu darma dari Tri Darma Perguruan Tinggi dalam upaya
ikut membangun kemandirian pangan dan energi nasional. Hasil-hasil penelitian perlu disampaikan melalui expo kepada masyarakat luas.
Teknologi pengolahan hasil pertanian harus mendorong proses hilirisasi untuk meningkatkan nilai tambah produk pertanian, penguatan agribisnis,
integrasi hulu-hilir, mendukung pengembangan bioenergi, dan mendorong diversifikasi pangan.
6 Kebijakan pengembangan industri pengolahan berbasis agro memerlukan
cetak biru
blue-print
sehingga penyerapan tenaga kerja, peningkatan pertumbuhan dan insentif yang diberikan kepada investor dapat diestimasi.
RPJM.indd 385 2112014 3:29:21 PM
386
Pemberian insentif kepada industri yang membuka kesempatan kerja perlu dipertimbangkan. Kebijakan hilirisasi agroindustri yang dilakukan pada
komoditas sawit, karet dan kakao yang diinisiasi oleh Kemenperin perlu didukung oleh instansi-instansi terkait lainnya, termasuk Kementerian
Pertanian, Kementerian Keuangan, Badan Koordinasi Penanaman Modal BKPM, dan lain-lain.
7 Tantangan paling penting di dalam upaya mendorong industri hilir produk primer komoditas pertanian adalah kejelian melakukan pemetaan masing-
masing komoditas. Pemecahan masalah tidak bisa digeneralisasi karena masing-masing komoditas mempunyai karakteristik persoalan yang berbeda.
Karena itu, kebijakan untuk mendorong industri hilir harus diarahkan untuk mengatasi masalah riil yang menjadi penyebab lambatnya hilirisasi, yaitu:
a Kebijakan yang memudahkan industri hilir menembus pasar yang didominasi perusahaan multinasional, seperti kebijakan tarif, promosi dan
kerja sama bilateralmultilateral; 2 Menurunkan tarif bea masuk untuk mesin dan bahan penolong industri hilir perkebunan; 3 Melakukan
harmonisasi tarif yang belum harmonis; dan 4 Memberikan insentif investasi dalam bentuk keringanan pajak
tax holiday
, kemudahan izin investasi, dan dukungan infrastruktur yang memadai.
RPJM.indd 386 2112014 3:29:21 PM
387
BAB XI KOMODITAS BERKELANJUTAN