366
dari alokasi sebesar Rp 88,09 Miliar dialokasikan anggaran subsidi bunga KPEN-RP sebesar Rp 80,313 miliar.
Adapun realisasi penyaluran KUPS hingga 28 Februari 2013 oleh 12 Bank Pelaksana sebesar Rp. 575,24 miliar 14,51 dari komitmen pendanaan sebesar
Rp.3,96 triliun. Sedangkan realisasi pembayaran subsidi bunga KUPS hingga 31 Desember 2012 adalah sebesar Rp.26,98 miliar 63,40 dari plafon sebesar
Rp.42,55 miliar. 12 Bank Pelaksana KUPS adalah Bank BRI, Bank BNI, Bank Mandiri, Bank Bukopin, BPD Sumut, BPD Sumbar, BPD Jateng, BPD DIY, BPD
Jatim, BPD Bali, BPD NTB dan BPD Jambi.
Sementara itu, berdasarkan peraturan Menteri Pertanian No. 69 tahun 2012 tentang alokasi pupuk bersubsidi tahun 2013, Rp 15,8 triliun akan digunakan
untuk mensubsidi kebutuhan sebesar 9,25 juta ton pupuk. Dengan masing-masing Urea sebesar 4,1 juta ton dengan Harga Eceran Tertinggi HET Rp 1800 per kg,
SP-36 sebesar 0,85 juta ton dengan HET Rp 2000 per kg, ZA sebesar 1 juta ton dengan HET Rp 1400 per kg, NPK sebesar 2,4 juta ton dengan HET Rp 2300 per
kg dan pupuk organik sebesar 0,9 juta ton dengan HET Rp 500 per kg. Sementara itu alokasi subsidi langsung pupuk khusus untuk kedelai sebesar Rp 314 miliar
direncanakan untuk mensubsidi pengadaan dan penyaluran pupuk hayati Rhizobium dan pembenah tanah dengan HET 20 dari Harga Pokok Penjualan
HPP atau subsidi 80 . Selanjutnya sesuai nota keuangan dan RAPBN 2013, subsidi pupuk sesuai perubahan menjadi Rp 16,2 triliun.
Sesuai APBNP 2013, total anggaran subsidi pertanian mencapai Rp 143,45 triliun. Adapun rincian subsidi tersebut yaitu sebesar Rp 13,95 triliun digunakan
untuk subsidi pupuk, dan Rp 129,5 triliun digunakan untuk subsidi benih. Sementara itu, di Kementerian Pertanian juga terdapat alokasi Rp 1,1 triliun untuk
subsidi pupuk organik.
9.4. Peran Pemerintah Dalam Menghadapi Fluktuasi Harga
Semakin kuatnya era perdagangan bebas, maka semakin sulit pemerintah mengendalikan berbagai harga termasuk komoditas pertanian. Mekanisme
pasarlah yang menentukan harga komoditas dipasaran. Disisi lain, seringkali masalah ketersediaan dan permintaan riil sangat sulit diprediksi dan sering
berubah terutama seiring dengan banyaknya pelaku pasar yang kerap bertindak sebagai spekulan dalam rangka meraih marjin dari ketidakpastian harga.
Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia dalam konteks sebagai penduduk sebuah negara dan harus dipenuhi oleh pemerintah dan masyarakatnya
RPJM.indd 366 2112014 3:29:17 PM
367
secara sinergis. Hal ini dapat diartikan bahwa untuk mewujudkan ketahanan pangan disyaratkan adanya interdependensi dari sisi pemerintah dan dari sisi
masyarakat secara seimbang. Secara eksplisit ditegaskan dalam Undang-Undang Pangan tersebut bahwa pemerintah memiliki wewenang untuk menyelenggarakan
pengaturan, pembinaan, pengendalian dan pengawasan. Masyarakat berperan sebagai pihak yang bertugas menyelenggarakan proses produksi, perdagangan,
distribusi serta berperan sebagai konsumen yang memiliki hak untuk mengakses pangan yang cukup dalam hal jumlah, mutu dan harga yang terjangkau oleh daya
beli mereka.
Kebijakan harga merupakan langkah yang sangat penting dan mendasar. Falsafah kebijakan harga yang mewarnai kebijakan pemerintah adalah HPP atau
Harga Pembelian Pemerintah yang dapat merangsang produksi para petani dan memberikan kualitas yang baik kepada konsumen. Pada subsistem distribusi, perlu
digarisbawahi bahwa perubahan BULOG dari Lembaga Pemerintah Non Departemen LPND menjadi Perum tidak akan efektif tanpa adanya langkah-
langkah yang komprehensif dan konsisten dari pemerintah untuk menjabarkan strategi dan kebijakan ketahanan pangan yang dapat dijadikan acuan sekaligus
mensinergikan seluruh komponen penunjang ketahanan pangan. Untuk itu, perlu dikaji ulang untuk mereposisikan kembali BULOG sebagai sebuah lembaga yang
bertanggung jawab dan berperan penuh atas bekerjanya subsistem distribusi untuk seluruh komoditi pangan yang strategis bagi seluruh lapisan masyarakat,
tentu saja dalam kerangka kelembagaan yang sesuai dengan perkembangan jaman.
Setelah melihat harga yang terus bergejolak dan ketahanan pangan sulit dicapai, berbagai pihak mengusulkan untuk merevitalisasi fungsi Bulog agar
kembali seperti masa lalu. Bulog diberi peran yang lebih untuk menjaga stabilisasi dan stok pangan nasional, tetapi perlu ada perbaikan dari sisi pengawasan dan
keterbukaan. Ada pula yang mengusulkan untuk membentuk lembaga baru non- departemen karena yang berbentuk perum tidak cocok untuk fungsi stabilisasi,
bahkan pemerintah mulai menyiapkan perpres untuk memperbaiki fungsi Bulog agar mampu menstabilkan harga beberapa komoditas antara lain beras, gula,
kedelai, jagung, dan minyak goreng. Bertambahnya peran dan fungsi tentu memerlukan infrastruktur baru seperti pengadaan gudang untuk manajemen stok
dan strategi tata niaga yang matang untuk memahami dinamika pasar. Peran baru Bulog lebih dibutuhkan untuk mengelola tata niaga bagi komoditas pangan lokal
agar mampu bersaing dengan komoditas impor.
RPJM.indd 367 2112014 3:29:17 PM
368
Perum Bulog mempunyai tugas stabilisator harga yaitu pengamanan harga dasar pembelian gabah petani dengan menggunakan konsep Harga Pembelian
Pemerintah HPP dan pengamanan harga beras dipasaran apabila harga penjualan beras dipasaran telah melampaui harga normal, melaksanakan
pendistribusian harga beras untuk kelompok masyarakat miskin yang rawan pangan, melakukan pemupukan stok pangan nasional untuk berbagai keperluan
publik seperti keadaan darurat, konflik sosial, dan lain sebagainya.
Dalam sejarahnya, Badan Urusan Logistik BULOG sudah ada lebih dari 40 tahun. Pada saat itu pendirian Bulog lebih dilandasi oleh tujuan politis, yaitu
mendukung eksistensi pemerintah melalui program ketahanan pangan, khususnya stabilisasi hanya harga beras. Namun, kemudian fungsinya berkembang menjadi
stabilisasi harga untuk beberapa komoditas yang dianggap berkaitan dengan kebutuhan pangan pokok masyarakat yang mampu meningkatkan mutu gizi. Di
dalam pelaksanaannya Bulog mengelola persediaan beras, gula, gandum, terigu, kedelai, pakan, dan bahan pangan lainnya, baik secara langsung maupun tidak
langsung, dalam rangka menjaga kestabilan harga bahan pangan bagi produsen dan konsumen serta memenuhi kebutuhan pangan sesuai kebijakan umum
pemerintah.
Saat itu, masyarakat merasakan harga beli pangan lebih terjangkau dan tidak mengalami gejolak harga yang tinggi sehingga mereka merasa lebih nyaman
hidup di zaman itu. Di sisi petani, mereka juga merasakan bahwa kehidupan yang lebih baik karena punya jaminan harga, ketersediaan bibit, pupuk, dan kebutuhan
sarana pertanian lain, serta keberadaan penyuluh yang mampu membantu petani menjaga kualitas. Namun pada saat krisis ekonomi 19971998, peran dan fungsi
Bulog terus mengalami perubahan dan menjadi sangat terbatas jika dibandingkan dengan sebelumnya. Melalui Keputusan Presiden Keppres No 19 Tahun 1998,
komoditas-komoditas pangan penting yang ditangani Bulog kembali dipersempit seiring dengan kesepakatan yang diambil pemerintah dengan pihak
International Monetary Fund IMF
yang tertuang dalam
letter of intent
LoI. Dalam Keppres tersebut, tugas pokok Bulog dibatasi hanya untuk menangani komoditas beras.
Komoditas lain yang dikelola selama ini dilepaskan ke mekanisme pasar. Sebagai perusahaan yang tetap mengemban tugas publik dari pemerintah, Bulog tetap
melakukan kegiatan menjaga harga dasar pembelian HPP untuk gabah, stabilisasi harga khususnya harga pokok, menyalurkan beras untuk orang miskin
raskin, dan pengelolaan stok pangan.
Dalam implementasinya di lapangan, peran Bulog menjadi kurang optimal dalam pengendalian harga pangan beras. HPP yang ditetapkan pemerintah tidak
RPJM.indd 368 2112014 3:29:18 PM
369
sepenuhnya terealisasi di lapangan. Ada juga pihak yang berani membeli gabah di atas HPP yang ditetapkan pemerintah, walaupun masih tetap terlalu rendah jika
dibandingkan dengan harga jual di tingkat eceran yang sering kali kenaikannya kurang wajar. Belum lagi adanya distorsi-distorsi lain yang mengakibatkan harga
di tingkat petani jatuh, tetapi di tingkat konsumen justru mengalami kenaikan. Apalagi sejak 2005 kenaikan harga-harga komoditas cukup tinggi dan sulit
dikendalikan. Kalaupun mengalami penurunan, prosesnya sangat lamban bahkan tidak kembali ke harga semula. Selain itu, adanya indikasi oligopoli di beberapa
produk pangan juga menjadi masalah tersendiri bagi pemerintah dalam mengendalikan harga. Kenyataan lain juga sering terjadi salah mengambil
keputusan kebijakan, akibat ketidakakuratan data yang dimiliki. Misalnya ketika para petani mengalami masa panen justru terjadi impor sehingga menyebabkan
harga di tingkat petani jatuh, khususnya bahan pangan di luar beras.
Dalam rangka mengimplementasikan UU Pangan serta menyelesaikan berbagai persoalan tentang pangan nasional, pemerintah perlu membuat
kebijakan strategis dalam pangan, bukan sekadar mengembalikan atau merevitalisasi fungsi Bulog. Hal ini didasarkan pertimbangan yaitu: 1 Pemerintah
perlu menetapkan atau menentukan jenis pangan pokok bagi masyarakat; 2 Kedua, agar fungsi Bulog lebih optimal perlu dikembalikan menjadi lembaga
negara non-departemen agar dapat menjalankan tugasnya, tetapi disertai pengawasan dan lebih transparan; 3 Bulog perlu diberi dana yang cukup untuk
menjaga stok pangan nasional; 4 Untuk mengurangi ketergantungan impor pangan selama ini masih cukup tinggi, pemerintah perlu mengatur lokasi dan
jenis tanaman serta masa tanam dan panennya, dengan catatan pemerintah perlu menyediakan lahan yang cukup. Dalam hal ini Bulog bekerja sama dengan
Kementerian Pertanian, Kementerian Perindustrian, dan Kementerian Perdagangan terkait dengan penyediaan pupuk dan bibit, serta aturan impor pangan; 5 Kerja
sama dengan pemerintah daerah. Sejak otonomi daerah, kepala daerah memegang peran penting dalam menjaga stabilitas pangan.
9.5. Modernisasi Pertanian Petani yang