Capaian Nilai Tukar Petani Capaian Pendapatan Perkapita Pertanian

19 Gambar 2.3. Target dan Capaian Skor Pola Pangan Harapan PPH Sumber: BPS diolah, dengan mengeluarkan bahan makanan beralkohol

V. Peningkatan Kesejahteraan Petani

Petani merupakan ujung tombak dari sektor pertanian karena merekalah yang bekerja untuk menghasilkan sumber pangan bagi masyarakat Indonesia. Untuk melihat apakah petani kita pada umumnya telah sejahtera atau belum, ada dua indikator yang digunakan dalam menetapkan kesejahteraan petani, yaitu Nilai Tukar Petani NTP dan Pendapatan Perkapita Petani.

1. Capaian Nilai Tukar Petani

Nilai tukar petani menjadi salah satu alat ukur yang digunakan untuk mengukur tingkat kesejahteraan petani. Nilai tukar petani diukur dengan membandingkan indeks harga yang diterima petani dengan indeks harga yang dibayar petani misalnya untuk konsumsi rumah tangga ataupun biaya produksi. Berdasarkan data dari BPS, total nilai NTP tahun 2010-2012 mencapai 103,1, 105,75, dan 105,87. Capaian NTP pada tahun 2011-2012 mampu melampaui target NTP yang ditetapkan yaitu 105. Namun, capaian tertinggi yang pernah diterima petani berdasarkan data BPS tersebut adalah 108,63 yang dicapai pada tahun 2008. Capaian tersebut sampai sekarang belum mampu dilewati lagi bahkan sempat turun drastis di tahun 2009. Kemudian perlahan-lahan naik kembali dengan nilai di atas 100. RPJM.indd 19 2112014 3:28:09 PM 20 Berfluktuasinya NTP ini karena sangat tergantung dari peningkatan dan penurunan harga-harga produk pertanian, harga-harga barang konsumsi, dan biaya produksi. Naik turunnya harga-harga tersebut akan mengkoreksi NTP. Capaian NTP dari tahun 2004-2012 dapat dilihat pada Gambar 2.4. Gambar 2.4. Nilai Tukar Petani dari Tahun 2004-2012 Sumber: BPS pada berbagai tahun

2. Capaian Pendapatan Perkapita Pertanian

Capaian berikutnya yang menjadi sasaran dalam peningkatan kesejahteraan petani adalah pendapatan perkapita petani. Pendapatan perkapita petani diukur dari pendapatan dari sektor pertanian dengan jumlah tenaga kerja yang bekerja di lapangan usaha sektor pertanian. Di samping itu, untuk melihat apakah sektor pertanian telah mampu memberikan nilai tambah pendapatan bagi petaninya, dibandingkan dengan pendapatan perkapita dari sektor industri pengolahan. RPJM.indd 20 2112014 3:28:09 PM 21 Gambar 2.5. Pendapatan Perkapita Tenaga Kerja di Sektor Pertanian dan Industri Sumber: BPS pada berbagai tahun Hasil analisis dari data BPS menunjukkan bahwa terjadi peningkatan pendapatan pada sektor pertanian walaupun tidak meningkat secara tajam. Akan tetapi, jumlah tenaga kerja yang bekerja di sektor ini terjadi penurunan dari 41,2 juta orang menjadi 38,8 juta orang. Hal inilah yang menyebabkan terjadinya peningkatan pendapatan rata-rata per kapita dari pendapatan sektor pertanian. 2.3. Permasalahan Tidak Tercapainya Kinerja Tahun 2010-2011 Berdasarkan hasil analisis yang telah disampaikan pada sub-bab sebelumnya, tidak tercapainya kinerja pembangunan bidang pangan dan pertanian dapat diidentifikasi berkaitan dengan beberapa permasalahan sebagai berikut: 1. Sebaiknya dilakukan revisi target pada beberapa indikator yang capaiannya belum mampu memenuhi target, seperti komoditas jagung, kedelai, dan gula. Tidak tercapainya target disebabkan hal-hal sebagai berikut: a. Penurunan produksi jagung disebabkan oleh penurunan luas panen yang berkurang cukup besar dari 4,13 juta hektar tahun 2010 menjadi 3,87 juta hektar tahun 2011. b. Penurunan produksi kedelai ini disebabkan antara lain faktor harga yang tidak kompetitif akibat membanjirnya produk impor dan RPJM.indd 21 2112014 3:28:09 PM 22 terjadinya perubahan iklim yang mengakibatkan intensitas serangan OPT lebih tinggi dari tahun 2010 hingga berdampak nyata pada upaya pencapaian produksi kedelai. c. Target produksi gula tahun 2011 sebesar 3,87 juta ton akan terpenuhi apabila penyediaan lahan minimal seluas 350.000 hektar, investasi pembangunan pabrik gula baru, dan revitalisasi pabrik gula berjalan sesuai dengan rencana. Permasalahan lainnya di tingkat on farm adalah sulitnya pengembangan areal baru dan mempertahankan lahan yang sudah ada, keterbatasan infrastruktur terutama untuk wilayah pengembangan di luar Pulau Jawa, kurangnya sarana irigasi dan penyediaan agroinput yang belum tepat jumlah, waktu, harga dan mutu. Sedangkan di tingkat off farm meliputi tingkat efisiensi pabrik gula yang di bawah standar, biaya produksi yang masih relatif tinggi, kualitas gula yang relatif rendah dan belum berkembangnya diversifikasi produk berbasis tebu. 2. Rendahnya penanaman modal dalam negeri dan luar negeri pada sektor pertanian disebabkan adanya regulasi pengetatan perluasan lahan untuk perusahaan perkebunan, terutama sawit, karena sebagian besar perusahaan kelapa sawit yang mengelola CPO sebagian besar perusahaan asing bukan lokal. 3. Permasalahan berikutnya adalah tidak tercapainya skor Pola Pangan Harapan PPH yang disebabkan oleh menurunnya konsumsi padi-padian. Padahal, di satu sisi penurunan konsumsi padi menjadi salah satu target Kementerian Pertanian dan meningkatkan variasi pada sumber pangan lainnya. 4. Dilihat dari sisi kesejahteraan petani, walaupun ada peningkatan pertumbuhan dari sisi pendapatan perkapita pada sektor pertanian, namun pendapatan perkapita di sektor pertanian belum mampu mendekati pendapatan perkapita di sektor industri. RPJM.indd 22 2112014 3:28:09 PM 23

BAB III ISU-ISU PENTINGMASALAH PEMBANGUNAN PERTANIAN

3.1. Harga Komoditas Pertanian Berfluktuasi dan Terus Meningkat Komoditas Beras

Harga rata-rata beras medium di tingkat eceran selama 2004-2012 naik 14,39tahun, sedangkan harga beras paritas internasional naik 13,90tahun Gambar 3.1. Namun fluktuasi harga beras di dalam negeri cenderung lebih rendah dibandingkan harga beras di pasar internasional. Pada saat terjadi krisis global tahun 2007 dan 2008, harga rata-rata beras dalam negeri naik 5,29-7,38, sedangkan harga beras paritas internasional Thai broken 5 berfluktuasi dengan lonjakan kenaikan mencapai 85,37 Kementan, 2012. Gambar 3.1. Perkembangan Harga Beras Dalam Negeri dan Internasional Tahun 2004-2012 Sumber: Kementan, 2012 Pada periode tahun yang sama 2004-2012, harga beras di tingkat grosir naik 14,85tahun untuk beras medium dan 11,57tahun untuk beras premium Gambar 3.2. Pola pergerakan harga beras medium dan premium di tingkat grosir cenderung sama, namun harga beras medium lebih fluktuatif dibandingkan RPJM.indd 23 2112014 3:28:09 PM