Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan

360

9.2. Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan

Dinamika pembangunan di segala sektor membutuhkan lahan sebagai media. Kebutuhan terhadap lahan terus meningkat seiring dengan pertumbuhan penduduk dan perkembangan ekonomi. Namun kompetisi pemanfaatan lahan untuk kepentingan berbagai sektor ekonomi semakin ketat, dan cenderung mengarah pada alih fungsi lahan yang semakin marak dan kurang terkendali. Pesatnya alih fungsi lahan pertanian produktif untuk penggunaan non pertanian menyebabkan semakin terbatasnya sumberdaya lahan untuk dikembangkan bagi kegiatan pertanian, sehingga rata-rata penguasaan lahan pertanian menjadi sempit dan tidak mampu mencapai skala usaha yang ekonomis. Keadaan ini akan mengancam ketersediaan lahan pertanian untuk memenuhi kecukupan pangan nasional. Sementara secara faktual, konversi lahan pertanian ke non pertanian bersifat irreversible , dalam arti bahwa lahan pertanian yang telah berubah fungsi untuk kepentingan non pertanian sangat kecil kemungkinannya untuk dapat dikembalikan menjadi lahan pertanian. Cepatnya alih fungsi tanah pertanian menjadi non-pertanian dapat mempengaruhi berbagai aspek kehidupan, antara lain: a menurunnya produksi pangan yang menyebabkan terancamnya ketahanan pangan, b hilangnya mata pencaharian petani dan dapat menimbulkan pengangguran, dan c hilangnya investasi infrastruktur pertanian irigasi yang menelan biaya sangat tinggi. Hadirnya Undang-Undang UU Nomor 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan PLP2B dan Peraturan Menteri Pertanian No 41 Th 2009 tentang Kriteria Teknis Kawasan Peruntukan Pertanian merupakan langkah kebijakan yang sangat strategis dan tepat guna merespons dinamika pembangunan yang terus berkembang. Hal ini sejalan dengan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, yang memerintahkan perlunya perlindungan terhadap kawasan lahan abadi pertanian pangan yang pengaturannya sesuai dengan undang-undang. Ketentuan perlindungan lahan pertanian pangan dimaksudkan agar bidang-bidang lahan tertentu hanya boleh digunakan untuk aktivitas pertanian pangan yang sesuai. Urgensi yang mendasari hadirnya undang-undang tersebut adalah : 1 Kebijakan dan peraturan yang telah ada belum mampu memberikan dukungan yang memadai untuk melaksanakan perlindungan lahan pertanian pangan berkelanjutan, 2 Belum optimalnya perhatian terhadap sektor pertanian karena lemahnya apresiasi berbagai pihak terhadap peran nyata sektor pertanian dalam perekonomian nasional, dan 3 Belum optimalnya perlindungan dan pemberdayaan terhadap petani dengan segala kekayaan sosial budayanya. RPJM.indd 360 2112014 3:29:16 PM 361 Undang-Undang UU Nomor 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan PLP2B tersebut juga dilengkapi dengan Peraturan Pemerintah pendukungnya, yaitu : a PP No. 12011 tentang Penetapan dan Alih Fungsi Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan, b PP No 122012 tentang Insentif Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan, c PP No. 252012 tentang Sistem Informasi Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan, dan d PP No. 302012 tentang Pembiayaan Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan. Selain itu diterbitkan pula Peraturan Menteri Pertanian No 07PermentanOT.14022012 tentang Pedoman Teknis Kriteria dan Persyaratan Kawasan, Lahan dan Lahan Cadangan Pertanian Pangan Berkelanjutan Regulasi-regulasi tersebut dalam implementasinya belum efektif sebagaimana terlihat dari alih fungsi lahan pertanian yang terus terjadi dan semakin tidak terkendali. Kurang efektifnya aturan yang dapat memayungi seluruh upaya pengendalian dan perlindungan terhadap lahan pertanian produktif terkait dengan instrumen ekonomi dan aspek kelembagaan yang dimanfaatkan untuk mencapai tujuan tersebut. Implementasi PP Nomor 1 Tahun 2011 juga dihadapkan pada permasalahan yang terkait dengan aspek perencanaan, informasi kebutuhan dan ketersediaan lahan yang dijadikan dasar untuk menyusun prediksi jumlah produksi, luas baku lahan, dan sebaran lokasi lahan pertanian pangan berkelanjutan. Demikian pula insentif ekonomi yang tertuang dalam PP tersebut masih dalam tataran normatif, sehingga relatif sulit untuk diimplementasikan di lapangan. Belum adanya kejelasan bentuk insentif ekonomi yang operasional serta lemahnya aspek kelembagaan pendukungnya, disinyalir telah menghambat implementasi Undang-Undang PLP2B. Kondisi tersebut mengisyaratkan bahwa peraturan yang telah ada perlu disempurnakan guna menjamin penyediaan lahan pertanian pangan secara berkelanjutan dengan mengedepankan prinsip efisiensi, berkeadilan dan kemandirian pangan. Terlepas dari masih adanya kelemahan, hadirnya UU No. 412009 dan PP No.12011 harus ditempatkan sebagai isu strategis dalam kerangka pembangunan pertanian sekaligus menjaga eksistensi dan kapasitas produksi pertanian berkelanjutan. Untuk mendukung pelaksanaan UU No.412009 secara efektif di lapangan dibutuhkan perencanaan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan LP2B0 jangka panjang dan jangka menengah yang memuat analisis dan prediksi, sasaran, serta penyiapan luas lahan cadangan dan luas lahan baku. Dalam perencanaan tersebut perlu dipertimbangkan insentif ekonomi yang operasional langsung dan tidak langsung dan aspek kelembagaan dalam mewujudkan perlindungan lahan pertanian. Tanpa mempertimbangkan aspek insentif ekonomi dan aspek kelembagaan dikhawatirkan perlindungan lahan pertanian pangan RPJM.indd 361 2112014 3:29:16 PM 362 berkelanjutan hanya sebatas wacana dan akan dikalahkan bila kepentingan lain yang menjanjikan keuntungan ekonomi yang lebih tinggi. Terkait dengan insentif yang ekonomi yang ditawarkan pemerintah sebagai konsekuensi penerapan LP2B, beberapa bentuk insentif yang dapat diberikan antara lain : 1 infrastruktur pertanian; 2 bantuan saprodi; 3 bantuan alsintan; 4 keringanan PajakPBB; 5 penerbitan sertifikat; dan 6 jaminan harga output. Prioritas pilihan insentif disesuaikan dengan kebutuhan petani spesifik lokasi dan tidak seharusnya digeneralisasikan. Penentuan jenis insentif masing-masing wilayah spesifik lokasi tersebut harus bersifat research based untuk menjamin efektivitasnya. Kaitan dengan aspek kelembagaan dalam rangka mewujudkan perlindungan lahan pertanian, untuk menjamin usahatani yang berkelanjutan sekaligus mengurangi fragmentasi lahan dan alih fungsi lahan di tingkat petani diperlukan dukungan kelembagaan dalam pengelolaan lahan usahatani. Kelembagaan pengelolaan lahan usahatani consolidated farming adalah suatu usaha pengelolaan lahan sawah dalam satu luasan tertentu, yang dikelola oleh beberapa orang sebagai pengelola, sehingga secara teknis dapat memenuhi skala usaha yang dapat memberikan marjin tertentu bagi pengelola. Para petani sebagai pemilik lahan dapat bekerja di lahan tersebut, dan petani mendapat insentif serta dapat menjadi penyedia jasa tenaga kerja. Untuk mendukung pelaksanaan PLP2B, kebijakan konsolidasi lahankonsolidasi usaha perlu diarahkan ke daerah lahan sawah beririgasi, mengingat pada daerah tersebut pertimbangan fragmentasi dan alih fungsi lahan semakin masif dan cepat serta pemilikan lahan sawah yang semakin sempit. PLP2B hanya akan terwujud apabila seluruh pelaku ekonomi di atas lahan tersebut memperoleh rangsangan ekonomi yang memadai. Oleh karena itu, ruang lingkup dari pelaksanaan kegiatan pengelolaan lahan usahatani harus mencakup penguatan kelembagaan kelompok tani yang dilaksanakan melalui sosialisasi kegiatan dan pelatihan bagi kelompok tani, baik pelatihan teknis maupun manajerial. Untuk meningkatkan relasi koordinasi kebijakan, pelaksanaan kebijakan, dan konsistensi kebijakan dalam pengelolaan PLP2B perlu ditetapkan lembagainstitusi yang berwenang menetapkan, mengawasi dan memberi sanksi jika lahan pertanian produktif dialihkan ke penggunaan lain. Pemerintah Daerah perlu segera menetapkan kebijakan berupa Peraturan Daerah Perda yang konsisten dan tegas tentang lahan pertanian berkelanjutan UU No.412009 tentang perlindungan lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan serta Peraturan Pemerintah No.1 2011 tentang Penetapan dan Alih RPJM.indd 362 2112014 3:29:17 PM 363 Fungsi Lahan Pertanian, seyogyanya juga menekankan pada tindakan berbasis masyarakat community-based action . Sebagai suatu tindak kolektif, pengembangan strateginya harus secara eksplisit mempertimbangkan dimensi manusia dan hubungan lingkage antara sistem sosial, ekologi dan sistem ekonomi. Perlindungan lahan pertanian pangan berkelanjutan PLP2B yang merupakan salah satu upaya mempertahankan eksistensi dan kapasitas produksi pertanian, perlu ditempatkan sebagai isu strategis dan penting dalam kerangka pembangunan pertanian. PLP2B yang dilaksanakan secara konsisten disertai dukungan kebijakan insentif yang operasional, akan dapat mendukung ketahanan pangan yang berkesinambungan. 9.3. Targeted Subsidy Perlindungan dan pemberdayaan petani sangat penting di dalam penyelenggaraan pembangunan pertanian. Hal ini mengingat petani memiliki peran sentral dalam memberikan kontribusi besar sebagai pelaku utama pembangunan pertanian. Tujuan perlindungan dan pemberdayaan petani adalah untuk mewujudkan kedaulatan dan kemandirian petani dalam rangka meningkatkan taraf kesejahteraan, kualitas dan kehidupan yang lebih baik. Perlindungan petani adalah segala upaya untuk membantu petani menghadapi permasalahan kesulitan memperoleh sarana dan prasarana produksi, ketersediaan lahan, kepastian usaha, resiko harga, kegagalan panen, praktik ekonomi biaya tinggi dan perubahan iklim. Perlindungan petani dilakukan melalui : 1 ketersediaan prasarana pertanian, kemudahan memperoleh sarana produksi pertanian, 2 kepastian usaha yang meliputi jaminan penghasilan, karena program pemerintah, jaminan ganti rugi akibat gagal panen, asuransi pertanian, 3 menciptakan kondisi harga komoditas pertanian yang menguntungkan petani resiko harga dan pasar, 4 penghapusan praktik ekonomi biaya tinggi, 5 perubahan iklim dengan membangun sistem peringatan dini. Sementara pemberdayaan petani dilaksanakan untuk mewujudkan dan mengembangkan pola pikir dan pola kerja petani serta menumbuhkembangkan kelembagaan petani agar mampu mandiri dan berdaya saing tinggi. Perlindungan dan pemberdayaan petani terutama diperuntukkan bagi petani penggarap tanaman pangan yang tidak memiliki lahan usaha tani dengan lahan garapan paling luas dua hektar, kemudian petani yang memiliki lahan dan melakukan usaha budi daya tanaman pangan pada lahan paling luas dua hektar, serta petani hortikultura, pekebun atau peternak skala usaha kecil sesuai dengan kriteria yang diatur dalam peraturan perundang - undangan. RPJM.indd 363 2112014 3:29:17 PM 364 Dalam UU Perlindungan dan Pemberdayaan Petani ini diatur mengenai kepastian usaha. Kepastian usaha Pasal 22 UU PPP ini termasuk jaminan pemasaran melalui pembelian langsung, menampung hasil usaha tani, atau menyediakan akses pasar. Soal harga komoditas pertanian Pasal 25 UU PPP yang menguntungkan bagi petani juga diatur. Untuk itu, pemerintah wajib menyediakan dana penyangga harga pangan. Pasal krusial lainnya dalam UU ini adalah asuransi pertanian yang tercantum dalam Pasal 37. Asuransi pertanian dilakukan untuk melindungi petani dari kerugian gagal panen akibat bencana alam, serangan organisme pengganggu tanaman, wabah penyakit hewan menular, dampak perubahan iklim, dan jenis risiko-risiko lain yang diatur dengan Peraturan Menteri. Dalam konteks perlindungan petani khususnya terkait ketersediaan prasarana pertanian dan kemudahan memperoleh sarana produksi pertanian yang antara lain mencakup sarana produksi seperti pupuk, benih dan bunga kredit. Menurut Kementan 2010 bahwa fasilitasi pemberian subsidi pupuk telah memberikan kontribusi positif terhadap peningkatan produksi pertanian khususnya dalam pencapaian swasembada padi dan jagung berkelanjutan. Untuk itu, subsidi pupuk masih sangat diperlukan dalam peningkatan ketahanan pangan nasional. Saat ini, skim subsidi pupuk adalah subsidi harga yang penyalurannya dilaksanakan dengan pola tertutup menggunakan Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok RDKK. Sistem penyaluran subsidi pupuk yang dilaksanakan melalui subsidi harga masih dihadapkan pada berbagai permasalahan baik dari sisi teknis dalam penyaluran pupuk bersubsidi maupun dari sistem penganggarannya. Dalam rangka perbaikan sistem penyaluran pupuk bersubsidi yang saat ini dilaksanakan dengan pola tertutup menggunakan Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok RDKK, maka peran aktif pemerintah daerah sangat diharapkan. Melalui fasilitasi subsidi pupuk secara tertutup dapat diterapkan efisiensi penggunaan pupuk anorganik yang terindikasi dengan peningkatan penggunaan pupuk majemuk NPK dan penggunaan pupuk organik. Faktor produksi lain yang berperan dalam peningkatan produksi pertanian adalah benih. Benih merupakan sarana produksi penting yang penggunaannya perlu terus didorong agar petani menggunakan benih unggul dalam usahataninya. Salah satu insentif bagi petani agar menggunakan benih unggul adalah dengan memberikan subsidi benih unggul, benih subsidi langsung maupun tidak langsung. Subsidi tidak langsung seperti yang telah berjalan selama ini yaitu melalui subsidi harga terhadap produksi benih yang dihasilkan oleh BUMN benih PT Sang Hyang Seri dan PT Pertani. Selain subsidi harga, juga diperlukan subsidi langsung seperti RPJM.indd 364 2112014 3:29:17 PM 365 hibah benih kepada petani yang ditimpa bencana alam. Dalam 3 tahun terakhir sejak TA 2007 juga disediakan subsidi langsung melalui fasilitas penyediaan anggaran ke BUMN dalam bentuk PSO public service obligation yang dilaksanakan oleh BUMN. Di Kementerian Pertanian, bantuan langsung benih dalam bentuk PSO ini dikenal dengan sebutan Bantuan Langsung Benih Unggul BLBU. Sementara itu, subsidi bunga kredit adalah selisih bunga antara bunga yang diterima perbankan dengan bunga yang dibayar petani. Subsidi bunga merupakan salah satu insentif bagi petanipeternak yang ada pada skim kredit program. Setidaknya ada tiga skim kredit program yang mendapat subsidi bunga saat ini, dan akan terus dilanjutkan pada 5 tahun kedepan dan dioptimalkan pemanfaatannya bagi para petani dan peternak. Kementerian Pertanian bersama kementerianlembaga terkait akan terus memperjuangkan pemberian subsidi bunga kepada para petani dan peternak serta pelaku pembangunan pertanian. Adapun tiga skim kredit program saat ini adalah: 1 Kredit Ketahanan Pangan dan Energi KKP-E; 2 Kredit Pengembangan Energi Nabati dan Revitalisasi Perkebunan KPEN-RP; dan 3 Kredit Usaha Pembibitan Sapi KUPS. Plafon KKP-E tahun 2011 secara nasional sebesar Rp. 8,806 triliun yang meliputi sub sektor tanaman pangan : Rp. 2,730 triliun, hortikultura: Rp. 725,330 miliar, perkebunan tebu Rp. 2,993 triliun, peternakan : Rp. 2,046 triliun dan pengadaan pangan: Rp. 310,830 miliar. Secara nasional, berdasarkan data realisasi KKPE untuk pembangunan tanaman pangan utama nasional sampai posisi Desember 2011 telah mencapai Rp 1,08 triliun atau sekitar 60 persen terhadap plafon KKPE. Realisasi KKPE terbesar berada di Provinsi Jawa Barat sebesar Rp 27,38 miliar, kemudian disusul oleh Provinsi Jawa Timur sebesar Rp 231,30 miliar, Kalimantan Selatan sebesar Rp 80,78 miliar dan Sulawesi Selatan sebesar Rp 73,63 miliar. Adapun plafon dan realisasi KKPE pada tahun 2012 per komoditas sebagai berikut: 1 pada sub sektor tanaman pangan padi, jagung, dan kedelai, jumlah plafon yang tersedia sebesar Rp 1,3 triliun dan terealisasi sebesar Rp 601 miliar, 2 pada sub sektor perkebunan tebu, dari Rp 2,9 triliun komitmen dana yang diberikan, baru terserap Rp 1,7 triliun. Alokasi kredit KPEN-RP dengan plafon total sebesar Rp.38,61 triliun posisi per 28 Februari 2013. Sampai dengan posisi Februari 2013 telah Akad Kredit sebesar Rp.7,32 triliun atau sebesar 18,97 dari total plafon. Subsidi Bunga KPEN-RP yang telah dibayarkan TA 2012 adalah sebesar Rp 76,99 Miliar 87,40 RPJM.indd 365 2112014 3:29:17 PM 366 dari alokasi sebesar Rp 88,09 Miliar dialokasikan anggaran subsidi bunga KPEN-RP sebesar Rp 80,313 miliar. Adapun realisasi penyaluran KUPS hingga 28 Februari 2013 oleh 12 Bank Pelaksana sebesar Rp. 575,24 miliar 14,51 dari komitmen pendanaan sebesar Rp.3,96 triliun. Sedangkan realisasi pembayaran subsidi bunga KUPS hingga 31 Desember 2012 adalah sebesar Rp.26,98 miliar 63,40 dari plafon sebesar Rp.42,55 miliar. 12 Bank Pelaksana KUPS adalah Bank BRI, Bank BNI, Bank Mandiri, Bank Bukopin, BPD Sumut, BPD Sumbar, BPD Jateng, BPD DIY, BPD Jatim, BPD Bali, BPD NTB dan BPD Jambi. Sementara itu, berdasarkan peraturan Menteri Pertanian No. 69 tahun 2012 tentang alokasi pupuk bersubsidi tahun 2013, Rp 15,8 triliun akan digunakan untuk mensubsidi kebutuhan sebesar 9,25 juta ton pupuk. Dengan masing-masing Urea sebesar 4,1 juta ton dengan Harga Eceran Tertinggi HET Rp 1800 per kg, SP-36 sebesar 0,85 juta ton dengan HET Rp 2000 per kg, ZA sebesar 1 juta ton dengan HET Rp 1400 per kg, NPK sebesar 2,4 juta ton dengan HET Rp 2300 per kg dan pupuk organik sebesar 0,9 juta ton dengan HET Rp 500 per kg. Sementara itu alokasi subsidi langsung pupuk khusus untuk kedelai sebesar Rp 314 miliar direncanakan untuk mensubsidi pengadaan dan penyaluran pupuk hayati Rhizobium dan pembenah tanah dengan HET 20 dari Harga Pokok Penjualan HPP atau subsidi 80 . Selanjutnya sesuai nota keuangan dan RAPBN 2013, subsidi pupuk sesuai perubahan menjadi Rp 16,2 triliun. Sesuai APBNP 2013, total anggaran subsidi pertanian mencapai Rp 143,45 triliun. Adapun rincian subsidi tersebut yaitu sebesar Rp 13,95 triliun digunakan untuk subsidi pupuk, dan Rp 129,5 triliun digunakan untuk subsidi benih. Sementara itu, di Kementerian Pertanian juga terdapat alokasi Rp 1,1 triliun untuk subsidi pupuk organik.

9.4. Peran Pemerintah Dalam Menghadapi Fluktuasi Harga