Persentase campuran bubuk kayu nangka

263 Forum Tahunan Pengembangan Iptek dan Inovasi Nasional V, Tahun 2015 dibuat gula kelapa. Nira kelapa kualitas baik adalah nira dengan pH berkisar 6-7,5 Law, 2011. Kayu nangka dan kulit buah manggis memiliki senyawa aktif tannin yang berfungsi menghambat aktivitas khamir dengan cara menghambat adsorbsi permukaan yang dilakukan oleh khamir terhadap substrat pada nira kelapa. Keterangan : Angka diikuti huruf yang sama enunjukkan tidak berbeda nyata pada DMRT 5 Gambar 1. pH nira kelapa pada variasi perbandingan bubuk kayu nangka : bubuk kulit buah manggis. Nilai rata-rata kadar sukrosa gula kelapa cetak pada variasi perbandingan bubuk kayu nangka : bubuk kulit buah manggis disajikan dalam Gambar 2. Perbandingan bubuk kayu nangka : bubuk kulit buah manggis 1:1 menghasilkan gula kelapa cetak dengan kadar sukrosa tertinggi. Tingginya kadar sukrosa gula kelapa cetak dikarenakan sukrosa yang terkandung dalam nira hasil sadapan tidak banyak yang terhidrolisis menjadi gula reduksi. Secara umum, total gula dan gula pereduksi adalah zat utama dalam reaksi karamelisasi selama pemanasan Martins et al ., 2001. Keterangan : Angka diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada DMRT 5 Gambar 2. Kadar sukrosa gula kelapa cetak pada variasi perbandingan bubuk kayu nangka : bubuk kulit buah manggis. Nilai rata-rata kadar air gula kelapa cetak pada variasi perbandingan bubuk kayu nangka : bubuk kulit buah manggis disajikan Gambar 3. Keterangan : Angka diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada DMRT 5 Gambar 3. Kadar air gula kelapa cetak pada variasi perbandingan bubuk kayu nangka : bubuk kulit buah manggis. Gambar 3 menunjukkan bahwa kadar air gula kelapa cetak terendah dihasilkan oleh perlakuan perbandingan bubuk kayu nangka dan bubuk kulit buah manggis 1:1 yaitu dengan nilai kadar air gula kelapa cetak 7,75 bb, akan tetapi tidak berbeda nyata dengan perlakuan perbandingan bubuk kayu nangka dan bubuk kulit buah manggis 3:1 yaitu 8,76 bb. Nilai kadar air yang rendah pada perlakuan perbandingan 1:1 bubuk kayu nangka dan bubuk kulit buah manggis yang sama memungkinkan adanya sinergisme antara kayu nangka dan kulit buah manggis dalam penghambatan mikroba. Ekstrak kayu nangka memiliki daya antimikroba terhadap Saccharomyce cerevisiae , Leuconostoc mesenteroides dan Leuconostoc plantarum , sedangkan pada ekstrak kulit buah manggis menunjukkan daya antimikroba terhadap Leuconostoc mesenteroides dan Leuconostoc plantarum sehingga kerusakan pada nira baik yang disebabkan oleh khamir maupun bakteri dapat terhambat dan inversi sukrosa yang terjadi rendah. Hasil pengujian perbandingan bubuk kayu nangka dan bubuk kulit buah manggis yang menghasilkan gula kelapa cetak dengan kualitas terbaik berdasarkan variabel brix nira, pH nira, kadar air, gula reduksi, sukrosa, kadar abu, dan total padatan tidak terlarut adalah 1:1.

B. Persentase campuran bubuk kayu nangka

dan bubuk kulit buah manggis Tahap penelitian kedua adalah mencari pengaruh presentase campuran bubuk kayu nangka dan bubuk kulit buah manggis pada total laru dari setiap perbandingan yang sudah diuji pada penelitian tahap pertama terhadap mutu nira dan 6,36 b 7,34 a 6,31 b 2 4 6 8 10 1:1 1:3 3:1 pH ni ra Perbandingan bubuk kayu nangka : bubuk kulit buah manggis bb 83,1 a 77,99 b 82,44 a 15 30 45 60 75 90 1:1 1:3 3:1 Suk rosa bk Perbandingan bubuk kayu nangka : bubuk kulit buah manggis bb 7,75 a 9,28 b 8,76 ab 2 4 6 8 10 12 1:1 1:3 3:1 K ada r ai r bb Perbandingan bubuk kayu nangka : bubuk kulit buah manggis bb 264 Forum Tahunan Pengembangan Iptek dan Inovasi Nasional V, Tahun 2015 gula kelapa. Persentase yang diuji adalah 5, 10 dan 15 bb Hasil penelitian menunjukkan bahwa persentase campuran bubuk kayu nangka dan bubuk kulit buah manggis berpengaruh terhadap kadar sukrosa dan total padatan tidak terlarut dan tidak berpengaruh terhadap pH nira, brix nira, kadar air, kadar gula reduksi, kadar abu. Semakin tinggi persentase campuran bubuk kayu nangka dan kulit buah manggis terhadap total laru alami menghasilkan kadar sukrosa yang semakin tinggi Gambar 4. Keterangan : Angka diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada DMRT 5 Gambar 4. Kadar sukrosa gula kelapa cetak pada variasi persentase campuran bubuk kayu nangka dan bubuk kulit buah manggis terhadap TANGKIS. Hal ini disebabkan semakin tinggi persentase campuran bahan, maka semakin tinggi konsentrasi zat aktif dalam TANGKIS, sehingga penghambatan aktivitas antimikroba pada nira kelapa semakin tinggi dan kandungan sukrosa pada nira tidak banyak yang terhidrolisis. Nira mengalami hirolisis sukrosa apabila terdapat asam atau enzim di dalam nira. Peristiwa inversi terjadi karena sukrosa terhidrolisa menjadi D-glukosa dan D-fruktosa, hal ini disebabkan oleh aktivitas enzim fruktoforanosidase -h-fruktosidase, invertase yang dihasilkan mikroba. Namun demikian sukrosa yang dihasilkan dari perlakuan 5, 10 dan 15 semuanya memenuhi standar SNI gula kelapa cetak. Berdasarkan hasil tersebut persentase campuran bubuk kayu nangka dan bubuk kulit buah manggis terhadap total TANGKIS yang dipilih adalah 5. C. Penentuan konsentrasi larutan TANGKIS Tahap penelitian ketiga adalah menentukan konsentrasi larutan TANGKIS dan pengaruhnya terhadap mutu nira dan gula kelapa yang dihasilkan. Formula TANGKIS yang digunakan ditentukan dari hasil penelitian pertama dan kedua yaitu perbandingan bubuk kayu nangka:kulit buah manggis 1:1 dengan persentase campuran keduanya terhadap total laru adalah 5. Konsentrasi larutan yang diuji dari formula tersebut adalah 2, 4, 6, 8, 10 bv. TANGKIS dengan berat 20 gram, 40 gram, 60 gram, 80 gram, dan 100 gram masing-masing dilarutkan menggunakan air hangat sebanyak 1 liter. Setelah itu larutan sebanyak 20 ml dari masing-masing konsentrasi tersebut dimasukkan ke dalam pongkor yang akan digunakan untuk menyadap nira kelapa setara 2 tiap liter nira. Nira yang dihasilkan kemudian diolah menjadi gula kelapa cetak. Selanjutnya nira dan gula kelapa yang dihasilkan dianalisis mutunya. Hasil penelitian menunjukkan konsentrasi larutan laru berpengaruh terhadap kadar abu, gula reduksi dan sukrosa gula kelapa yang dihasilkan. Nilai rata-rata kadar abu gula kelapa cetak pada berbagai konsentrasi larutan TANGKIS disajikan pada Gambar 5. Keterangan: Angka diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada DMRT 5. Gambar 5. Nilai rata-rata kadar abu gula kelapa cetak pada berbagai konsentrasi larutan TANGKIS Semakin tinggi konsentrasi larutan TANGKIS yang digunakan terdapat kecenderungan bahwa kadar abu yang dihasilkan semakin tinggi. Hal ini diduga karena adanya zat anorganik bubuk kapur dalam TANGKIS yang berbeda jumlahnya pada setiap konsentrasi, sehingga semakin tinggi konsentrasi larutan TANGKIS menyebabkan kadar abu yang semakin tinggi. Sesuai dengan pernyataan Kusnandar 2010, bahwa zat kapur merupakan salah satu jenis mineral makro anorganik. Hal ini pun sejalan dengan penelitian Asriningtias 2011 menyatakan bahwa penambahan kapur yang lebih banyak akan menyebabkan tingginya kadar abu gula kelapa cetak. Nilai rata-rata kadar gula reduksi gula kelapa cetak pada berbagai konsentrasi larutan TANGKIS disajikan pada Gambar 6. 77,93 c 80,05 b 82,55 a 12 24 36 48 60 72 84 96 5 10 15 Su k ro sa b k Persentase campuran bubuk kayu nangka dan bubuk kulit buah manggis terhadap total laru 2,56 ab 2,23 b 2,69 a 2,68 a 2,7 a 0,5 1 1,5 2 2,5 3 3,5 2 4 6 8 10 Kad ar A b u b k Konsentrasi Larutan TANGKIS 265 Forum Tahunan Pengembangan Iptek dan Inovasi Nasional V, Tahun 2015 Keterangan: Angka diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada DMRT 5. Gambar 6. Nilai rata-rata kadar gula reduksi gula kelapa cetak pada berbagai konsentrasi larutan TANGKIS. Semakin tinggi konsentrasi larutan TANGKIS yang digunakan kadar gula reduksi yang dihasilkan semakin rendah. Hal ini diduga karena adanya kandungan tanin yang terkandung di dalam bubuk kulit manggis dan kapur di dalam larutan TANGKIS yang digunakan. Konsentrasi larutan TANGKIS yang tinggi menghasilkan nira dengan pH yang lebih tinggi, aktivitas mikroba untuk menghidrolisis gula akan terhambat, sehingga sukrosa tidak banyak yang terhidrolisis menjadi gula reduksi. Nilai rata-rata kadar sukrosa gula kelapa cetak pada berbagai konsentrasi laru alami instan disajikan pada Gambar 7.Kadar sukrosa gula kelapa cetak pada perlakuan konsentrasi larutan TANGKIS 10 berbeda nyata dengan perlakuan konsentrasi laru alami instan 2, 4, 6, dan 8. Hal ini diduga karena adanya jumlah kandungan zat kapur, bubuk kulit buah manggis, dan bubuk kayu nangka yang berbeda pada setiap konsentrasi larutan TANGKIS yang digunakan. Perbedaan jumlah kandungan tersebut mengakibatkan pH nira pada konsentrasi larutan TANGKIS 10 paling tinggi data tidak dipublikasikan. Kadar sukrosa sangat erat kaitannya dengan kadar gula reduksi, karena sukrosa memiliki sifat mudah mengalami proses inversi menjadi gula reduksi yang diantaranya disebabkan oleh pH. Sukrosa akan mudah terinversi menjadi glukosa dan fruktosa pada kondisi asam Suparmo, 1990. Inversi sukrosa yang rendah pada konsentrasi larutan TANGKIS 10 disebabkan pula oleh adanya senyawa antimikroba pada kayu nangka dan kulit buah manggis yang lebih tinggi dibanding konsentrasi lainnya. Menurut Poeloengan dan Praptiwi 2010, kulit buah manggis dan kayu nangka mengandung alkaloid, saponin, triterpenoid, tanin, fenolik, flavonoid, glikosida dan steroid yang terbukti sebagai antibakteri dan antivirus Ersam, 2001. Keterangan: Angka diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada DMRT 5. Gambar 7. Nilai rata-rata kadar sukrosa gula kelapa cetak pada berbagai konsentrasi laru alami instan. Hasil uji spider web variabel sensoris gula kelapa cetak pada berbagai konsentrasi larutan TANGKIS menunjukkan semakin tinggi skor yang dihasilkan pada setiap parameter maka semakin baik sifat sifat sensoris gula kelapa cetak yang dihasilkan. Secara keseluruhan sifat sensoris gula kelapa cetak pada konsentrasi larutan TANGKIS 6 memiliki nilai rata-rata sensoris yang lebih baik dibandingkan konsentrasi larutan TANGKIS lainnya. Berdasarkan hasil tersebut ditemukan bahwa konsentrasi larutan TANGKIS yang menghasilkan mutu nira dan gula kelapa serta sensoris terbaik adalah 6. PENUTUP Berdasarkan hasil penelitian ditemukan bahwa formula TANGKIS yang menghasilkan mutu nira dan gula kelapa yang baik diperoleh dari perbandingan bubuk kayu nangka dan bubuk kulit buah manggis 1:1 dan persentase terhadap total laru 5. Sementara untuk aplikasi di lapangan konsentrasi larutan TANGKIS 6 dari formula tersebut menghasilkan mutu nira dan gula kelapa yang lebih baik dibanding lainnya. Tersedianya TANGKIS yang menghasilkan mutu nira dan gula kelapa yang baik akan sangat membantu perajin gula kelapa. Kebijakan dan dukungan pemerintah agar perajin menggunakan TANGKIS dan beralih dari penggunaan sodium metabisulfit sangat dibutuhkan sehingga produk gula yang dihasilkan lebih baik dan lebih sehat. Pengembangan dan pengujian TANGKIS sedang terus dilakukan untuk mendapatkan produk TANGKIS yang teruji dapat menghasilkan nira dan gula kelapa dengan kualitas stabil di lapangan dan dapat diproduksi secara komersial. 15,76 a 11,29 b 10,48 b 8,44 b 9,46 b 5 10 15 20 2 4 6 8 10 Kad ar Gu la R ed u k si b k Konsentrasi Larutan TANGKIS 77,58 b 81,39 b 76,36 b 82,20 b 95,11 a 20 40 60 80 100 2 4 6 8 10 Kad ar Su k ro sa b k Konsentrasi Larutan TANGKIS 266 Forum Tahunan Pengembangan Iptek dan Inovasi Nasional V, Tahun 2015 UCAPAN TERIMA KASIH Penulis menyampaikan terima kasih kepada DP2M Dikti yang telah menyediakan biaya penelitian melalui Hibah skim penelitian MP3EI Tahun 2014. DAFTAR PUSTAKA Amin, N. A. M., W. A. W. Mustapha, M. Y. Maskat, dan H. C. Wai. 2010. Antioxidative activities of palm sugar-like flavouring. The Open Food Science Journal 4: 23-29. Annex J. 2013. Summary of Current Food Standards: Minimum Requirement for Analysis of Finished Product on-line . http:www.fda.gov.phattachmentsarticle71 149Annex20J2020FOOD20STAND ARDS.pdf diakses pada 29 Maret 2015. Badan Standardisasi Nasional. 1995. SNI Gula Palma. Baharuddin, M. Muin, dan H. Bandaso. 2007. Pemanfaatan nira aren Arenga pinnata Merr sebagai bahan pembuatan gula putih kristal. Jurnal Perennial 22:40-43. Dinas Perindustrian Perdagangan dan Koperasi Banyumas. Data Produk Industri Unggulan on-line .http:dinperindagkop- banyumaskab.netindex.php?route=informatio nbidangid=4 diakses pada 12 April 2015. Dungir, S. G., D. G. Katja, dan v. S. Kamu. 2012. Aktivitas antioksidan ekstrak fenolik dari kulit buah manggis Garciana mangostana L.. Jurnal MIPA USRAT ONLINE 1 1: 11-15. Erwinda, M. E., dan W. H. Susanto. 2014. Pengaruh pH nira tebu Saccharum officinarum dan konsentrasi penambahan kapur terhadap kualitas gula merah. Jurnal Pangan dan Agroindustri 2 3: 54-64. Hidayah, R. N. 2010. Standardisasi Ekstrak Metanol Kulit Kayu Nangka Artocarpus heterophylla Lamk.. Skripsi . Fakultas Farmasi, Universitas Muhammadiyah, Surakarta. Karseno, R. Setyawati, dan P. Haryanti. 2013. Penggunaan bubuk kulit buah manggis sebagai laru alami nira terhadap karakteristik fisik dan kimia gula kelapa. Jurnal Pembangunan Pedesaan 13 1: 27-38. Mardawati, E., C. S. Achyar, H. Marta. 2008. Kajian aktivitas antioksidan ekstrak manggis Garcinia mangostana L. dalam rangka pemanfaatan limbah kulit manggis di Kecamatan Puspahaning Kabupaten Tasikmalaya. Laporan Akhir Penelitian: Penelitian Muda UNPAD. Lembaga Penelitian Universitas Padjadjaran. Marsigit, W. 2005. Penggunaan bahan tambahan pada nira dan mutu gula aren yang dihasilkan di beberapa sentra produksi di bengkulu. Jurnal Penelitian UNIB 11 1: 42-48. Mau, J. L., P. N. Huang, S. J. Huang, dan C. C. Chen. 2004. Antioxidant properties of methanolic extracts from two kinds of Anthrodia camphorate Mycelia. Food Chemistry 86: 25-31. Molyneux, P. 2004. The use of the stable free radical diphenylpicryl-hydrazyl DPPH for estimating antioxidant activity. Songklanakarim Journal Science Technology 26 2: 211-219. Naufalin, R., T. Yanto, dan A. Sulistyaningrum. 2013. Pengaruh jenis dan konsentrasi pengawet alami terhadap mutu gula kelapa. Jurnal Teknologi Pertanian 14 3: 165-174. Nordberg, J. dan E. S. J. Arner. 2001. Reactive oxygen species, antioxidants, and the mammalian thioredoxin system. Free Radical Biology and Medicine 3 11: 1287-132. Permana, A. W., S. M. Widayanti, S. Prabawati, D. A. Setyabudi. 2012. Sifat antioksidan bubuk kulit buah manggis Garcinia mangostana L. instan dan aplikasinya untuk minuman fungsional berkarbonasi. Jurnal Pascapanen 20 9: 88-95. Puspitaningrum, J. D. 2014. Pengaruh Campuran Bubuk Kayu Nangka, Bubuk Kulit Buang Manggis, dan Bubuk Kapur terhadap Kualitas Gula Kelapa Cetak. Skripsi. Fakultas Pertanian, Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto. Putra, A.E. dan A. Halim. 2009. Pembuatan Bioetanol Dari Nira Siwalan Secara Fermentasi Fase Cair Menggunakan Fermipan. Jurusan Teknik Kimia, Universitas Diponegoro, Semarang. Rahman, F. 2009. Pengaruh Konsentrasi Natrium Metabisulfit Na2s2o5 Dan Suhu Pengeringan Terhadap Mutu Pati Biji Alpukat Persea americana Mill.. Skripsi . Universitas Sumatera Utara, Medan. Rohmatussolihat. 2009. Antioksidan, penyelamat sel-sel tubuh manusia. BioTrends 4 1: 5-9. Septiana, A. T., D. Muchtadi, F. R. Zakaria. 2002. Aktivitas antioksidan dikhlorometana dan air jahe Ziniber officinale Roscoe pada asam linoleat. Jurnal Teknologi dan Industri Pertanian Nomor 8 2: 105-110. Sudarmadji, S., B. Haryono, dan Suhardi. 2010. Prosedur Analisa untuk Bahan Makanan dan Pertanian . Liberty, Yogyakarta . 267 Forum Tahunan Pengembangan Iptek dan Inovasi Nasional V, Tahun 2015 Pemanfaatan Limbah Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi Sebagai Pupuk Slow Release Utilization of Geothermal Power Plant Waste as Slow Release Fertilizer Solihin , B. D. Erlangga, Eki N. Dida, Yusianita, A.Saepulloh, E.B. Santoso, Widodo Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Pusat Penelitian Geoteknologi, Komplek LIPI Jl. Sangkuriang, Bandung, 40135 Keyword A B S T R A C T geothermal silica amorphous waste material fertilizer slow release Geothermal power plant that has been developed in Indonesia is the alternatve environmental friendly power plant. Hot water vapour is pumped from rock layer of upper earth cxrust and streamed to turbine installation unit to generate electricity. But along with water vapour some of other minerals is a lso lifted to the earth surface and this material is still treated as waste material. One of them is non crystalline silica. This mineral can be used as raw material to synthesis slow release fertilizer. Slow release fertilizer is a newly type of fertilizer that can increase fertilizer utilization efficiency and also decrease the environmental impact caused by fertilizer utilization. The silica is processed through conventional mineral dressing operation and mixed with other reagent prior to campaction at 250 kPa. The r elease test shows that this material possess slow release property. With this slow release property, this material is one of the candidate materials that can used as slow release fertilizer. Kata Kunci S A R I K A R A N G A N panas bumi silika amorph limbah pupuk slow release Pembangkit listrik tenaga panas bumi yang sedang berlembang di Indonesia merupakan alternatif pembangkit listrik yang ramah lingkungan. Uap air panas dipompa dari lapisan batuan pada kerak bumi atas dan dialirkan ke unit instalasi turbin pembangkit listrik. Tetapi bersamaan dengan uap panas tersebut beberapa mineral terangkat dan menjadi mineral sampingan yang belum termanfaatkan secara optimal. Salah satunya adalah mineral silika non kristalin. Mineral ini dapat dimanfaatkan menjadi pupuk slow release yang sangat berperan dalam menaikan efisiensi. Mineral silica yang telah dibenefisiasi dicampurkan dengan berbagai bahan pengikat dan dicetak dengan tekanan 250 kPa. Hasil uji pelarutan menunjukan bahwa tablet hasil kompaksi tersebut tersebut memiliki karakteristik material slow release. Dengan adanya karakteristik slow release tersebut maka tablet hasil tersebut merupakan kandidat material yang dapat digunakan sebagai pupuk slow release. © Forum Tahunan Pengembangan Iptek dan Inovasi Nasional V, Tahun 2015  Corresponding author. E-mail address: solihinlipi.go.id 268 Forum Tahunan Pengembangan Iptek dan Inovasi Nasional V, Tahun 2015 PENDAHULUAN Populasi dunia menurut Bank Dunia akan terus meningkat dan mencapai 9.22 milyar pada tahun 2075 Department of Economic and Social Affairs United Nations 2004. Peningkatan populasi ini akan memerlukan peningkatan produktivitas pangan. Peningkatan produktivitas pangan ini dapat dicapai dengan meningkatan produktivitas pertanian. Peningkatan produktivitas pertanian dapat dicapai dengan cara memperluas lahan pertanian ekstensifikasi atau meningkatkan produksi panen pada lahan yang tetap intensifikasi. Tetapi bersamaan dengan peningkatan populasi tersebut, lahan untuk pertanian juga menurun karena digunakan sebagai lahan untuk perumahan atau industry Adachi 1999, Wasilewski 2004. Oleh karena itu cara yang dapat digunakan adalah dengan meningkatkan hasil tanaman pada lahan yang tetap. Peningkatan hasil tanaman ini bisa dilakukan melalui penggunaan pupuk untuk memperkaya tanah akan zat yang diperlukan tanaman. Pupuk adalah material yang digunakan untuk membantu pertumbuhan tanaman.Terdapat dua jenis pupuk yakni pupuk organic dan non-organik. Pupuk organic kadang tidak mencukupi jika diperlukan dalam jumlah yang besar International Fertilizer Association 2000. Kekurangan itu diisi oleh pupuk inorganic. Oleh karena itu sampai sekarang telah banyak dibuat pupuk inorganic dengan berbagai variasi komposisi. Pupuk yang digunakan dalam pertanian umumnya menganding unsur elementer dan unsur sekunder seperti potassium K, posfor P, dan magnesium Mg untuk membantu pertumbuhan tanaman. Pupuk telah diketahui sangat handal dalam meningkatkan hasil tanaman tetapi ternyata tidak semua unsur dalam pupuk diserap tanaman selama penggunaannya. Kecepatan akan tanaman dalam menyerap unsur-unsur yang berasal dari pupuk lebih rendah dari pelepasan unsur-unsur tersebut dari pupuk. Unsur-unsur yang tidak sempat diserap tanaman akan merembet ke bawah dan pada akhirnya akan mencemari air tanah Adetunji 1994. Untuk mengatasi hal ini diperlukan pupuk jenis lain dengan pepelasan unsur yang lebih lambat atau dapat dikendalikan, yang lazim disebut sebagai pupuk slow release . Di sisi lain, energi panas bumi telah lama dimanfaatkan sebagai pembangkit tenaga listrik. Uap panas dari bumi dialirkan ke permukaan dan digunakan sebagai penggerak turbin untuk pembangkit tenaga listrik. Tetapi bersamaan dengan uap panas tersebut terikutkan juga mineral-mineral lainnya seperti silika yang memiliki struktur non- kristalin. Sebenarnya mineral ikutan ini dapat digunakan sebagai bahan baku industri, diantaranya adalah sebagai bahan baku pupuk slow release. Oleh karena itu dalam penelitian ini akan dilakukan percobaan pembuatan pupuk slow release yang salah satu bahan-bakunya adalah silika tersebut. KERANGKA TEORIKERANGKA KONSEP Pupuk slow release adalah pupuk dengan pelepasan unsur nutrisi terkendali. Pengendalian atau pelambatan pelepasan usnur dari pupuk perlu dilakukan karena umumnya unsur dalam pupuk adalah kation atau anion yang mudah larut dalam air. Terdapat berbagai cara untuk mengendalikan atau memperlambat pelepasan unsur dari pupuk. Diantaranya adalah dengan membungkus pupuk dengan senyawa yang dapat memperlambat keluarnya unsur dari pupuk, menempatkan pupuk dalam matriks dengan kerapatan tinggi dan membuat senyawa yang secara natural memiliki sifat tidak mudah larut. Salah satu metode yang akan dicoba adalah dengan menempatkan pupuk tersebut dalam matriks silika, yang merupakan mineral ikutan limbah dari pembangkit listrik tenaga panas bumi. METODE PENELITIAN Bahan baku inti yang digunakan dalam penelitian ini adalah pupuk komersial atau senyawa yang mengandung unsur potassium, posfor, dan nitrogen. Bahan material penyanggamatriks yang digunakan adalah silika SiO 2 yang merupakan mineral ikutan limbah dari PLT panas bumi Dieng, Wonosobo. Silika terlebih dahulu dicuci bersih dengan aquades untuk menghilangkan senyawa garam yang menyertai limbah tersebut. Kemudain silika tersebut dikeringkan dan dihancurkan dengan proses milling hingga ukuran sekitar 100 mesh 74 mikron. Silika yang telah halus kemudian dicampur dengan pupuk konvensional dengan perbandingan 10 pupuk dan sisanya adalah silika. Bahan campuran tersebut kemudian dilakukan pengepresan pada tekanan 250 kgcm 2 . Jenis senyawa dalam silika limbah PLT panas bumi, pupuk dan pellet ditentukan melalui analisa X-Ray Diffraction menggunakan radiasi CuK- α. Unsur-unsur dalam silika ditentukan melalui analisa X-Ray Flourescence XRF. Sifat slow release ditentukan melalui uji pelarutan. Pellet dibenamkan dalam larutan aquadest 200 ml dan dalam setiap interval rentang waktu tertentu 5 ml larutan diambil sebagai sampel untuk dianalisa. Analisa unsur- unsur yang larut dalam air dilakukan melalui Atomic Absorption Spectrometry AAS. 269 Forum Tahunan Pengembangan Iptek dan Inovasi Nasional V, Tahun 2015 HASIL DAN PEMBAHASAN Gambar 1 menunjukan hasil analisa XRD terhadap silika limbah PLT Dieng. Terlihat bahwa bentuk kristal silika tersebut adalah non-kristalin amorphous . Kelihatannya silika yang terbentuk di dalam situs geothermal adalah silika yang terbentuk bersamaan dengan batuan beku dan belum mengalami proses-proses bertekanan tinggi sehingga bentuk kristalnya masih amorphous. Senyawa dengan bentuk kristal amorphous umumnya lebih reaktif dibanding senyawa dengan bentuk kristal definitif kristalin. Tetapi reaksi kimia yang melibatkan silika tersebut tetap memerlukan energi yang tinggi. Oleh karena itu dalam hal ini silika hanya digunakan sebagai matriks atau hanya direaksikan secara fisik. Gambar 1. Pola XRD silika yang merupakan mineral ikutan pada PLT panas bumi Dieng Sampel material hasil pencampuran dan pengepresan silika dan pupuk ditujukan pada Gambar 2. Sampel tersebut terlihat cukup masih dan dalam keadaan tanpa gaya dari luar tidak mengalami aberasi selama penanganan. Gambar 2. Sampel hasil pencampuran dan pengepresan silika dan pupuk Gambar 4. Morfologi permukaan sampel hasil pencampuran dan press pembesaran 30 x Analisa mikroskop optik terhadap sampel dipelihatkan pada Gambar 3. Morfologi permukaan sampel terdiri komponen pupuk yang terdistribusi dalam matriks silika. Diharapkan bahwa dengan terdikstribusinya pupuk dalan matriks silika tersebut, pelepasan berbagai senyawa dalam pupuk dapat diperlambat. Pola XRD dari pupuk diperlihatkan pada Gambar 3A. Komponen utama dari pupuk tersebut adalah kalium oksida KO 3 dan K 2 O 2 , kalsium posfat hidroksida Ca 10 PO 4 6 .OH 3 , dan Mg 3 PO 4 2 . Senyawa-senyawa tersebut adalah senyawa yang lazim digunakan sebagai pupuk. Gambar 3. Pola XRD dari A Pupuk, B Silika Dieng dan C Hasil proses antara silika limbah PLT Dieng dan pupuk Pola XRD dari campuran pupuk dan silika Dieng yang telah dipress diperlihatkan pada Gambar 3C. Setelah proses pencampuran dan pengepresan ternyata hanya ditemukan pola yang sama dengan silika Dieng pola amorphous , sedangkan senyawa-senyawa dalam pupuk tersebut tidak ditemukan. Hal ini kemungkinan disebabkan rendahnya konsentrasi pupuk dalam campuran. Kadar pupuk dibuat rendah dalam matiks silika agar penurunan kecepatan pelarutan pupuk selama 270 Forum Tahunan Pengembangan Iptek dan Inovasi Nasional V, Tahun 2015 berada dalam air dapat dengan drastis diturunkan. Terjebaknya senyawa-senyawa pupuk dalam matriks siliuka tersebut dapat menyebabkan hambatan pada pengeluaran senyawa pupuk tersebut. Senyawa-senyawa pupuk tersebut harus berdifusi melewati matrks atau struktur mikro silika, dan dengan demikian kecepatan pelarutannya dalam air akan jauh lebih lambat. Hambatan pelarutan senyawa pupuk ini dapat dimanfaatkan untuk mendapatkan efek slow release pada pupuk. Pola pelarutan antara pupuk biasa dan pupuk yang telah mengalami proses pencampuran dan pengepresan sangat berbeda. Sebagai perbandingan, dalam waktu kurang dari 1 jam kalium yang terdapat dalam pupuk yang tidak mengalami proses pencampuran dan pengepresan akan terlarut 100 . Sedangkan pupuk yang telah mengalami proses pencampuran dan pengepresan akan memiliki kurva pelarutan polynomial seperti yang ditunjukan pada Gambar 4. Pada 2 jam pertama hanya sekitar 40 kalium akan terlarutkan dan selanjutnya laju pelarutan akan menurun sesuai dengan kurva polynomial tersebut. Gambar 4. Kurva uji pelepasan kalium dari pupuk yang telah diproses melalui metode matriks Penambahan waktu penempatan sampel pupuk dalam air menambah konsentrasi pupuk dalam air dengan pola penambahan eksponensial. Pola ini eksponensial ini merupakan pola yang lazim ditemukan dalam uji pelepasan elemen dalam pupuk jenis slow release Liang 2007, Solihin 2012, Solihin 2013, Solihin 2010 sehingga dengan demikian sampel yang disintesa dengan metode pengepresan ini termasuk jenis pupuk slow release. KESIMPULAN Silika non-kristalin adalah mineral ikutan limbah hasil proses geothermal Dieng. Mineral tersebut dapat dimanfaatkan sebagai material matriks dalam pembuatan pupuk slow release. Proses pencampuran pupuk dan silika yang diikuti dengan pengepresan menghasilkan komposit dengan senyawa pupuk yang terjebak dalam struktur matriks silika non-kristalin Dieng. Uji pelepasan unsur kalium dari sampel hasil proses menunjukan pola pelepasan eksponensial seperti lazimnya pupuk slow release DAFTAR PUSTAKA Adachi M, Kanak P 1999 Agricultural land conversion and inheritance tax in Japan, RURDS Vol.11 No.2 pp. 127-140 Adetunji MT 1994 Nitrogen application and underground water contamination in some agricultural soils of South Western Nigeria, Fertilizer Research 37 pp. 159-163 Department of Economic and Social Affairs United Nations 2004, World Population to 2300, United Nations New York . International Fertilizer Association 2000 Fertilizer and their use , Food Agriculture Organization, pp.1-5 Liang R, Liu M, Wu L 2007 Controlled release NPK compound fertilizer with the function of water retention, Reactive Functional Polymers Vol. 67 pp. 769 –779 Wasilewski A, Krukowski K 2004, Land conversion for suburban housing, Environmental Management Vol. 34 No.2 pp. 291 –303 2004 Solihin, Tongamp W, Zhang Q, Saito F, Mechanochemical Route for Synthesizing KMgPO4 and NH 4 MgPO 4 for Application as Slow-Release Fertilizers , Ind. Eng. Chem. Res. 2010, 49, 2213 –2216 Solihin 2012, Sintesa Material Slow Release Dengan Teknik Mekano-kimia, Proceeding of Seminar Metalurgi dan Material Solihin 2013, Mechanochemical Synthesis of Potassium Magnesium Phosphate For Application as a Slow Release Fertilizer Material, Metalurgi, Metalurgi Vol 28 No 1 271 Forum Tahunan Pengembangan Iptek dan Inovasi Nasional V, Tahun 2015 Pembenah Tanah Dalam Perspektif Pembangunan Pertanian Berkelanjutan Ishak Juarsah Balai Penelitian Tanah, Jl. Tentera Pelajar No. 12, Cimanggu Bogor, 16114 Keyword A B S T R A C T soil conditioner perspective agriculture suistanable One alternative to improve the quality of degraded wetland is applying rectification soil combined with organic matter management and site- specific system of balanced fertilization based on soil testing and crop needs. The direct benefits of use of land for agricultural development rectification is changing wasteland into productive, so uptake of fertilizer can be improved, the production of rice plants can be increased, eventually import rice commodity dependence can be reduced gradually. Based on the Regulation of the Minister of Agriculture Number: 02 Pert HK.060 22006 is a ground rectification are synthetic materials or natural, organic or mineral solid or liquid form that can improve the physical, chemical, and biological. This paper is aimed at presenting the results of research related to the development of agriculture perspective rectification wetland and increase sustainable production of rice plants. Among experts rectification ground soil material known as a soil conditioner which is more specifically defined as synthetic materials or natural, organic or mineral, solid or liquid form that can improve soil structure, can alter the capacity of the soil hold and pull through the water, and can improve ability of soil to hold nutrients, so nutrients are not easily lost, and the plants are still able to absorb nutrients in the soil Kata Kunci S A R I K A R A N G A N pembenah tanah perspektif pertanian berkelanjutan Salah satu alternatif untuk meningkatkan kualitas lahan sawah yang telah terdegradasi adalah mengaplikasikan pembenah tanah yang dikombinasi dengan pengelolaan bahan organik serta sistem pemupukan berimbang spesifik lokasi berdasarkan uji tanah dan kebutuhan tanaman. Manfaat langsung penggunaan pembenah tanah bagi pembangunan pertanian adalah merubah lahan kritis menjadi produktif, sehingga serapan hara pupuk dapat ditingkatkan, produksi tanaman padi dapat ditingkatkan. Berdasarkan Peraturan Menteri Pertanian Nomor: 02PertHk.06022006 yang dimaksud dengan pembenah tanah adalah bahan-bahan sintetis atau alami, organik atau mineral yang berbentuk padat atau cair yang mampu memperbaiki sifat fisik, kimia, dan biologi. Dalam tulisan ini akan dibahas pembenah tanah Zeolit.Tulisan ini ini bertujuan menyajikan hasil-hasil penelitian terkait perpspektif pembenah untuk pembangunan pertanian lahan sawah dan peningkatan produksi tanaman padi berkelanjutan. Di kalangan ahli tanah bahan pembenah tanah dikenal sebagai soil conditioner yang secara lebih spesifik diartikan sebagai bahan-bahan sintetis atau alami, organik atau mineral, berbentuk padat maupun cair yang mampu memperbaiki struktur tanah, dapat merubah kapasitas tanah menahan dan melalukan air, serta dapat memperbaiki kemampuan tanah dalam memegang hara, sehingga hara tidak mudah hilang, dan tanaman masih mampu menyerap unsur-unsur hara dalam tanah. © Forum Tahunan Pengembangan Iptek dan Inovasi Nasional V, Tahun 2015  Corresponding author. email addres : juarsahyahoo.com. hp. 085885708467 272 Forum Tahunan Pengembangan Iptek dan Inovasi Nasional V, Tahun 2015 PENDAHULUAN Bahan pembenah tanah dapat digolongkan menjadi dua yaitu bahan pembenah tanah alami dan sintetis. Bahan pembenah tanah alami yang banyak digunakan oleh petani adalah kapur pertanian, fosfat alam, zeolit, bahan organik yang mempunyai CN rasio 7-12, blotong, sari kering limbah SKL, emulsi aspal bitumen, lateks atau skim lateks. Sedangkan bahan pembenah tanah sintetis yang sudah dipasarkan adalah VAMA, HPAN, SPA, PAAmPAM, Poly-DADMAC, dan Hydrostock. Jenis-jenis pembenah tanah tersebut telah beredar di pasaran dan banyak digunakan petani, namun hingga saat ini masih sangat sedikit informasi yang menjelaskan sejauh mana pembenah tanah tersebut digunakan baik menyangkut jenis, dosisnya dan pengaruhnya terhadap produksi pertanian. Berdasarkan Peraturan Menteri Pertanian Nomor: 02PertHk.06022006 yang dimaksud dengan pembenah tanah adalah bahan-bahan sintetis atau alami, organik atau mineral yang berbentuk padat atau cair yang mampu memperbaiki sifat fisik, kimia, dan biologi. Di kalangan ahli tanah bahan pembenah tanah dikenal sebagai soil conditioner yang secara lebih spesifik diartikan sebagai bahan- bahan sintetis atau alami, organik atau mineral, berbentuk padat maupun cair yang mampu memperbaiki struktur tanah, dapat merubah kapasitas tanah menahan dan melalukan air, serta dapat memperbaiki kemampuan tanah dalam memegang hara, sehingga hara tidak mudah hilang, dan tanaman masih mampu memanfaatkannya. Penggunaan pembenah tanah zeolit, kapur atau dolomit dan pupuk organik telah terbukti mampu meningkatkan produktivitas lahan suboptimal lahan kering masam dan mampu meningkatkan efisiensi pemupukan Mempertahankan kandungan bahan organik dalam tanah adalah merupakan tindakan yang harus dijalankan, sebab dapat meningkatkan indek stabilitas agregat tanah, memperbesar kemampuan tanah untuk menyerap air hujan, sehingga mengurangi aliran permukaan dan erosi, memperbesar infiltrasi air ke dalam tanah, menambah unsur hara, dan meningkatkan aktivitas mikroflora dan fauna tanah karena terbentuknya struktur tanah yang lebih baik Power dan Papendick, 1985. Pada kondisi jumlah koloid organik relatif konstan baik yang berasal dari pupuk kandang dan kompos dengan C-organik 7-12 .berperan sebagai pembenah tanah, sehingga berat jenis tanah turun, kadar air naik, ruang pori total naik, dan indek stabilitas agregat naik, aktivitas Al 3+ tanah mineral masam turun sampai akhirnya dicapai keseimbangan baru dari konsentrasi bahan organik tanah Tate, 1987. Penggunaan tanaman penutup tanah sebagai penghasil bahan organik dapat meningkatkan kualitas lahan melalui daun yang jatuh dan pangkasan bahan hijaunya. Salah satu upaya alternatif untuk meningkatkan kualitas lahan yang telah terdegradasimengalami kemerosotan adalah mengaplikasikan pembenah tanah zeolit yang dikombinasikan dengan pengelolaan bahan organik serta sistem pemupukan berimbang spesifik lokasi berdasarkan hasil uji tanah dan kebutuhan tanaman. Manfaat langsung penggunaan pembenah tanah bagi pembangunan pertanian adalah merubah lahan kritis menjadi produktif, sehingga produksi tanaman dapat ditingkatkan. METODOLOGI PENELITIAN Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah kajian dari hasil penelitian yang telah dilakukan dan diperoleh Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat Bogor, Balai Penelitian Tanah Bogor, Badan Litbang Pertanian terhadap pembenah tanah dalam perspektif pembangunan pertanian berkelanjutan. Bahan pembenah tanah yang akan dibahas dalam tulisan ini adalah Zeolit dan dolomite dipadukan dengan pengelolaan bahan organik. Penelitian ini bertujuan 1 menyajikan hasil-hasil penelitian yang terkait dengan penggunaan pembenah tanah untuk peningkatan kualitas lahan berkelanjutan 2 menyampaikan informasi kepada pengguna terhadap hasil-hasil penelitian yang diperoleh terhadapa penggunaan pembenah tanah dalam perspektif pembangunan pertanian untuk meningkatkan produktivitas lahan 3 menyelaraskan antara program pemerintah terhadap penggunaan pembenah tanah terhadap pembangunan pertanian spesifik lokasi. HASIL DAN PEMBAHASAN Pemanfaatn pembenah tanah Penelitian pemanfaatan bahan pembenah tanah untuk meningkatkan kualitas tanah di Indonesia sudah dirintis oleh Lembaga Penelitian Tanah saat ini namanya berubah jadi Balai Penelitian Tanah sejak tahun 1970, di antaranya dengan memanfaatkan emulsi bitumen, polyacrylamine PAM, dan lateks untuk perbaikan sifat fisik tanah. Meskipun menunjukkan hasil yang positif, namun penggunaan bahan-bahan tersebut tidak bisa dikembangkan pada level petani karena bahan tersebut sulit didapat dan relatif mahal. Selanjutnya bahan mineral alami seperti zeolit juga telah banyak dibuktikan manfaatnya dalam memperbaiki sifat-sifat tanah jika mempunyai KTK yang relatif tinggi. Sumber zeolit di Indonesia relatif banyak, berdasarkan hasil penyelidikan Direktorat Sumberdaya Mineral, jumlah cadangan 273 Forum Tahunan Pengembangan Iptek dan Inovasi Nasional V, Tahun 2015 sumberdaya zeolit di Indonesia tidak kurang dari 205.825.080 ton Husaini, 2007. Bahan pembenah tanah dibedakan menjadi 2 yaitu : alami dan sintetis buatan pabrik, dan berdasarkan senyawa pembentukannya juga dapat dibedakan dalam 2 kategori yakni pembenah organik termasuk hayati dan pembenah tanah an organik. Konsep penggunaan bahan pembenah tanah adalah : 1 Pemantapan agregat tanah untuk mencegah erosi dan pencemaran, 2 merubah sifat hidrophobic dan hidrofilik, sehingga merubah kapasitas tanah menahan air water holding capacity , 3 meningkatkan kapasitas tukar kation KTK tanah. Beberapa bahan pembenah, juga mampu menyuplai unsur hara tertentu, meskipun jumlahnya relatif kecil dan seringkali tidak semua unsur hara yang terkandung dalam bahan pembenah tanah dapat segera digunakan untuk tanaman. Lahan yang mengalami degradasi penurunan kualitas semakin meningkat dari tahun ke tahun, baik dari segi luasan maupun tingkat degradasinya. Hasil Penelitian Puslitbangtanak 1997 menunjukkan di 11 propinsi di Indonesia terdapat 10,94 juta ha lahan kritis. Berdasarkan data di 11 propinsi tersebut, diperkirakan luas lahan kritis di seluruh wilayah Indonesia akan lebih besar lagi. Oleh karena itu dibedakan suatu usaha untuk mempercepat laju pemulihan lahan-lahan tersebut. Jika bahan pembenah tanah akan dijadikan salah satu alternatif pemulihan lahan-lahan terdegradasi. Bahan organik tanah baik dalam bentuk pupuk kandang, pupuk hijau, kompos, sisa tanaman, dan lain sebagainya, merupakan bahan pembenah tanah yang sudah banyak dibuktikan efektivitasnya baik dalam memperbaiki sifat fisik, kimia, maupun biologi tanah. Limbah pertanian seperti blotong, skim lateks, dan lain-lain juga dapat dimanfaatkan sebagai pembenah tanah. Tabel 1 Tabel 1. Beberapa Contoh Bahan Pembenah Tanah Nama pembenah tanah Jenis Sintetis Vama maleik anhydride-vinyl acetate copolimers Organik HPAN Party hidrozed polyacrillonitril An-organik SPA sodium polycryl An-organik PAAMPAM Polyacrylamine 0rganik Poly –DADMAC Poly-deallyi dimethylammonium clorida An-organik Hydrostock An-organik Alami Emulsi Aspal Bitumen: hidrophobik dan hidrofilik An –organik Lateks, skim lateks Organik Kapur pertanian An-organik Fosfat alam An-organik Blotong Organik Sari kering limbah SKL Organik Zeolit An-organik Bahan organic dengan CN ratio = 7- 12 Permentan No. 02PertHK 06022003 0rganik Sumber : Sinar Tani Edisi 16-22 Mei 2007. Beberapa hasil penelitian juga menunjukkan bahan penggunaan bahan pembenah tanah mineral seperti zeolit berpengaruh lebih baik terhadap sifat-sifat tanah jika disertai dengan pemberian bahan organik. Oleh karena itu, bila bahan pembenah tanah akan dijadikan suatu kebijakan dalam usaha peningkatan produktivitas lahan pertanian di Indonesia, maka pemilihan bahan pembenah tanah tetap diprioritaskan pada bahan- bahan yang murah, bersifat insitu, dan terbarukan, bahan organik sebenarnya dapat memenuhi persyaratan tersebut. Pengadaan bahan organik baik yang bersifat insitu maupun dengan memanfaatkan sumber-sumber yang ada seperti sampah kota harus digalakkan. Pemanfaatan limbah pertanian dan lain sebagainya juga dapat dilakukan, namun perhatikan kemungkinan adanya kandungan unsur-unsur pencemar dan berbahaya seperti logam berat. Penggunaan bahan pembenah mineral harus diperhatikan dampak negatifnya terhadap lingkungan, perhatikan pula faktor ketersediaan, dan jaminan mutu, serta harga. Pemanfaatan bahan pembenah tanah yang bersifat sintetis, sebaiknya dihindari karena selain dikhawatirkan akan berdampak negatif terhadap lingkungan, harganya juga seringkali terlalu mahal. Pengaruh pembenah tanah terhadap sifat-sifat tanah Perbaikan struktur tanah dan daya pegang tanah terhadap air karena sifat fisik zeolit yang berongga, sehingga pemberian Zeolit pada tanah bertekstur liat dapat memperbaiki struktur tanah, pori-pori udara tanah ditingkatkan, sedangkan Zeolit yang diberikan pada tanah berpasir dapat meningkatkan daya pegang tanah terhadap air. Sifat-sifat tanah yang dipengaruhi zeolit antara lain adalah: 1 meningkatkan KTK tanah selama KTK zeolit diatas 100 cmol + kg -1 , jumlah Zeolit yang diberikan  5 tonha untuk tanah mineral masam yang didominasi mineral liat 1:1, 2 meningkatkan kalium tanah, hal ini disebabkan kandungan K 2 O dalam Zeolit klinoptilolite sekitar 3, sehingga pemberian 5 ton Zeolit klinoptilolite ha dapat mengkontribusi 150 kg K 2 O jika semua 274 Forum Tahunan Pengembangan Iptek dan Inovasi Nasional V, Tahun 2015 kalium tersedia. Namun tidak semua K yang berada dalam Zeolit dapat digunakan dengan segera oleh tanaman, sehingga masih perlu diberi tambahan pupuk K dengan takaran yang lebih kecil, 3 meningkatkan ketersediaan P, dari hasil percobaan bahwa pemberian Zeolit pada tanah Podsolik meningkatkn P dari 5.28 menjadi 20.1 mg P 2 O 5 kg Suwardi, 1997, dimana mekanisme peningkatan P diduga karena Ca dalam Zeolit mengikat P dalam tanah yang semula diikat oleh Fe dan Al, dan karena Ca dalam Zeolit mudah dilepaskan dalam bentuk dapat dipertukarkan, maka P yang diikat Ca menjadi tersedia, 4 memperbaiki sifat-sifat fisik tanah seperti struktur tanah dan daya pegang tanah terhadap air. Persen kejenuhan Al dapat digunakan sebagai parameter untuk menetapkan rekomendai pengapuran. Tanaman padi sawah, jagung, dan kedelai tidak harus diberi kapur jika persen kejenuhan Al tanahnya masing-masing  60,  40, dan  20. Pembenah tanah kapur pertanian terdiri atas Kalsit CaCO 3 dan Dolomit CO 3 .MgCO 3 berperan untuk memperbaiki pertumbuhan tanaman padi selama pH tanah di bawah 4.25 , kandungan Ca dapat ditukar 400 mg Ca kg -1 atau 20 mg Ca100 g atau 2 cmol + kg -1 Ca, kejenuhan Ca terhadap KTK 25 Melsted, 1953. Meskipun persentase kejenuhan Ca pada tanah yang ideal sekitar 65, tetapi bukan berarti takaran kapur yang diberikan untuk tanaman padi harus mencapai kejenuhan Ca pada nilai 65, sebab dengan penggenangan tanah masam dapat meningkatkan pH tanah. Meskipun kebutuhan kapur KK dapat ditentukan melalui pendekatan formulasi: KK = faktor [Al-dd+H-dd – batas kritis kejenuhan Al x KTKefektif] untuk lahan kering Wade et al ., 1986, tetapi tidak menutup kemungkinan formulasi tersebut digunakan untuk lahan basah. Pembenah tanah Dolomit CaCO 3 .MgCO 3 berperan untuk memperbaiki pertumbuhan tanaman padi selama pH di bawah 4.50, kandungan Mg dapat ditukar 25 mg Mg kg -1 atau 0.21 cmol + kg -1 , kejenuhan Mg 5 Melsted, 1953. Namun suatu jenis tanaman yang ditanam pada suatu tanah tertentu dengan kandungan Mg relatif rendah mungkin saja tidak respons terhadap pemupukan Mg, hal ini disebabkan oleh karena ion H + yang berasal dari akar melalui proses pertukaran kation sangat efektif melepaskan bentuk Mg tidak dapat ditukar menjadi bentuk Mg dapat ditukar sehingga dengan mudah diserap akar tanaman Christenson dan Doll, 1973. Magnesium dapat ditukar sangat nyata berkorelasi dengan persentase kejenuhan Mg dan secara konsensus bahwa persentase kejenuhan Mg sekitar 5 dari KTK tanah sudah cukup untuk hasil optimum dari berbagai jenis tanaman. Namun untuk tanaman-tanaman tertentu yang memerlukan konsentrasi kation-kation basa yang lebih tinggi dimana jeraminya dijadikan pakan untuk pencegahan penyakit hypomagnesaemia dari binatang memamah biak, maka persentase kejenuhan Mg sekitar 10 dari KTK adalah sangat dianjurkan untuk mempertahankan konsentrasi Mg dalam pakan ternak kering  0.2. Perbaikan sifat-sifat fisika dan kimia tanah ini akan meningkatkan keanekaragaman mikroflora dan fauna tanah yang penting dalam menjaga keseimbangan dinamis ekosistem tanah Pankhurst dan Lynch, 1993; Gupta, 1993. Pemberian pupuk kandang jangka dalam panjang dapat meningkatkan kadar humus 0.8-3; meningkatkan N-total dan N tersedia, P-tersedia, dan Si; meningkatkan kapasitas penyangga tanah, KTK, kation-kation dapat ditukar terutama Ca dan K di tanah sawah Yamashita, 1967. Pemberian 5 ton pupuk kandang, 1 ton kapur, serta pemupukan 45 kg N, 45 kg P 2 O 5 , dan 60 kg K 2 O ha -1 meningkatkan hasil padi 1-2 ton ha -1 dibandingkan kontrol pada lahan sawah bukaan baru di Bangkinang, Riau Jolid dan Herwan, 1987. Pupuk kandang mengandung: unsur hara yang dibutuhkan tanaman, asam humat, fulvat, hormon yang dapat memacu pertumbuhan tanaman sehingga serapan hara dapat ditingkatkan Tan, 1993. Asam organik utama yang dijumpai dalam tanah anaerobik adalah volatile aliphatic acids seperti asam format, asam asetat yang paling berlimpah, dan asam propionat Tsutsuki, 1983; Watanabe, 1984.. Pada saat tanah digenangi, konsentrasi asam meningkat 10-40 mMliter tergantung pada jenis tanah, jenis dan kandungan bahan organik, temperatur, dan konsentrasinya turun sampai 1 mmliter setelah 4 minggu penggenangan. Tanah berpasir dengan kandungan bahan organik tinggi menciptakan konsentrasi asam-asam organik tinggi, terutama pada temperatur di bawah 20 C. Pada tanah netral, konsentrasi asam-asam organik tidak melebihi 10 mMliter pada setiap periode penggenangan. Aplikasi jerami atau green manure meningkatkan konsentrasi asam-asam organik Tsutsuki, 1983. Kualitas pembenah tanah zeolit Pemberian Zeolit sebagai pembenah tanah sebaiknya diberikan dalam bentuk campuran antara ukuran halus dan kasar agar pengaruhnya dapat bertahan untuk beberapa tahun, sebab jika semua Zeolit yang diberikan 100 berukuran halus, akan memberikan pengaruh yang semakin baik akan tetapi daya tahannya lebih pendek. Takaran Zeolit yang diberikan tergantung pada tingkat degradasi lahan. Pada tingkat degradasi 275 Forum Tahunan Pengembangan Iptek dan Inovasi Nasional V, Tahun 2015 ringan dapat diberikan ≤ 5 tonha, tingkat degradasi sedang antara 5-10 tonha dan untuk tingkat degradasi berat antara 10-20 tonha. Efektivitas pembenah tanah dapat lebih ditingkatkan melalui pemberiannya di zone perakaran, sehingga penggunaannya akan lebih efisien dan lebih praktis. Efisiensi pemupukan sangat ditentukan oleh kualitas pembenah tanah yang digunakan. Hasil analisis KTK, contoh Zeolit Agro 2000, ZP.30 dan Zeolit produk PT Minatama masing-masing adalah: 25, 64, dan 35 cmol + kg -1 Tabel 2, namun masih di bawah kriteria Permentan Nomor: 02PertHK.06022006 yakni ≥ 80 cmol + kg –1 . Tabel 2 Hasil analisis KTK, kandungan unsur P, K contoh Zeolit Agro 2000, ZP.30 dan Zeolit asal PT. Minatama Lampung Jenis analisis Jenis Zeolit Zeolit Agro 2000 PT. Jaya Sakti ZP.30 PT. Jaya Sakti Zeolit PT. Minatama Lampung KTK cmol + kg -1 25 64 35 pH 1:5 8.4 8.7 5.9 P 2 O 5 0.01 0.13 0.11 K 2 O 0.01 0.01 0.03 Ca 21 8 1.16 Mg 0.21 0.24 0.27 Sumber : Aljabri dan Ishak Juarsah, 2007 Kandungan KTK contoh ZP.30 adalah 64 cmol + kg -1 yang dinilai sudah cukup tinggi, namun masih berada dibawah kriteria Permentan No. 02PertHK.06022006.  80 cmol + kg -1 . Perbedaan nilai KTK Zeolit yang ditetapkan berdasarkan prosedur penetapan KTK sebagaimana yang diberlakukan untuk contoh tanah selalu lebih rendah dibandingkan dengan prosedur penetapan KTK Zeolit yang ditetapkan dengan prosedur SNI, hal ini disebabkan oleh ukuran besar butir Zeolit dan nisbah Zeolit terhadap larutan amonium asetat. Semakin halus ukuran besar butir dan semakin lebar nisbah Zeolit terhadap larutan amonium asetat maka semakin tinggi nilai KTK Zeolit. Pembenah tanah terhadap efisiensi dan produktivitas lahan Efisiensi pemupukan sebagai dampak penggunaan pembenah tanah terhadap penggunaan pupuk SP-36, karena zeolit dapat menagkap sementara hara pupuk sehingga tidak hilang tercuci dan akan dilepaskan kembali untuk diserap akar tanaman. Prakoso 2006 memperoleh bahwa kehilangan N pupuk dalam tanah dapat ditekan dengan pembuatan pupuk slow release fertilizer SRF yang dibuat dari campuran urea dan Zeolit dengan perbandingan urea:Zeolit 50:50 memiliki nilai efisiensi yang lebih tinggi dari pupuk SRF dengan perbandingan urea: Zeolit 70:30. Pupuk SRF dengan perbandingan urea:Zeolit 50:50 mampu menghemat 30 penggunaan pupuk urea. Hasil penelitian di Lampung Tengah bahwa peningkatan produksi GKP sebagai dampak penggunaan pembenah tanah disebabkan takaran pupuk anorganik yang diberikan sesuai dengan dosis anjuran, sebaliknya jika penurunan produksi GKP disebabkan takaran pupuk anorganik yang diberikan lebih rendah dari dosis anjuran. Takaran pembenah tanah yang dianjurkan 100 kg Zeolit Agro 2000 50 kg pada lahan siap tanam dan 50 kg sebagai susulan dan 200 kg ZP.30 100 kg pada lahan siap tanam dan 100 kg sebagai susulan. Kemudian pupuk Urea diberikan sebanyak 200 kgha dan pupuk KCl sebanyak 50 kgha disesuaikan dengan kebiasaan dan pengalaman petani. Sedangkan pupuk SP-36 sama sekali tidak diberikan dengan alasan ZP.30 sudah diperkaya dengan hara P. Peningkatan produksi GKP meningkat sebesar 9.52 – 25 0.80 – 1.60 tonha adalah disebabkan bukan hanya karena pengaruh pembenah tanah Zeolit Agro 2000+ZP.30 saja, tetapi juga disebabkan oleh pemberian pupuk kandang, sehingga hara NH 4 + dari pupuk Urea dan K + dari pupuk KCl terperangkap didalam struktur Zeolit dan secara lambat dilepaskan kembali untuk dimanfaatkan tanaman. Sedangkan hasil penelitian peningkatan produksi GKP di Lampung Timur sebesar 4.76 –16.67 0.30 – 1.20 tonha adalah disebabkan pengaruh pembenah tanah Zeolit dan Dolomit, serta pupuk anorganik Urea, SP-36, dan KCl diberikan sesuai dengan dosis anjuran. Penggunaan pembenah meningkatkan produksi GKP dan tongkol jagung, hal ini disebabkan tanah sawah didominasi mineral 1:1 tipe kaolinit yang dicirikan antara lain: pH + 4.50 masam, KTK + 5 cmol + kg -1 rendah, Mg dapat ditukar 0.18 cmol + kg -1 sangat rendah, kejenuhan Mg 5 Al-Jabri dan Ishak, 2007. Kandungan Mg dapat ditukar 0.18 cmol + kg -1 sangat rendah, dan jika tidak diberi Dolomit maka dipastikan tanaman kahat Mg. Hasil penelitian menunjukan bahwa tanaman padi yang rusak akibat konsentrasi asam- asam organik yang tinggi, dan penurunan konsentrasi asam organik pada tanah masam mineral 2-4 minggu setelah penggenangan karena proses dekomposisi dan pembebasan gas methan CH 4 , akan mengganggu pertumbuhan akar, respirasi, dan serapan hara Yoshida, 1981, jika diberi pembenah tanah dari pupuk kandang takaran 276 Forum Tahunan Pengembangan Iptek dan Inovasi Nasional V, Tahun 2015 tinggi dengan dosis 100 kg SP-36 ha -1 + kompos jerami + 5 ton pupuk kandang kerbau ha -1 meningkatkan bobot kering gabah dan serapan hara K, dan meningkatkan efisiensi penggunaan pupuk anorganik Suriadikarta et al ., 2003. Kandungan C-organik tanah sawah umumnya 1 adalah merupakan salah satu ciri bahwa kualitas lahan sawah menurun yang mengakibatkan penurunan efisiensi serapan hara, sehingga tidak hanya bahan organik saja, tetapi juga pembenah tanah zeolit sebaiknya diberikan untuk meningkatkan KTK tanah sehingga efisiensi pemupukan dapat ditingkatkan. Aplikasi zeolit tidak sama dengan pembenah tanah lainnya kapur pertanian dan gypsum, sebab zeolit tidak mengalami break down dan jumlahnya masih tetap dalam tanah untuk meretensi unsur hara. Aplikasi zeolit berikutnya akan lebih memperbaiki kemampuan tanah untuk menahan unsur hara dan memperbaiki hasil. Zeolit tidak asam dan penggunaannya dengan pupuk dapat menyangga pH tanah, sehingga dapat mengurangi takaran kapur. Pemberian zeolit tidak hanya digunakan sebagai carriers hara tanaman, tetapi juga sebagai perangkap logam berat Cu, Cd, Pb, Zn sehingga uptake kedalam rantai makanan atau food chain dicegah atau berkurang Fuji, 1974. Namun kualitas zeolit baru terlihat jika pada proses produksinya dilakukan aktivasi sampai suhu 300 o C. Astiana, 1993. Meskipun mutu Zeolit alam dapat ditingkatkan setelah melalui proses aktifasi, tetapi tindakan aktifasi yang berlebihan baik dengan cara pemanasan, penambahan asam atau basa akan mengakibatkan kemampuan pertukarannya menurun, sebab terjadinya kerusakan struktur yang dapat diidentifikasi dari hilangnya intensitas puncak difraksinya pada hasil diffraktogram Astiana, 1993. Hal ini ditunjukkan setelah aktifasi pemanasan 255 C Zeolit Cikalong memiliki KTK 135.06 cmol + kg -1 , Bayah 121.78 cmol + kg -1 , dan Cikembar 79.70 cmol + kg -1 , sedang setelah pengasaman HCl 0.25 N, Zeolit Cikalong memiliki KTK 138.67 cmol + kg -1 , Bayah 115.77 cmol + kg -1 , dan Cikembar 90.34 cmol + kg -1 . Kemudian penambahan NaOH 0.5 mengakibatkan Zeolit Cikalong memiliki KTK 130.21 cmol + kg -1 , Bayah 119.01 cmol + kg -1 , dan Cikembar 84.85 cmol + kg -1 . Kristal zeolit adalah paling efektif sebagai penukar kation. KTK Zeolit 100 cmol + kg -1 mampu menyerap air, mengadsorpsi NH 4 + dan K + , sehingga meningkatkan efisiensi penggunaan pupuk. Prihatini et al ., 1987 melaporkan bahwa Zeolit sebagai pembenah tanah dengan takaran  1.000 ppm atau  2 tonha dapat meningkatkan KTK tanah mineral masam. Manfaat dan permasalahan Kandungan C-organik tanah yang cenderung terus menurun yang diikuti dengan penurunan kualitas lahan. Kualitas lahan sawah yang sudah menurun dapat diperbaiki dengan pemberian pembenah tanah, pupuk organik dan anorganik, sehingga produksi gabah dapat ditingkatkan. Zeolit sebagai pembenah tanah adalah mineral dari senyawa aluminosilikat terhidrasi dengan struktur berongga dan mengandung kation- kation alkali yang dapat dipertukarkan yang diberikan ke dalam tanah dengan jumlah relatif banyak dapat memperbaiki sifat-sifat fisik, kimia, dan biologi tanah sehingga produksi pertanian dapat ditingkatkan Pond dan Mumpton, 1984; Torii et al ., 1979; Townsend, 1979; Suwardi dan Goto, 1996; Simanjutak, 2002; Suwardi, 2007; Yamagata. 1967. Sifat khas dari Zeolit sebagai mineral yang berstruktur tiga demensi, bermuatan negatif, dan memiliki pori-pori yang terisi ion-ion: K, Na, Ca, Mg dan molekul H 2 O, sehingga memungkinkan terjadinya pertukaran ion dan pelepasan air secara bolak-balik. Pupuk Urea dan KCl yang diberikan ke tanah yang sebelumnya sudah diberi zeolit, maka kation NH 4 + -Urea dan kation K + -KCl dapat terperangkap sementara dalam pori-pori zeolit yang sewaktu-waktu dilepaskan secara perlahan-lahan untuk diserap tanaman. Zeolit mempunyai kerangka terbuka dengan jaringan pori-pori yang mempunyai permukaan bermuatan negatif dapat mencegah pencucian unsur hara NH 4 + -Urea dan kation K + -KCl keluar dari daerah perakaran. Zeolit berperanan untuk menahan sementara unsur hara di daerah perakaran, sehingga pupuk Urea dan KCl yang diberikan lebih efisien. Jika takaran pupuk yang diberikan sesuai anjuran maka residu pupuk berakhir lebih lama dengan peningkatan hasil yang lebih tinggi. Pembenah tanah baik dalam bentuk organik maupun mineral dapat diaplikasikan tidak hanya pada tanah kering, tetapi juga pada tanah sawah. Menurut Wade et al ., 1986, pembenah tanah kapur pertanian tidak perlu diberikan apabila kejenuhan Al dalam tanah:  40 jagung, dan  20 kedelai, dan  60 untuk padi sawah, sebab penggenangan sudah merupakan self-liming effect , kecuali jika Mg-dd 0.5 cmol + kg -1 dan kejenuhan Mg terhadap KTK efektif 5 maka Dolomit dapat diberikan untuk tanaman pangan. Sedangkan Zeolit dapat digunakan pada tanah-tanah dengan KTK sangat rendah 0.5 cmol + kg -1 seperti pada tanah-tanah Regosol atau Inceptisols yang belum berkembang bertekstur pasir; Podsolik Merah Kuning atau UltisolsOxisols; dan Latosol Coklat atau InceptisolsUltisols Simanjuntak, 2002. Sebaliknya Zeolit tidak dianjurkan pemberiannya pada jenis tanah yang mempunyai mineral liat alofan, sebab tidak dapat meningkatkan 277 Forum Tahunan Pengembangan Iptek dan Inovasi Nasional V, Tahun 2015 KTK tanah Suwardi, 1997. Masalah utama yang ditemukan pada tanah mineral masam di Indonesia adalah rendahnya kesuburan tanah serta tingginya kandungan Al dapat ditukar Al-dd, ternyata dapat diperbaiki dengan pemberian Zeolit. Permasalahan yang dihadapi saat ini dalam pemanfaatan zeolit sebagai bahan pembenah tanah adalah kualitas zeolit yang beredar di pasaran kualitasnya sangat beragam, dan sulit bagi pengguna untuk membedakan mana zeolit yang mempunyai KTK tinggi dan mana yang tidak. Masalah harga juga seringkali menjadi hambatan untuk memanfaatkan bahan ini pada level petani. Aplikasi pembenah tanah tidak sulit, tetapi karena jumlah yang diberikan dapat mencapai 500 – 1.000 kgha, sehingga membutuhkan tambahan biaya untuk tenaga kerja. Meskipun tambahan tenaga kerja yang banyak diikuti dengan peningkatan biaya tenaga kerja, tetapi peningkatan biaya produksi dapat ditutup dengan peningkatan produksi. Kendala eksternal ketersediaan bahan pembenah terutama Zeolit, sulit diperoleh di kios-kios saprodi pertanian, hal ini disebabkan maju dan mundurnya bisnis pembenah tanah sangat ditentukan oleh dampak positif dari penggunaan pembenah tanah. Jika pembenah tanah berdampak positif terhadap peningkatan hasil, maka petani dipastikan akan membeli pembenah tanah. Namun dengan semakin ramainya bisnis pembenah tanah terutama kaptanDolomit dan Zeolit, yang diikuti dengan maraknya penjualan pembenah tanah palsu, sehingga produksi tanaman menurun dan petani selalu dirugikan. KESIMPULAN DAN SARAN 1. Penggunaan pembenah tanah bermanfaat untuk meningkatkan produksi tanaman padi sekitar 10- 30, juga meningkatkan kesuburan tanah dan meningkatkan efisiensi serapan hara pupuk anorganik. 2. Penggunaan pembenah meningkatkan produksi GKP dan tongkol jagung, hal ini disebabkan tanah sawah didominasi mineral 1:1 tipe kaolinit yang dicirikan antara lain: pH + 4.50 masam, KTK + 5 cmol + kg -1 rendah, Mg dapat ditukar 0.18 cmol + kg -1 sangat rendah, kejenuhan Mg 5 3. Kebijakan nasional ke depan adalah menyusun strategi ”revitalisasi pembenah tanah” antara lain: i pengawalan teknologi pembenah tanah tentang uji mutu dan uji efektivitasnya, serta pengawasan kualitasnya yang beredar di pasar hendaknya dilakukan secara berkelanjutan, ii penyuluhan inovasi teknologi pembenah tanah dengan cara melakukan demonstrasi plot, sehingga petani cepat memahami perananan pembenah tanah terhadap peningkatan produksi. 4. Rekomendasi pembenah tanah untuk berbagai tipologi lahan dan komoditas belum banyak dilakukan, maka perlu dilakukan penelitian terhadap teknik blending yakni pencampuran Zeolit dengan pupuk Urea untuk menentukan nisbah N dengan Zeolit yang paling baik; DAFTAR PUSTAKA Al-Jabri, M. dan Ishak Juarsa. 2007. Produktivitas tanaman padi sawah pada tanah mineral masam di Lampung Timur. Prosiding Seminar dan Kongres Nasional HITI, Buku 1, halaman 301-309, 5-7 Desember 2007, UPN “VETERAN” YOGYAKARTA Astiana, S. 1993. Perilaku mineral Zeolit dan pengaruhnya terhadap perkembangan Tanah. Program Pascasarjana. IPB. Christenson, D.R., and E. C. Doll. 1973. Release of magnesium from soil clay and silt fractions during cropping. Soil Sci. 116:59-63. Fuji, Shigeharu. 1974. Heavy metal adsorption by pulverized Zeolites: Japan. Kokai 74,079, 849, Aug. 1, 1974, 2 pp. Gupta, V. V. S. R. 1993. The impacts of soil fauna and crop management practices on the dynamics of soil microfauna and mesofauna. P 107-124 In C. E. Pankhurst, B. M. Doube, V. V. S. R.. Gupta, and P. R. Grace Eds.. Soil Biota: Management in Sustainable Farming System. CSIRO. Press, Melbourne, Australia. Husaini. 2007. Karakteristik dan deposit pembenah tanah Zeolit di Indonesia. Puslitbang Teknologi Mineral dan Batubara Bandung. Dipresentasikan pada Semiloka Pembenah Tanah Menghemat Pupuk, Mendukung Peningkatan Produksi Beras, Dirjen Pengelolaan Lahan dan Air, Deptan. Bekerjasama dengan konsorsium Pembenah Tanah Indonesia pada 5 April 2007 di Jakarta. Tidak dipublikasian. Jolid, N. Dan Herwan. 1987. Pengaruh pemupukan NPK, kapur, bahan organik, dan hara mikro terhadap padi sawah bukaan baru. Laporan Hasil Penelitian tahun 19871988. Tidak dipublikasikan. Melsted, S. W. 1953. Some observed calcium deficiencies in corn under field condition. Soil Sci. Soc. Am. Proc. 17:52-54. 278 Forum Tahunan Pengembangan Iptek dan Inovasi Nasional V, Tahun 2015 Pankhurst, C. E. and J. M. Lynch. 1993. The role of soil biota in sustainable agriculture. P 3-9 In C. E. Pankhurst, B. M. Doube, V. V. S. R. Gupta, and P. R. Grace Eds.. Soil Biota: Management in Sustainable Farming System. CSIRO. Press, Melbourne, Australia. Pond, W. G., and F. A. Mumpton Ed. 1984. Zeo- agriculture: Use natural Zeolites in agriculture and aquaculture. International Committee on Natural Zeolite, Westview Press, Boulder, CO. Power, J. F., dan R. I. Papendick. 1985. Sumber- sumber organik hara. Dalam Teknologi dan Penggunaan Pupuk. Edisi Ketiga. Penerjemah D. H. Goenadi. Gadjah Mada University Press. Prakoso, T. G. 2006. Studi slow release SRF: Uji efisiensi formula pupuk tersedia lambat campuran urea dengan Zeolit. Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan. Fakultas Pertanian. IPB. Prihatini, T, S. Moersidi, dan A. Hamid. 1987. Pengaruh Zeolit terhadap sifat tanah dan hasil tanaman. Pemberitaan Penelitian Tanah dan Pupuk. No. 7: 5-8. Pusat Penelitian Tanah, Badan Litbang Pertanian, Departemen Pertanian. Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat. 1997. Statistik Sumberdaya LahanTanah Indonesia. Pusat Penelitian Tanah, Badan Litbang Pertanian, Departemen Pertanian. Simanjuntak, M. 2002. Penggunaan Zeolit dalam bidang pertanian. Program Studi Ilmu Tanah S-1. Jurusan Tanah. Fakultas Pertanian. IPB. Suriadikarta, D. A., W. Hartatik, dan G. Syamsidi. 2003. Penerapan pengelolaan hara terpadu pada lahan sawah irigasi. Dalam Prosiding Seminar Nasional PERHIMPI. Biotrop, 9- 10 September 2003. Suwardi and Goto, I. 1996. Utilization of Indonesian Natural Zeolite in Agriculture. Proceedings of the International Seminar on Development of Agribusiness and Its Impact on Agricultural Production in South East Asia DABIA, November 11-16, 1996 at Tokyo. Suwardi. 1997. Studies on agricultural utilization of natural Zeolites in Indonesia. Ph. D. Dissertation. Tokyo University of Agriculture. Suwardi. 2007. Pemanfaatan Zeolit untuk Perbaikan Sifat-sifat Tanah dan Peningkatan Produksi Pertanian. Disampaikan pada Semiloka Pembenah Tanah Menghemat Pupuk Mendukung Peningkatan Produksi Beras, di Departemen Pertanian, Jakarta 5 April 2007. Tidak dipublikasikan. Tan, K. H. 1993. Environmental Soil Science. Marcel Dekker. Inc. New York. Tate, R. L. 1987. Soil Organic Matter. Biological and Ecological Effects. A Wiley-Interscience Publication. John Wiley Sons. New York. Chichester. Brisbane. Toronto Torii, K. M., M. Hotta, and M. Asaka. 1979. Quantitative Estimation of Mordenite and Clinoptilolite In Sedimentary Rock II. Journal Japan Association Mineral Economic Geology 74 8. Townsend, R. P. 1979. The properties and application of Zeolites. The Proceeding of A Conference Organized Jointly by the Inorganic Cehemicals Group of the Chemical Society and the Chemical Industry. The City University, London, April 18 th – 20 th . Tsutsuki, K. 1983. Anaerobic decomposition of organic matter in submerged soils. A terminal report submitted to the International Rice Research Institute, Los Banos, Philippines. Wade, M. K., M. Al-Jabri, and M. Sudjadi. 1986. The effect of liming on soybean yield and soil acidity parameters of three red yellow podzolic soils of West Sumatera. Pemberitaan Penelitian Tanah dan Pupuk. 6:1-8. Pusat Penelitian Tanah, Badan Litbang Pertanian, Departemen Pertanian. Watanabe, I. 1984. Anaerobic decomposition of organic matter in flooded rice soils. Page 237-258 in Organic matter and rice. International Rice Research Institute, Los Banos, Philippines. Yamagata. 1967. Effect of Zeolite as soil conditioners: Internal Report of Agricultural Improvement Section, Yamagata Prefectural Government. Yamashita, K. 1967. The effects of prolonged application of farmyard manure on the nature of soil organic matter and chemical and physical properties of paddy soils. Bull. Kyushu Agric. Exp. Stn. 23: 11-156. 279 Forum Tahunan Pengembangan Iptek dan Inovasi Nasional V, Tahun 2015 Yoshida, S. 1981. Fundamentals of rice crop science. International Rice Research Institute, Los Banos, Philippines. 269 p. 280 Forum Tahunan Pengembangan Iptek dan Inovasi Nasional V, Tahun 2015 Analisis Finansial Agribisnis Terpadu Serei Wangi, Sawi dan Sapi Potong Financial Analysis of Agribusiness Integration of Citronella, Collards and Beef Cattle Hermanto 1 , Nugrahapsari, RA 2 1 Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat, Jl. Tentara Pelajar No 3, Bogor 2 Pusat Penelitian dan Pengembangan Hortikultura, Jl. Ragunan No 29A, Jakarta Keyword A B S T R A C T citronella collards beef cattle feasibility study The aim of this study was to analyze the feasibility of intercropping citronella and collards, and to analyze the feasibility of beef cattle fattening and citronella distillation. The research was conducted on May 2015. The research used feasibility study methods with investment criteria including Net P resent Value NPV, Benefit Cost Ratio BCR, Internal Rate of Return IRR, dan Payback Period. The results showed that intercropping citronella and collards feasible to be implemented on discount factor 14 . The results showed that values being obtained for NPV was 159,04 millionha, BCR was 2,04, IRR was 30, and payback period was 10 month 2 day. The results showed that beef cattle fattening and citronella distillation feasible to be implemented on discount factor 14 . The results showed that values being obtained for NPV was 5,50 billion, BCR was 1,30, IRR was 72, and payback period was 22 month 7 day. Kata Kunci S A R I K A R A N G A N serai wangi sapi sawi kelayakan studi Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kelayakan usaha tumpang sari sawi dan serai wangi, serta kelayakan usaha penyulingan minyak serai wangi dan penggemukan sapi.Penelitian dilakukan pada bulan Mei 2015. Metode análisis yang digunakan adalah análisis kelayakan dengan kriteria investasi meliputi Net Present Value NPV, Benefit Cost Ratio BCR, Internal Rate of Return IRR, dan Payback Period. Hasil penelitian menunjukkan bahwa usaha tumpangsari sawi dan serai wangi yang dilakukan dalam jangka waktu 10 tahun layak untuk diusahakan. Pada tingkat discount factor 14 dihasilkan NPV sebesar Rp.159,04 juta per ha, BCR sebesar 2,04, IRR 30, dan payback period 10 bulan 2 hari. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa usaha penyulingan serai wangi dan penggemukan sapi potong yang dilakukan dalam jangka waktu 10 tahun layak untuk diusahakan. Pada tingkat discount factor 14 dihasilkan NPV sebesar 5,50 Milyar, BCR sebesar 1,30, IRR 72, dan payback period 22 bulan 7 hari © Forum Tahunan Pengembangan Iptek dan Inovasi Nasional V, Tahun 2015 email address: 1 hermantodjunedyahoo.com, 2 nugra_hapsariyahoo.co.id 281 Forum Tahunan Pengembangan Iptek dan Inovasi Nasional V, Tahun 2015 PENDAHULUAN Serai wangi merupakan salah satu jenis tanaman minyak atsiri yang dikenal dengan nama Citronella Oil. Hasil penyulingan dari komoditas ini adalah minyak serai wangi yang merupakan salah satu komoditas ekspor andalan Indonesia. Sebagai salah satu komoditas lokal Indonesia, pengembangan agribisnis minyak atsiri diharapkan akan berkontribusi besar dalam meningkatkan pendapatan petani dan pembukaan lapangan kerja. Feriyanto et al 2013 menjelaskan bahwa kebutuhan minyak atsiri dunia akan semakin meningkat seiring dengan meningkatnya industri modern seperti parfum, kosmetik, makanan, aroma terapi dan obat obatan. Namun pengembangan agribisnis minyak atsiri ini menghadapi berbagai permasalahan yang mencakup pengadaan bahan baku, respon petani, penanganan pasca panen, proses produksi, tataniaga, teknologi pengolahan dan peralatan penyulingan Damanik, 2007. Oleh karena itu diperlukan model agribisnis minyak serai wangi yang menguntungkan sehingga dapat menarik minat masyarakat untuk berinvestasi pada pengembangan komoditas ini. Salah satu cara yang dapat ditempuh adalah dengan menerapkan sistem pertanian terpadu yang mengintegrasikan antara ternak dan tanaman. Sistem pertanian terpadu telah diterapkan di Kabupaten Bandung yang merupakan lokasi penelitian dilakukan. Model agribisnis ini merupakan perpaduan antara budidaya serai wangi dan sawi secara tumpangsari yang terintegrasi dengan agribisnis penyulingan serai wangi dan penggemukan sapi potong. Usaha penggemukan sapi potong merupakan usaha dengan prospek menjanjikan, mengingat kebutuhan sapi di dalam negeri masih belum mampu dicukupi oleh peternak di Indonesia. Permasalahan ini disebabkan oleh populasi dan produksi yang masih rendah Sugeng, 2007. Sementara sawi merupakan jenis sayuran yang memiliki nilai komersial cukup baik, memiliki konsumen yang terdistribusi merata mulai dari konsumen menengah ke bawah hingga kelas atas, budidaya nya cukup sederhana dan menjanjikan keuntungan yang baik Haryanto et al, 2007. Perpaduan dari ketiga komoditas tersebut diharapkan dapat menciptakan sistem pertanian berorientasi zero waste farming yang menguntungkan dan menciptakan insentif berproduksi bagi petani. Hal ini sangat penting mengingat Indonesia akan menghadapi era Masyarakat Ekonomi Asia MEA, yaitu suatu model integrasi ekonomi di kawasan ASEAN melalui pembentukan pasar tunggal dan basis produksi bersama dengan tujuan untuk membangun kawasan ekonomi yang kompetitif, adil dan terintegrasi dalam ekonomi global Austria 2011 dan Chia 2013. Dengan disepakatinya MEA blueprint , maka Indonesia harus bersiap menghadapi liberalisasi perdagangan baik antar negara ASEAN maupun negara di luar ASEAN. Keterbukaan aliran modal, barang, jasa, investasi dan tenaga kerja memberikan tantangan bagi Indonesia untuk berproduksi secara efisien dan kompetitif, salah satunya dengan mengoptimalkan potensi sumberdaya lokal. Kebijakan di sektor pertanian Indonesia harus mampu menciptakan iklim investasi yang kondusif dengan harapan dapat menarik minat masyarakat luas untuk memanfaatkan potensi sumberdaya lokal melalui investasi di sektor pertanian. Oleh karena itu penelitian ini menjadi penting untuk dilakukan, yaitu mengetahui sejauh mana sistem pertanian terpadu sereh wangi, sawi dan sapi potong memberikan keuntungan bagi para pelaku yang terlibat. Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis kelayakan finansial integrasi agribisnis sereh wangi, sawi hijau dan sapi potong di Kabupaten Bandung. METODE PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei 2015. Pemilihan lokasi ini dilakukan secara sengaja purposive . Pertimbangan yang digunakan adalah lokasi penelitian merupakan salah satu contoh agribisnis terpadu antara tanaman dan ternak dengan sistem plasma. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan metode survei dan observasi langsung, serta wawancara menggunakan kuisioner. Data yang dikumpulkan merupakan data primer yaitu data biaya tetap, biaya variabel dan data produksi. Analisa data yang digunakan dalam penelitian ini dilakukan secara kualitatif dan kauntitatif. Adapun metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis kelayakan investasi. 282 Forum Tahunan Pengembangan Iptek dan Inovasi Nasional V, Tahun 2015 Asumsi yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Analisis dilakukan pada tingkat suku bunga 14 persen. Tingkat suku tersebut merupakan tingkat suku bunga pinjaman rata-rata Bank Umum yang didekati selama penelitian dilaksanakan Mei 2015. 2. Evaluasi kelayakan usaha pada penelitian ini dilakukan dalam jangka waktu sepuluh tahun sesuai dengan umur investasi terbesar dalam usaha penyulingan serai wangi yaitu alat penyulingan. 3. Analisis finansial akan dibedakan berdasarkan dua tipe pengusahaan yaitu dari sisi petani tumpangsari serai wangi dan sawi dan dari sisi pabrik penyulingan serai wangi dan penggemukan sapi. 4. Tumpangsari serai wangi dan sawi memiliki proporsi 23 serai wangi dan 13 sawi. 5. Petani serai wangi merupakan petani plasma yang mendapatkan pinjaman modal untuk pengolahan tanah, pupuk kandang, pupuk buatan NPK dan bibit. Pinjaman tersebut akan dibayarkan pada saat panen sesuai dengan harga pasar. 6. Petani plasma wajib menyetorkan hasil panen kepada pabrik penyulingan minyak dengan membayar biaya penyulingan. Penerimaan dari penjualan minyak serai wangi yang telah dikurangi dengan pembayaran pinjaman dan biaya menyulingan menjadi penerimaan bersih petani dan pabrik dengan sistem bagi hasil 60 untuk petani dan 40 untuk pabrik. 7. Pabrik penyulingan minyak tidak memiliki lahan sendiri, sehingga bahan terna serai wangi didapatkan dari petani plasma dan petani lain di daerah sekitar. Pabrik menerima penyulingan serai wangi dari petani plasma dan petani lain, serta pembelian bahan terna serai wangi dari petani sekitar. Jika petani menjual bahan terna serai wangi kepada pabrik artinya hasil minyak menjadi milik pabrik, sedangkan jika petani membayar biaya penyulingan artinya minyak menjadi milik petani. Untuk mengetahui kelayakan usaha dilakukan perhitungan metode discounted cashflow arus kas terdiskonto yang meliputi net present value NPV, benefit cost ratio BCR, internal rate of return IRR dan payback period. Net Present Value NPV, yaitu present value arus manfaat dengan present value arus biaya. Rumus yang digunakan dalam perhitungan NPV adalah sebagai berikut:        n t t t t i C B NPV 1 1 Dimana: B t = Penerimaan Benefit pada tahun ke-t i = Discout Rate C t = Biaya Cost pada tahun ke-t n = Umur proyek tahun Internal Rate of Return IRR, yaitu nilai discount rate social yang membuat NPV proyek sama dengan nol, dapat dinyatakan dengan rumus:   1 2 2 1 1 i i X NPV NPV NPV i IRR t     Dimana: i 1 = Discount rate yang menghasilkan NPV positif i 2 = Discount rate yang menghasilkan NPV negatif NPV 1 = NPV yang bernilai positif NPV 2 = NPV yang bernilai negative Benefit-Cost Ratio BCR, yaitu angka perbandingan antara jumlah present value yang positif dengan jumlah present value yang negatif, dapat dinyatakan dengan rumus:          n i t t t n t i t i C i B BCR 1 1 Tingkat pengembalian investasi payback period merupakan m etode ini mengukur lamanya waktu yang harus dialami sebelum suatu investasi menghasilkan sejumlah modal yang ditanam. Rumus metode ini adalah sebagai berikut: 283 Forum Tahunan Pengembangan Iptek dan Inovasi Nasional V, Tahun 2015 I V P  Dimana: P = Jumlah waktu tahun atau periode yang diperlukan untuk mengembalikan modal investasi V = Jumlah modal investasi I = Hasil bersih per tahunperiode atau hasil bersih rata-rata per tahunperiode HASIL DAN PEMBAHASAN Outflow dan Inflow Tumpangsari Sawi dan Serai Wangi Biaya yang dikeluarkan oleh petani yaitu biaya investasi dan biaya produksi. Investasi yang dikeluarkan petani yaitu pembelian sprayer Rp 500.000 berumur 5 tahun, sehingga pada tahun keenam dikeluarkan biaya reinvestasi pada peralatan tersebut. Pada awal budidaya, petani mengeluarkan biaya pengolahan tanah untuk usahatani sawi sebesar Rp 500.000 per ha, sedangkan pada usahatani serai wangi biaya awal yang dikeluarkan petani adalah sebesar Rp 12.500.000 per ha, yang terdiri dari upah tenaga kerja untuk persiapan penanaman sebesar Rp 6.500.000 per ha dan biaya bibit sebesar Rp 6.000.000 per ha. Kegiatan persiapan penanaman terdiri dari kegiatan pengolahan tanah, garit lubang, pemupukan dasar, penanaman, memupuk dasar dan penyiangan. Tanaman serai wangi memiliki umur lima tahun, sehingga pada awal tahun keenam biaya tersebut akan kembali dikeluarkan. Biaya operasional usahatani sawi pada setiap musim tanam terdiri dari biaya pembelian bahan, biaya tenaga kerja, dan biaya tak terduga. Bahan yang diperlukan antara lain pupuk urea, SP36, KCL. Sedangkan upah tenaga kerja dikeluarkan pada kegiatan persemaian, penanaman, penyiangan dan pemupukan, penyemprotan dan penyiraman, panen Tabel 1. Biaya operasional usahatani serai wangi terdiri dari biaya pembelian pupuk kandang sebesar Rp 450.000 dan pupuk buatan sebesar Rp 520.000. Biaya panen dan upah penyulingan besarnya akan bervariasi tergantung dari hasil panen dan rendemen, dimana hasil panen pada tahun pertama berbeda dengan hasil panen pada tahun kedua hingga kelima. Dalam penelitian ini besarnya rendemen adalah 6 persen. Tabel 1. Biaya Operasional Usahatani Sawi Per Musim Tanam No Biaya Operasional Jumlah Biaya RpPer Ha 1 Bahan - Urea 465.000 - SP36 800.000 - KCL 937.500 2 Upah - Pengolahan tanah 500.000 - Persemaian 50.000 - Penanaman 240.000 - Penyiangan dan pemupukan 180.000 - Penyemprotan dan penyiraman 90.000 - Panen 90.000 3 Biaya tak terduga 250.000 3.102.500 Penerimaan usaha budidaya serai wangi berasal dari keuntungan penyulingan minyak serai wangi dengan pembagian keuntungan untuk pabrik 40 dan petani 60. Panen pertama pada umur 6 bulan sebanyak 1.000 Kgha, umur 9 bulan sebanyak 1.000 KgHa, umur 12 bulan sebanyak 1.500 KgHa, selanjutnya tanaman serai wangi panen setiap tiga bulan sekali dengan jumlah produksi 2.000 KgHa hingga tahun kelima. Rendemen tanaman serai wangi sebesar 6 dengan harga jual Rp 170.000Kg. Penerimaan usaha budidaya sawi berasal dari penjualan sawi sebanyak Rp 14.000 Kg per musim tanam dengan harga jual Rp 1.100Kg. Dalam setahun terdapat dua kali musim tanam Analisis Finansial Tumpangsari Sawi dan Serai Wangi Berdasarkan hasil perhitungan analisis finansial dapat dilihat bahwa usaha tumpangsari sawi dan serai wangi memiliki NPV sebesar 159,04 juta rupiah per ha yang menunjukkan bahwa nilai sekarang present value dari pendapatan yang diterima bernilai positif sebesar 159,04 juta rupiah per ha selama sepuluh tahun pada tingkat discount rate 14 persen. Nilai BCR sebesar 2,04 menunjukkan bahwa usaha tumpangsari sawi dan serai wangi layak untuk dijalankan karena petani mendapatkan keuntungan dari usaha tersebut. Selain itu diperoleh nilai IRR sebesar 30 persen 284 Forum Tahunan Pengembangan Iptek dan Inovasi Nasional V, Tahun 2015 yang menunjukkan bahwa kemampuan proyek untuk mengembalikan modal yang digunakan lebih besar dari tingkat discount rate yang digunakan. Sementara payback period yang didapatkan yaitu sebesar 0,84 yang artinya usaha tumpangsari sawi dan serai wangi mampu untuk mengembalikan modal investasi pada saat proyek berumur 10 bulan 2 hari. Dari keempat kriteria tersebut dapat disimpulkan bahwa secara finansial usaha tumpangsari sawi dan serai wangi yang dilakukan oleh petani layak untuk dilaksanakan. Inflow dan Outflow Penyulingan Serai Wangi dan Penggemukan Sapi Biaya yang dikeluarkan oleh pabrik yaitu biaya investasi dan biaya produksi. Investasi yang dikeluarkan pabrik untuk usaha penggemukan sapi meliputi pembelian kandang untuk 40 ekor sapi dengan harga Rp 800.000 per kandang. Kandang sapi ini memiliki umur 10 tahun. Biaya investasi lainnya yaitu pembelian mesin pencampur konsentrat senilai Rp 64 juta berumur 10 tahun, mesin pencacah hijauan pakan ternak senilai Rp 20 juta berumur 4 tahun, dan peralatan kandang senilai Rp 3 juta berumur 3 tahun. Bakalan sapi yang dibeli oleh petani sebanyak 40 ekor per siklus 4 bulan dengan bobot Rp 400 kgekor dan harga Rp 50.000 per Kg. Investasi yang dikeluarkan pabrik untuk usaha penyulingan serai wangi meliputi pembangunan tempat produksi senilai Rp 50 juta berumur 10 tahun, pembelian mesin dan peralatan suling senilai Rp 60 juta berumur 10 tahun, dan pembelian perlengkapan pabrik senilai Rp 30 juta berumur 4 tahun. Biaya operasional usaha penggemukan sapi per siklus terdiri dari pembelian hijauan pakan ternak senilai Rp 9,6 juta, konsentrat senilai 100,8 juta, obat obatan senilai 4 juta, tenaga kerja dan keamanan senilai Rp 16 juta, listrik senilai 1,2 juta, biaya lain lain senilai Rp 1 juta, dan biaya transportasi penjualan senilai Rp 6 juta. usahatani sawi pada setiap musim tanam terdiri dari biaya pembelian bahan, biaya tenaga kerja, dan biaya tak terduga. Bahan yang diperlukan antara lain pupuk urea, SP36, KCL. Biaya operasional usahatani penyulingan serai wangi per tahun terdiri dari pembayaran gaji karyawan senilai Rp 72 juta dan biaya untuk memberikan modal kepada petani plasma sebesar Rp 13.470.000 per ha. Bantuan modal tersebut digunakan untuk membiayai pengolahan tanah dan pembelian bibit sebasar Rp 12,5 jutaha pada awal tahun pertama dan awal tahun keenam. Bantuan modal lainnya yaitu sebesar Rp 970.000ha digunakan untuk pengeluaran yang bersifat rutin yaitu pembelian pupuk kandang dan pupuk buatan NPK senilai Rp 970.000ha. Bantuan modal tersebut mengikat petani untuk menyulingkan serai wangi ke pabrik tersebut. Hasil penjualan serai wangi petani akan dipotong untuk membayar pinjaman dan biaya penyulingan. Penerimaan usaha budidaya serai wangi berasal dari keuntungan penyulingan minyak serai wangi dikurangi dengan pembayaran pinjaman dan biaya penyulingan. Penerimaan bersih dari penjualan minyak serai wangi akan dibagi 40 untuk pabrik dan 60 untuk petani. Analisis Finansial Penyulingan Serai Wangi dan Penggemukan Sapi Berdasarkan hasil perhitungan analisis finansial dapat dilihat bahwa usaha penyulingan serai wangi dan penggemukan sapi potong memiliki NPV sebesar 5,50 Milyar yang menunjukkan bahwa nilai sekarang present value dari pendapatan yang diterima bernilai positif sebesar 5,50 Milyar selama sepuluh tahun pada tingkat discount rate 14 persen. Nilai BCR sebesar 1,30 menunjukkan bahwa usaha penyulingan serai wangi dan penggemukan sapi layak untuk dijalankan karena petani mendapatkan keuntungan dari usaha tersebut. Selain itu diperoleh nilai IRR sebesar 72 persen yang menunjukkan bahwa kemampuan proyek untuk mengembalikan modal yang digunakan lebih besar dari tingkat discount rate yang digunakan. Sementara payback period yang didapatkan yaitu sebesar 1,85 yang artinya usaha penyulingan serai wangi dan penggemukan sapi mampu untuk mengembalikan modal investasi pada saat proyek berumur 22 bulan 7 hari. Dari keempat kriteria tersebut dapat disimpulkan bahwa secara finansial usaha penyulingan serai wangi dan penggemukan sapi yang dilakukan oleh petani layak untuk dilaksanakan. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa usaha tumpangsari sawi dan serai wangi yang dilakukan dalam jangka 285 Forum Tahunan Pengembangan Iptek dan Inovasi Nasional V, Tahun 2015 waktu 10 tahun layak untuk diusahakan. Pada tingkat discount factor 14 dihasilkan NPV sebesar 159,04 juta per ha, BCR sebesar 2,04, IRR 30, dan payback period 10 bulan 2 hari. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa usaha penyulingan serai wangi dan penggemukan sapi potong yang dilakukan dalam jangka waktu 10 tahun layak untuk diusahakan. Pada tingkat discount factor 14 dihasilkan NPV sebesar 5,50 Milyar, BCR sebesar 1,30, IRR 72, dan payback period 22 bulan 7 hari. Berdasarkan hasil penelitian, disarankan kepada pabrik untuk mengoptimalkan pemanfaatan limbah serai wangi dan sawi untuk pakan ternak sapi. Pabrik juga disarankan umemperluas petani plasma untuk menjamin kepastian pasokan, sehingga idle capacity dapat diminimalkan. DAFTAR PUSTAKA Austria, MS. 2011. “ Moving Towards an ASEAN Economic Community ”. Filipina: Springer Science+Business Media, East Asia 2012 29, Hlm.141 –156. Chia, SY. 2013. ASEAN Economic Community: Progress, Challenges, and Prospects . Jepang: Asian Development Bank Institute. Damanik, S. 2007. Analisis Ekonomi Usahatani Serai Wangi Studi Kasus Kecamatan Gunung Halu, Kabupaten Bandung Selatan. Bul. Littro . XVIII2. 203-221. Feriyanto, YE, PJ. Sipahutar, Mahfud, P. Prihatini. 2013. Pengambilan Minyak Atsiri dari Daun dan Batang Serai Wangi Cymbopogan winterianus Menggunakan Metode Distilasi Uap dan Air dengan Pemanasan Microwave. Jurnal Teknik Pomits . 21. 93-97. Haryanto, E, T. Suhartini, E. Rahayu, H. Sunarjono. 2007. Sawi dan Selada . Penebar Swadaya. Jakarta. Sugeng, YB. 2007. Beternak Sapi Potong . Penebar Swadaya. Jakarta. 286 Forum Tahunan Pengembangan Iptek dan Inovasi Nasional V, Tahun 2015 Pemetaan Peluang Pasar dari Penelitian Botani LIPI: Pendekatan Consumer Insight Mapping of Market Opportunities of LIPI’s Botanical Researches: A Consumer Insight Approach Diah Anggraeni Jatraningrum, Ragil Yoga Edi Pusat Inovasi LIPI, Gedung Inovasi LIPI Jl. Raya Jakarta -Bogor KM 47 Cibinong, Kab. Bogor, 16912 Keyword A B S T R A C T botanical research botanical market consumer insight quadrant analysis Attention to external conditions of RD institution by using patent data mining is one of the methods to review their position. In rapid changes of world, this study should be extended to consumer insight, which is output of the consumer research. Usually, consumer insight is used by fast moving consumer goods industries to attract customers in the open market as much as possible through products that have been produced. Botanical research outcomes are very closely associated with fast moving consumer goods. In the market, botanical products are known as food supplements or herbals to support health and fitness. From 2002 to 2014, LIPI as a government research institute, has collected 44 researches related to the botanical research topics that have been registered for patent by Center for Innovation, LIPI to the Directorate General of Intellectual Property. The outcome of LIPI’s botanical researches are similar with occurred in the market. Mapping studies for botanical researches in LIPI analyzed by using ‘quadrant analysis’ for condition specific opportunities which is consumer concern and perceived effectiveness in botanical market. The primary opportunity comes from the conditions wherein the effectiveness available supplement is ‘not very’ but the consumer concern abou t their health condition is ‘high’, and 19 outcome from botanical researches in LIPI is part of this area. Secondary, tertiary and quaternary opportunity from botanical researches in LIPI outcome to botanical market successively are 25, 31 and 25. Kata Kunci S A R I K A R A N G A N penelitian botani pasar produk botani consumer insight quadrant analysis Memperhatikan kondisi eksternal dari institusi RD dengan menggunakan patent data mining merupakan salah satu metode untuk melihat posisi institusi tersebut. Dengan perubahan dunia yang sangat cepat, metode ini harus diperluas sampai consumer insight , yang merupakan hasil kegiatan riset konsumen. Biasanya, consumer insight ini digunakan oleh industri fast moving consumer goods untuk menarik konsumen di pasar terbuka sebanyak mungkin melalui produk yang dihasilkan. Hasil penelitian terkait botani sangat erat berhubungan dengan fast moving consumer goods . Di pasar, produk-produk botani dikenal sebagai suplemen makanan atau herbal untuk mendukung kesehatan dan kebugaran. Dari tahun 2002 sampai dengan 2014, LIPI sebagai lembaga penelitian pemerintah, telah mengumpulkan 44 penelitian yang berhubungan dengan topik botani yang telah didaftarkan paten oleh Pusat Inovasi LIPI ke Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual. Hasil penelitian LIPI di bidang botani tersebut sama seperti yang terjadi di pasar. Pemetaan untuk penelitian botani di LIPI dianalisis menggunakan ‘quadrant analysis’ untuk kondisi peluang khusus dari consumer concern dan perceived effectiveness di pasar produk botani. Peluang yang paling utama berasal dari kondisi di mana ketersediaan barangnya di pasar terbatas tetapi tingkat perhatian dari konsumen mengenai kondisi kesehatan mereka tinggi, dan 19 hasil dari penelitian botani di LIPI adalah bagian dari area ini. Untuk peluang-peluang sekunder, tersier dan kuarter dari penelitian botani di LIPI berturut-turut adalah 25, 31 dan 25. © Forum Tahunan Pengembangan Iptek dan Inovasi Nasional V, Tahun 2015  Corresponding author. E-mail address: diah.anggraeni.jatraningrumlipi.go.id 287 Forum Tahunan Pengembangan Iptek dan Inovasi Nasional V, Tahun 2015 PENDAHULUAN Selama beberapa dekade sebelumnya, kegiatan penelitian dan pengembangan research development – RD identik dengan orientasi penelitian yang berbasis kapasitas internal inward looking dari lembaga litbang tersebut. Kondisi ini hampir terjadi pada semua RD di perusahaan- perusahaan dan entitas komersial lainnya, lembaga- lembaga litbang milik pemerintah, baik militer maupun sispil, perguruan tinggi dan sebagainya. Namun, dalam beberapa tahun terakhir focus perhatian pada factor eksternal RD outward looking menjadi begitu signifikan, terutama dalam hubungannya dengan kebutuhan pasar market , daya saing competitiveness dan tingkat keunggulan advantageous , yang kemudian lebih dikenal dengan competitive technical intelligent – CTI. Perusahaan-perusahaan komersial, lembaga- lembaga pemerintah, lembaga-lembaga militer dan pertahanan maupun masyarakat memiliki kebutuhan untuk mengetahui teknologi dari pesaing utama mereka dalam mengejar competitive technical intelligent – CTI tersebut. Mengingat bahwa meningkatnya hak kekayaan intelektual HKI menjadi salah satu indikator kemajuan teknologi, maka analisis HKI, khususnya paten, menjadi sangat penting untuk mengetahui perkembangan teknologi yang sedang terjadi di dunia sebelum satu organisasi melakukan investasi untuk RD Porter dan Newman, 2011. Membuat keputusan dalam mengambil topik penelitian dalam kondisi dunia yang cepat berubah merupakan suatu perpaduan antara seni dan ilmu. Untuk memberikan konteks, wawasan, dan inspirasi untuk pengambilan keputusan penelitian, RD penguasaan informasi yang komprehensif dan mutakhir tentang kondisi makro, serta tentang efek mikro ke dalam internal organisasi, khususnya untuk penelitian yang akan diputuskan tersebut pengolahan informasi teknologi memerlukan pendekatan yang memadai. Peneliti yang holistik mengakui bahwa lingkungan makro terus menyajikan peluang dan ancaman baru, dan mereka memahami bagaimana pentingnya untuk terus memantau, meramalkan, dan beradaptasi dengan lingkungan yang selalu berubah tersebut. Dalam beberapa tahun terakhir, eksternal RD telah berkembang dan meningkat secara signifikan. Seperti apa yang dilakukan oleh Chesbrough 2003; 2006, dengan mengembangkan sebuah organisasi RD dengan inovasi terbuka - Open Innovation . Inovasi terbuka ini memberikan manfaat dua arah dalam pertukaran kekayaan intelektual untuk meningkatkan inovasi teknologi. Dua arah manfaat bi-directional tersebut adalah ke dalam dan ke luar. Ke dalam, perusahaan mengambil keuntungan dari eksternal RD untuk berinovasi dalam produk dan layanan mereka. Sebaliknya, manfaat ke luar, bekerja secara proaktif untuk mengembangkan lisensi sendiri untuk orang lain berbasis pengetahuan dan penelitian Porter, 2007. Metode ini telah terbukti dalam berbagai proyek- proyek pengembangan produk, terutama produk dari industri untuk pemenuhan kebutuhan konsumen yang biasa disebut fast moving consumer goods - FMCG. Huston dan Sakkab 2006 menggambarkan bagaimana Procter Gamble – PG telah menempatkan eksternal RD ini ke dalam praktek RD sehari-hari untuk menciptakan setidaknya 35 dari berbagai elemen produk mereka sebagai produk inovatif baru. Ini merupakan hasil yang sangat menguntungkan dan mengambil manfaat dari inovasi terbuka Di dalam suatu perusahaan komersial, seseorang yang bekerja sebagai RD maupun pemasaran marketing yang baik, perlu memiliki wawasan insight yang luas untuk membantu mereka menginterpretasikan kinerja masa lalu serta memikirkan rencana kegiatan di masa depan. Untuk membuat kemungkinan keputusan taktis terbaik dalam jangka pendek dan keputusan strategis dalam jangka panjang, mereka membutuhkan informasi yang tepat, akurat, dan dapat ditindaklanjuti. Informasi ini dapat berupa semua wawasan tentang konsumen, persaingan, dan merek mereka di pasar. Menemukan wawasan terhadapat apa yang terjadi pada tingkat konsumen consumer insight dan memahami implikasinya pada strategi pemasaran dapat menghasilkan peluncuran produk yang sukses dan memacu pertumbuhan merek Kotler, 2012. Untuk menciptakan nilai bagi pelanggan dan membangun hubungan yang bermakna dengan mereka, pemasar harus terlebih dahulu mendapatkan informasi yang segar dan aktual, wawasan jauh ke dalam apa yang dibutuhkan dan inginkan oleh pelanggan, di mana dalam bahasa manajemen pemasaran sering dikenal dengan consumer insight tersebut. Perusahaan menggunakan wawasan pelanggan tersebut untuk mengembangkan keunggulan kompetitif. Semua ahli pemasaran akan sepakat, bahwa dalam dunia yang kompetitif seperti sekarang ini, perlombaan untuk keunggulan kompetitif adalah benar-benar sebuah perlombaan untuk pelanggan dan kemampuan dalam memperoleh wawasan dan pasar. Wawasan tersebut berasal dari tenaga pemasaran maupun informasi dari tenaga ahli pemasaran yang benar-benar melakukan survei di tingkat pasar dan konsumen. Data consumer insight biasanya disajikan dalam kuadran analisis grafik untuk menentukan peluang khusus dari berbagai kondisi yang diteliti, terdiri dari perhatian konsumen consumer concern dan efektivitas yang dirasakan perceived effectiveness . Beberapa perusahaan bidang riset pasar market 288 Forum Tahunan Pengembangan Iptek dan Inovasi Nasional V, Tahun 2015 research yang melakukan survei langsung ke konsumen untuk memahami apa yang terjadi dengan perhatian konsumen consumen concern dan efektivitas yang dirasakan perceived effectiveness tersebut. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia LIPI adalah salah satu lembaga RD pemerintah yang menghabiskan jutaan rupiah untuk melakukan penelitian produk-produk botani. Sejak tahun 2002, berdasarkan database paten Pusat Inovasi LIPI, ada 44 penelitian yang diidentifikasi sebagai penelitian botani. Produk-produk botani sangat dekat dengan konsumen sebagai consumer goods . Sebagian besar konsumen menunjukkan informasi yang sangat penting teutama dalam cara bagaimana mereka mempertahankan gaya hidup sehat dan seimbang, yang berasal dari botani atau herbal sebagai suplemen makanan. KERANGKA TEORITIS Berbagai lembaga dan perusahaan yang kegiatan litbangnya berorientasi pada pemenuhan kebutuhan pasar seringkali memperoleh consumer insight antara lain dengan mengamati perilaku konsumen. Perilaku konsumen consumer behaviour adalah kegiatan mengamati apa yang orang lakukan ketika mendapatkan, mengkonsumsi dan membuang produk dan jasa Blackwell, 2001. Dari sudut pandang penelitian akademis, perilaku konsumen mungkin dianggap sebagai bidang studi yang berkonsentrasi pada kegiatan konsumsi. Di masa lalu studi perilaku konsumen telah difokuskan terutama pada mengapa orang membeli. Baru-baru ini, fokus telah pindah ke menyertakan melihat perilaku konsumsi - dengan kata lain, bagaimana dan mengapa orang mengkonsumsi. Kumpulan perilaku tersebut memberikan consumer insight yang dapat dijadikan peluang bisnis dalam menciptakan produk yang disukai oleh konsumen. Dalam kajian ini, penulis mengambil hasil dari penelitian perilaku konsumen atas penggunaan produk-produk botani, supaya bisa dibandingkan dengan kondisi penelitian botani yang sudah dilakukan pada selang waktu tertentu. METODE PENELITIAN Metode penelitian ini adalah kualitatif dengan pendekatan studi literatur dan analisis deskriptif. Salah satu analisis deskriptif yang dilakukan adalah menggunakan kuadran grafik untuk membaca peluang dari kondisi tertentu sebagai salah satu cara pemetaan grafis dan teoritis dari RD. Analisis sejauh ini memberikan beberapa hasil awal yang menarik, namun sebagian besar yang bersifat deskriptif. Kami akan menunjukkan bagaimana pemetaan grafis dan teoritis dapat dijabarkan lebih lanjut untuk tujuan analisis lebih lanjut dan estimasi ekonometrik yang dapat memberikan wawasan yang berguna pada topik-topik penelitian botani merujuk kepada wawasan konsumen. Data consumer insight untuk penelitian ini, terutama produk-produk botani, didasarkan pada riset pasar yang telah dilakukan oleh perusahaan riset pasar untuk konsumen untuk perhatian tertentu dan efektivitas produk botani yang dirasakan pada tahun 2011 Natural Marketing Institute, 2011. Meskipun laporan dari consumer insight yang digunakan dalam kajian ini diperuntukkan bagi pasar Amerika Serikat, tetapi dengan mengasumsikan perhatian dan perilaku konsumen dan efektivitas diyakini mengindikasikan tren konsumen yang mirip dengan konsumen di sebagian besar orang di dunia. Kekuatan komunikasi pasar Amerika Serikat memberikan adovokasi dalam penggunaan produk terutama botani dan suplemen makanan. Data consumer insight biasanya disajikan dalam kuadran analisis grafik untuk peluang kondisi tertentu, terdiri dari perhatian konsumen dan efektivitas dirasakan. Beberapa perusahaan riset pasar selalu melakukan survei ke konsumen untuk memahami apa yang terjadi dengan perhatian konsumen dan efektivitas dirasakan tersebut. Jadi, kita akan melihat pemetaan peluang dalam penelitian botani ini berdasarkan perilaku konsumen berdasarkan grafik-teoritis ini. HASIL DAN PEMBAHASAN Consumer insight adalah salah satu hasil dari riset konsumen yang biasanya digunakan oleh perusahaan industri pembuatan barang-barang kebutuhan masyarakat – fast moving consumer goods FMCG untuk menarik pelanggan di pasar terbuka sebanyak mungkin melalui produk yang telah dibuat. Produk ini kemudian disampaikan kepada konsumen melalui komunikasi pasar. Komunikasi ini dapat secara besar-besaran dan intensif sehingga konsumen akan dengan senang untuk membeli produk tesebut. Consumer insight adalah tren konsumen makro dan berlangsung dalam jangka panjang. Pembuat produk harus mempertahankan keberadaan produk di pasar dan selalu memperlakukan mereka dengan cara yang lebih baik dan lebih baik lagi kepada konsumen. RD di perusahaan yang membuat produk harus mencari peluang pasar melalui wawasan yang telah dikeluarkan oleh riset pemasaran. Data ini dapat dilakukan oleh perusahaan itu sendiri atau oleh perusahaan survei eksternal yang telah dipercaya keakuratan dan akuntabilitasnya. Seperti halnya dengan fast moving consumer goods , topik penelitian RD milik pemerintahan juga bisa menggunakan data dari consumer insight untuk mengevaluasi kinerja dari penelitian yang telah dicapai. Apakah topik-topik penelitian yang 289 Forum Tahunan Pengembangan Iptek dan Inovasi Nasional V, Tahun 2015 dilakukan sama atau mendukung perilaku konsumen dan dengan semua yang terjadi di pasar. RD milik pemerintah semestinya bisa menjadi motor penggerak tren konsumsi dari masyarakat sehingga bisa mengangkat kekuatan sumber daya alam dalam negeri. Dengan mengetahui tren yang sedang berlangsung akan apa yang dibutuhkan oleh konsumen, akan mempertahankan penelitian- penelitian yang sedang berlangsung menjadi sangat inovatif karena memiliki pasar yang besar. Hasil penelitian botani ini sangat erat berhubungan dengan fast moving consumer goods . Di pasar, produk botani lebih dikenal sebagai suplemen makanan atau herbal untuk mendukung kesehatan dan kebugaran. Dari tahun 2002, LIPI sebagai organisasi RD milik pemerintah, telah mengumpulkan 44 penelitian yang berhubungan dengan topik-topik botani yang telah didaftarkan untuk paten oleh Pusat Inovasi LIPI kepada Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual, Kemenkumham RI. Hasil penelitian juga merujuk pada tren yang sama seperti yang terjadi di pasar dalam jangka suplemen makanan dan herbal untuk menunjang kesehatan dan kebugaran. Tabel berikut adalah hasil penelitian di lingkungan LIPI dengan topik botani dari berbagai pusat penelitian dari 2002-2014 yang telah terdaftar paten ke Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, Republik Indonesia. Tabel 1. Penelitian-penelitian Botani LIPI Tahun 2002-2014 No Penelitian Objek Tujuan P2 Tahun 1 Proses Pembuatan Antibiotik Mikroba tanah Antibiotik P2 Kimia 24-Jul- 02 2 Lidah Buaya Celup Lidah buaya Minuman kesehatan UPT BPPTK 7-Sep- 05 3 Bunga Rosela Seduh Rosela Minuman kesehatan UPT BPPTK 27-Jul- 06 4 Biskuit untuk Penyandang Autis Dekstrin garut dan tepung pisang Biskuit untuk penyandang autis Pusbang TTG Subang 5-Sep- 06 Selengkapnya dilanjutkan di bagian akhir tulisan ini Data ini kemudian dilakukan pemetaan berdasarkan hasil riset pasar yang sudah dilakukan pada tempat dan waktu tertentu untuk mendapatkan consumer insight berupa informasi dan tren yang terjadi di pasar berkaitan dengan produk botani. Data consumer insight diambil dari data yang dirilis oleh Natural Marketing Institute pada tahun 2011, yang diterbitkan oleh American Herbal Product Association www.ahpa.org. Untuk keperluan analisis, consumer insight ini sudah dalam bentuk grafik deskriptif dari kuadran analisis consumer perceived yang ada di pasar, yang akan menginformasikan peluang dari masing-masing topik, sebagai gambaran tentang apa yang sedang terjadi di pasar. Gambar 1 adalah analisis kuadran untuk peluang kondisi tertentu: Consumer Concern Perceived Effectiveness . Ada dua hal yang dilakukan pengukuran dan pembobotan, yaitu efektivitas suplemen yang tersedia di pasar dan perhatian konsumen dari kondisi kesehatan mereka. Terdapat empat kuadran dalam matriks, kuadran I, II, III dan IV, di mana dari deskripsi masing-masing deskripsinya, kuadran yang paling disukai adalah kuadran IV. Kuadran IV ini adalah berisikan jenis- jenis kondisi kesehatan dengan tingkat responsif dari konsumen tinggi sementara ketersedian produk- produk botani untuk pemenuhan kebutuhan konsumen akan kondisi tersebut sangat terbatas. Ini menjadi peluang opportunity primer. Karena di sinilah topik-topik penelitian yang akan menghasilkan bisnis baru yang produk-produknya sangat dibutuhkan oleh konsumen. Peluang primer terdiri dari kekhawatiran konsumen tentang kondisi kesehatannya yang terdiri dari: kanker cancer , penurunan daya ingat memory loss , stress stress , depresi depression , serangan jantung heart disease, kelebihan berat badan weight , radang sendi arthritis , dan nyeri sendi joint pain . Kuadran III adalah peluang sekunder, terdiri dari kondisi kesehatan konsumen berupa penuaan kulit aging skin , masalah konsentrasi concentration , aterosklerosis atherosclerosis , kesehatan kulit skin health , gelisah anxiety , masalah penglihatan vision , gangguan tidur sleep disorder , dan peradangan dalam tubuh inflammation in body . Berikutnya, kuadran I dan II diklasifikasikan sebagai daerah yang mempunyai peluang kurang menarik, di mana kuadran I yang paling tidak menarik. Kuadran II dikualifikasikan sebagai peluang tersier dan kuadran I sebagai peluang kuarter. Produk-produk botani di kuadran I dan II sudah banyak beredar di pasar. Artinya sudah banyak pemasoknya, sehingga secara bisnis, persaingan sangat ketat. Sementara konsumen tidak begitu khawatir dengan kondisi kesehatannya. Kuadran II terdiri dari pernernaan digestive , asam lambung acid reflux , demam dan pilek c o ld and flu , tekanan darah tinggi high blood pressure , kolesterol tinggi high cholesterol , letih lesu lack of energy . Sementara kuadran I terdiri dari pencernaan tidak teratur intestinal irregularly , meningkatkan kekebalan tubuh boost immunity, indigestion dan ketidakseimbangan gula darah blood sugar imbalance . 290 Forum Tahunan Pengembangan Iptek dan Inovasi Nasional V, Tahun 2015 Gambar 1. Kuadran Analisis Produk Botani untuk Peluang Kondisi Tertentu: Consumer Concern Perceived Effectiveness . Ada dua peluang yang mungkin menjadi pasar potensial dalam produk botani, yaitu peluang primer dan peluang sekunder. Peluang primer berasal dari kondisi di mana efektivitas tersedianya suplemen tidak banyak tetapi tingkat perhatian konsumen tentang kondisi kesehatan mereka tinggi. Suplemen disini berarti produk botani di pasar. Konsumen sangat sensitif dengan jenis kondisi yang disebutkan dalam peluang primer, tapi produk di pasar jarang didapatkan. Konsumen respek dengan suatu kondisi kesehatan tertentu dan berupaya untuk menggunakan bahan-bahan alami untuk penyembuhannya. Akan tetapi, pilihan akan produk-produk alami sangat terbatas. Peluang sekunder berasal dari kondisi di mana efektivitas tersedia suplemen ‘sedikit’ tetapi perhatian konsumen tentang kondisi kesehatan mereka juga rendah. Konsumen tidak terlalu banyak sensitif dengan jenis kondisi yang disebutkan dalam peluang primer, tapi produk di pasar jarang terjadi. Namun demikian, ini tetap menjadi peluang dalam penelitian botani, karena memang terbatasnya produk-produk dalam pemenuhan kebutuhan konsumen untuk peluang sekunder ini. Gambar 2 adalah pemetaan penelitian botani LIPI, berdasarkan hasil grafik deskriptif dari kuadran analisis consumer perceived yang ada di pasar. Dari pemetaan, topik penelitian yang paling banyak yang dilakukan oleh LIPI terkait botani berada di kuadran II sebagai peluang tersier. Kuadran II adalah area yang memiliki kompetisi yang tinggi, di mana banyak produk yang tersedia di daerah tersebut. Pada kuadran II ini, kondisi efektivitas tersedianya suplemen banyak tetapi tingkat perhatian konsumen tentang kondisi kesehatan mereka tinggi. Para produsen yang memiliki produk pada kuadran II, mereka akan saling berebut konsumen, berebut pasar, dan berebut brand image . RD perusahaan biasanya bekerja keras untuk menjaga kontinuitas dan sustainabilitas dari produk-produk mereka di pasar. Tidak jarang juga terjadi perang harga price war dari masing-masing perusahaan. Sebenarnya kegiatan penelitian dengan topik kuadran II tidak cocok untuk LIPI sebagai lembaga RD pemerintah. Ini cocok untuk RD perusahaan-perusahaan FMCG yang harus memperjuangkan produknya menang dalam perebutan konsumen. Jika dianalisis kuadran I, yang bisa dikatakan sebagai kuadran dengan peluang terendah, ada beberapa penelitian LIPI yang masuk ke dalam kuadran ini. Kondisi ini harus menjadi umpan balik ke internal peneliti, karena kalau mengembangkan kuadran I sudah bisa dipastikan peluang pasarnya kecil. Semestinya LIPI sudah meninggalkan area ini, karena secara pasar, melakukan penelitian ini sudah pasti tidak ekonomis dan jauh dari inovasi. LIPI akan kalah bersaing dengan industri pembuat produk- produknya langsung. Kuadran I adalah area yang memiliki kompetisi yang tertinggi, di mana banyak produk yang tersedia di daerah tersebut. Sementara jumlah konsumennya terendah. Gambar 2. Pemetaan Penelitian-penelitian Botani LIPI Berdasarkan Kuadran Analisis untuk Peluang Kondisi Tertentu: Consumer Concern Perceived Effectiveness . Sama dengan kuadran II, LIPI memiliki beberapa penelitian di kuadran III yang dikategorikan sebagai peluang sekunder. Topik ini sebenarnya lebih cocok untuk LIPI dibandingkan dengan kuadran II, karena produk-produk yang dikembangkan untuk pemenuhan kebutuhan konsumen masih sangat sedikit. Walaupun tingkat perhatian konsumen ’rendah’, tetapi dengan komunikasi pasar, tingkat perhatian ini bisa ditingkatkan. 291 Forum Tahunan Pengembangan Iptek dan Inovasi Nasional V, Tahun 2015 Peluang primer berasal dari kuadran IV yaitu kondisi di mana efektivitas tersedia suplemen tidak terlalu tetapi perhatian konsumen tentang kondisi kesehatan mereka tinggi. Ini sangat cocok dijadikan penelitian di lingkungan LIPI sebagai penggerak penyediaan hasil penelitian-penelitian botani. Dengan jumlah sumber daya manusia sebagai peneliti, dan dengan dukungan teknologi, ditambah lagi dengan kondisi pasarnya yang potensial, maka fokus utama LIPI harus berada pada kuadran IV. Industri mungkin belum masuk ke area ini, karena kalau dilihat dari jenis-jenis kondisi kesehatan yang terdapat di dalamnya bisa digolongkan kepada kondisi kesehatan yang ditakuti oleh konsumen, tetapi kasus kesehatannya sering dialami oleh konsumen. Tabel 2. Penelitian Botani LIPI 2002-2014 Berdasarkan Hasil Kuadran Analisis untuk Peluang Kondisi Tertentu: Consumer Concern Perceived Effectiveness . Peluang Penelitian LIPI Kuadran Persentase Penelitian Primer IV 19 Sekunder III 25 Tersier II 31 Kuarter I 25 Tabel 2 menjelaskan persentase penelitian- penelitian botani. Jika diurutkan dari penjelasan di atas maka terdapat 19 hasil dari penelitian botani di LIPI berpotensi secara pasar dan inovasi sebagai peluang primer. Terdapat 25 berada pada peluang sekunder di mana jenis produk terbatas walaupun tingkat tingkat perhatian konsumen ’rendah’. Tetapi dengan komunikasi pasar, tingkat perhatian ini bisa ditingkatkan. Peluang tersier dan kuarter secara berturut-turut terdapat 31 dan 25 dari penelitian- penelitian botani LIPI. Untuk selanjutnya, untuk mendapatkan consumer insight ini menjadi bagian dari kegiatan penelitian-penelitian LIPI dalam mengetahui apa yang sebenarnya terjadi di tingkat pasar dan konsumen. Karena inovasi hanya bisa dinilai jika hasil-hasil penelitian memiliki dampak secara ekonomi, memiliki peluang bisnis dan mendapatkan pasar. PENUTUP Peluang utama berasal dari kondisi di mana efektivitas tersedia suplemen tidak terlalu tetapi kekhawatiran konsumen tentang kondisi kesehatan mereka tinggi, dan 19 hasil dari penelitian botani di LIPI adalah bagian dari daerah ini. Peluang sekunder, tersier dan kuarter dari penelitian botani di LIPI hasil untuk pasar berturut-turut adalah 25, 31 dan 25. Sekarang, setelah kita mengetahui kondisi penelitian-penelitian botani LIPI dibandingkan dengan kuadran analisis, maka, untuk proyek-proyek penelitian botani selanjutnya, kuadran IV harus menjadi prioritas. LIPI semestinya bisa menjadi motor penggerak tren konsumsi dari masyarakat sehingga bisa mengangkat kekuatan sumber daya alam dalam negeri. UCAPAN TERIMA KASIH Penulis mengucapkan terima kasih kepada Kepala Pusat Inovasi LIPI yang telah mendorong dan memotivasi sehingga dihasilkannya tulisan ini serta perkenan untuk mengakses dan menggunakan data- data Paten yang dikelola sebagai data utama. DAFTAR PUSTAKA Blackwell, R. D. 2001. Consumer Behaviour, 9 Ed. Orlando: Harcourt College Publishers. Chesbrough, H. W. 2003. The Era of Open Innovation. MIT Sloan Management Review, Volume 44, Issue 9 , 35-41. Chesbrough, H. W. 2006. Open Innovation: The New Imperative for Creating and Profiting from Technology. Cambridge: Harvard Business School. Huston, L. S. 2006. Connect and Develop. Harvard Business Review, March Ed. , 58-66. Kotler, P. K. 2012. Marketing Management, 14 Ed. New Jersey: Pearson Prentice Hall, Inc. Natural Marketing Institute. 2011. The US Botanical Market: Latest Consumer Insight. New York: American Herbal Product Association www.ahpa.com. Porter, A. L. 2007. Technology Mining to Drive Open Innovation. International Conference on Technology Innovation, Risk Management and Supply Chain Management TIRMSCM pp. 1-13. Beijing: Universe Academic Press Toronto. Porter, A. L. 2011. Mining external RD. Technovation, Volume 31, Issue 4 , 171-176. 292 Forum Tahunan Pengembangan Iptek dan Inovasi Nasional V, Tahun 2015 Tabel 1. Penelitian-penelitian Botani LIPI tahun 2002-2014 lanjutan No. Penelitian Objek Tujuan Pusat Penelitian Tahun 1 Proses Pembuatan Antibiotik dan Antibiotik yang Diperoleh dari Proses Tersebut Mikroba tanah Pseudomonas pycocyane Antibiotik P2 Kimia 24-Jul-02 2 Lidah Buaya Celup Lidah buaya Minuman kesehatan UPT BPPTK 7-Sep-05 3 Bunga Rosela Seduh Rosela Minuman kesehatan UPT BPPTK 27-Jul-06 4 Biskuit untuk Penyandang Autis Campuran dekstrin garut dan tepung pisang Biskuit untuk penyandang autis Pusbang TTG Subang 5-Sep-06 5 Ekstrak, Total Flavonoid dan B- Sitosterol pada Tanaman Sukun Artocarpus altilis sebagai Obat Kardiovaskular Sukun Artocarpus altili s Kardiovaskular P2 Kimia 12-Dec-07 6 Penggunaan dan Dosis Pemberian Ekstrak Daun Jamblang untuk Terapi Penyakit Diabetes Jamblang Diabetes P2 Kimia 7-Oct-09 7 Enzim Inulinfruktotransferase dari Aktinomiset dan Proses Pembuatan Difruktosa Anhidrida III yang Melibatkannya Aktinomiset Difruktosa anhidrida III P2 Kimia 23-Nov-09 8 Proses Pembuatan Oligosakarida dengan Kultur Sel Aspergillus oryzae dan Produk yang Dihasilkannya Aspergillus oryzae Oligosakarida P2 Biologi 16-Dec-09 9 Senyawa Fenilbutanoid dari Rimpang Zingiber cassumunar Roxb sebagai Imunostimulan dan Proses untuk Menghasilkannya Zingiber cassumunar Roxb. Imunostimulan P2 Biologi 16-Dec-09 10 Ekstrak Alkohol dan Fraksi Turunan dari Empon-Empon sebagai Imunomodulator dan Proses untuk Memperolehnya Empon-empon Imunomodulator P2 Biologi 16-Dec-09 11 Penggunaan Ekstrak Etanol Daun Sukun Artocarpus communis untuk Pembuatan Obat Antidiabetes Tipe II Sukun Artocarpus communis Antidiabetes Tipe II P2 Kimia 22-Dec-09 12 Metoda Pembuatan Produk Probiotik Berbasis Non-susu sebagai Agen Antimikroba dan Penggunaan Produk yang Dihasilkannya Mikroba yang diisolasi dari sumber non-susu berupa buah-buahan dan sayuran Antimikroba P2 Biologi 3-Jun-10 13 Ekstrak dan Fraksi Aktif Hasil Fermentasi Streptomyces malaysiensis Strain TT41 sebagai Agen Anti Jamur dan Anti Virus Streptomyces malaysiensis strain TT41 Anti jamur dan Anti virus P2 Kimia 29-Jul-10 14 Proses Pembuatan Minuman Fungsional Sari Jagung Manis Probiotik dan Produk yang Dihasilkannya Jagung Minuman fungsional Pusbang TTG Subang 29-Jul-10 15 Senyawa Baru dari Streptomyces Malaysiensis Strain TT41 sebagai Obat Anti Virus RNA Streptomyces malaysiensis strain TT41 Anti virus RNA P2 Kimia 13-Aug-10 16 Proses Pembuatan Oligosakarida Berbahan Baku Bungkil Kelapa Sawit dan Produk yang Dihasilkannya Bungkil kelapa sawit Oligosakarida P2 Bioteknologi 2-Sep-10 17 Sediaan Farmasi danatau Kosmetik Nano-Emulsi yang Mengandung Asiatikosida dari Pegagan dan Ekstrak Jahe sebagai Bahan Anti Selulit Pegagan dan ekstrak jahe Anti selulit topikal P2 Kimia 13-Oct-10 18 Mikrokapsul Sediaan Farmasi danatau Kosmetik untuk Anti Selulit yang Mengandung Asiatikosida dan Ekstrak Jahe untuk Penggunaan Oral Pegagan dan ekstrak jahe Anti selulit oral P2 Kimia 12-May-11 19 Minuman Fungsional Diet Serat Berbasis Nanas dan Proses Pembuatannya Nanas Minuman fungsional Pusbang TTG Subang 29-Jul-11 293 Forum Tahunan Pengembangan Iptek dan Inovasi Nasional V, Tahun 2015 No. Penelitian Objek Tujuan Pusat Penelitian Tahun 20 Makanan Padat Berbahan Dasar Buah- Buahan dan Proses Pembuatannya Buah-buahan Makanan Pusbang TTG Subang 11-Aug-11 21 Minuman Sereal Siap Saji Berbahan Dasar Edamame dan Proses Pembuatannya Edamame Minuman sereal siap saji UPT BPPTK 21-Oct-11 22 Senyawa +-2,2-episitoskirin A sebagai Bahan Obat Antibakteri dan Antikanker Jamur Antibakteri dan antikanker P2 Biologi 21-Oct-11 23 Penggunaan Ekstrak Etanol Daun Brucea javanica untuk Pembuatan Obat Antikanker Brucea javanica Antikanker P2 Kimia 21-Oct-11 24 Metode Kokultur Bacillus megaterium dengan Monascus purpureus untuk Menghasilkan Produk Fermentasi Tanpa Sitrinin Bacillus megaterium dan Monascus purpureus Produk fermentasi tanpa sitrinin P2 Biologi 15-Dec-11 25 Metoda Pembuatan Sediaan Mikroenkapsulasi Probiotik yang Tahan Hidup pada Suhu Ruang Probiotik P2 Biologi 26-Jan-12 26 Penggunaan Senyawa Asperulosida sebagai Bahan Obat Antikanker Senyawa Asperulosida Antikanker P2 Kimia 24-Feb-12 27 Makanan Padat Siap Saji yang Mengandung Inulin Berbahan Dasar Buah-buahan dan Proses Pembuatannya Buah-buahan Makanan fungsional Pusbang TTG Subang 13-Apr-12 28 Ekstrak dan Fraksi untuk Bahan Obat Antidiabetes dari Tumbuhan Kalanchoe Kalanchoe Antidiabetes P2 Kimia 29-May-12 29 Pembuatan Oligosakarida dari Umbi Porang Amorphophallus muelleri blume Umbi Porang Amorphophallus muelleri blume Oligosakarida P2 Bioteknologi 8-Jun-12 30 Proses Pembuatan DFA III dari Umbi Dahlia Menggunakan Enzim Inulin Fruktotransferase dari Nonomurae sp ID06-A0189 Umbi Dahlia DFA III P2 Kimia 8-Jun-12 31 Ekstrak Hasil Fermentasi Kapang Endofilik Eupenicillium javanicum dari Tanaman Keladi Tikus Thyponium divaricatum L. sebagai Bahan Obat Kanker Keladi tikus Thyponium divaricatum L. Bahan obat kanker P2 Kimia 30-Aug-12 32 Formula Nutrisi Tambahan yang Mengandung Cincau Hitam Mesona palustris dan Proses Pembuatannya Cincau hitam Mesona palustris Formula nutrisi tambahan UPT BPPTK 30-Nov-12 33 Cincau Hitam Seduh dan Proses Pembuatannya Cincau hitam UPT BPPTK 12-Dec-12 34 Senyawa C 12 H 9 NO 6 dan Ekstrak n- Butanol Kapang Endofitik Eupenicillium javanicum Strain yang Mengandung Senyawa Dimaksud sebagai Obat Antikanker Kapang endofitik Eupenicillium javanicum strain Antikanker P2 Kimia 23-Apr-13 35 Makanan Padat Berprotein Tinggi Berbasis Kacang-kacangan Kacang-kacangan Makanan fungsional Pusbang TTG Subang 22-Oct-13 36 Biskuit dari Ubi Jalar Putih dan Beras Merah untuk Penderita Diabetes Ubi jalar putih dan beras merah Biskuit untuk penderita diabetes UPT BPPTK 10-Dec-13 37 Penggunaan Ekstrak Etanolik Peperomia pellucida L.Kunth sebagai Antiviral Dengue Peperomia pellucida L.Kunth Antiviral Dengue P2 Kimia 23-May-14 38 Penggunaan Ekstrak Daun Jengkol Archidendron pauciflorum sebagai Calon Obat Alami Antiviral Hepatitis C Daun jengkol Archidendron pauciflorum Antiviral Hepatitis C P2 Kimia 18-Jun-14 39 Biskuit Mengandung Antioksidan dan Trigliserida Rantai Sedang Berbahan Dasar Tepung Pisang dan Kelapa serta Proses Pembuatannya Pisang dan kelapa Antioksidan dan trigliserida Pusbang TTG Subang 23-Jul-14 40 Biskuit Sumber Kalium Berbahan Dasar Tepung Pisang dan Proses Pembuatannya Pisang Kalium Pusbang TTG Subang 26-Sep-14 294 Forum Tahunan Pengembangan Iptek dan Inovasi Nasional V, Tahun 2015 No. Penelitian Objek Tujuan Pusat Penelitian Tahun 41 Metode Pembuatan Starter Monascus purpureus untuk Menghasilkan Produk Fermentasi Tanpa Sitrinin Monascus purpureus Produk fermentasi tanpa sitrinin P2 Biologi 20-Nov-14 42 Penggunaan Senyawa Apigenin dan 6- Prenil Apigenin dari Daun Benda Artocapus elasticus sebagai Anti Kanker Payudara Benda Artocapus elasticus Anti kanker payudara P2 Kimia 28-Nov-14 43 Penggunaan Vaticanol B dari Kayu Kapur Dryobalanops aromatica sebagai Antiviral Hepatitis C dan Dengue Kayu kapur Dryobalanops aromatica Antiviral Hepatitis C dan Dengue P2 Kimia 23-Des-14 44 Penggunaan Butirolakton dari Kapang Aspergillus Terreus sebagai Antivirus Hepatitis Kapang Aspergillus terreus Antivirus Hepatitis P2 Kimia 23 -Des-14 295 Forum Tahunan Pengembangan Iptek dan Inovasi Nasional V, Tahun 2015 Peran Social Marketing Untuk Mencapai Sustainable Consumption Role Of Social Marketing To Achieve Sustainable Consumption Ayu Ekasari Universitas Trisakti, Jl. Kyai Tapa Grogol, Jakarta, 11440 Keyword A B S T R A C T consumer innovativeness attitude subjective norm, trust revealed information perceived knowledge purchase intention Sustainable Development is one of the agenda many countries, including Indonesia, would like to achieve should be approached by understanding consumption from individual perspective as a player. Marketing discipline can contribute through social marketing implementation by changing consumption pattern that leads to sustainable development. One of the sustainable consumption practices is using a reusable bag while shopping. Hopefully, this will eliminate negative impact of disposable plastic bag commonly used by consumer. A series of hypotheses were tested to find out whether consumer is willing to use a reusable bag. The main variables that drive purchase intention which are attitude, subjective norm , trust, perceived knowledge , and consumer innovativeness play significant role in forming positive consumers’ attitude towards reusable bag and their purchase intention . However, there is no significant influence of revealed information on attitude towards reusable bag. Results of this research can help social marketers e.g retailers to design social marketing campaign and educate consumers about the benefits of reusable bag. Kata Kunci S A R I K A R A N G A N inovasi konsumen sikap norma subjektif kepercayaan informasi pengetahuan yang dirasakan niat beli Sustainable Development sebagai salah satu agenda yang ingin dicapai banyak Negara di dunia termasuk Indonesia selayaknya didekati juga dari aspek konsumsi di level paling bawah, yaitu menyangkut individu sebagai pelaku langsung. Disiplin ilmu pemasaran dapat berperan melalui pemasaran social social marketing agar terjadi perubahan pola perilaku konsumsi yang mengarah pada tercapainya sustainable development. Salah satu praktek sustainable consumption adalah menggunakan kembali reuse tas yang digunakan untuk berbelanja. Praktek ini dilakukan untuk mengurangi dampak berbahaya limbah tas plastik yang dibuang begitu saja Serangkaian hipotesis diuji untuk mengetahui sejauh mana intensi konsumen untuk membeli resusable bag.Variabel-variabel utama pembentuk intensi pembelian yaitu attitude, subjectivenorm , trust, dan perceived knowledge dan consumer innovativeness benar mendorong konsumen membeli reusable bag. Disamping itu, tingkat innovativeness seseorangpun membuat sikap nya positif terhadap pembelian reusable bag. Demikian pula informasi yang tertera dalam reusable bag serta pengetahuan tentangnya bisa meningkatkan intensi pembelian reusable bag. Namun, tidak ada pengaruh signifikan informasi revealed information di kemasan reusable bag terhadap peningkatan sikap positif konsumen. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan bagi pengambil kebijakan yang membawahi usaha eceran serta pengecer pada khususnya untuk mengedukasi konsumen tentang manfaat reusable bag © Forum Tahunan Pengembangan Iptek dan Inovasi Nasional V, Tahun 2015 Corresponding authorayuekasari3gmail.com 296 Forum Tahunan Pengembangan Iptek dan Inovasi Nasional V, Tahun 2015 PENDAHULUAN Cepatnya pertumbuhan ekonomi di tiga dekade terakhir abad 20 ini telah mendorong konsumsi dan eksploitasi sumber daya alam yang berlebihan. Dampak yang kini dirasakan adalah kerusakan lingkungan, seperti meningkatnya gas rumah kaca, menipisnya lapizan ozon di atmosfer, sumber daya tanah dan air yang tercemar serta rusaknya ekosistem. Hal-hal tersebut menyadarkan akademisi, pecinta lingkungan maupun pemerintah untuk menjaga keseimbangan alam dengan berproduksi dan berkonsumsi yang sehat. Di tingkat global, banyak negara dan perusahaan besar di dunia mulai peduli pada konsep berkelanjutan sustainability dan menjadikannya sebagai agenda besar untuk dilaksanakan, seperti tertuang dalam Earth Summit di Rio de Janeiro tahun 1992 Peattie dan Charter, 2005; Schaefer dan Crane, 2005. PBB membentuk organisasi independen pada tahun 1983, World Commision on Environment and Development yang ditugasi mengidentifikasi masalah pembangunan dan ekonomi serta mencari solusinya. Badan ini juga dikenal dengan nama Brundtland Commision , diambil dari nama pimpinannya, Gro Harlem Brundtland, yang merupakan perdana menteri Norwegia. Salah satu anggota komisi adalah Emil Salim, mantan Menteri Kependudukan dan Lingkungan Hidup Republik Indonesia. Pada tahun 1987, Brundtland Commision menerbitkan sebuah laporan berjudul “Our Common Future” yang merupakan respons atas konflik yang muncul antara mempercepat pertumbuhan ekonomi dengan degradasi lingkungan di skala global. Dalam laporan tersebut, dicetuskan konsep sustainable development yang menitikberatkan pada keadilan antar generasi, yang berarti pemenuhan kebutuhan masa kini tidak boleh mengorbankan generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhan mereka. Menurut laporan tersebut, antara lingkungan dan pembangunan tidak bisa dipisahkan. http:www.hks.harvard.edu . Di ranah akademi, Brundtland Report memunculkan perdebatan yang menarik, apakah pemasaran berperan dalam memicu peningkatan konsumsi atau bisa memberi kontribusi terhadap pemecahan masalah lingkungan Peattie dan Peattie, 2008. Bahkan pemasaran sering disebut antithesis dari keberlanjutan, karena pemasaran mendorong orang melakukan konsumsi, sedangkan keberlanjutan justru mendorong orang untuk memenuhi kebutuhan mereka konsumsi tanpa mengorbankan kepentingan generasi mendatang Jones et.al, 2008; Her Majesty’s Government , 2005. Dari telaah para akademisi, pemasaran juga dapat berperan dalam mencapai sustainable development melalui sustainable consumption yaitu merubah perilaku individu di level individu agar mengarah pada keberlanjutan , seperti melakukan daur ulang, mengonsumsi makanan organik, maupun menjalankan pola hidup sehat serta berkonsumsi yang bisa melestarikan lingkungan demi generasi mendatang . Untuk mewujudkan sustainable consumption , diperlukan kesadaran individu untuk merubah pola konsumsinya agar mempertahankan kelestarian lingkungan. Melihat kritik terhadap pemasaran di atas, muncul pemikiran untuk memanfaatkan social marketing agar perilaku individu dapat diubah menuju gaya hidup berkelanjutan yang tidak merugikan lingkungan alam Peattie dan Peattie,2008. Sesuai perkembangannya sejak diperkenalkan oleh Zaltman dan Kotler 1971 hingga saat ini, makna social marketing tidak mengalami banyak pergeseran, yaitu penggunaan teknik-teknik pemasaran agar target audience secara sukarela bersedia menerima, menolak, mengabaikan dan memodifikasi suatu perilaku untuk mencapai manfaat bagi individu, kelompok maupun masyarakat Andreassen, 1995, Kotler et.al, 2002,. Social marketing bisa dipraktekkan oleh berbagai pihak, antara lain pemerintah, lembaga non profit maupun perusahaan manufacturingjasa. Salah satu konsumsi berlebihan adalah penggunaan tas plastik yang apabila dibuang sembarangan, akan mencemari tanah, karena plastik sukar terurai, sehingga dapat meracuni tanah, padahal tanah adalah salah satu sumber daya alam yang perlu dijaga kelestariannya. Penggunaan tas plastic paling banyak terjadi di perdagangan eceran retailing. 297 Forum Tahunan Pengembangan Iptek dan Inovasi Nasional V, Tahun 2015 Akhir-akhir ini retailers sudah menyadari dampak berbahaya tas plastic sehingga mereka mulai menawarkan tas belanja yang dapat digunakan kembali reusable bag , bukan sekedar tas plastik yang diklaim bisa didaur ulang dan cepat terurai. Fenomena baru ini cukup menggembirakan, karena retailer bisa dikatakan telah menerapkan social marketing, yaitu mengajak konsumen merubah perilakunya dengan menggunakan reusable bag untuk berbelanja . Di dalam Undang Undang Nomor 182008 yang mengatur tentang pengelolaan sampah juga disebutkan agar pelaku bisnis membatasi penggunaan kantong plastik dan mendorong konsumennya untuk mengurangi penggunaan kantong plastik saat berbelanja. Pemerintah Provinsi DKI Jakarta meluncurkan gerakan ‘diet kantong plastik’ pada periode 1 Juni-14 Juli 2013 dalam rangka memperingati HUT Jakarta ke 468. Kampanye tersebut diberi tema “Satu Bulan Tanpa Kantong Plastik” dan diadakan selama Jakarta Great Sale . Disamping konsumen, retailers yang berpartisipasi dalam Jakarta Great Sale juga dihimbau untuk tidak menyediakan kantong plastik bagi konsumen. www.jakarta.go.id . Oleh karena reusable bag adalah sesuatu yang baru, tentu diperlukan kampanye social marketing untuk mendorong konsumen mau menggunakannya. Pemasar, dalam hal ini retailer , harus mengetahui terlebih dahulu faktor-faktor yang bisa mempengaruhi intensi konsumen untuk merubah perilakunya, yaitu menggunakan tas yang sama dan dapat digunakan kembali reusable bag saat berbelanja. Untuk itu diperlukan sikap attitude positif konsumen bahwa reusable bag benar-benar lebih baik dan bermanfaat dibanding konsumen. Penelitian-penelitian terbaru meng- indikasikan bahwa berperilaku peduli lingkungan yang mengarah pada sustainable consumption banyak dipengaruhi oleh aspek psikologis yang ada dalam diri manusia Park dan Ha, 2012; Lao,2014; Shih, 2014; Chih dan Yu,2015, antara lain consumer innovativeness, attitude, subjective norm yang semuanya mengarah pada intensi melakukan perilaku peduli linngkungan . Beberapa peneliti menemukan bahwa untuk membangun sikap attitude positif konsumen dalam perilaku peduli lingkungan, perlu adanya kepercayaan trust, revealed information serta perceived knowledge yang ada dalam diri konsumen tentang perilaku peduli lingkungan yang dikampanyekan O’Fallon, 2007;Kim et.al, 2008; Garcia dan Margitris, 2008;Chih dan Yu, 2015. Seberapa paham seseorang akan informasi yang terkandung dalam perilaku peduli lingkungan misalnya kemasan serta pengetahuan yang dimiliki seseorang juga mempengaruhi sikap dan intensinya berperilaku peduli lingkungan. Consumer innovativeness merupakan salah satu aspek kepribadian yang merujuk pada kesediaan seseorang untuk menerima inovasi dan mengadopsinya mendahului orang lain Rogers dalam Lao, 2014. Beberapa peneliti menemukan bahwa consumer innovativeness mempengaruhi perilaku konsumen dalam hal inovasi dalam pemasaran, seperti online shopping dan e-banking Lassar et,al, 2005; Chang, 2007. Disamping itu secara psikologis terbukti bahwa pengaruh luar yang bisa berasal dari keluarga maupun teman subjective norm juga mendorong seseorang untuk menerima inovasi dalam perilaku peduli lingkungan seperti membeli makanan organic serta produk ramah lingkungan dan membuatnya berniat membeli purchase intention produk organik tersebut Kalafatis dan Pollard, 1999; Luo, 2010; Kim dan Chung,2011; Lao, 2014. Berdasarkan uraian di atas, penelitian ini akan menganalisa bagaimana berbagai antecedent sikap attitude terhadap perilaku peduli lingkungan yang relative baru ,yakni penggunaan reusable bag , dapat mengarah pada niat konsumen untuk menggunakan reusable bagpurchase intention demi terca- painya konsumsi berkelanjutan sustainable consumption. KERANGKA TEORI Sikap attitude adalah komponen penting dalam Theory-of-Reasoned Action Ajzen, 2001 yang sudah kokoh dan banyak dipakai untuk memahami perilaku konsumen dan merupakan predictor untuk purchase intention dalam TRA. Penelitian tentang perilaku peduli lingkungan banyak menggunakan TRA dan terbukti bahwa makin positif sikap seseorang terhadap perilaku 298 Forum Tahunan Pengembangan Iptek dan Inovasi Nasional V, Tahun 2015 peduli lingkungan, maka ia berniat melaksanakannya Magnuson et.al, 2003; Park dan Ha, 2012; Padel dan Foster, 2005; Honkanen et.al, 2006; Chih dan Yu, 2015; Lao, 2014. Subjective norm juga merupakan komponen TRA yang menggambarkan pengaruh dan tekanan sosial dari luar agar seseorang melakukan suatu tindakan Ajzen, 1991 dan banyak dipakai untuk memahami perilaku peduli lingkungan. Ajzen 1991 menyatakan bahwa subjective norm ditentukan oleh harapan orang lain bahwa seseorang sebaiknya mengikuti norma-norma yang berlaku di masyarakat. Dalam hal penggunaan reusable bag , tekanan sosial ini bisa berupa pendapat orang, berita dari media, kampanye sosial dari pemerintah dan lembaga non-profit. Adapun norma yang berlaku dan trend yang berlaku saat ini adalah sebaiknya orang melakukan konsumsi secara berkelanjutan, salah satunya adalah tidak mencemari lingkungan. Beberapa penelitian telah membuktikan pengaruh positif subjective norm terhadap intensi melakukan perilaku peduli lingkungan Chan, 2007; Dean et.al, 2008; Chih Yu, 2015. H1 : Attitude pada reusable bag berpenga- ruh positif terhadap purchase intention H2 : Subjective norm tentang reusable bag berpengaruh positif terhadap purchase intention Morgan dan Hunt 1994 menyatakan bahwa kepercayaan trust akan muncul jika salah satu pihak yakin akan integritas pihak lain yang menjadi partner dalam pertukaran. Selanjutnya trust juga menjadi faktor penentu timbulnya sikap positif dan intensi pembelian dalam konteks pemasaran Garbarino dan Johnson, 1999; Wu dan Chen, 2005; Gifford dan Bernard, 2006. Salah satu perilaku yang sustainable adalah konsumsi makanan organik, dan beberapa penelitian membuktikan bahwa makin percaya orang terhadap manfaat makanan organic akan mendorong mereka bersikap positif dan bersedia membelinya Wu dan Chen, 2005; Jannsen dan Hamm, 2012; Chih dan Yu, 2015. H3 : Trust berpengaruh positif terhadap attitude pada reusable bag H4 : Trust berpengaruh positif terhadap purchase intention Di sisi lain, informasi yang jelas adalah sangat penting bagi konsumen dalam pengambilan keputusan pembelian. Terlebih dalam memutuskan untuk menjalankan perilaku yang sustainable , misalnya membeli makanan organik, dibutuhkan informasi jelas dan kredibel sehingga tercipta trust dan attitude positif tentang makanan organic Gracia dan Margitris, 2008. Khusus untuk makanan organik, logo dan pelabelan berperan penting dalam menyampaikan informasi kepada konsumen karena dapat meningkatkan sikap positif dan intensi pembelian Zakowska-Biemans, 2011 serta membantu konsumen berpikir rasional terkait makanan organic O’Fallon et.al, 2007. Oleh karena penggunaan reusable bag merupakan salah satu jenis sustainable consumption juga , sama dengan konsumsi makanan organik, maka logo dan label yang memberi informasi tentang reusable bag juga diduga dapat meningkatkan sikap positif dan kepercayaan terhadap tas tersebut. H5 : Revealed information berpengaruh positif terhadap trust pada reusable bag H6 : Revealed information berpengaruh positif terhadap attitude pada reusable bag Pengetahuan yang dimiliki konsumen terkait suatu perilaku konsumsi dapat mempengaruhi sikap dan kepercayaan untuk melaksanakan perilaku tersebut. Beberapa penelitian terkait salah satu perilaku sustainable yaitu konsumsi makanan organik membuktikan bahwa pengetahuan konsumen tentang manfaat makanan organik meningkatkan sikap positif mereka terhadap makanan organik Gifford dan Bernard, 2006; Padel dan Foster, 2005. Terlebih lagi, makanan organik adalah sesuatu yang baru bagi konsumen, sehingga pengetahuan yang memadai tentang makanan organik, dapat meningkatkan kepercayaan mereka yang pada akhirnya mendorong mereka untuk membelinya Vermeir dan Verbeke, 2006;Hughner et.al, 2007, O’Fallon et.al, 2007; Gracia dan Margitris, 2008. 299 Forum Tahunan Pengembangan Iptek dan Inovasi Nasional V, Tahun 2015 Analog dengan pembahasan tentang makanan organik, konsumen perlu mempunyai pengetahuan yang cukup tentang mengapa mereka sebaiknya menggunakan reusable bag agar timbul kepercayaan dan sikap positif terhadap reusable bag . H7 : Perceived knowledge berpengaruh positif terhadap trust pada reusable bag H8 : Perceived knowledge berpengaruh positif terhadap attitude pada reusable bag Sebagai salah satu karakter dalam kepribadian, innovativeness menggambarkan derajat penerimaan seseorang akan sesuatu yang baru dan bisa dijadikan faktor untuk dieksploitir pemasar dalam mengampanyekan inovasi nya kepada konsumen Schifman dan Kanuk, 2011. Dalam konteks pemasaran, berbagai perilaku peduli lingkungan perlu dikampanyekan dan dengan memahami innovativeness yang ada dalam diri konsumen, pemasar bisa menerapkan strategi pemasaran yang tepat dengan menonjolkan innovativeness tersebut. Im et.al 2008 , Bartels dan Reinders 2010, Chang dan Zu 2007 dan Lao 2014 menemukan bahwa consumer innovativeness mendorong konsumen bersikap positif dan berniat membeli makanan organik serta pendingin ruangan hemat energi, dua diantara berbagai perilaku peduli lingkungan yang merupakan inovasi produsennya. Jika seseorang mempunyai sisi innovativeness tinggi dalam dirinya, ia cenderung bersedia menerima norma dan pengaruh yang berasal dari lingkungan eksternalnya. Diduga individu yang bersedia menerima hal-hal baru akan lebih toleran dan modern dalam menghadapi tekanan dari pihak lain untuk menerima suatu perilaku yang baru Lao, 2014. H9 : Consumer innovativeness berpengaruh positif terhadap attitude pada reusable bag H10 : Consumer innovativeness berpengaruh positif terhadap subjective norm Gambar 1. Rerangka Konseptual METODE PENELITIAN Rancangan penelitian ini berupa uji hipotesis dan dilakukan secara cross-sectional serta menggunakan konsumen individu sebagai unit analisis. Sebanyak 150 orang individu yang mengunjungi supermarket Carrefour, Hero dan Superindo minimal tiga kali dalam enam bulan terakhir ini . Construct Attitude, Subjective Norm, Trust, Revealed Information, Perceived Knowledge dan Purchase Intention berikut instrument- instrumennya diadopsi dari Chih dan Yu 2015, sedangkan construct Consumer Innovativeness dan intrumen-instrumennya menggunakan pengukuran dari Lao 2014. Kesemua instrument diukur menggunakan skala Likert 1-5, dimulai dari sangat tudak setuju 1 hingga 5 sangat setuju. Dari loading factor , dapat dilihat bahwa semua instrument lebih besar daripada 0.4, sehingga memenuhi persyaratan seperti dikemukakan Hair et.al 2006. Demikian pula semua construct mempunyai koefisien Cronbach Alpha di atas 0.6 seperti disyaratkan oleh Sekaran dan Bougie 2013. Analisis data dilakukan menggunakan software AMOS versi 19.1. Consumer Innovativen essss Revealed Information Perceived Knowledge Subjective Norm Attitude Trust Purchase Intention 300 Forum Tahunan Pengembangan Iptek dan Inovasi Nasional V, Tahun 2015 Table 1 Hasil Uji Validitas and Reliabilitas Variable Loading Factor Reliability Cronbach Alpha Revealed Information 0,8746 1. Menurut saya, label Reusable Bag gambar daun, simbol daur ulang memberikan informasi yang benar tentang Reusable Bag 2. Menurut saya, label Reusable Bag gambar daun, simbol daur ulang memberikan informasi yang akurat tentang Reusable Bag 3. Menurut saya, label Reusable Bag gambar daun, simbol daur ulang memberikan informasi yang memadai tentang Reusable Bag 4. Saya puas dengan informasi yang disediakan pada label Reusable Bag gambar daun, simbol daur ulang Perceived Knowledge 0,784 0,872 0,872 0,784 0,7615 1. Saya memiliki banyak pengetahuan tentang Reusable Bag 2. Menurut pendapat saya, rata-rata orang Indonesia memiliki banyak pengetahuan tentang Reusable Bag 3. Menurut pendapat saya, pemerintah memiliki banyak pengetahuan tentang Reusable Bag 4. Menurut pendapat saya, ilmu pengetahuan juga menyediakan banyak pengetahuan tentang Reusable Bag. 5. Menurut pendapat saya, industri retailereceran Supermarket dan Hypermarket juga menyediakan banyak pengetahuan tentang Reusable Bag. Subjective Norm 0,682 0,551 0,641 0,604 0,655 1. Menurut saya, keluarga saya berfikir saya sebaiknya membeli Reusable Bag. 2. Menurut saya, teman-teman saya berfikir saya sebaiknya membeli Reusable Bag. 3. Menurut saya, berita dan majalah mempengaruhi keputusan saya membeli Reusable Bag. 4. Menurut saya, dukungan pemerintah terhadap Reusable Bag mempengaruhi keputusan saya membeli Reusable Bag. Attitudes 0,711 0,769 0,734 0,652 0,7911 1. Menurut saya, Reusable Bag mengandung lebih sedikit bahan kimia di bandingkan tas plastik 2. Menurut saya, Reusable Bag lebih aman untuk digunakan dibandingkan tas plastik. 3. Menurut saya, Reusable Bag lebih sehat untuk digunakan dibandingkan tas plastik. 4. Menurut saya, Reusable Bag lebih nyaman digunakan dibandingkan tas plastik. 5. Menurut saya, Reusable Bag memiliki kualitas lebih unggul dibandingkan tas plastik. 6. Menurut saya, harga Reusable Bag lebih mahal dibandingkan tas plastik. 7. Menurut saya, Reusable Bag lebih menarik untuk digunakan dibandingkan tas plastik. Trust 0,478 0,776 0,805 0,637 0,720 0,455 0,498 0,8210 1. Saya berfikir retailereceranSupermarket dan Hypermarket menyadari tanggung jawab mereka tentang menyediakan Reusable Bag 2. Saya percaya retailereceran Supermarket dan Hypermarket yang menjual Reusable Bag benar-benar menjual tas yang berkualitas 3. Saya percaya pada label yang tertera di Reusable Bag gambar daun, simbol daur ulang 4. Saya percaya kepada retailereceran yang menjual Reusable Bag. 0,633 0,753 0,833 0,681 301 Forum Tahunan Pengembangan Iptek dan Inovasi Nasional V, Tahun 2015 Purchase Intention 0,8692 1. Jika Reusable Bag tersedia di retailereceranSupermarket dan Hypermarket, saya akan membelinya. 2. Saya bersedia untuk membeli Reusable Bag meskipun harganya mahal. 3. Kemungkinan saya membeli Reusable Bag sangat tinggi. 0,784 0,853 0,840 Consumer Innovativeness 0,8043 1. Saya suka menggunakan produk dengan desain dan fungsi yang baru. 2. Saya suka membaca berbagai informasi dan berita baru tentang produk baru 3. Saya suka mempelajari dan menguasai perubahan dan karakteristik dari produk baru 0,722 0,706 0,779 Sumber: Data diolah Mayoritas responden adalah perempuan berusia 19-23 tahun dengan jumlah seluruh responden perempuan sebesar 93 orang, dan responden laki-laki sebanyak 57 orang. Dari 150 responden yang terjaring, 148 orang pernah melihat reusable bag serta mayoritas mereka mengunjungi ketiga supermarket besar Carrefour, Hero dan Superindo 3-6 kali selama enam bulan terakhir ini. 1 49 50 ,7 32,7 33,3 39 39 ,0 26,0 26,0 1 60 61 ,7 40,0 40,7 2 148 150 1,3 98,7 100,0 Count of Total Count of Total Count of Total Count of Total 3 kali 6 kali 3 - 6 kali INTNSTS Total Tidak Ya PRNHLHT Total 46 9 2 57 ,0 30,7 6,0 1,3 38,0 2 75 11 5 93 1,3 50,0 7,3 3,3 62,0 2 121 20 7 150 1,3 80,7 13,3 4,7 100,0 Count of Total Count of Total Count of Total laki-laki perempuan JENKEL Total 18 tahun 19 - 23 tahun 24 - 27 tahun 28 tahun USIA Total Tabel 2 Jenis Kelamin Dan Usia Tabel 3 Intensitas Pernah melihat 302 Forum Tahunan Pengembangan Iptek dan Inovasi Nasional V, Tahun 2015 Dari tabel 4 dapat dilihat bahwa ada 22 orang responden yang mengetahui kegunaan resusable bag namun tidak memilikinya, sedangkan 124 orang mengetahui kegunaan dan memiliki reusable bag. Tabel 5 Hasil Uji Kesesuaian Model Jenis Pengukuran Goodness of Fit Index Nilai Cut-Off Kesimpulan Absolute Fit Measures Chi square 834.02 Diharapkan dalam nilai kecil Tidak goodness- of-fit ρ-value 0.000 ≥0.05 Tidak goodness- of-fit Normed chi-square CMINDF 2.129 Batas bawah 1, batas atas 5 Goodness-of-fit RMSEA 0.087 ≤0.10 Goodness-of-fit Incremental Fit Measures NFI 0.717 ≥0.90 Marginal fit CFI 0.824 ≥0.90 Marginal fit Sumber : Data diolah Dari tabel 5 dapat dilihat bahwa uji keseuaian model goodness-of-fit menunjukkan bahwa model penelitian bisa diterima, karena ada beberapa kriteria yang mencapai goodness- of-fit maupun marginal fit. HASIL DAN PEMBAHASAN Dari hasil pengujian hipotesis, hanya satu hipotesis yang tidak didukung, yaitu hipotesis 6 dengan ρ -value sebesar 0.207. Sedangkan kesembilan hipotesis lainnya dengan ρ -value di bawah 0.05 didukung seperti dapat dilihat pada tabel berikut: 2 2 1,3 ,0 1,3 22 126 148 14,7 84,0 98,7 24 126 150 16,0 84,0 100,0 Count of Total Count of Total Count of Total Tidak Ya TAHU Total Tidak Ya PNYREBAG Total Tabel 4 Mengetahui Mempunyai 303 Forum Tahunan Pengembangan Iptek dan Inovasi Nasional V, Tahun 2015 Tabel 6 Hasil Uji Hipotesis Hipotesis Coeffiecient p-value Keputusan H1 : Attitudes → Purchase Intention 0,338 0,026 H1: Didukung H2 : Subjective Norm→ Purchase Intentions 0,568 0,000 H2 : Didukung H3 : Trust → Attitudes 0,736 0,003 H3: Didukung H4 : Trust → Purchase Intentions 0,810 0,000 H4 : Didukung H5 : Revealed Information → Trust 0,171 0,008 H5 : Didukung H6 Revealed Information→ Attitudes 0,067 0,207 H6: Tidak didukung H7: Didukung H7 : Perceived Knowledge → Attitudes 0,467 0,018 H8 : Perceived Knowledge → Trust 0,625 0,000 H8 : Didukung H9 : Consumer Innovativeness → Subjective Norm 0,892 0,000 H9 : Didukung H10 : Consumer Innovativeness → Attitudes 0,311 0,009 H10 : Didukung Sumber: Data diolah 304 Forum Tahunan Pengembangan Iptek dan Inovasi Nasional V, Tahun 2015 Adanya pengaruh positif sikap attitude dan subjective norm terhadap intensi membeli reusable bag membuktikan Theory-of-Reasoned Action yang dikemukakan oleh Fishbein 1991 dan beberapa penelitian sebelumnya terkait perilaku peduli lingkungan Magnuson et.al, 2003; Park dan Ha, 2012; Padel dan Foster, 2005; Honkanen et.al, 2006; Chih dan Yu, 2015; Lao, 2013; Chan, 2007; Dean et.al, 2008. Hal ini memperlihatkan bahwa jika seseorang merasa reusable bag aman lebih aman, mengandung lebih sedikit bahan kimia, lebih sehat, lebih menarik dan nyaman untuk digunakan, maka ia terdorong untuk membeli dan menggunakannya untuk berbelanja. Adanya pengaruh positif kepercayaan trust terhadap sikap attitude pada reusable bag dan intensi membelinya juga menguatkan penelitian sebelumnya dalam konteks perilaku peduli lingkungan Wu dan Chen, 2005; Jannsen dan Hamm, 2012; Chih dan Yu, 2015. Pembuktian kedua hipotesis ini menunjukkan kepercayaan konsumen terutama terhadap retailer pengecersupermarket yang menjual reusable bag sehingga mereka berniat membeli dan menggunakannya. Yang menarik adalah walaupun informasi yang tertera pada reusable bag revealed information meningkatkan kepercayaan konsumen, namun tidak berpengaruh positif terhadap sikap akan reusable bag . Kedua hasil ini selain mendukung juga bertentangan dengan penelitian Chih dan Yu 2015 yang menyatakan revealed information berpengaruh positif terhadap sikap dan kepercayaan pada perilaku peduli lingkungan. Diduga walaupun informasi yang tertera pada reusable bag berupa gambar daun dan symbol daur ulang baru cukup membuat konsumen mempercayai bahwa supermarket tempat mereka berbelanja sudah bertanggung jawab akan perlunya menjaga kelestarian lingkungan, namun tidak cukup kuat membentuk sikap positif mereka terhadap reusable bag . Informasi yang tertera di tas belum bisa membuat konsumen yakin bahwa tas tersebut benar-benar lebih nyaman, sehat , aman , tidak mengandung bahan kimia serta nyaman digunakan. Keterangan yang ada di tas juga tidak memberi informasi tentang manfaat reusable bag , sehingga konsumen tidak merasa perlu membelinya. Selain itu, terdapat kemungkinan bahwa untuk meningkatkan sikap positif diperlukan terlebih dahulu kepercayaan sebagai variabel intervening seperti dikemukakan oleh Janssen dan Hamm, 2012; Vermeir dan Verbeke, 2006; Zakowska-Biemans, 2011. Dengan demikian seperti pembuktian penelitian- penelitian lalu, informasi yang tertera dalam reusable bag adalah predictor kuat untuk menimbulkan kepercayaan yang pada akhirnya akan meningkatkan sikap positif dan niat membelinya. Di sisi lain, pengetahuan yang dimiliki konsumen tentang reusable bag ternyata bisa memberi pengaruh positif terhadap sikap dan kepercayaan terhadap reusable bag seperti telah dibuktikan oleh beberapa peneliti sebelumnya Vermeir dan Verbeke, 2006;Hughner e t.al, 2007, O’Fallon et.al, 2007; Gracia dan Margitris, 2008 . Hasil ini memperlihatkan bahwa konsumen sudah mempunyai pengetahuan cukup tentang reusable bag, disamping mereka juga mengetahui bahwa pemerintah dan pengecer retailer sudah memberikan pengetahuan yang memadai tentang manfaat reusable bag . Tingkat innovativeness konsumen ternyata terbukti meningkatkan sikap positif mereka terhadap penggunaan reusable bag dan intensi untuk membelinya seperti dibuktikan oleh Lao 2014 tentang pengaruh consumer innovativeness terhadap sikap dan intensi melakukan perilaku peduli lingkungan. Mereka yang suka menggunakan produk dengan disain dan fungsi baru, gemar membaca informasi tentang produk baru serta suka mempelajari perubahan dan karakteristik produk baru, cenderung menganggap reusable bag memang lebih aman, sehat dan berkualitas serta bersedia membelinya. 305 Forum Tahunan Pengembangan Iptek dan Inovasi Nasional V, Tahun 2015 PENUTUP Penelitian ini merupakan pionir dalam memahami perilaku peduli lingkungan terkait penggunaan tas untuk berbelanja yang bukan terbuat dari plastik. Dengan menggunakan model penelitian yang menggabungkan beberapa variabel untuk melengkapi Theory-of-Reasoned Action yang sudah terbukti , penelitian ini mencoba menjelaskan faktor-faktor yang mendorong sikap positif dan intensi pembelian reusable bag , salah satu perilaku peduli lingkungan yang amat jarang diteliti. Oleh karena masyarakat Indonesia masih terbiasa menggunakan tas plastik saat berbelanja, beberapa saran bisa dilaksanakan oleh retailer dalam mengembangkan kampanye social marketing untuk merubah perilaku konsumen. Pertama, diperlukan informasi yang memadai di kemasan tas untuk mendorong konsumen mempercayainya dan bersikap positif akan pemakaian reusable bag . Saat ini beberapa reusable bag sudah menyantumkan simbol daur ulang dan kalimat tentang penyelamatan lingkungan, antara lain: “selamatkan lingkungan untuk hari esok yang lebih baik”, “sahabat lingkungan”, “lindungi lingkungan kita”, “ reduce, reuse, go green ”. Namun kalimat-kalimat tersebut masih terlalu abstrak dan normatif , sehingga perlu penjelasan lebih konkrit. Sebaiknya ditambahkan kaitan penggunaan reusable bag dengan penyelamatan lingkungan serta bahaya tas plastic bagi lingkungan terutama tanah. Kalimat-kalimat tersebut bisa dibuat dengan ringkas, padat dan diletakkan secara propo sional , misalnya: “hindari tas plastik sekali pakai yang bisa mencemari tanah, gunakan tas yang bisa digunakan kembali”. Oleh karena tidak ada pengaruh positif revealed information terhadap attitude , maka diperlukan informasi yang tepat dan konkrit untuk membangun kepercayaan konsumen terlebih dahulu . Kedua, retailer juga dapat meningkatkan pengetahuan konsumen melalui komunikasi pemasaran, yaitu banner yang terpasang di beberapa tempat di dalam supermarket terutama di pintu masuk dan tempat pembayaran, serta penempelan tulisan di sudut-sudut tertentu yang strategis agar konsumen mudah membacanya. Selain itu, dalam pencetakan brosur flyer yang sering dilakukan retailer saat ada promosi, juga dicantumkan pengetahuan tentang manfaat menggunakan reusable bag . Retailer juga perlu mengadakan kampanye khusus dengan memberi reward berupa hadiah atau potongan harga bagi konsumen yang berbelanja menggunakan reusable bag . Untuk mengomunikasikan manfaat reusable bag dapat juga dilakukan melalui website perusahaan , dengan menampilkan foto tas yang dijual serta pengetahuan terkait bahaya menggunakan tas plastik bagi lingkungan. Demikian pula, kasir yang melayani konsumen dilatih agar menawarkan reusable bag kepada konsumen dan secara singkat menjelaskan manfaatnya saat sedang melayani konsumen, disamping reusable bag itu sendiri diletakkan di dekat kasir untuk memudahkan konsumen melihatnya. Ketiga, seiring temuan penelitian bahwa ciri kepribadian innovativeness terbukti berpengaruh positif terhadap attitude dan subjective norm , maka dalam kampanye sosial juga perlu dicantumkan bahwa mereka yang menggunakan reusable bag adalah innovator . Diharapkan, hal ini dapat meningkatkan kepercayaan diri dan kebanggaan mereka yang menggunakan reusable bag . Retailer juga harus merancang reusable bag secara inovatif, seperti tas yang bisa dilipat kecil serta menggunakan bahan baku yang berasal dari bahan daur ulang. Dalam kampanyenya, retailer sebaiknya menyampaikan bahwa dengan menggunakan reusable bag sebagai salah satu inovasi perilaku peduli lingkungan , maka dampak positifnya akan dirasakan oleh masyarakat luas,termasuk orang-orang dekat konsumen, seperti keluarga dan teman, yaitu tanah tidak tercemar oleh tas plastik sekali pakai yang langsung dibuang. Keempat, penelitian membuktikan bahwa subjective norm berpengaruh positif terhadap intensi membeli reusable bag , serta adanya pengaruh positif innovativeness terhadap subjective norm . Jika konsumen 306 Forum Tahunan Pengembangan Iptek dan Inovasi Nasional V, Tahun 2015 percaya bahwa orang-orang dekat mereka berpikir bahwa menggunakan reusable bag adalah bermanfaat, retailer dapat menyampaikan kegunaan reusable bag bagi masyarakat secara umum misalnya: mengurangi penggunaan tas plastik yang bisa mencemari sumber daya alam yaitu tanah, ramah lingkungan karena dibuat dari bahan baku hasil daur ulangyang tidak mengandung zat kimia untuk meningkatkan sikap positif konsumen . Penelitian ini mempunyai beberapa kelemahan, antara lain jumlah responden yang relatif sedikit serta tidak dibedakan antara mereka yang belum mengetahui reusable bag dan sudah mengetahuinya. Disamping itu, penelitian ini juga tidak meneliti jenis reusable bag lain yaitu tas plastik yang diklaim bersifat mudah terurai biodegradable sehingga tidak mencemari tanah dan biasanya diberikan langsung oleh kasir saat konsumen membayar. Penelitian ini juga tidak memasukkan peran variabel trust sebagai mediator antara perceivedknowledge dan revealed information terhadap attitude seperti yang dinyatakan olehJanssen dan Hamm, 2012, Vermeir dan Verbeke 2006, Zakowska- Biemans 2011 tentang pentingnya faktor trust dalam membangun sikap positif. Selain itu, penelitian ini juga menggunakan Theory- of-Reasoned Action untuk memahami intensi berperilaku yang sebenarnya teori ini telah dikembangkan lagi menjadi Theory of Planned Behavior oleh Ajzen 1991 dengan memasukkan variabel perceived behavioral control untuk lebih tepat memprediksi behavioral intention . Untuk peneliti selanjutnya, hendaknya memperbesar jumlah sampel serta melakukan uji beda antara konsumen yang sudahbelum mengetahui manfaat reusable bag sehingga bisa diketahui bagaimana cara yang tepat untuk mengampanyekan reusable bag kepada dua kelompok tersebut. Akan menarik jika peneliti berikutnya melakukan perbandingan sikap dan intensi konsumen terkait dua jenis reusable bag , yaitu yang terbuat dari plastik mudah terurai biodegradable dan yang terbuat dari kainbahan daur ulang. Perbedaan dua jenis reusable bag tersebut adalah tas plastik biodegradable sudah digunakan untuk menempatkan barang belanjaan dan gratis karena langsung diberikan oleh kasir, sedangkan reusable bag dari kain harus dibeli. Untuk menambah kontribusi teoritis, peneliti yang akan datang juga sebaiknya mengembangkan model penelitian dengan memasukkan variabel trust sebagai mediator yang menghubungkan variabel revealed information dan perceived knowledge terhadap attitude. Penggunaan Theory-of- Planned Behavior dengan memasukkan variabel Perceived Behavioral Control juga bisa diterapkan untuk meneliti lebih lanjut bagaimana sikap dan intensi membeli konsumen terkait reusable bag , suatu perilaku peduli lingkungan yang relatif masih baru sehingga perlu dikampanyekan. DAFTAR PUSTAKA Ajzen, Icek. 1991. From Intentiosn to Actions: A Theory of Planned Behavior. Downloaded from www.d.umn.edulibcopyright . …………………. The Theory of Planned Behavior. 1991. Organizational and Human Decision Process, 50, p. 179- 211. Andreassen Alan R. 1994. Social Marketing: Its Definition and Domain. Journal of PublicPolicy Marketing , Vol.13 1, p. 108-114. ……………………..2002. Marketing Social Marketing in the Social Change Marketplace. Journal of PublicPolicy Marketing, Vol 211, p. 3-13 . ……………………. 2003. The Life Trajectory of Social Marketing Some Implications. Marketing Theory Vol 3 3, p.293-303. Bartels, J. and Reinders, M. 2010, Social identification, social representations, and consumerinnovativeness in 307 Forum Tahunan Pengembangan Iptek dan Inovasi Nasional V, Tahun 2015 organic food context, Food Quality and Preference , Vol. 21 No. 4,pp. 347-352. Chang, Y.P. and Zhu, D.H. 2007, Factors influencing consumers’ intention of online-shopping:an empirical study from the angle of consumer innovativeness, China Journal ofManagement , Vol. 4 No. 6, pp. 820-523. Chen, W.P. 2011, An empirical study on the relationship among consumer lifestyle, consumerinnovativeness and new product buying behavior, Economic Management , Vol. 33 No. 2,pp. 94-101 . Chih-Ching and Teng Yu Mei-Wang 2015. Decisional Factors Driving Organic Food Consumption. British Food Journal Vol.117 Iss 3. Pp 1066-1081 Dean, M., Raats, M.M. and Shepherd, R. 2008, Moral concerns and consumer choice for freshand processed organic foods, Journal of Applied Social Psychology , Vol. 38 No. 8,pp. 2088- 2107. Garbarino, E. and Johnson, M.S. 1999, The different roles of satisfaction, trust, and commitment in customer relationships, Journal of Marketing , Vol. 63 No. 2, pp. 70-87. Gifford, K. and Bernard, J.C. 2006, Influencing consumer purchase likelihood of organic food, International Journal of Consumer Studies , Vol. 30 No. 2, pp. 155-163 . Gracia, A. and Magistris, T.D. 2008, The demand for organic foods in the south of Italy: adiscrete choice model, Food Policy , Vol. 33 No. 5, pp. 386-396. Hair, Joseph . et.al. 2006. Multivariate Data Analysis . Sixth Edition. Pearson International Edition. Her Majesty’s Government. 2005. Securing the Future. Vol. 6467, cm. 6467, available at: www.sustainable- development.gov.ukpublicationsuk- strategyindex.htm Honkanen, P., Verplanken, B. and Olsen, S.O. 2006, Ethical values and motives driving organicfood choice, Journal of Consumer Behaviour , Vol. 5 No. 5, pp. 420-430. Hughner, R.S., McDonagh, P., Prothero, A., Shultz, C.J. II and Stanton, J. 2007, Who are organicfood consumers? A complication and review of why people purchase organic food, Journal of Consumer Behaviour , Vol. 6 Nos 2-3, pp. 94-110. Im, S., Bayues, B. and Mason, C. 2003. An empirical study of consumer innovativeness, personalcharacteristics, and new- product adoption behavior, Academy of Marketing Science ,Vol. 31 No. 1, pp. 61-73. Janssen, M. and Hamm, U. 2012, Product labelling in the market for organic food: consumerpreferences and willingness-to-pay for different organic certification logos, Food Qualityand Preference , Vol. 25 No. 1, pp. 9-22. Kalafatis, S. and Pollard, M. 1999, Green marketing and Adjen’s theory of planned behavior: across-market examination, Journal of Consumer Marketing , Vol. 16 No. 5, pp. 441- 460. Kim, H. and Chung, J. 2011, Consumer purchase intention for organic personal care product, Journal of Consumer Marketing , Vol. 28 No. 1, pp. 40-47. Kotler, Philip and Levy, Sidney. 1969. Broadening the Concept of Marketing. Journal ofMarketing , vol. 33, No. 1, p. 1-15. Kotler, Philip and Zaltman, Gerard. 1971. An Approach to Planned Social Change. Journal ofMarketing 35, p. 3-12. Lao, Kefu 2014, Research on mechanism of consumer innovativeness influencing green consumption behavior, Nankai 308 Forum Tahunan Pengembangan Iptek dan Inovasi Nasional V, Tahun 2015 Business Review , Vol. 5 No. 2, pp 211-224 Lassar, W., Manolis, C. and Lassar, S. 2005. The relationship between consumer innovativeness, personal characteristics, and online banking adoption, International Journal of BankingMarketing , Vol. 23 No. 2, pp. 176-199. Luo, C. 2010, Influencing factors analysis of consumers’ willingness to pay for safe food, ChinaRural Survey , No. 6, pp. 22-34. Magistris, T.D. and Gracia, A. 2008, The decision to buy organic food products in SouthernItaly, British Food Journal , Vol. 110 No. 9, pp. 929-947. Magnusson, M.K., Arvola, A., Hursti, U.K.K., Aberg, L. and Sjoden, P.O. 2003, Choice of organicfood is related to perceived consequences for human health and to environmentallyfriendly behavior, Appetite , Vol. 40 No. 2, pp. 109-117 Morgan, R.M. and Hunt, S.D. 1994, The commitment-trust theory of relationship marketing, Journal of Marketing , Vol. 58 No. 3, pp. 20-38. O’Fallon, M.J., Gursoy, D. and Swanger, N. 2007, To buy or not to buy: impact of labelling onpurchasing intentions of genetically modified foods, International Journal of HospitalityManagement, Vol. 26 No. 1, pp. 117-130. Padel, S. and Foster, C. 2005, Exploring the gap between attitudes and behavior understandingwhy consumers buy or do not buy organic food, British Food Journal ,Vol. 107 No. 8, pp. 606-625. Park, Joohjung and Ha Sejin. 2012. Understanding pro-environmental behavior: A comparison of sustainable consumers and apathetic consumers. International Journal of Retail and Distribution Management , Vol 40, Iss 5, p. 388-403. Peattie, K. 2001. Golden goose or wild goose? The hunt for the green consumer. Business Strategy and the Environment , Vol. 10, n0. 4, p. 187- 199. …………. and Crane, A. 2005. Green Marketing: legend, myth farce or prophecy? Qualitative Market Research, Vol. 8, No. 4, p. 357-370. ………….. and Peattie, Sue 2008. Social Marketing: a Pathway to Consumption Reduction? Journal of Business Research, xx, p. 1-9. Peattie, Sue and Peattie, K. 2003. Ready to fly solo? Reducing Social Marketing’s Dependence on Commercial Marketing Theory. Marketing Theory , 33, p. 363-385. Schiffman, Leon G and Leslie Lazar Kanuk 2009. Consumer Behavior Prentice Hall, Inc. Vermeir, I. and Verbeke, W. 2006, Sustainable food consumption: exploring the con- sumer‘attitude- behavioural intention’ gap, Journal of Agricultural and Environmental Ethics ,Vol. 19 No. 2, pp. 169-194. Wu, I.L. and Chen, J.L. 2005, An extension of trust and TAM model with TPB in the initialadoption of on-line tax: an empirical study, International Journal of Human-ComputerStudies, Vol. 62 No. 6, pp. 784-808. Zakowska-Biemans, S. 2011, Polish consumer food choices and beliefs about organic food, British Food Journal , Vol. 113 No. 1, pp. 122-137. 309 Forum Tahunan Pengembangan Iptek dan Inovasi Nasional V, Tahun 2015 Analisis Ekspor Impor Komoditas Prioritas Hortikultura di Indonesia Export Import Analysis of Horticulture Priority Commodity in Indonesia Nurahapsari, RA 1 , Khaririyatun, N 2 1 Pusat Penelitian dan Pengembangan Hortikultura , Jl. Ragunan No 29A, Jakarta 2 Balai Penelitian Tanaman Sayuran, Jl. Tangkuban Perahu No. 517, Bandung Keyword A B S T R A C T fluctuation hot pepper potatoes shallot This research have two aims, 1 to analyze the export import development of horticulture priority commodities in Indonesia 2 to identify the factors that influenced the instability of the value of exports and imports priority commodities of horticulture. The horticulture priority commodities in Indonesia are hot pepper, shallots and potatoes. The data used export import data of hot pepper, shallots and potatoes period 2009 – 2013 from Data and System of Agriculture Information Center at Ministry of Agriculture Indonesia. Research methode by deskriptif analized. The results showed that 1 During the period 2009 – 2013 occurs the deficit trade balance which caused by the total volume of imports bigger than the total volume of exports. Export volume growth in the period 2009- 2013 is -0.53year. The lowest growth rate shown by the export of seed potatoes - 70.82 per year, followed by fresh potatoes -3.88 year, hot peppers 10,16 per year and shallots 54,05 per year. Growth in the volume of imports vegetables priority in the period 2009-2013 is 31,42year. The highest growth rates shown by fresh potatoes 76,08 per year, hot peppers 65.49 per year, shallots 20,66 per year, and potato seedlings -4.91 per year. 2 The growth of export and import expenditure receipts caused by the growth of the volume of exports and imports. The decomposition analysis results indicate that the fluctuation of exports and imports value caused by fluctuation of export and imports volume. Therefore, It is necessary to maintain the supply continuity of three priority commodities to keep the stability of export and import value. Kata Kunci S A R I K A R A N G A N fluktuasi cabai kentang bawang merah Penelitian ini bertujuan mengkaji perkembangan ekspor impor komoditas prioritas hortikultura Indonesia dan mengidentifikasi faktor faktor yang menyebabkan ketidakstabilan nilai ekspor dan impor komoditas tersebut. Komoditas yang dianalisis adalah cabai, bawang merah dan kentang. Data yang digunakan adalah data ekspor impor cabai, bawang merah dan kentang periode 2009 – 2013 dari Pusat Data dan Sistem Informasi Kementerian Pertanian. Metode penelitian yang digunakan adalah metode analisis deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa selama periode 2009 – 2013 terjadi defisit neraca perdagangan yang disebabkan oleh total volume impor yang lebih besar dari total volume ekspor. Pertumbuhan volume ekspor pada periode 2009 – 2013 adalah -0,53 tahun. Tingkat pertumbuhan terendah diperlihatkan oleh ekspor kentang bibit -70.82 tahun, diikuti oleh kentang segar -3,88 tahun, cabai 10,16 tahun dan bawang merah 54,05 tahun. Pertumbuhan volume impor sayuran prioritas pada periode 2009 – 2013 adalah 31,42 tahun. Tingkat pertumbuhan tertinggi diperlihatkan oleh kentang segar 76,08 tahun, diikuti oleh cabai 65,49 tahun, bawang merah segar 20,66 tahun, dan kentang bibit -4,91 tahun. Pertumbuhan penerimaan ekspor dan pengeluaran impor disebabkan oleh pertumbuhan volume ekspor dan impor. Hasil analisis dekomposisi menunjukkan bahwa fluktuasi nilai ekspor dan impor disebabkan oleh fluktuasi volume ekpor dan impor. Oleh karena itu diperlukan upaya menjaga kontinuitas pasokan ketiga komoditas prioritas tersebut untuk menjaga stabilitas penerimaan ekspor dan impor. © Forum Tahunan Pengembangan Iptek dan Inovasi Nasional V, Tahun 2015  Corresponding author. E-mail address: nugra_hapsariyahoo.co.id 310 Forum Tahunan Pengembangan Iptek dan Inovasi Nasional V, Tahun 2015 PENDAHULUAN Melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar akan berpengaruh ganda terhadap daya saing Indonesia dalam perdagangan internasional. Melemahnya nilai tukar rupiah dapat berdampak negatif bagi industri dalam negeri melalui 2 cara, yaitu 1 memberatkan industri dalam negeri dalam mengembalikan pinjaman dana asing, dan 2 memberatkan industri dalam negeri yang bahan bakunya mengandung komponen impor. Namun disisi lain melemahnya nilai tukar rupiah akan menguntungkan bagi industri yang berorientasi ekspor. Huda 2006 menjelaskan bahwa salah satu upaya pemerintah untuk mendapatkan devisa luar negeri adalah dengan jalan mengekspor hasil hasil sumberdaya alam ke luar negeri. Hasil devisa ini dapat digunakan untuk menambah dana pembangunan dalam negeri. Oleh karena itu kegiatan ekspor memegang peranan penting dalam pembangunan nasional. Hortikultura merupakan salah satu subsektor yang memiliki kontribusi dalam keseimbangan volume dan nilai ekspor impor sayuran Indonesia. Subsektor hortikultura menempati posisi strategis dalam pembangunan sektor pertanian Kementan, 2012. Sayuran merupakan komoditas cash crop yang secara nyata mendatangkan keuntungan bagi petani di Indonesia Anwar et al., 2005 dan memiliki peranan penting dalam mendukung ketahanan pangan Taufik, 2012. Terdapat tiga jenis sayuran yang ditetapkan sebagai komoditas prioritas hortikultura, yaitu cabai, bawang merah dan kentang. Posisi ketiga komoditas tersebut dalam keseimbangan ekspor impor sangat dipengaruhi oleh fluktuasi produksi. Cabai merupakan komoditas hortikultura dengan fluktuasi harga yang tinggi dan menjadi penyebab inflasi. Hal ini dikarenakan belum adanya keseragaman kuantitas, kualitas dan kesinambungan pasokan yang sesuai preferensi konsumen. Sementara itu bawang merah menghadapi permasalahan intensitas tanaman sudah maksimal, bersifat musiman, mudah rusak, dan penanganan belum optimal. Hal ini menyebabkan fluktuasi harga relatif tinggi terutama saat off season . Disamping kuantitas produksi, keberhasilan Indonesia dalam meningkatkan ekspor sayuran sangat tergantung kepada kemampuan memproduksi sayuran yang sesuai dengan standar mutu internasional Anwar et al., 2005. Meningkatnya pendapatan dan kesejahteraan masyarakat serta pertumbuhan penduduk perkotaan telah mengubah pola konsumsi, produksi dan distribusi pangan Reardon et al., 2009, dimana masyarakat menuntut kualitas produk pada tingkat tertentu yang lebih baik Ditjen Horti, 2008. Pertumbuhan ekonomi dan pendapatan menyebabkan perubahan pola konsumsi penduduk dari makanan pokok ke produk buah buahan dan sayuran bernilai tinggi. Oleh karena itu upaya peningkatan ekspor dapat dilakukan melalui pengembangan komoditas sayuran yang berorientasi pada pemenuhan standar mutu hasil, salah satunya melalui cara budidaya yang benar Taufik, 2012. Pemenuhan standar mutu hasil yang baik harus diimbangi dengan manajemen produksi dan stok yang baik untuk mencegah ketidakseimbangan dalam neraca perdagangan. Namun demikian peningkatan impor tidak selalu berdampak negatif jika barang yang diimpor merupakan input yang digunakan untuk memproduksi barang yang diekspor. Surplus atau defisit neraca perdagangan yang masih berada dalam batas kewajaran merupakan gejala umum dalam dinamika sistem perekonomian yang sedang berkembang. Witono, 2010. Analisis ekspor impor ini penting dilakukan untuk mengetahui keseimbangan ekspor impor dan penyebab ketidakseimbangan ekspor impor komoditas hortikultura prioritas. Hasil analisis dapat menjadi masukan dalam merumuskan kebijakan pembatasan laju impor, khususnya untuk cabai, kentang dan bawang. KERANGKA TEORIKERANGKA KONSEP Teori Permintaan dan Penawaran Kurva permintaan merupakan kurva yang menggambarkan jumlah barang yang diminta oleh konsumen pada berbagai tingkat harga, sedangkan harga barang terkait, pendapatan, iklan dan variabel lain dianggap konstan. Kurva penawaran merupakan kurva yang menggambarkan jumlah barang yang diproduksi oleh produsen pada berbagai tingkat harga, sementara harga input, teknologi dan variabel lain dianggap konstan Baye 2006. Faktor faktor yang menentukan jumlah kuantitas yang diminta antara lain harga komoditi itu sendiri, rata rata penghasilan rumah tangga, harga komoditi yang berkaitan, selera, distribusi pendapatan diantara rumah tangga dan populasi. Sedangkan Faktor faktor yang menentukan jumlah yang ditawarkan antara lain harga komoditi itu sendiri, harga input, tujuan perusahaan dan perkembangan teknologi Lipsey et al. 1995. Perubahan jumlah barang yang diminta atau ditawarkan akibat perubahan harga dengan asumsi variabel lain konstan akan mengakibatkan pergerakan di sepanjang kurva permintaan atau penawaran Lipsey et al. 1995 dan Baye 2006. Sementara pergeseran kurva permintaan atau 311 Forum Tahunan Pengembangan Iptek dan Inovasi Nasional V, Tahun 2015 penawaran terjadi akibat perubahan faktor lain pada harga yang sama Baye 2006. Teori Perdagangan Internasional Teori klasik perdagangan internasional mengacu pada publikasi Adam Smith yang berjudul wealth of nation dan David Ricardo yang berjudul principles of economics Sen, 2010. Dalam teori keunggulan absolut, negara akan memperoleh manfaat perdagangan internasional gains from trade karena melakukan spesialisasi produksi dan mengekspor barang yang merupakan keunggulan mutlak negara tersebut dan akan mengimpor barang yang merupakan ketidakunggulan mutlak negara tersebut Safitri, 2011. Teori Klasik Comparative advantage menjelaskan bahwa perdagangan internasional dapat terjadi karena adanya perbedaan dalam productivity of labor faktor produksi yang secara eksplisit dinyatakan antar negara Salvatore, 2004. Kelemahan teori ini adalah tidak memberikan penjelasan mengenai penyebab perbedaan produktivitas tersebut. Perbedaan produktivitas tersebut kemudiaan dijelaskan oleh teori Hechser-Ohlin. Menurut teori H-O, perbedaan opportunity cost suatu produk antara suatu negara dengan negara lain dapat terjadi karena adanya perbedaan jumlah atau proporsi produksi yang dimiliki endowment factors masing – masing negara. Perbedaan opportunity cost tersebut dapat menimbulkan terjadinya perdagangan Internasional Safitri, 2011. Oleh karena itu teori modern H- O ini dikenal sebagai ‘ The Proportional Factor Theory”. Negara-negara yang memiliki faktor produksi relatif banyak atau murah dalam memproduksinya akan melakukan spesialisasi produksi untuk kemudian mengekspor barangnya. Sebaliknya, masing-masing negara akan mengimpor barang tertentu jika negara tersebut memiliki faktor produksi yang relatif langka atau mahal dalam memproduksinya. Dalam teori perdagangan internasional, faktor faktor yang mempengaruhi ekspor dapat dilihat dari sisi penawaran supply side dan permintaan demand side Krugmann dan Obstfeld, 2005; Salvatore, 1996. Dari sisi permintaan, ekspor dipengaruhi oleh harga ekspor, nilai tukar riil, pendapatan dunia dan kebijakan deregulasi. Sedangkan dari sisi penawaran, ekspor dipengaruhi oleh harga ekspor, harga domestik, nilai tukar riil, kapasitas produksi yang bisa diproduksi melalui investasi, impor bahan baku dan kebijakan deregulasi Sari et al., 2013. Teori Ekspor Impor Perdagangan luar negeri menyebabkan terjadinya perubahan dari beberapa variabel dalam sektor ekonomi yang akan mendorong laju pertumbuhan ekonomi negara tersebut Masrizal, 2004. Ketergantungan Indonesia pada perdagangan internasional sebagai mesin penggerak perekonomian nasional ini cukup besar Safitriani, 2014. Tercapainya pertumbuhan ekonomi yang sangat tinggi berarti tersediaannya lapangan kerja yang lebih luas dan pendapatan perkapita yang lebih tinggi Rachman, 2013. Berdasarkan teori ekonomi, variabel yang menjadi kunci pertumbuhan ekonomi adalah konsumsi, investasi, pengeluaran pemerintah, ekspor dan impor. Ekspor adalah upaya menjalankan atau melakukan penjualan komoditas yang kita miliki kepada bangsa lain atau negara asing sesuai dengan ketentuan pemerintah dengan mengharapkan pembayaran dalam valuta asing, serta melakukan komunikasi dengan bahasa asing Amir, 2004. Ekspor mencerminkan aktivitas perdagangan antarbangsa yang dapat memberikan dorongan dalam dinamika pertumbuhan perdagangan internasional Todaro, 2002. Kegiatan ekspor dapat memberikan sebuah competitive advantage bagi perusahan individual, meningkatkan posisi finansial perusahaan, meningkatkan kegunaan kapasitas, dan menaikan standar teknologi Hamdy 2009. Impor adalah proses transportasi barang atau komoditas dari suatu negara ke negara lain secara legal, umumnya dalam proses perdagangan Safitri, 2011. Impor juga bisa dikatakan sebagai perdagangan dengan cara memasukkan barang dari luar negeri ke wilayah Indonesia dengan memenuhi ketentuan yang berlaku Hutabarat, 1996. Perdagangan internasional ekspor dan impor dan Foreign Direct Investment merupakan dua aktivitas penting bagi perekonomian Indonesia yang memiliki keterkaitan satu sama lainnya Safitriani, 2014. Hasil penelitian Benny 2013 menunjukkan bahwa secara simultan maupun secara parsial variabel ekspor dan impor berpengaruh signifikan terhadap cadangan devisa di Indonesia. Artinya, jika ekspor naik maka posisi cadangan devisa akan naik dan jika impor naik maka posisi cadangan devisa akan turun. Kegiatan ekspor impor akan mengakibatkan terjadinya perpindahan faktor faktor produksi dari negara eksportir ke negara importer yang disebabkan oleh perbedaan biaya dalam proses perdagangan internasional Salvatore, 2007. METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan data primer dan data sekunder. Data primer berupa data ekspor impor sayuran selama periode 2009 – 2013 dari Badan Pusat Statistik. Analisis terbatas pada tiga 312 Forum Tahunan Pengembangan Iptek dan Inovasi Nasional V, Tahun 2015 komoditas prioritas hortikultura, yaitu cabai, bawang dan kentang. Sedangkan data sekunder diperoleh dari hasil survei ke lokasi sentra komoditas prioritas di Indonesia, yaitu Brebes, Tasikmalaya dan Garut. Neraca Perdagangan Neraca perdagangan sayuran dianalisis dengan membandingkan besaran volume atau nilai ekspor dengan volume atau nilai impor secara serial waktu. Hasil perbandingan dapat memberikan gambaran sebagai berikut: 1 jika volumenilai ekspor lebih besar dibandingkan dengan volume atau nilai impor, maka negara bersangkutan dikategorikan sebagai net exporter , 2 jika volumenilai impor lebih besar dibandingkan dengan volumenilai ekspor, maka negara yang bersangkutan dikategorikan sebagai net importer. HASIL DAN PEMBAHASAN Neraca Perdagangan Cabai, Bawang dan Kentang Nilai ekspor impor cabai, bawang dan kentang selama priode 2009 – 2013 menunjukkan adanya defisit neraca perdagangan pada ketiga komoditas tersebut Gambar 1. Defisit neraca perdagangan tersebut disebabkan karena defisit volume perdagangan. Gambar 2 menunjukkan adanya fluktuasi volume impor dengan trend yang meningkat sebesar 31,42 persen per tahun, sedangkan volume ekspor berfluktuasi dengan tren yang menurun sebesar 0,53 persen per tahun. Faktor lain yang mempengaruhi fluktuasi nilai impor cabai, bawang dan kentang selama 2009 – 2013 adalah fluktuasi harga. Kenaikan nilai impor selama periode 2009 – 2012 disebabkan oleh peningkatan volume impor dan harga impor. Sementara pada periode 2012-2013 terjadi penurunan nilai impor yang disebabkan oleh penurunan volume impor. Adapun penurunan volume impor pada tahun 2012-2013 disebabkan oleh peningkatan harga impor yang cukup besar pada periode tersebut Gambar 2. Penurunan volume impor ini juga merupakan dari pembatasan pintu masuk untuk produk hortikultura sejak 28 September 2012. Melalui kebijakan ini pemerintah menutup beberapa pelabuhan impor untuk produk hortikultura, sehingga impor hanya boleh masuk melalui pelabuhan Belawan Tanjung Perak, Makasar dan bandara Soekarno-Hatta Winardi, 2013. Sementara fluktuasi nilai ekspor cabai, bawang dan kentang lebih banyak dipengaruhi oleh volume ekspor ketiga komoditas tersebut. Adapun fluktuasi ekspor mengikuti hukum permintaan dimana saat harga ekspor naik, maka volume ekspor turun. Namun hal yang berbeda terjadi pada periode 2010 – 2011 dimana kenaikan nilai ekspor disebabkan oleh kenaikan volume dan harga secara bersama sama Gambar 2. Neraca Perdagangan Kentang Nilai ekspor impor kentang selama priode 2009 – 2013 menunjukkan adanya defisit neraca perdagangan pada komoditas tersebut. Nilai impor kentang menunjukkan tren yang meningkat dengan laju pertumbuhan 65,79 persen per tahun. Sementara itu meskipun nilai ekspor kentang masih di bawah nilai impornya, akan tetapi nilai ekspor kentang juga menunjukkan tren meningkat dengan laju pertumbuhan 11,52 persen per tahun. Hal ini berarti ekspor kentang masih memiliki peluang untuk terus ditingkatkan. Gambar 3. Nilai Ekspor Impor Kentang 2009 – 2013 Gambar 1. Nilai Ekspor-Impor Cabai, Bawang dan Kentang 2009 – 2013 Gambar 2. Neraca Perdagangan Cabai, Bawang dan Kentang 2009 – 2013 313 Forum Tahunan Pengembangan Iptek dan Inovasi Nasional V, Tahun 2015 Gambar 4. Volume dan Harga Ekspor Kentang 2009 – 2013 Peningkatan nilai ekspor kentang selama periode 2009 – 2013 disebabkan karena adanya peningkatan harga sebesar 18,47 persen per tahun untuk kentang segar dan 9,02 persen per tahun untuk kentang bibit, sedangkan volume ekspor justru mengalami penurunan sebesar 3,88 persen per tahun untuk kentang segar dan 70,82 persen per tahun untuk kentang bibit Gambar 4. Peningkatan nilai impor kentang selama periode 2009 -2013 disebabkan karena adanya peningkatan volume impor kentang segar sebesar 76,08 persen per tahun, sedangkan volume impor kentang bibit mengalami penurunan sebesar 4,91 persen per tahun. Faktor lain yang menyebabkan peningkatan nilai impor kentang adalah peningkatan harga impor kentang sebesar 2,92 persen per tahun untuk kentang segar dan 18,15 persen per tahun untuk kentang bibit Gambar 5. Gambar 5. Volume dan Harga Impor Kentang 2009 – 2013 Bibit kentang yang diimpor adalah varietas atlantik yang diperuntukkan untuk industri keripik yaitu memenuhi kebutuhan PT Indofood. Kentang diimpor dalam bentuk segar dan bekusetengah olah untuk baked potato, mashed potato dan french fries . Sebagian besar bibit kentang diimpor dari Australia. Hal ini dikarenakan varietas G0 untuk kentang jenis ini belum diproduksi di Indonesia. Kerjasama produksi G0 ini pernah diusahakan, akan tetapi terdapat ketidaksepakatan masalah royalty lisensinya. Adiyoga 2000 menjelaskan bahwa tingginya konsumsi masyarakat Indonesia pada produk kentang olahan membuka peluang bagi kegiatan penelitian dan pengembangan varietas kentang untuk keperluan prosessing agar laju impor dapat ditekan. Neraca Perdagangan Cabai Nilai ekspor impor cabai selama priode 2009 – 2013 menunjukkan adanya defisit neraca perdagangan cabai Gambar 6. Defisit neraca perdagangan tersebut disebabkan karena adanya peningkatan volume impor cabai sebesar 65,49 persen per tahun dan harga impor cabai sebesar 9,68 persen per tahun. Sementara volume dan harga ekspor mengalami peningkatan dengan nilai yang lebih kecil yaitu sebesar 10,16 persen per tahun untuk volume ekspor cabai dan 11,40 persen per tahun untuk harga ekspor cabai. Defisit volume perdagangan cabai terjadi selama periode 2009 - 2012. Surplus perdagangan cabai baru terjadi pada tahun 2013 Gambar 7. Gambar 6. Nilai Ekspor-Impor Cabai 2009 – 2013 Gambar 7. Neraca Perdagangan Cabai 2009 – 2013 Tingginya volume impor cabai disebabkan tingkat konsumsi cabai yang tinggi di Indonesia. Oleh karena itu kebijakan pelarangan impor 314 Forum Tahunan Pengembangan Iptek dan Inovasi Nasional V, Tahun 2015 memacu pemerintah meningkatkan produksi cabai guna memenuhi kebutuhan dan menjaga stabilitas harga Hudayya dan Yufdy, 2015. Hal ini cukup efektif menurunkan volume ekspor cabai dan meningkatkan volume impor cabai pada tahun 2013 Gambar 7. Neraca Perdagangan Bawang Merah Nilai ekspor impor bawang selama priode 2009 – 2013 menunjukkan adanya defisit neraca perdagangan bawang Gambar 8. Defisit neraca perdagangan tersebut disebabkan karena volume impor bawang yang jauh lebih besar dibandingkan volume ekspor bawang. Namun demikian peningkatan volume ekspor bawang selama periode 2009 – 2013 54.05 thn lebih besar dibandingkan peningkatan volume impor bawang 20.66 thn. Demikian juga dengan peningkatan harga ekspor bawang 15.74 thn yang lebih besar dibandingkan dengan peningkatan harga impor bawang 1.44 thn. Hal ini menunjukkan adanya potensi nilai ekspor bawang melebihi nilai impor bawang di masa yang akan datang Gambar 9. Hasil survey di Brebes menunjukkan bahwa bibit bawang yang diimpor adalah varietas ilokos yang berasal dari Filipina. Varietas tersebut ditanam dengan metode kemitraan di Brebes. Hasil produksinya kemudian diekspor kembali ke Filipina. Gambar 8. Nilai Ekspor-Impor Bawang 2009 – 2013 Gambar 9. Neraca Perdagangan Bawang 2009 – 2013 Peningkatan volume ekspor bawang merah salah satunya ditunjang oleh adanya peningkatan produksi bawang merah. Selama periode 2009 – 2013 terjadi peningkatan produksi bawang merah sebesar 1,65 persen per tahun. Produksi bawang merah sebetulnya sudah mampu mencukupi kebutuhan. Namun produksinya yang tidak merata di sepanjang tahun menyebabkan produksi melimpah di saat panen raya dan kekurangan produksi di saat musim paceklik. Oleh karena itu untuk dapat menurunkan impor bawang merah maka diperlukan upaya upaya untuk menjaga produksi bawang merah merata di sepanjang tahun PENUTUP Nilai ekspor impor cabai, bawang dan kentang selama priode 2009 – 2013 menunjukkan adanya defisit neraca perdagangan pada ketiga komoditas tersebut. Defisit neraca perdagangan tersebut disebabkan karena defisit volume perdagangan. Faktor lain yang mempengaruhi fluktuasi nilai impor cabai, bawang dan kentang selama 2009 – 2013 adalah fluktuasi harga. Kenaikan nilai impor selama periode 2009 – 2012 disebabkan oleh peningkatan volume impor dan harga impor. Sementara pada periode 2012-2013 terjadi penurunan nilai impor yang disebabkan oleh penurunan volume impor. Adapun penurunan volume impor pada tahun 2012-2013 disebabkan oleh peningkatan harga impor yang cukup besar pada periode tersebut. Sementara fluktuasi nilai ekspor cabai, bawang dan kentang lebih banyak dipengaruhi oleh volume ekspor ketiga komoditas tersebut. Adapun fluktuasi ekspor mengikuti hukum permintaan dimana saat harga ekspor naik, maka volume ekspor turun. Namun hal yang berbeda terjadi pada periode 2010 – 2011 dimana kenaikan nilai ekspor disebabkan oleh kenaikan volume dan harga secara bersama sama. Kontinuitas pasokan ketiga komoditas prioritas tersebut perlu dijaga untuk menjamin stabilitas penerimaan ekspor dan impor. Oleh karena itu diperlukan UU yang mengatur kebijakan impor produk hortikultura. DAFTAR PUSTAKA Adiyoga, W. 2000. Perkembangan Ekspor-Impor dan Ketidak-stabilan Penerimaan Ekspor Komoditas Sayuran di Indonesia. Jurnal Hortikultura. Vol. 10, No.1, 2010. Benny, J. 2013. Ekspor dan Impor Pengaruhnya Terhadap Posisi Cadangan Devisa di Indonesia. Jurnal EMBA, Vol.1, No.4, Desember 2013, hal 1406 – 1415. Hamdy, Hady. 2009. Teori dan Kebijakan 315 Forum Tahunan Pengembangan Iptek dan Inovasi Nasional V, Tahun 2015 Perdagangan Internasional Ghalia Indonesia, Jakarta. Huda, S. 2006. Analisis Beberapa Faktor Yang Mempengaruhi Ekspor Non Migas Indonesia ke Jepang. Jurnal Ilmu-Ilmu Ekonomi Vol.6 No 2. September 2006: 117 – 124. Hudayya, A. dan Prama Y. 2015. Dinamika Produksi Cabai: Dahulu dan Sekarang. Pendekatan Dinamika Sistem Dalam Peningkatan Daya Saing Komoditas Hortikultura. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Jakarta. Hutabarat, R. 1996. Transaksi Ekspor Impor. Erlangga. Jakarta. Krugman, P.R., and Obstfeld, 2005. Ekonomi Internasional Teori dan Kebijakan. Jakarta: PT. Indek Kelompok Gramedia. Masrizal,2004. Ekspor, Dana Luar Negeri dan Pertumbuhan Ekonomi : Kasus Indonesia , Pusat Penelitian Universitas Andalas, Padang. Rachman, I. 2013. Analisis Kinerja Ekspor Komoditi Perkebunan Terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Sulawesi Utara. Jurnal EMBA, Vol. 1, No.3, September 2013, Hal. 401 – 410. Reardon, T., Barret, C. B., Berdegue, J.A. and Swinnen, J.F.M. 2009.Agrifood Industry Tranformation and Small Farmers in Developing Countries, World Development 37 11: 1717 -1727. Safitri, Luthfi. 2011. Analisis Kinerja Ekspor dan Impor Tembakau Indonesia Periode 2000 – 2009. Media Ekonomi, Vol. 19, No.2, Agustus 2011. Safitriani, S. 2014. Perdagangan Internasional dan Foreign Direct Investment di Indonesia. Buletin Ilmiah Litbang Perdagangan, Vol. 8, No. 1, Juli 2014: 93 – 116. Salvatore, D., 1997. Ekonomi Internasional. Edisi ke 5. Bandung: PT. Gelora Aksara Pratama Salvatore, D. 2004, International Economics, Eight Edition, Wiley. Salvatore, D. 2007. International Economics. Prentice-Hall. Sari, D.N. 2013. Analisis Faktor Faktor Yang Mempengaruhi Ekspor Kopi Arabika Aceh. Jurnal Ilmu Ekonomi. Vol 1, No.1, Februari 2013: 11 – 21. Sen, S. 2010. International Trade Theory and Policy: A Review of The Literature. Working Paper No. 635. Levy Economics Institute of Bard College. Taufik, M. 2012. Strategi Pengembangan Agribisnis Sayuran di Sulawesi Selatan. Jurnal Litbang Pertanian, 31, 2. Todaro, P. 2002. Pembangunan Ekonomi Dunia ke Tiga, Edisi 7. Erlangga. Jakarta. Winardi, W. 2013. Dampak Pembatasan Impor Hortikultura Terhadap Aktivitas Perekonomian, Tingkat Harga dan Kesejahteraan. Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, Juli 2013. 316 Forum Tahunan Pengembangan Iptek dan Inovasi Nasional V, Tahun 2015 Analisis Kompensasi pada UKM Komoditi Susu di Kota Bogor Compensation Analysis Milk SMEs in Bogor City Arinindya Retnaningtyas, Departemen Manajemen FEM, Institut Pertanian Bogor, Bogor, 16680 Keyword A B S T R A C T compensation qualitative descriptive analysis small and medium enterprises Small and Medium Enterprises SMEs has a big role for economic growth in Indonesia. SMEs ca n reveal the creativity of the society as well as an effort to promote the countrys natural resources, causing a lot of the people hang their lives in SMEs. Although it’s called small and medium enterprises, doesn’t mean the owner can refuse to provide welfare for employees. One way that can be done is to give the right compensation in order to maintain the loyalty of employees with effective and efficient expenses. The purpose of this research are: 1 To determine the compensation system applied by milk SMEs in Bogor city; 2 To analyze the suitability of the application of the compensation with coincident method and overlapping method for milk SMEs in Bogor city 3 To analyze the properness of the system of compensation based on the minimum wage standard in Bogor. The author uses a non-probability sampling technique, that is convenient sampling in selecting sample of SMEs, as well as surveying the business owners and employees of SMEs. The analytical method used is descriptive qualitative analysis. This research resulted the idea of the appropriate system of compensation to apply in SMEs in order to improve employee productivity and to streamline business expenses. Kata Kunci S A R I K A R A N G A N kompensasi analisis deskriptif kualitatif usaha kecil dan menengah Berkembangnya peran UKM bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia yang memiliki berbagai macam kreativitas anak bangsa dan juga sebagai salah satu upaya mempromosikan sumberdaya alam negeri, menyebabkan banyak sekali masyarakat kita menggantungkan hidup mereka dalam usaha tersebut. Meski terbilang UKM, bukan berarti pemilik usaha bisa menolak untuk memberikan kesejahteraan bagi para pegawainya. Salah satu cara yang bisa dilakukan pemilik adalah dengan memberikan kompensasi yang tepat guna menjaga loyalitas para pegawai dengan pengeluaran yang tetap efektif dan efisien bagi usahanya. Tujuan dari hasil penelitian ini adalah: 1 Untuk mengetahui sistem kompensasi yang diterapkan oleh UKM komoditi susu di Kota Bogor ; 2 Untuk menganalisis ketepatan penerapan sistem kompensasi dengan Metode Berimpitan dan Metode Tumpang Tindih bagi UKM komoditi susu di Kota Bogor; 3 Untuk menganalisis kelayakan sistem kompensasi dengan penetapan standar UMR Kota Bogor. Penulis menggunakan Teknik non- probability sampling, yaitu dengan convenient sampling dalam pemilihan sampel UKM, serta melakukan survey langsung pada pemilik usaha dan karyawan UKM. Metode analisis yang digunakan adalah analisis deskriptif kualitatif. Kesimpulan penelitian ini menghasilkan gagasan sistem pemberian kompensasi yang tepat untuk diaplikasikan pada UKM guna meningkatkan produktivitas kerja karyawan serta mengefisiensikan pengeluaran usaha. © Forum Tahunan Pengembangan Iptek dan Inovasi Nasional V, Tahun 2015  Corresponding author. E-mail address: arinindya25gmail.com , amaliaaviliani10gmail.com 317 Forum Tahunan Pengembangan Iptek dan Inovasi Nasional V, Tahun 2015 PENDAHULUAN Indonesia merupakan negara dengan penduduk nomor empat terbanyak di dunia, dengan jumlah penduduk 253.609.643 jiwa menurut Departemen Perdagangan AS melalui biro sensusnya pada tahun 2014. Dan menurut Badan Pusat Statistik BPS secara fantastis menunjukkan bahwa, dari 253.609.643 penduduk Indonesia, tercatat ada 121,87 juta penduduk Indonesia berada pada usia angkatan kerja. Dengan jumlah angkatan kerja sebanyak itu, seharusnya dapat membawa perekonomian Indonesia ke arah yang lebih baik. Namun sayangnya, menurut hasil survei IMD terhadap 59 negara pada tahun 2012 Indonesia menempati peringkat 58 mengenai produktivitas pegawai yang bekerja di Indonesia. Menurut hasil survey yang dilakukan oleh IMD terhadap 59 negara pada tahun 2012. Tercatat Indonesia menempati urutan ke 10 sebagai negara dengan jumlah jam kerja terbanyak yaitu sebanyak 2100 jamtahun, seperti yang dapat kita lihat pada gambar di bawah ini: Gambar 1. Kondisi SDM Indonesia Hasil Survey IMD tahun 2012 dari 59 Negara Terkemuka sumber : Laporan RENSTRA KEMENAKERTRANS 2015-2019 Jika kita lihat lebih lanjut, sebenarnya kondisi tersebut sungguh ironis apabila kita coba membandingkan antara perolehan peringkat ke-10 untuk jam kerja terbanyak, dengan produktivitas tenaga kerja yang berada jauh di bawah, yaitu pada urutan ke 58. Banyak faktor yang bisa menyebabkan produktivitas kinerja pekerja tidak sesuai atau tidak berkembang sebagaimana seharusnya, bisa dari faktor lingkungan perusahaan ataupun faktor individu pegawai itu sendiri. Apabila dari faktor lingkungan perusahaan, salah satu penyebabnya bisa dikarenakan oleh cara perusahaan tersebut menyejahterakan para pekerjanya, misalnya dari pemberian penghargaan atau pemberian insentif dan kompensasi yang layak. Namun pada prakteknya, sistem kompensasi di Indonesia belum berjalan sebagaimana mesti dan baiknya. Pemerintah sudah menerapkan upah minimum regional UMR untuk tiap-tiap daerah untuk digunakan sebagai acuan pemberian upah bagi buruh. Kenyataannya banyak pengusaha yang masih memberikan gaji dibawah UMR yang sudah ditetaki masih terapkan pemerintah. Praktek kompensasi seperti ini banyak ditemui di lingkungan usaha kecil dan menengah. Sebagian besar angkatan kerja yang ada di Indonesia turut berkontribusi dalam mengembangkan usaha kecil dan menengah. Berdasarkan data Kementrian Koperasi dan UKM pada tahun 2012, tercatatat sebanyak 7.797.993 orang bekerja untuk UKM. Data ini menunjukkan bahwa sebenarnya begitu banyak rakyat yang menggantungkan hidupnya pada usaha kecil dan menengah ini. Oleh karena itu, sesungguhnya UKM ini memegang peranan yang sangat penting untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat Indonesia. UKM di Indonesia tersebar dari Sabang sampai Merauke, masing-masing mencoba meeksplor kekayaan alam yang dimiliki untuk dapatnya bermanfaat bagi pertumbuhan ekonomi bangsa. Mulai dari bidang fashion hingga kuliner yang tidak pernah mati oleh waktu. Salah satu wilayah yang terkenal akan berbagai macam jenis UKMnya adalah wilayah Kota Bogor, Jawa Barat. Kota yang cukup dekat dengan daerah ibukota ini dikenal dengan bermacam-macam sajian kuliner yang didominasi oleh UKM. Saat ini yang lebih gencar dipromosikan adalah produk komoditi susu. Susu merupakan salah satu sumber daya alam yang bisa divariasikandimanfaatkan dalam berbagai bentuk kuliner. Mulai dari minuman murni hingga pendamping bahan pembuat kue. Di daerah Bogor sendiri, UKM komoditi susu sudah semakin ramai menjadi perbincangan anak-anak muda, khususnya para mahasiswa yang tengah menimba ilmu di kota tersebut. Para pegawai dan owner nyapun tak jarang dijumpai merupakan anak- anak usia muda yang produktif bekerja, seperti mahasiswa ataupun pelajar untuk menambah uang jajan mereka. Melihat hal tersebut, meski tergolong jenis usaha yang masih kecil, namun bukan berarti karyawan yang bekerja dalam UKM tidak berhak mendapatkan fasilitas dan hak yang layak dari perusahaan UKM yang menaunginya, contohnya pemberian kompensasi yang layak dari atassan UKM. Untuk melakukan hal tersebut, ada beberapa sistem pemberian insentif atau kompensasi yang bisa UKM gunakan untuk lebih menyejahterakan para pekerjanya, sehingga diharapkan pekerja dapat lebih giat dalam menjalankan tugas dan bisa mempromosikan produk-produk dalam negeri yang 318 Forum Tahunan Pengembangan Iptek dan Inovasi Nasional V, Tahun 2015 didominasi oleh hasil kekayaan alam kita sendiri melalui kreativitas yang dimiliki para UKM tersebut. Tujuan dari penelitian ini adalah; 1 Untuk menganalisis prinsip kompensasi ideal bagi UKM komoditi susu di Kota Bogor ; 2 Mengidentifikasi sistem kompensasi yang lebih efektif untuk diterapkan pada UKM komoditi susu di Kota Bogor ; 3 Untuk menganalisis strategi implementasi sistem kompensasi ideal bagi UKM komoditi susu di Kota Bogor Ruang Lingkup penelitian ini terbatas pada usaha kecil berdasarkan jumlah tenaga kerja dengan produk utama susu di wilayah Kota Bogor. KERANGKA TEORIKERANGKA KONSEP Usaha Kecil dan Menengah UKM Badan Pusat Statistik BPS memberikan definisi UMKM berdasarkan kuantitas tenaga kerja. Usaha kecil merupakan usaha yang memiliki jumlah tenaga kerja 5 orang samapai dengan 19 orang, sedangkan usaha menengah merupakan usaha yang memiliki jumlah tenaga kerja 20 orang sampai dengan 99 orang. Menurut UU. No 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah UMKM definisi dari usaha mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan danatau badan usaha perorangan yang memenuhi kriteria usaha mikro sebagaimana diatur dalam undang- undang ini. Sedangkan pengertian usaha kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari usaha menengah atau usaha besar yang memenuhi kriteria usaha kecil sebagaimana dimaksud dalam undang-undang ini. Usaha menengah adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perseorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dengan usaha kecil atau usaha besar dengan jumlah kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan sebagaimana diatur dalam undang-undang ini. Kriteria-kriteria UMKM yang dimaksud dalam UU. No. 20 tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah UMKM dapat dilihat dalam tabel berikut : Tabel 1. Kriteria UKM menurut UU. No.20 tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah UMKM No Uraian Kriteria Asset Omset 1 Usaha Mikro Maks 50jt Maks 300jt 2 Usaha Kecil 50 – 500jt 300jt-2,5 M 3 Usaha Menengah 500jt-10M 2,5M –50M Bisa kita lihat dalam tabel 1, bahwa kriteria yang dimaksud dalam undang-undang ini mencakup perihal asset dan omset. Kriteria yang termasuk dalam golongan usaha mikro adalah usaha yang memiliki asset maksimal Rp50.000.000,00 lima puluh juta rupiah dan omset maksimal Rp300.000.000,00 tiga ratus juta rupiah. Untuk usaha yang tergolong kecil memiliki kriteria asset lebih dari Rp50.000.000,00 lima puluh juta rupiah, tetapi tidak lebih dari Rp500.000.000,00 lima ratus juta rupiah dan memiliki omset lebih dari Rp300.000.000,00 tiga ratus juta rupiah hingga Rp2.500.000.000,00 dua setengah milyar rupiah, sedangkan untuk usaha yang tergolong usaha menengah memiliki kriteria asset lebih dari Rp500.000.000,00 lima ratus juta rupiah hingga Rp10.000.000.000 sepuluh milyar rupiah serta omset lebih dari Rp2.5000.000.000,00 dua setengah milyar rupiah hingga maksimal Rp50.000.000.000,00 lima puluh milyar rupiah. Kompensasi Kompensasi adalah semua pendapatan yang berbentuk uang, barang langsung atau tidak langsung yang diterima karyawan sebagai imbalan atas jasa yang diberikan kepada perusahaan Malayu S.P. Hasibuan 2002. Kompensasi dengan Konsep 3P 1. Pay for Position Membayar untuk posisi adalah hal yang pertama dalam konsep 3P, dan hal inilah yang merupakan dasar bagi kebijakan dan praktek pembayaran gaji di suatu organisasi, dimana perusahaan mengacu pada standar yang diberlakukan untuk sebuah posisi yang akan ditempati oleh karyawan Malthis 2003

2. Pay for Person