211
Forum Tahunan Pengembangan Iptek dan Inovasi Nasional V, Tahun 2015
yang berjalan, ada sebuah bentuk pelatihan yang di atur berdasarkan pemikiran-pemikiran mandiri dari
orang-orang yang terlibat didalamnya Dryzek, 2000, h.15. Singkatnya, diskursus adalah retorik
demokrasi
deliberasi kontemporer
yang bersandar
pada bobot
argumentasi yang
dipresentasikan dari hasil pemikiran masing-masing individu yang melakukan interaksi komunikasi
politik-nya Dryzek, 2000, p.15, sehingga memiliki nilai legitimasi demokrasi yang kuat.
Deliberasi secara umum menuntut keberadaan demokrasi yang berkualitas untuk
me mbangunmenciptakan “masyarakat yang lebih
baik”; “masyarakat yang berkualitas” Mansbridge, 1999. Melalui deliberasi, masyarakat menjalani
proses belajar, berpikir, dan berbicara tentang kebijakan dan pilihan-pilihan
electoral choices
. Masyarakat deliberasi adalah masyarakat yang
sadar informasi yang relevan, mengacu pada isu yang
berkembang, dan
melakukan tukar
pendapatpikiran dengan yang lain. Nilai berharga utama dari deliberasi adalah keseimbangan,
mengandalkan informasi dari sisi yang mendukung dan tidak untuk memberikan argumentasi dan
pilihan-pilihan, sekalipun secara alami, deliberasi memiliki tingkat ketidakseimbangan yang tinggi.
Karena seringkali orang dalam mencari informasi melakukannya secara tidak proposional dan
konsisten dan hanya mengandalkan sudut pandang yang ada didalam pikirannya sendiri atau orang lain
yang memiliki pandangan yang sama. Dasar dari
“deliberasi” adalah panggilan untuk memberi “bobot” yang sudah ada. Sehingga argumentasi
yang berlangsung, akan memberikan pilihan-pilihan yang terbaik bagi masyarakatnya.
2.4. Konstruksi Sosial
Dalam berbicara tentang pilihan-pilihan politik, utamanya kita harus memahami masyarakat
beserta sistem sosialnya, guna menentukan strategi yang tepat dalam mengembangkan sebuah
logical framework
pemasarannya. Talcott
Parsons mengembangkan sebuah analisis fungsional secara
rinci dalam buku
The Social System
. Teori fungsionalisme struktural dapat dikaji melalui
beberapa asumsi-asumsi dasar berikut ini Bungin, Burhan, 2007:
1. Masyarakat haruslah dilihat sebagai suatu sistem
dari bagian-bagian yang saling berhubungan satu sama lain;
2. Dengan demikian hubungan pengaruh-
3. mempengaruhi di antara bagian-bagian tersebut
bersifat timbal balik; 4.
Sekalipun integrasi sosial tidak pernah tercapai dengan baik, namun, secara fundamental, sistem
sosial selalu cenderung bergerak ke arah ekuilibrium yang bersifat dinamis;
5. Sistem sosial senantiasa berproses ke arah
integrasi, sekalipun
terjadi ketegangan,
disfungsi, dan penyimpangan; 6.
Perubahan-perubahan dalam sistem sosial terjadi secara
bertahap melalui
penyesuaian- penyesuaian dan bersifat evolutif;
7. Faktor paling penting yang memiliki daya
integrasi suatu sistem sosial ialah konsensus atau mufakat di antara para anggota masyarakat
mengenai nilai-nilai.
Kemudian Talcott Parsons menjelaskan teori sistem sosial, bahwa setiap masyarakat
memiliki sistem sosial yang bisa digambarkan dengan AGIL serta mengenai fungsi struktur untuk
memecahkan empat masalah, yaitu:
adaptation
adaptasi,
goal attainment
pencapaian tujuan,
integration
integrasi, dan
latency pattern
maintenance
pemeliharaan pola.
Berikut penjelasannya:
1.
Adaptation
adaptasi, di mana, sistem harus beradaptasi dengan lingkungannya;
2.
Goal Attainment
pencapaian tujuan, di mana, sistem memiliki tujuan-tujuan yang akan
dicapai; 3.
Integration
integrasi, di mana, setiap bagian sistem berhubungan antara satu dengan lainnya
secara erat dan saling mendukung fungsi masing-masing;
4.
Latency pattern maintenance
pemeliharaan pola,
di mana,
sistem juga
memiliki kemampuan untuk mempertahankan pola-pola,
aturan-aturan, dan
bahkan memiliki
kemampuan untuk memperbaiki sistem yang rusak apabila ada serangan dari luar sistem.
Di samping itu, Talcott Parsons juga menilai, keberlanjutan sebuah sistem sosial
bergantung pada persyaratan: a Sistem harus terstruktur agar bisa menjaga
keberlangsungan hidupnya dan juga harus mampu harmonis dengan sistem lain;
b Sistem harus mendapat dukungan yang diperlukan dari sistem lain;
c Sistem harus mampu mengakomodasi para aktornya secara proporsional;
d Sistem harus mampu melahirkan partisipasi yang memadai dari para aktornya;
e Sistem harus mampu untuk mengendalikan perilaku yang berpotensi mengganggu;
f Bila terjadi konflik menimbulkan kekacauan harus dapat dikendalikan;
g Sistem harus memiliki bahasa aktor dan sistem sosial.
212
Forum Tahunan Pengembangan Iptek dan Inovasi Nasional V, Tahun 2015
Dalam membangun sikap dan perubahan sosial, yang dapat menciptakan perubahan sistem
sosial secara laten Parera, Talcott, megungkap fenomena dan implikasi dari sebuah pencapaian
akhir dari demokrasi yang berkualitas. Mengacu pada
hal tersebut,
evolusi dan
gambaran
metaframework
yang mungkin terjadi, dapat di idenifikasi berdasarkan elemen-elemen berikut ini
Haferkamp Smelser, 1992: 4-5: 1.
Meknisme Pemicu Perubahan
Triggering Mechanisms
. Yang diantaranya, secara internal mekanisme, dapat dipicu oleh keberadaan
teknologi yang ada – seperti social media:
facebook, twitter; faktor budaya
culture lags
, dan juga, timbulnya internal kontradiksi didalam
diri individu yang bersangkutan.
Smelser
, menyebutkannya
sebagai ‘
intersocietal
relations”.
Eder
, menamakannya
sebagai internal kontradiksi dan ancaman, sebagai
mekanisme yang meng- inisiasi ‘komunikasi
yang terjalin’.
Eisentadt
mengidentifikasikannya sebagai
“Structural Variety” didalam kehidupan bermasyarakat,
yang menjadi
dasar dari
kemunculan dan berkembangnya konflik-konflik didalamnya.
2.
Mekanisme Berkelanjutan dari Perubahan.
Hondrich
, memahami perbedaan dan segmentasi sebagai “dua hal yang berkolaborasi dan
menimbulkan evolusi, yang tampil dalam bentuk dinamika yang beraspek pada inovasi, meluas
dan beresiko, yang mengarah pada pencegahan, stabilitas
dan pencegahan
resiko.
Eder
, melakukan pengujian dengan menggabungkan
beberapa klasifikasi mekanisme yang dibagi dalam tiga tahapan variasi, seleksi, dan
stabilisasi, yang
melibatkan proses
pembelajaran melalui
groups, classification struggles,
dan konflik antara masyarakat dan lingkungan.
3.
Direktori, menghargai determinasi pernyataan
akhir dari perubahan.
Eder
, menyatakan “untuk memproduksi kembali komunikasi”. Konstituen
realitas komunikasi sosial yang menyesuaikan diri dengan setiap perubahan yang ada, pada
tingkat
moral ideas
.
Eder
, berasumsi, bahwa perubahan evolusioner dalam kesadaran moral,
dipengaruhi oleh
initial dissolution
yang berbasis pada moralitas agama pada abad ke-
enambelas 1985,10.
Eisenstadt
, berargumen terhadap posisi direktori yang berasal dari
modernisasi, dimana intervensi kaum elit dutujukan untuk menciptakan struktur sosial
modern. 4.
Proses secara keseluruhan. Satu dari teori
kontemporer evolusioner
adalah sebuah
pekerjaan yang diawali dengan patologi, paradoks,
decay
, dan
dissolution
yang berjalan searah dengan pertumbuhannya Elias, 1985.
Hondrich
, melihat
adanya peningkatan
homoginitas didalam
masyarakat yang
menunjukan beberapa variasi ancaman yang muncul melalui fungsi differensiasi.
Eder
, juga melihat, bahwa patologi yang ada didalam
proses evolusioner, secara umum mengarah ketingkat moralitas yang lebih tinggi.
Proses ini akan menjadi bagian penting dari perkembangan yang perlu diperhatikan didalam
proses diskusi publik diskursus yang dijalankan, hingga tercapai perubahan sosial seperti yang
diharapkan, peningkatan kualitas hidup berbasis ekonomi, lingkungan dan masyarakat. Perubahan
sikap dan aksi sosial yang diharapkan terjadi dalam proses penerapan komunikasi deliberasi ini akan
melewati empat tahap, dimulai dari: 1 Tahap identifikasi, yang diawali o
leh sebuah ‘kesadaran’; 2 Penciptaan makna melalui asosiasi diskursus
yang berjalan paralel dengan kampanye media yang atraktif; 3 Tumbuh kearah positif, dimana respon
mulai muncul, dan; 4 Hubungan dengan masyarakat menuju kearah berhasil, yang terbaca
melalui
tingginya intensitas
dan loyalitas
masyarakatnya. 2.5.
Green Social Capital
Sosial kapital yang disebut juga sebagai “relationship to others” merupakan sebuah aset
produktif yang dijadikan sebagai sebuah pengganti sekaligus pelengkap dari aset produktif lainnya,
yang terhubung secara kontinen, dalam bentuk penanaman modal perorangan maupun kolektif,
yang bertujuan membangun atau mereproduksi hubungan sosial yang berlangsung dalam jangka
pendek maupun panjang, yang dilakukan di lingkungan tempat kerja, rumah, kesuku-an,
maupun kekerabatan Schmid, A. Allan and Robison, Linden J..
Tiga komponen dalam sosial kapital, yaitu: 1
Social Networks Interaction
dan
sociability
– pengalaman berinteraksi tatap muka dengan orang-
orang yang memiliki latar belakang yang berbeda dimana kita belajar untuk saling percaya; 2
trust and reciprocity
– berkembang sepenuhnya didalam masyarakat; dan 3
sense of belongingplace attachment
– disebut sebagai
civic engagement
, yang lebih lanjut, mendorong kemampuan setiap
anggotanya mempengaruhi
bentuk pelayanan
213
Forum Tahunan Pengembangan Iptek dan Inovasi Nasional V, Tahun 2015
publiknya -
public affairs
Putnam, Robert et al. 1993; 1995a; 1995b; 2000.
Proses uji partisipasi ini, dilakukan dengan menggunakan 3 dimensi:
intensity
ke-partisipasi-an secara aktif vs. pasif;
scope
luas-besar Vs. Beberapa afiliansi and
type
bertujuan non-politik Vs.
Politik. Dalam
konteks ini,
Putnam mengasosiasikan sumber utama dari terbentuknya
sosial kapital adalah kepercayaan sosial yang sejalan dengan terbentuknya
social networks
dan
civic engagement
. Dikatakan sebagai
green social capital
, dikarenakan aktifitas yang dilakukan bertujuan untuk membangun sebuah nilai ekonomi
yang ramah lingkungan dan berkelanjutan.
3. METODE PENELITIAN