Latar Belakang Sistem Peradilan Pidana yang Edukatif Terhadap Anak Sebagai Pelaku Tindak Pidana (Studi di Kabupaten Simalungun).

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Anak sebagai unsur penting kehidupan masa depan memerlukan pembinaan dan bimbingan khusus agar dapat berkembang baik fisik, mental dan spiritualnya secara maksimal, perkembangan tersebut terjadi di lingkungan anak. Lingkungan adalah hal yang penting untuk diperhatikan dalam perkembangan anak karena pada dasarnya tempat anak mempelajari hal-hal baru dalam pertumbuhannya adalah di lingkungan, termasuk hal-hal yang dapat mempengaruhi terjadinya kejahatan yang dilakukan oleh anak. Anne Astasi mantan presiden American Psychological Associaton mengemukakan bahwa pengaruh keturunan kepada tingkah laku tidak terjadi secara langsung, pengaruh keturunan selalu membutuhkan perantara atau pernagsang yang terdapat dalam lingkungan, dan faktor lingkungan menjadi sumber dari berkembangnya setiap tingkah laku. 54 Kesalahan anak yang ringan dapat berkembang menjadi kenakalan anak yangapabila dibiarkan tanpa adanya pengawasan dan pembinaan yang tepat, serta terpadu oleh semua pihak maka gejala kenakalan anak ini akan menjadi tindakan-tindakan yang mengarah kepada tindakan kriminalitas, menjadikan anak sebagai pelaku tindak pidana. Anak yang masih dalam pencarian jati diri mempunyai mental yang sangat mudahterpengaruh dengan situasi dan kondisi lingkungan disekitarnya, sehingga jika lingkungan tempat anak berada tersebut buruk dapat berpengaruh pada tindakan yang buruk juga. 55 54 Singgih, yulia, Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja,PT. BPK. Gunung Mulia, Jakarta, 2008, hlm. 19 55 Wagiati, Hukum Pidana Anak, Refika Aditama, Bandung, 2006, hlm. 16 Universitas Sumatera Utara Perbuatan atau tingkah laku anak yang menyalahi hukum disebut Kenakalan Remaja Juvenile Delinquency, Peter Salim mengartikan juvenile delinquency adalah kenakalan anak remaja yang melanggar hukum, berprilaku anti sosial, melawan orang tua, berbuat jahat, sehingga sampai diambil tindakan hukum. 56 Anak pelaku tindak pidana tidaklah sama dengan orang dewasa sebagai pelaku tindak pidana, ketentuan hukum mengenai anak-anak khususnya bagi anak yang melakukan tindak pidana telah diatur dalam Undang-Undang Nomor. 39 Tahun 1997 Anak yang terlanjur masuk ke dalam sistem peradilan pidana tetap harus diperlakukan sebagai anak yang butuh perlindungan dan bimbingan tentu saja harus berbeda dengan orang dewasa, termasuk dalam sistem peradilan pidana bagi seorang anak pelaku tindak pidana tersebut tetaplah mementingkan hal-hal yang bersifat mendidik dan mementingkan hak anak. Indonesia telah membuat peraturan-peraturan yang pada dasarnya sangat menjunjung tinggi dan memperhatikan hak-hak dari anak yaitu dapat dilihat dari diratifikasinya Konvensi Hak Anak KHA dengan keputusan Presiden Nomor 36 Tahun 1990. Peraturan perundangan lain yang telah ada antara lain, Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak, Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, dan yang terakhir Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak. 56 Peter Salim, Salim Ninth Collegiate English Indonesia Dictionary, cet 3, Yogyakarta, Modern English Press, 1987, hlm. 321. Universitas Sumatera Utara tentang Pengadilan anak, baik pembedaan perlakuan di dalam hukum acara maupun ancaman pidananya. Penerapan Undang-Undang ini dimaksudkan untuk lebih memberikan perlindungan dan pengayoman terhadap anak demi masa depannya yang masih panjang, dan pembedaan perlakuan antara pelaku tindak pidana anak dengan dewasa juga dimaksudkan untuk memberikan kesempatan kepada anak agar setelah melalui pembinaan akan diperoleh jati dirinya untuk menjadi manusia yang lebih baik yang berguna bagi diri, keluarga , masyarakat, dan Negara. 57 Data dari Direktorat jenderal Pemasyarakatan tentang Kondisi Anak Pelaku Tindak Pidana saat ini antara lain sebagai berikut: 58 1. Lebih dari 7.000 anak sebagai pelaku tindak pidana masuk proses peradilan setiap tahun 2. Bulan Juli 2010 terdapat 6.273 anak yang berada di Tahanan dan lapas di seluruh Indonesia, terdiri dari 3.076 anak dengan status tahanan, 3.197 Narapidana dan 56 Anak negara . 3. Dari 6.273 anak tersebut diatas , 2.357anak ditempatkan di Lapas Anak, sedangkan sisanya sebanyak 3.916 anak ditempatkan di Lapas Dewasa . 4. 5 lima Jenis tindak pidana yang paling dominan dilakukan anak yaitu : Pencurian , Narkotika Susila ,dan penganiayaan dan pengeroyokan Peradilan anak ada hakikatnya diselenggarakan dengan tujuan untuk mendidik kembali dan memperbaiki sikap juga perilaku anak sehingga ia dapat meninggalkan perilaku buruk yang selama ini telah dilakukannya. 59 57 Wagiati, Op.cit,hlm. 29 Sistem pemidanaan yang berlaku saat ini di Indonesia tampaknya hanya fokus kepada pemidanaannya saja tanpa memperhatikan bagaimana merubah si anak tersebut menjadi lebih baik. 58 Apong, Penanganan Anak yang bermasalah dengan hukum, 2012,http:www.situslama.kemenkeu.go.idindothersbakohumasbakomaspemberwanita_anakABH 20HARUS20BAGAIMANA.ppt, di akses pada tanggal 12022014 59 Maidin Perlindungan Hukum terhadap anak dalam sistem peradilan pidana anak diindonesia, Refika Aditama, Bandung, 2008, hlm.77 Universitas Sumatera Utara Data yang ditemukan KPAI Komisi Perlindungan Anak Indonesia pada tahun 2011: 60 1. Lapas Klas II Anak Medan Sumut, tanggal 30 Maret 2011,ada 71 Anak yang telah di vonis hakim PN Medan tetapi belum menerima petikan putusan Extract Vonnis dan masa tahanan telah habis. 2. Rutan Pondok Bambu Tanggal 14 Maret 2011, Pada tanggal 11 Maret 2011, tercatat ada 20 Anak yang belum menerima petikan putusan maupun salinan putusan pengadilan, padahal hakim sudah memutus perkara tersebut antara 6 Desember 2010 -28 Februari 2011 3. Rutan Pondok Bambu Tanggal 1 Desember 2011, Ada 126 orang anak laki-laki, anak perempuan dan perempuan dewasa belum menerima extract vonis 4. Ada 162 orang ada putusan tapi belum dilengkapi surat perintah pelaksanaan putusan P-48 dan Berita Acara Pelaksanaan eksekusi oleh Jaksa BA-8 . Keadaan dimana anak adalah generasi penerus yang diharapkan kelak dan kemungkinan masih dapat dibimbing lagi karena masih dalam tahap perkembangan, maka patutlah untuk seterusnya negara mengubah paradigma dalam penangan anak berhadapan dengan hukum atau anak pelaku tindak pidana. Komisi Perlindungan anak Indonesia merekomendasi perubahan paradigma dalam penangan anak berhadapan dengan hukum antara lain: 61 1. Penyelesaian kasus ABHPeradilan pidanaAnak harus merupakan bagian dari perlindungan anak dan merupakan bagian integral proses pembangunan nasional. 2. Perlindungan ABH harus merupakan keseluruhan proses, dimulai dari pencegahan, penyelesaian kasus, program rehabilitasi dan reintegrasi ABH ke Masyarakat. 3. Anak, karena karakteristiknya belum matang baik secara fisik maupun psikis, memerlukan perlindungan dan penanganan hukum yang khusus dibandingkan dengan orang dewasa 4. Kewajiban negara, masyarakat dan keluarga untuk melindungi anak. Komite Pemerintah dan DPR Dewan Perwakilan Rakyat sejalan dengan itu telah membahas revisi UU Pengadilan anak dengan substansi penting : 62 60 Apong,Op.Cit 61 Ibid 62 Ibid Universitas Sumatera Utara 1. Penyelesaian perkara anak dilakukan dengan pendekatan keadilan restoratif 2. Dalam penyelesaian perkara anak dimungkinkan adanya proses pengalihan dari proses formal diversi 3. Perampasan kemerdekaan sebagai upaya terakhir. Substansi dan hal penting tersebut dirumuskan dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, yang diharapkan akan mewujudkan sistem peradilan yang lebih spesifik dan sebagai penyempurnaan dan penanggulangan hambatan- hambatan yang dirasakan pada peraturan sebelumnya dari Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak, Hal-hal baru yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Anak, diantaranya definisi anak, lembaga-lembaga anak, asas-asas, sanksi pidana, ketentuan pidana. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 dalam Pasal 1 menyebutkan sistem Peradilan Pidana Anak adalah keseluruhan proses penyelesaian perkara anak yang berhadapan dengan hukum, mulai dari tahap penyidikan sampai tahap pembimbingan setelah menjalani pidana, keseluruhan proses tersebutlah yang menyatu menjadi sistem peradilan pidana anak. Pelaksanaan proses hukum terhadap pelaku tindak pidana berada dalam satu sistem yang terdiri dari subsistem yang saling berhubungan yang disebut dengan peradilan pidana atau dalam bahasa inggris criminal justice system. 63 63 Marlina. Peradilan Pidana Anak di Indonesia Pengembangan Konsep Diversi dan restorative justice, Refika Aditama, Medan, 2009, hlm 5 Universitas Sumatera Utara Mardjono Reksodiputro mengartikan sistem peradilan pidana merupakan sistem dalam suatu masyarakat untuk menanggulangi masalah keajahatan, bertujuan mengendalikan kejahatan agar berada dalam batas-batas toleransi dan menyelesaikan sebagian besar laporan ataupun keluhan masyarakat yang menjadi korban kejahatan dengan mengajukan pelaku kejahatan ke sidang pengadilan untuk diputus bersalah serta mendapat pidana kemudian mencegah terjadinya korban kejahatan dan mencegah pelaku mengulangi perbuatannya. 64 Sistem Peradilan Pidana Anak meliputi segala aktivitas pemeriksaan dan pemutusan perkara pidana yang menyangkut anak, menekankan atau memusatkan perhatian pada “kepentingan anak”, Sistem peradilan Pidana Anak adalah sistem pengendalian kenakalan anak yang terdiri dari lembaga-lembaga yang menangani Penyidikan anak, penuntutan anak, pengadilan anak, pemasyarakatan anak. 65 Berdasarkan pengertian tersebut jelas bahwa tujuan CJS terwujud apabila keempat instansi yang terkait yaitu kepolisian, kejaksaan, pengadilan, dan lembaga pemasyarakatan bekerjasama secara terpadu integrated Criminal Justice Administrasion. Istilah sistem peradilan pidana atau criminal justice system CJS menurut davies menggambarkan the world system converts an impression of a complect to end, artinya kata sistem menunjukkan adanya suatu kesan dari objek yang kompleks terdiri dari bagian-bagian dan sub-sub bagian dengan bagian lainnya saling berhubungan satu sama lain dan berjalan sampai akhir. 66 Sistem peradilan pidana terdiri dari 4 empat komponen yaitu kepolisian, kejaksaan, pengadilan dan lembaga pemasyarakatan. Keempat komponen tersebut bekerjasama dalam menegakkan keadilan. Tahapan dalam proses peradilan pidana yaitu tahap prajudikasi sebelum sidang peradilan, meliputi penyidikan dan penyelidikan, judikasi selama sidang peradilan meliputi pemeriksaan dan pembuktian tuntutan pihak jaksa dan pascajudikasi setelah sidang peradilan meliputi 64 Ibid 65 Ibid, hlm. 70 66 Ibid, hlm.7 Universitas Sumatera Utara pelaksanaan keputusan yang telah ditetapkan dalam persidangan seperti penempatan terpidana kedalam lembaga pemasyarakatan. Peraturan-peraturan minimum Standar Perserikatan Bangsa- Bangsa mengatur mengenai Administrasi Peradilan bagi Anak United NationsStandard Minimum Rules for the Administration of Juvenile Justice TheBejing Rules Bagian satu : Prinsip-prinsip Umum Butir 5. Tujuan-tujuan Peradilan Anak 5.1. Sistem peradilan bagi anak akan mengutamakan kesejahteraan anak dan akan memastikan bahwa reaksi apapun terhadap pelanggar-pelanggar hukum berusia anak akan selalu sepadan dengan keadaan-keadaan baik pada pelanggar- pelanggar hukumnya maupun pelanggaran hukumnya. Butir 6. Ruang lingkup kebebasan membuat keputusan 6.1. Mengingat kebutuhan-kebutuhan khusus yang beragam dari anak anak maupun keragaman langkah-langkah yang tersedia, ruang lingkup yang memadai bagi kebebasan untuk membuat keputusan akan diizinkan pada seluruh tahap proses peradilan dan pada tahap tahap berbeda dari administrasi peradilan bagi anak, termasuk pengusutan, penuntutan, pengambilan keputusan dan pengaturan- pengaturan lanjutannya. Butir 7. Hak-hak anak 7.1. Langkah-langkah pelindung prosedural yang mendasar seperti praduga tak bersalah, hak diberitahu akan tuntutan-tuntutan terhadapnya, hak untuk tetap diam, hak akan pengacara, hak akan kehadiran orang tua wali, hak untuk Universitas Sumatera Utara menghadapi dan memeriksa silang saksi-saksi dan hak untuk naik banding ke pihak berwenang yang lebih tinggi akan dijamin pada seluruh tahap proses peradilan. Perlindungan hukum terhadap anak menyangkut semua aturan hukum yang berlaku, hal ini perlu mengingat bahwa anak adalah bagian dari masyarakat yang mempunyai keterbatasan secara fisik dan mentalnya oleh karenanya anak memerlukan perlindungan dan perawatan khusus. 67 Konsep diversi dan restorative tersebut merupakan hal baru di Indonesia, awalnya konsep diversi muncul dalam wacana-wacana seminar yang sering diadakan. Berawal dari pengertian dan pemahaman tentang konsep itu menumbuhkan semangat dan keinginan untuk mengkaji konsep tersebut, selanjutnya secara intern kelembagaan yang terlibat dalam sistem peradilan pidana anak tersebut masing-masing membicarakan kembali tentang konsep tersebut dalam memberikan perlindungan terhadap anak pelaku tindak pidana. Perlindungan hukum tersebut tidak terkecuali bagi anak yang melakukan tindak pidana, dalam sistem hukum khususnya peradilan pidana anak juga telah menjadi perhatian penting dengan adanya sistem yang edukatif atau mendidik khusus untuk anak, perkembangan sistem yang edukatif ini tak terlepas dari konsep diversi dan restorative justice. 68 Sistem pemidanaan yang bersifat mendidik edukatif, tidak hanya menekankan dari segi pemidanaannya saja namun lebih kepada bagaimana caranya agar seorang anak itu bisa dirubah perilakunya menjadi lebih baik dan tidak akan mengulangi tindakannya tersebut tanpa harus diberikan sanksi badan atau penjara, memungkinkan dapat tercapainya tujuan dari pembuatan peraturan yang mengatur tentang anak tersebut. 69 67 Ibid, hlm.42 68 Marlina, Op.cit 69 Novie amalia, Op.cit Universitas Sumatera Utara Salah satu contoh sanksi pidana yang bersifat edukatif adalah pemberian sanksi pidana yang tidak hanya dikembalikan kepada orang tua wali atau lingkungannya saja namun sanksi pidana tersebut sifatnya juga mendidik misalnya dimasukkan ke pondok pesantren bagi pelaku tindak pidana yang beragama Islam, atau diberikan kepada gereja bagi yang beragama nasrani, dan lembaga keagamaan lainnya yang sesuai dengan agama yang dipeluk atau dianutnya. 70 70 Ibid Universitas Sumatera Utara

B. Perumusan Masalah