Komponen Evaluasi Komponen Kurikulum

peningkatan profesionalisme guru sebelum kurikulum baru diterapkan, apalagi sosialisasi hanya melalui beberapa kali penataran dan lokakarya saja. 41 Oleh karena itu, pemerintah perlu melaksanakan pelatihan pelaksanaan kurikulum baru kepada guru agar mereka dapat melaksanakannya sesuai dengan tujuan perubahan kurikulum itu sendiri. Berdasarkan uraian di atas, maka terdapat dua kegiatan penting dalam implementasi kurikulum tingkat nasional, yaitu sosialisasi dan peningkatan profesionalisme guru. Kegiatan ini tentu membutuhkan biaya yang tidak sedikit dan waktu yang cukup lama sampai kepala sekolah dan guru mampu menerapkan kurikulum baru tersebut dengan baik dan benar. 2 Implementasi Tingkat Satuan Pendidikan Implementasi di tingkat sekolah merupakan kegiatan inti pada perubahan kurikulum, disinilah kurikulum tersebut akan diuji. Oleh karena itu, diperlukan strategi implementasi yang efektif dan efisien, terutama dalam mengoptimalkan kualitas pembelajaran. Karena bagaimana pun baiknya sebuah kurikulum, efektivitasnya sangat ditentukan oleh implementasi di sekolah, khususnya di kelas. Keberhasilan atau kegagalan implementasi kurikulum di sekolah sangat bergantung pada kepala sekolah dan guru, karena dua figur tersebut merupakan kunci yang menentukan serta menggerakkan berbagai komponen dan dimensi sekolah yang lain. Dalam posisi tersebut, baik buruknya komponen sekolah yang lain sangat ditentukan oleh kualitas guru dan kepala sekolah, tanpa mengurangi arti penting tenaga kependidikan lainnya. 41 Ibid., h. 412. a Kepala Sekolah Kepemimpinan kepala sekolah memainkan peran strategis dalam proses pengembangan kurikulum, sebab tanpa kepemimpinan yang komit pada implementasi kurikulum dapat menyebabkan tujuan pendidikan bisa tidak terarah, perencanaan pembelajaran tidak terlaksana dengan tuntas dan kurikulum tidak diimplementasikan sebagaimana seharusnya. Menurut Lunenburg dan Ornstein sebagaimana yang dikutip oleh Mohammad Ansyar bahwa hambatan terbesar dalam penyempurnaan kurikulum adalah sikap apatis kepala sekolah, karena kebanyakan mereka lebih senang memelihara pelaksanaan pembelajaran seperti apa adanya. 42 Oleh karena itu, seorang kepala sekolah harus selalu siap menerima tuntutan perubahan-perubahan, karena sikap apatis dapat menimbulkan rasa puas diri yang lama-kelamaan menjelma menjadi budaya sekolah yang menganggap lebih mudah mempertahankan status quo daripada susah-susah melakukan perubahan. Ketika kepala sekolah telah menerima perubahan sebuah kurikulum, maka ia juga harus meyakinkan guru dan menjelaskan kepada kepada mereka tujuan perubahan kurikulum tersebut secara terperinci: bagaimana bentuk kurikulum baru itu dan dalam hal apa saja kurikulum tersebut lebih super dari sebelumnya. 43 Hal ini dilakukan agar guru juga dapat menerima perubahan kurikulum tersebut. Pada tataran ini, kepala sekolah bertugas untuk melakukan pembagian tugas kepada guru sesuai dengan keahlian masing- masing. 44 Hal ini disampaikan oleh Departemen Pendidikan Nasional Republik Indonesia sebagaimana yang dikutip oleh 42 Ansyar, op. cit., h. 427. 43 Ibid., h. 418. 44 Siti Minarti, Manajemen Sekolah Mengelola Lembaga Pendidikan Secara Mandiri, Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2011, h. 98.