BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Penyakit Akibat Kerja adalah penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan, alat kerja, bahan, proses maupun lingkungan kerja kalbe, 2010. Berdasarkan Keputusan Presiden
No.22 tahun 1993, salah satu Penyakit Akibat Kerja adalah dermatitis. Dermatitis kerja adalah peradangan kulit yang menyebabkan gatal, nyeri, kemerahan, dan pembengkakan
lepuh kecil. Dermatitis yang terjadi pada pekerja adalah dermatitis kontak akibat kerja. Dermatitis kontak akibat kerja didefinisikan sebagai penyakit kulit dimana pajanan di
tempat kerja merupakan faktor penyebab yang utama serta faktor kontributor. HSE, 2000.
Dermatitis kontak akibat kerja dapat terjadi pada berbagai jenis pekerjaan, baik sektor formal maupun informal. Salah satu sektor pekerjaan yang pekerjanya berpotensi
terkena dermatitis kontak adalah pekerjaan yang berhubungan dengan kebersihan, yaitu petugas pengolahan sampah. Petugas pengolahan sampah dikatakan memiliki potensi
terkena dermatitis kontak, karena jenis pekerjaannya yang basah, kontak dengan berbagai jenis sampah baik organik maupun anorganik yang mengandung zat-zat yang
bersifat iritan, serta minimnya program kesehatan dan keselamatan kerja. Data mengenai insidens dan prevalensi penyakit kulit akibat kerja sukar didapat,
termasuk dari negara maju, demikian pula di Indonesia. Umumnya pelaporan tidak lengkap sebagai akibat tidak terdiagnosisnya atau tidak terlaporkannya penyakit
tersebut. Hal lain yang menyebabkan terjadinya variasi besar antarnegara adalah karena
1
sistem pelaporan yang dianut berbeda. Penelitian WHO pada pekerja tentang penyakit kerja di 5 lima benua tahun 1999, memperlihatkan bahwa penyakit kulit Dermatosis
akibat kerja menempati urutan keempat, yaitu sebesar 10. Sedangkan di beberapa
negara maju yang telah berhasil mendata penyakit akibat kerja PAK, seperti Amerika
Serikat berdasarkan data dari
Biro statistik tenaga kerja didapat angka 1,5 dari seluruh tenaga kerja yang terdaftar menderita dermatitis akibat kerja DAK. Dermatosis
tersering adalah dermatitis kontak, sebesar 21,3 yang merupakan terbanyak kedua Astono dan Sudarja, 2002. Di
Swedia persentase DAK 50 dari seluruh jenis PAK dan di Inggris
prevalensi dermatitis secara klinis didiagnosis meningkat antara 1990 dan 1995 dari 54.000 sampai 66.000 kasus
. Sedang di Singapura, angka ini berkisar 20 . Di Indonesia,
insiden dermatitis kontak akibat kerja yang didiagnosis di Poliklinik Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin FKUI-RSUPN dr Cipto Mangunkusumo Jakarta, yaitu
sebanyak 50 kasus per tahun atau 11.9 persen dari seluruh kasus dermatitis kontak citra, 2010.
Sedangkan untuk insiden dermatitis pada pekerja pengangkut sampah, berdasarkan penelitian Khairunnas di pasar tradisional johar kota semarang, diketahui 42 60
pekerja menderita dermatitis. Sslain itu juga berdasarkan penelitian Carina di kota palembang, didapatkan 61 pekerja 61 menderita dermatitis. Dermatitis yang terjadi
pada pekerja yang kontak dengan sampah dapat disebabkan oleh banyak hal, penyebab- penyebab tersebut dapat dilihat berdasarkan penelitian-penelitian terdahulu seperti pada
penelitian Hartanto pada petugas pengumpul sampah rumah tangga di Kota Magelang tahun 2004, diketahui bahwa adanya hubungan yang signifikan antara paparan,
kebersihan perorangan, dan pemakaian APD dengan dermatosis pada petugas
2
pengumpul sampah rumah tangga. Selain itu dermatitis juga dapat terjadi karena higiene pribadi, seperti hasil yang didapatkan pada penelitian Carina pada pekerja pengangkut
sampah kota Palembang tahun 2008, menunjukkan bahwa ada hubungan higiene pribadi dengan kejadian dermatitis pada pekerja pengangkut sampah. Dermatitis juga terjadi
pada pemulung, dimana penggunaan sarung tangan merupakan penyebab dermatitis yang terjadi pada pemulung, hal tersebut diketahui berdasarkan penelitian Chotimah di
TPA Tanjung Rejo Kecamatan Jekulo Kabupaten Kudus pada tahun 2006, yang menyatakan bahwa adanya hubungan yang signifikan antara penggunaan sarung tangan
dengan kejadian dermatitis kontak iritan pada pemulung. Dampak dermatitis kontak berpengaruh terhadap fisik dan ekonomi. Secara fisik
dermatitis kontak iritan kronis yang bersifat kumulatif , yaitu terpapar berulang-ulang dengan iritasi tingkat rendah. Selain itu juga terjadi ruam yang mungkin memakan waktu
minggu, bulan, atau bahkan bertahun-tahun untuk berkembang. Sedangkan dampak dermatitis kontak dalam hal ekonomi, meliputi biaya langsung atas pengobatan,
kompensasi kecacatan dan biaya tidak langsung yang meliputi kehilangan hari kerja dan produktivitas, biaya pelatihan ulang serta biaya yang menyangkut efek terhadap kualitas
hidup. Pada tahun 1993, 21 yang diregistrasi pada survei BLS menunjukkan median
hilangnya waktu bekerja adalah 3 hari, lebih dari 7 kasus bahkan melebihi 11 hari bekerja. Sedangkan dampak ekonomi berdasarkan estimasi biaya langsung maupun tidak
langsug yang melebihi 22 juta dolar setiap tahunnya, diperkirakan biaya untuk DAK yang sebenarnya berkisar antara 222 juta sampai 1 miliar dolar setiap tahunnya
Hudyono, 2002.
3
Faktor yang dapat menyebabkan terjadinya dermatitis, yaitu 1.
Zat, antara lain sifat zat, kelarutan, formulir gas, cair, padat, konsentrasi, durasi pajanan.
2. Lingkungan, antara lain suhu, kelembaban, dan kontaminasi
3. Individu, antara lain daerah kulit tangan, lengan, wajah, kaki, kondisi kulit
luka, ruam, lecet, usia, gender, ras,riwayat alergi, personal hygiene, penggunaan APD, teksture kulit, sweating dan obatpengobatan.
Berdasarkan penelitian Dinny Suryani pada pemulung sampah di LPA Benowo Surabaya, didapat 24,1 pegangkut sampah yang menderita dermatosis akibat kerja.
Variabel yang paling berhubungan dengan dermatosis akibat kerja pada penelitian ini
adalah umur dan lama kerja.
TPA Cipayung terletak pada kelurahan Cipayung, Kecamatan Pancoran Mas Kota Depok. TPA ini memiliki 3 Unit Pengolahan Sampah UPS, dimana setiap UPS
terdiri dari 13 pekerja. Komposisi sampah yang masuk ke TPA Cipayung antara lain bahan organik, kertas, kacabelinggelas, plastik, logam, kayu, kain, karet, dan lain-lain.
Sampah tersebut berasal dari sampah pemukiman, pasar, pertokoan dan rumah makan, institusi dan hotel, jalan protokol, taman, dan selokan. Komposisi sampah terbanyak
adalah bahan organik, yaitu sebesar 72,97 . Berdasarkan komposisi sampah tersebut pengolah sampah yang kerjanya selalu kontak dengan sampah-sampah tersebut dapat
dikatakan beresiko dermatitis, dimana sampah-sampah tersebut mengandung zat yang bersifat iritan. Selain itu berdasarkan hasil penelitian, penyakit yang sering diderita
penduduk sekitar kawasan TPA Cipayung salah satunya adalah gatal-gatal Mulyono, 2010
4
Berdasarkan hasil studi pendahuluan pada 40 orang petugas pengolah sampah di TPA Cipayung Kota Depok didapatkan 22 pekerja yang mengalami dermatitis kontak
iritan dan 18 pekerja yang tidak mengalami dermatitis kontak iritan. Oleh karena itu peneliti ingin mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian dermatitis
pada pekerja pengolahan sampah di TPA Cipayung Kota Depok, agar petugas dan pemerintah dapat melakukan upaya pencegahan yang efektif.
1.2. Rumusan Masalah