Teori-teori Belajar Hasil Belajar

dicapai setelah terjadinya proses belajar yang dipengaruhi oleh faktor internal, faktor eksternal, serta faktor pendekatan-pendekatan belajar yang keseluruhannya saling mendukung dalam rangka pencapaian tujuan pembelajaran yang merupakan titik puncak dari kegiatan belajar mengajar di kelas.

4. Teori-teori Belajar

Belajar adalah proses tingkah laku sebagai akibat pengalaman atau latihan. Proses perubahan tingkah laku atau proses belajar yang terjadi pada diri individu itu merupakan proses internal psikologi yang tidak dapat diketahui secara nyata. Oleh karena terjadinya proses belajar itu tidak dapat diketahui secara jelas maka timbullah perbedaan pendapat di kalangan para ahli psikologi, sehingga akibatnya terjadi bermacam-macam teori belajar. Teori adalah pendapat yang dikemukakan oleh para ahli. Pendapat ahli yang bersifat teoritis itu biasanya bersisi “konsep” pengertiandefenisi dan “prinsip” aplikasi konsepcara-cara pelaksanaan konsep tersebut Teori-teori belajar yang dikemukakan oleh para ahli psikologi itu dapat dikelompokkan menjadi tiga bagian yaitu: Teori Belajar menurut Ilmu Jiwa Daya; Teori Belajar menurut Ilmu Jiwa Asosiasi; Teori Belajar menurut Ilmu Jiwa Gesalt. 37 a. Teori Belajar Menurut Ilmu Jiwa Daya Teori ini dikemukakan oleh ahli psikologi zaman filsafat seperti Plato, dan Aristoteles. Menurut teori ini jiwa manusia itu terdiri dari berbagai daya di mana masing-masing daya itu mempunyai fungsinya sendiri. Daya jiwa tersebut adalah daya ingatan, daya berfikir, daya fantasi dan lain sebagainya. Belajar menurut teori ini ialah dengan mengasahmelatih daya-daya itu agar berfungsi daya itu sudah tajam, maka daya jiwa itu dapat digunakan untuk apa saja dalam hidup ini. 37 M. Alisuf Sabri, Psikologi Pendidikan, Jakarta : Pedoman Ilmi Jaya, 1995, Cet. 3, h. 63 Cara belajar dengan teori ini ialah : untuk mengasahmelatih daya berfikir dilakukan dengan cara siswa disuruh mengerjakan soal-soal hitungan atau ilmu pasti sebanyak-banyak setiap hari, sedangkan untuk melatih daya ingatan dilakukan dengan cara siswa disuruh menghafal angka-angka, kata-kata yang sedikitpun tidak mengandung arti. Dengan demikian tujuan belajar menurut teori Ilmu Jiwa Daya ini bukan untuk menguasai materi pengetahuan yang diajarkan tetapi untuk membentuk kemampuan daya jiwa agar dapat berfungsi secara tajam, atau disebut dengan tujuan pembentukan formil. b. Teori Belajar Menurut Jiwa Asosiasi Ilmu jiwa asosiasi berpendirian bahwa keseluruhan itu merupakan penjumlahan dari bagian-bagian atau unsur-unsurnya. Teori-teori belajar berdasarkan ilmu jiwa ini tampaknya lebih menekankan kepada segi hubungan yang erat antara stimulus dan respon. Menurut teori ilmu jiwa asosiasi, belajar itu diasosiakan dengan memperkuat hubungan stimulus dengan respon. Dalam aliran ini dikenal dua macam teori yaitu : teori Connectionisme Thordike dan teori Conditioning. Teori Conditioning ada tiga macam, yakni : teori Classical Conditioning dari Pavlon, teori Operant Conditioning dari Skinner dan teori Conditioning dari Guthrie. Keempat macam teori belajar intinya hampir sama yaitu menekankan pada bagaimana upaya memperkuat hubungan stimulus-respon. Segi perbedaan dari keempat teori tersebut terletak pada bentukmacam cara yang disarankan oleh masing-masing teori tersebut dalam upaya memperkuat terjadinya hubungan stimulus dan respon. c. Teori Belajar Menurut Ilmu Jiwa Gestalt Jika dilihat dari latar belakang psikologinya ini berbeda dengan teori-teori yang telah diuraikan terlebih dahulu. Teori ini berpendirian bahwa keseluruhan itu lebih penting dari bagian-bagian atau unsur-unsurnya. Dan bahwa manusia itu adalah organisme yang kreatif berusaha mencapai tujuan, bahwa individu itu bertindak atas berbagai pengaruh baik dari dalam maupun dari luar diri individu. Jadi manusia menurut pandangan ini bukan hanya mahluk reaksi yang hanya berbuat atau bereaksi jika ada perangsang yang mempengaruhinya seperti anggapan terori-teori terdahulu, akan tetapi reaksi manusia terhadap dunia luar itu sangat tergantung bagaimana dia menerima rangsangan, bagaimana sifat rangsangan dan bagaimana motif-motif yang ada pada dirinya. Oleh karena itu menurut teori ilmu Gestalt belajar itu bukan hanya sekedar proses asosiasi antara stimulus dengan respon yang diperkuat dengan koneksi- koneksi atau conditioning dengan melalui latihan-latihan atau ulangan-ulangan, akan tetapi menurut teori ini belajar itu terjadi jika ada pemahaman insight. Jadi seseorang belajar jika dia membuat insight, dan insight itu diperoleh jika ia dapat melihat hubungan tertentu antara berbagai hal dalam situasi atau masalah yang dipelajari. Sehingga ia memahami sangkut pautnya dan mengerti maknanya. Dan insight akan dapat diperoleh jika orang yang belajar maumencoba memahami dan memperoleh kejelasan mengenai konsep masalah yang dipelajari. Menururt psikologi Gestalt, mengetahui kejelasan atau memahami makna masalah insight yang dipelajari atau diamati dalam situasi belajar seseorang dari pada dengan memberikan ganjaran atau hukuman. Dengan demikian, cara belajar menurut teori Gestalt itu harus dilakukan dengan sadar dan bertujuan memperoleh insight pemahaman tentang masalah yang dipelajari dalam proses belajar memperolh insight itu memang tidak mudah, ada beberapa faktor yang mempengaruhi timbulnya insight, yaitu : a. Kesanggupan atau kemampuan intelegensi individu b. Pengalaman seseorang dalam bidang yang dipelajaribahan apresiasi c. Taraf kompleksitas suatu masalah, makin komplek masalahnya makin rumit dan sulit untuk memperoleh insight d. Latihan, dengan sering berlatih dapat mempertinggi kesanggupan memperoleh insight e. Trial and error, karena struktur masalahnya tidak pernah segera dapat diketahui, maka perlu mencoba kembali sampai akhirnya dapat dipahami dengan jelas hubungan berbagai unsur dalam masalah tersebut. Dalam proses belajar mengajar di sekolah teori belajar menurut ilmu Gestalt ini digunakan selain untuk memperoleh penguasaan pengetahuan yang bersifat pemahaman, analisis sintesis dan evaluasi, juga teori ini akhirnya diharapkan dapat mencapai tujuan pembentukan kemampuan problem solving, agar siswa kelak mampu memecahkan setiap masalah yang dihadapi dengan baik. Beberapa prinsip belajar yang penting diperhatikan menurut teori belajar ilmu jiwa Gestalt ini, yakni : a. Manusia bereaksi terhadap lingkungan secara keseluruhan, tidak hanya secara intelektual, tetapi juga secara fisik, emosional, sosial dan sebagainya. b. Belajar adalah penyesuaian diri dari lingkungan. Seseorang belajar jika ia berbuat dan bertindak sesuai dengan apa yang dipelajarinya c. Manusia berkembang secara keseluruhan dari sejak masa fetus sampai masa dewasa. Dalam setiap fase perkembangan manusia senantiasa lengkap yang berkembang segala aspeknya. d. Belajar adalah perkembangan kearah differensiasi yang lebih luas e. Belajar hanya akan berhasil jika tercapai kematangan untuk memperoleh insight f. Belajar tidak mungkin terjadi tanpa adanya kemauan dan motivasi untuk belajar g. Belajar akan berhasil kalau ada tujuan yang mengandung arti bagi individu h. Dalam proses belajar anak itu harus senantiasi merupakan organisme yang aktif, bukan ibarat suatu bejana yang harus diisi. 38 Penguasaan hasil belajar oleh seseorang dilihat dari prilakunya baik prilaku dalam bentuk penguasaan pengetahuan, keterampilan berfikir atau keterampilan motorik, hampir sebagian besar dari kegiatan atau prilaku yang diperlihatkan seseorang merupakan hasil belajar. Di sekolah hasil belajar ini dapat dilihat dari penguasaan siswa terhadap mata pelajaran yang ditempuhnya. Tingkat penguasaan pelajaran atau hasil belajar dalam mata pelajaran tersebut disekolah dilambangkannya dengan angka-angka atau hurup. Seperti halnya pada kecerdasan, hasil belajar juga dapat diukur. Alat untuk mengukur hasil belajar disebut tes hasil belajar, yang juga sering dikenal dengan istilah tes pencapaian achievement test, yakni test yang biasa digunakan untuk mengungkap pencapaian atau prestasi belajar. 39 38 M. Alisuf Sabri, Psikologi Pendidikan, Jakarta : Pedoman Ilmu Jaya, 1995, Cet. 3, h. 73-74 39 Anas Sudijono, Penggantar Evaluasi Pendidikan, Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2001, Cet. 3, h. 28

5. Hakikat Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial