1. Law of Effect hukum efek, jika sebuah respon R,
menghasilkan efek yang memuaskan, maka ikatan antara S stimulus dengan R respon akan semakin kuat. Sebaliknya,
semakin tidak memuaskan efek yang dicapai melalui respon, maka semakin lemah pula ikatan yang terjadi antara S-R. Artinya
belajar akan lebih bersemangat apabia mengetahui akan mendapatkan hasil yang baik.
2. Law of Readiness hukum kesiapan, maknanya, suatu kesiapan
readiness terjadi berlandaskan asumsi bahwa kepuasan organisme itu berasal dari pendayagunaan satuan pengantar
conduction unit, unit-unit inilah yang menimbulkan kecenderungan yang mendorong organisme untuk berbuat atau
tidak berbuat sesuatu. Pada implementasinya, belajar akan lebih berhasil bila individu memiliki kesiapan untuk melakukannya.
3. Law of Exercise hukum latihan, hubungan antara S dengan R
akan semakin bertambah erat jika sering dilatih dan akan semakin berkurang bila jarang dilatih. Dengan demikian, belajar
akan berhasil apabila banyak latihan atau ulangan-ulangan.
2.1.2 Pembelajaran Matematika
Pembelajaran matematika perlu diberikan kepada semua siswa mulai dari sekolah dasar untuk membekali siswa dengan kemampuan berpikir logis, analitis,
sistematis, kritis, dan kreatif, serta kemampuan bekerjasama. Kompetensi tersebut diperlukan agar siswa dapat memiliki kemampuan memperoleh, mengelola, dan
memanfaatkan informasi untuk bertahan hidup pada keadaan yang selalu berubah, tidak pasti, dan kompetitif BSNP, 2006.
BSNP 2006: 140 merumuskan lima tujuan pembelajaran matematika adalah agar siswa memiliki kemampuan sebagai berikut.
1 Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep dan
mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan tepat dalam pemecahan masalah.
2 Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi
matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika.
3 Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah,
merancang model matematika, menyelesaikan model, dan menafsirkan solusi yang diperoleh.
4 Mengomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain
untuk memperjelas keadaan atau masalah. 5
Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari
matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah. Suherman dkk 2003: 57 mengemukakan bahwa belajar matematika
bagi para siswa merupakan pembentukan pola pikir dalam pemahaman suatu pengertian maupun dalam penalaran suatu hubungan di antara pengertian-
pengertian itu. Dalam pembelajaran matematika, para siswa dibiasakan untuk memeperoleh pemahaman melalui pengalaman tentang sifat-sifat yang dimiliki
dan yang tidak dimiliki dari sekumpulan objek abstraksi. Dengan pengamatan terhadap contoh-contoh dan bukan contoh diharapkan siswa mampu menangkap
pengertian suatu konsep. Tujuan pembelajaran matematika di SMP seperti yang diungkapkan
dalam Garis-garis Besar Program Pengajaran GBPP Matematika adalah agar: 1
siswa memiliki kemampuan yang dapat dialihgunakan melalui kegiatan matematika;
2 siswa memiliki pengetahuan matematika sebagai bekal untuk melanjutkan ke
pendidikan menengah; 3
siswa memiliki ketrampilan matematika sebagai peningkatan dan perluasan dari matematika sekolah dasar untuk dapat digunakan dalam kehidupan
sehari-hari; 4
siswa memiliki pandangan yang cukup luas dan memiliki sikap logis, kritis, cermat, dan disiplin serta menghargai kegunaan matematika Suherman dkk,
2003: 58-59. 2.1.3
Model Pembelajaran SAVI Somatic, Auditory, Visual, Intellectual
Model pembelajaran SAVI merupakan model pembelajaran yang melibatkan gerakan fisik tubuh dengan aktivitas intelektual dan penggunaan
semua indera secara simultan. Sehingga, aktivitas siswa dalam model pembelajaran SAVI ini benar-benar dilibatkan secara optimal. Anggota tubuh dan
indera peraba siswa digunakan untuk belajar saat mereka mengerjakan soal di papan tulis dan mempresentasikan hasil diskusi mereka. Indera pendengaran
mereka akan digunakan untuk mendengar dan menyimak penjelasan dari siswa maupun guru. Indera penglihatan mereka digunakan saat guru menerangkan
materi secara visual melalui media alat peraga. Aktivitas berpikir siswa akan dilatih melalui lembar tugas kelompok, soal
kuis dan tugas rumah yang diberikan di akhir pembelajaran. Dengan demikian, siswa akan melakukan aktivitas dengan bernalar, mencipta, mengkonstruksi, dan
menerapkan konsep materi yang mereka pelajari. Melalui aktivitas tersebut, otak akan dirangsang untuk berfungsi secara maksimal guna proses berpikir siswa.
Sesuai dengan singkatan dari SAVI sendiri yaitu Somatis, Auditori, Visual, dan Intelektual, maka karakteristiknya adalah sebagai berikut.
1. Somatis
Somatis berasal dari bahasa Yunani yaitu tubuh – soma. Jika dikaitkan dengan belajar maka dapat diartikan belajar dengan bergerak dan berbuat. Sehingga
pembelajaran somatis adalah pembelajaran yang memanfaatkan dan melibatkan tubuh indera peraba, kinestetik, melibatkan fisik dan menggerakkan tubuh
sewaktu kegiatan pembelajaran berlangsung Meier, 2003: 93. Menurut pembelajaran SAVI, prinsip pelibatan aktivitas tubuh ini penting
karena dengan bergeraknya otak, si pembelajar akan beranjak dan aktif bekerja dikarenakan tubuh dan pikiran itu satu. Belajar secara somatis tersebut sejalan
dengan salah satu prinsip pembelajaran yang menyatakan bahwa belajar adalah mengalami. Sehingga belajar yang baik adalah belajar melalui pengalaman
langsung. Dalam belajar melalui pengalaman langsung, siswa tidak sekedar mengamati secara langsung tetapi ia harus menghayati, terlibat langsung dalam
perbuatan, dan bertanggung jawab terhadap hasil yang diperoleh Dimyati Mudjiono, 1994: 43.
2. Auditori
Belajar dengan berbicara dan mendengar. Pikiran lebih kuat daripada yang disadari, telinga terus menerus menangkap dan menyimpan informasi bahkan
tanpa sadari. Ketika membuat suara sendiri dengan berbicara beberapa area penting di otak menjadi aktif.
Hal ini dapat diartikan dalam pembelajaran hendaknya guru mengajak peserta
didi, membicarakan apa yang sedang mereka pelajari, menerjemahkan pengalaman siswa dengan suara, mengajak mereka berbicara saat memecahkan
masalah, membuat model, mengumpulkan informasi, membuat rencana kerja, menguasai ketrampilan, membuat tinjauan pengalaman belajar, atau menciptakan
makna-makna pengalaman belajar Meier, 2003: 95-96. 3.
Visual Belajar dengan mengamati dan menggambarkan. Dalam otak terdapat lebih
banyak perangkat untuk memproses informasi visual daripada semua indera yang lain. Setiap siswa yang menggunakan visualnya lebih mudah belajar jika dapat
melihat apa yang sedang dibicarakan seorang penceramah atau sebuah buku atau program komputer. Secara khususnya pembelajar visual yang baik jika mereka
dapat melihat contoh dari dunia nyata, grafik presentasi yang hidup, benda tiga dimensi, bahasa tubuh yang dramatis, ikon alat bantu kerja dan sebagainya ketika
belajar Meier, 2003: 97-99. 4.
Intelektual Belajar dengan memecahkan masalah dan merenung. Tindakan pembelajar
yang melakukan sesuatu dengan pikiran mereka secara internal ketika menggunakan kecerdasan untuk merenungkan suatu pengalaman dan menciptakan
hubungan, makna, rencana, dan nilai dari pengalaman tersebut. Hal ini diperkuat dengan makna intelektual adalah bagian diri yang merenung, mencipta, dan
memecahkan masalah Meier, 2003: 99-100. Belajar bisa optimal jika keempat unsur SAVI ada dalam suatu peristiwa
pembelajaran. Poniardi 2011 berpendapat bahwa siswa dapat meningkatkan
kemampuan mereka memecahkan masalah intelektual jika mereka secara simultan menggerakan sesuatu somatis untuk menghasilkan piktogram atau
pajangan tiga dimensi visual sambil membicarakan apa yang sedang mereka kerjakan auditori.
Cara belajar SAVI merupakan konsep pembelajaran yang dipercepat accelerated learning. Oleh karena itu, pembelajaran tersebut memiliki prinsip-
prinsip pokok yang mendorong keberhasilan belajar yang dipercepat sebagai berikut.
1. Belajar melibatkan seluruh pikiran dan tubuh
Belajar tidak hanya menggunakan otak, tetapi juga melibatkan seluruh tubuh atau pikiran dengan segala emosi, indera, dan sarafnya.
2. Belajar adalah berkreasi, bukan mengonsumsi
Pengetahuan adalah sesuatu yang diciptakan pembelajar. Pembelajaran terjadi katika seseorang pembelajar memadukan pengetahuan dan ketrampilan baru
ke dalam struktur dirinya sendiri yang telah ada. Belajar secara harfiah adalah menciptakan makna baru, jaringan saraf baru, dan pola interaksi elektrokimia
di dalam sistem tubuh secara menyeluruh. 3.
Kerja sama membantu proses belajar Semua usaha belajar yang baik memiliki landasan sosial. Persaingan di antara
pembelajar memperlambat pembelajaran. Kerja sama di antara pembelajar dapat mempercepat pembelajaran.
4. Pembelajaran berlangsung pada banyak tingkatan secara simultan
Belajar bukan hanya menyerap satu hal kecil pada satu waktu linier,
melainkan menyerap banyak hal sekaligus. Pembelajaran yang baik melibatkan orang pada banyka tingkatan secara simultan dan memanfaatkan
seluruh staf reseptor, indera, dan otak dalam tubuh manusia. 5.
Belajar berasal dari mengerjakan pekerjaan itu sendiri dengan umpan balik Belajar paling baik adalah belajar dalam konteks. Hal-hal yang dipelajari
secara terpisah akan sulit diingat dan mudah menguap. Dengan kata lain, belajar yang baik adalah melalui pengalaman sendiri.
6. Emosi positif sangat membantu pembelajaran
Perasaan menentukan kualitas dan kuantitas seseorang. Perasaan negatif menghalangi belajar. Perasaan positif mempercepatnya. Otak-citra menyerap
informasi secara langsung dan otomatis Meier, 2003:56. Berdasarkan uraian prinsip pokok tersebut Qulsum 2012 menyimpulkan
bahwa cara belajar SAVI pada prinsipnya adalah pembelajaran yang komperhensif, kreatif, kolaboratif, aktif, dan menuntut emosi yang positif.
Model pembelajaran SAVI dapat direncanakan dan dikelompokkan dalam empat tahap, yaitu sebagai berikut.
1. Tahap persiapan
Pada tahap ini guru membangkitkan minat siswa, memberikan perasaan positif mengenai pengalaman belajar yang akan datang, dan menempatkan mereka
dalam situasi optimal untuk belajar. Meier 2003: 106-107 menjelaskan hal-hal yang dapat dilakukan oleh guru pada tahap ini adalah 1 memberikan sugesti
yang positif dan pernyataan yang memberi manfaat kepada siswa, 2 membangkitkan rasa ingin tahu siswa, 3 menciptakan lingkungan fisik,
emosional, dan lingkungan sosial yang positif, 4 menenangkan rasa takut, 5 menyingkirkan hambatan-hambatan belajar, 6 banyak bertanya dan
mengemukakan berbagai masalah, 7 merangsang rasa ingin tahu siswa, dan 8 mengajak siswa terlibat penuh sejak awal.
2. Tahap penyampaian
Pada tahap ini guru hendaknya membantu siswa menemukan materi belajar yang baru dengan cara menarik, menyenangkan, relevan, melibatkan pancaindera,
dan cocok untuk semua gaya belajar. Meier 2003: 107 menjelaskan hal-hal yang dapat dilakukan guru maupun siswa pada tahap ini adalah 1 uji coba kolaboratif
dan berbagi pengetahuan, 2 pengamatan fenomena dunia nyata, 3 pelibatan seluruh otak dan seluruh tubuh, 4 presentasi interaktif, 5 penyajian grafik dan
sarana presentasi yang berwarna-warni, 6 proyek belajar berdasarkan kemitraan dan berdasar tim, 7 pelatihan menemukan sendiri, berpasangan, berkelompok,
8 pengalaman di dunia nyata yang kontekstual, dan 9 pelatihan memecahkan masalah.
3. Tahap pelatihan
Tujuan tahap pelatihan adalah membantu siswa mengintegrasikan dan menyerap pengetahuan dan ketrampilan baru dengan berbagai cara. Meier 2003:
107 menjelaskan hal-hal yang dapat dilakukan pada tahap ini antara lain 1 aktivitas penemuan baru berdasarkan konsep yang dipelajarinya, 2 simulasi
dunia nyata, 3 permainan dalam belajar, 4 pelatihan aksi pembelajaran, 5 aktivitas pemecahan masalah, 6 refleksi individu, 7 dialog berpasangan atau
berkelompok, 8 pengajaran dan tinjauan kolaboratif, dan 9 aktivitas praktis
membangun ketrampilan. 4.
Tahap penampilan hasil Tujuan dari tahap penampilan hasil adalah membantu siswa menerapkan dan
memperluas pengetahuan atau ketrampilan baru mereka pada pekerjaan sehingga hasil belajar akan melekat dan penampilan hasil akan terus meningkat. Meier
2003: 108 menjelaskan hal-hal yang dapat dilakukan pada tahap ini adalah 1 penerapan konsep yang dipelajari, 2 penciptaan dan pelaksanaan rencana aksi,
3 aktivitas penguatan penerapan, 4 pelatihan terus menerus, 5 umpan balik dan evaluasi kinerja, 6 aktivitas dukungan teman, dan 7 perubahan organisasi
dan lingkungan yang mendukung.
2.1.4 Model Pembelajaran REACT Relating, Experiencing, Applying,