Pengaruh Teknik Bercerita Dan Latar Belakang Etnis Terhadap Kemampuan Pemahaman Bacaan Teks Bahasa Inggris

(1)

PENGARUH TEKNIK BERCERITA DAN LATAR BELAKANG

ETNIS TERHADAP KEMAMPUAN PEMAHAMAN BACAAN

TEKS BAHASA INGGRIS

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi persyaratan Ujian Sarjana Psikologi

Oleh

SRI RAHMI WAHYUNINGSIH HARAHAP

091301053

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Ganjil, 2013/2014


(2)

LEMBAR PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi saya yang berjudul :

Pengaruh Teknik Bercerita Dan Latar Belakang Etnis Terhadap Kemampuan Pemahaman Bacaan Teks Bahasa Inggris

adalah hasil karya saya sendiri dan belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi manapun.

Adapun bagian-bagian tertentu dalam penulisan skripsi ini saya kutip dari hasil karya orang lain yang telah dituliskan sumbernya secara jelas sesuai dengan norma, kaidah, dan etika penulisan ilmiah.

Apabila di kemudian hari ditemukan adanya kecurangan di dalam skripsi ini, saya bersedia menerima sanksi dari Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara sesuai dengan peraturan yang berlaku.

Medan, 2 September 2013

SRI RAHMI WAHYUNINGSIH HRP


(3)

Pengaruh Teknik Bercerita dan Latar Belakang Etnis Terhadap Kemampuan Pemahaman Bacaan Teks Bahasa Inggris

Sri Rahmi Wahyuningsih Harahap dan Lili Garliah

ABSTRAK

Pembelajaran bahasa Inggris pada siswa Sekolah Dasar masih saja menjadi permasalahan di Indonesia. Salah satu tujuan pembelajaran bahasa Inggris pada siswa Sekolah Dasar yaitu diharapkan siswa memiliki kemampuan memahami keterangan lisan dan tertulis serta ungkapan sederhana. Strategi pembelajaran yang menyenangkan dapat membantu siswa dalam memiliki kemampuan pemahaman, yaitu metode bercerita. Penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh teknik bercerita dan latar belakang etnis terhadap kemampuan pemahaman bacaan teks bahasa Inggris. Penelitian ini dilakukan pada 136 siswa kelas IV Sekolah Dasar di kota Medan.

Penelitian ini menggunakan metode eksperimen dengan menggunakan desain between subject factorial design 2x2. Data yang diperoleh dianalisis dengan two-way anova. Alat ukur yang digunakan adalah alat ukur kemampuan pemahaman bacaan teks bahasa Inggris untuk anak kelas IV Sekolah Dasar. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tidak terdapat pengaruh teknik bercerita (membaca cerita dan mendongeng) terhadap kemampuan pemahaman bacaan teks bahasa Inggris (p= .159). Penelitian ini juga menghasilkan tidak adanya pengaruh latar belakang etnis (Batak Toba dan Tionghoa) terhadap kemampuan pemahaman bacaan teks bahasa Inggris (p= .053). Interaksi antara teknik bercerita (membaca cerita dan mendongeng) dan latar belakang etnis (Batak Toba dan Tionghoa) juga tidak berpengaruh terhadap kemampuan pemahaman bacaan teks bahasa Inggris (p= .184).

Kata Kunci : kemampuan pemahaman bacaan, teknik bercerita, dan latar belakang etnis.


(4)

The Influence of Storytelling Techniques and Ethnic Background on Reading Comprehension skills of English Text

Sri Rahmi Wahyuningsih Harahap and Lili Garliah

ABSTRACT

Students in elementary school still have a problem with English learning in Indonesia. One of the goals of English learning in elementary school is expected that students have the ability to understand oral and written statements, and expressions. Fun learning strategies can help students have the capability of understanding. One of fun learning strategies is storytelling method. This study aimed to examine the influence of storytelling techniques and ethnic background on reading comprehension ability of English text. This study was conducted on 136 4th grade elementary school students in Medan.

This study used experimental design specifically between subject factorial design 2x2. Data were analyzed by two-way ANOVA. The instrument used in this research was reading comprehension questionare for 4th grade elementary school. Results of this study indicated that there was no effect of storytelling techniques (story reading and storytelling) on reading comprehension ability of the English text (p = .159). The study also indicated that there was no effect of ethnic background (Batak Toba and Tionghoa) on reading comprehension ability of English text (p = .053). Interaction between storytelling techniques (story reading and storytelling) and ethnic background (Batak Toba and Tionghoa) also had no effect on reading comprehension ability of English text (p = .184).

Keywords: reading comprehension ability, storytelling techniques, and ethnic backgrounds.


(5)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji dan syukur peneliti panjatkan kehadirat Allah Swt. Atas segala rahmat dan karunia-Nya peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul “Pengaruh Teknik Bercerita dan Latar Belakang Etnis Terhadap Kemampuan

Pemahaman Bacaan Teks Bahasa Inggris Pada Anak SD”. Penulisan skripsi ini

ditujukan untuk melengkapi persyaratan dalam mencapai gelar Sarjana Psikologi

pada Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara.

Ucapan terima kasih yang tak bisa menggantikan kasih sayang dan do’a

yang tulus terhadap peneliti disampaikan kepada Ayah dan Mama (H. Syahruddin

Harahap dan Hj. Nursiti Siregar) tercinta. Terima kasih atas segala limpahan kasih

sayang, motivasi, dan do’a yang tulus kepada peneliti hingga saat ini. Semoga

Allah SWT selalu mengalirkan kasih sayang-Nya, rezeki, kesehatan, dan

kebahagian kepada Ayah dan Mama. Terima kasih juga buat kakak dan adikku

tersayang (Putri dan Rakhmad) atas dukungan dan keceriaannya. Semoga kita bisa

mencapai kesuksesan di dunia dan akhirat.

Pada penyelesaian skripsi ini, peneliti banyak mendapatkan bantuan pihak

lain. Oleh karena itu pada kesempatan ini, peneliti ingin mengucapakan terima

kasih dengan setulus hati kepada semua pihak yang telah membantu penyelesaian

skripsi ini. Ucapan terima kasih ditujukan kepada:

1. Prof. Dr. Irmawati, M.Si, psikolog selaku Dekan Fakultas Psikologi


(6)

2. Ibu Lili Garliah, M.Si, psikolog, yang telah sangat sabar dalam

membimbing peneliti dan menyempatkan waktu selama proses pembuatan

skripsi ini.

3. Ibu Dra. Josetta Maria R. Tuapattinaja, M.Psi., psi selaku dosen

pembimbing akademik yang telah membimbing dan mengarahkan peneliti

selama menjalankan studi sebagai mahasiswa Fakultas Psikologi

Universitas Sumatera Utara.

4. Seluruh staff pengajar departemen Umum dan Eksperimen (UMEKS)

Fakultas Psikologi USU. Terima kasih untuk ibu Etty Rahmawati, M.Si,

ibu Ika Sari Dewi, S.Psi, psikolog, kak Rahmi Rangkuti, M.Psi, kak Dina

Nazriani, M.A dan kak Masitah, M.Si atas dukungan, bimbingan, saran,

dan kritikan yang sangat dibutuhkan oleh peneliti.

5. Seluruh staff pengajar dan pegawai Fakultas Psikologi USU. Terima kasih

atas bimbingan, saran, dan arahan serta ilmu yang sangat bermanfaat yang

diberikan kepada peneliti.

6. Untuk sahabat-sahabatku yang selalu memotivasi dan teman curhat selama

perkuliahan hingga penyelesaian skripsi. Terima kasih untuk Yuni

Asmidar, Ratna Juwita Rambe, Chairuna Syahputri Nst, Mifta Aulia,

Hijriati Meutia, Shofia Mawaddah, Jelita Kurnia N Hrp, dan Fadhilla

Azwani. Semoga kelak kita menjadi sarjana yang bermanfaat buat


(7)

7. Untuk teman-teman seperjuangan di UMEKS Wulan, Utami, dan Bang

Hitler, serta seluruh teman-teman stambuk 2009. Terima kasih atas

dukungan, motivasi, dan kebersamaannya.

8. Untaian terima kasih yang tak kalah penting kepada Kepala Sekolah Dasar

WR Supratman 2 Medan serta siswa-siswanya yang telah bersedia

memberikan izin dan juga kesediaan kepada peneliti dalam melakukan

pengambilan data.

Peneliti mengucapkan terima kasih sebanyak-banyak kepada semua pihak

yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini. Penyusunan skripsi ini telah

diupayakan seoptimal mungkin, namun penelitian ini tidak luput dari kesalahan.

Oleh karena itu, peneliti mengharapkan kritik dan saran dari pembaca yang

bersifat membangun demi penyempurnaan skripsi ini. Semoga penelitian ini dapat

bermanfaat bagi peneliti dan bagi rekan-rekan semua.

Medan, 2 September 2013


(8)

DAFTAR ISI

LEMBAR PERNYATAAN ... i

ABSTRAK ... ii

ABSTRACT ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 7

C. Tujuan Penelitian ... 7

D. Manfaat Penelitian ... 8

E. Sistematika Penulisan ... 8

BAB II LANDASAN TEORI ... 10

A. Pemahaman Bacaan ... 10

1. Definisi Pemahaman Bacaan ... 10

2. Elemen-Elemen Pemahaman Bacaan ... 11

3. Faktor yang Mempengaruhi Pemahaman Bacaaan ... 14

B. Minat Baca ... 17


(9)

C. Metode Bercerita ... 18

1. Definisi Bercerita ... 18

2. Teknik Bercerita ... 19

3. Tingkat Pemerosesan Informasi ... 22

4. Manfaat Bercerita ... 23

D. Latar Belakang Etnis ... 24

1. Definisi Etnis ... 24

2. Karakteristik Etnis Batak Toba ... 25

3. Karakteristik Etnis Tionghoa ... 27

4. Hipotesis Sapir-Whorf ... 28

E. Anak Sekolah Dasar ... 29

1. Definisi Anak Sekolah Dasar ... 29

2. Kemampuan Kognitif Pada Anak Sekolah Dasar ... 30

F. Pengaruh Teknik Bercerita dan Latar Belakang Etnis terhadap Pemahaman Bacaan Teks Bahasa Inggris pada Anak SD ... 32

G. Hipotesa Penelitian ... 36

BAB III METODE PENELITIAN ... 37

A. Identifikasi Variabel Penelitian ... 37

B. Definisi Operasional Variabel Penelitian ... 38

1. Teknik Bercerita ... 38

2. Latar Belakang Etnis ... 39

3. Pemahaman Bacaan Teks Bahasa Inggris ... 40

C. Teknik Kontrol ... 41

D. Populasi dan Teknik Pengambilan Sampel ... 42

E. Alat Ukur dan Instrumen Penelitian ... 44

F. Prosedur Pelaksanaan Penelitian ... 46

1. Tahap Persiapan ... 46

2. Tahap Pelaksanaan ... 49

3. Tahap Pengolahan Data ... 51


(10)

1. Validitas ... 52

2. Reliabilitas ... 53

3. Indeks Kesukaran Aitem ... 54

4. Daya Diskriminasi Aitem ... 55

5. Efektifitas Distraktor ... 55

H. Metode Analisis Data ... 55

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN ... 57

A. Analisis Data ... 57

B. Hasil Utama Penelitian ... 60

C. Hasil Analisis Tambahan ... 63

D. Pembahasan ... 67

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 71

A. Kesimpulan ... 71

B. Saran ... 72


(11)

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Rancangan Penelitian ... 37

Tabel 2. Blue Print Alat Ukur Pemahaman Bacaan Sebelum Uji Coba ... 45

Tabel 3. Blue Print Alat Ukur Pemahaman Bacaan Setelah Uji Coba ... 52

Tabel 4. Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Usia, Jenis Kelamin, Etnis, dan Keikutsertaan Kursus Bahasa Inggris ... 57

Tabel 5. Hasil Uji Sebaran Normalitas ... 59

Tabel 6. Hasil Uji Homogenitas dari Alat Ukur Kemampuan Pemahaman Bacaan Teks Bahasa Inggris ... 60

Tabel 7. Deskriptif Statistik Kemampuan Pemahaman Bacaan ... 60

Tabel 8. Hasil Pengelolahan Data dengan Two-way Anova ... 62

Tabel 9. Kategorisasi Hasil Kemampuan Pemahaman Bacaan Teks Bahasa Inggris ... 64

Tabel 10. Penggolongan Subjek Penelitian Berdasarkan Kategorisasi Hasil Kemampuan Pemahaman Bacaan Teks Bahasa Inggris ... 64

Tabel 11. Deskriptif Kemampuan Pemahaman Bacaan Teks Bahasa Inggris Berdasarkan Jenis Kelamin dan Keikutsertaan Kursus Bahasa Inggris.65


(12)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Kerangka Berpikir ... 36


(13)

DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN A

1. Hasil Uji Reliabilitas Alat Ukur Kemampuan Pemahaman Bacaan Teks Bahasa Inggris ... 78 2. Hasil Uji Tingkat Kesulitan dan Daya Diskriminasi Alat Ukur Kemampuan Pemahaman Bacaan Teks Bahasa Inggris ... 83 3. Hasil Uji Efektifitas Distraktor Alat Ukur Kemampuan Pemahaman Bacaan Teks Bahasa Inggris ... 84

LAMPIRAN B

1. Data Hasil Alat Ukur Kemampuan Pemahaman Bacaan Teks Bahasa Inggris pada Kelompok I, II, III, IV ... 87

LAMPIRAN C

1. Hasil Uji Normalitas ... 95 2. Hasil Uji Homogenitas ... 97 3. Hasil Uji Two-way anova ... 98 4. Hasil Mean Kemampuan Pemahaman Bacaan Berdasarkan Kelompok .... 98 5. Hasil Mean Kemampuan Pemahaman Bacaan Berdasarkan Teknik Bercerita, Etnis, dan Interaksi antara Teknik Bercerita dan Etnis ... 99 6. Hasil Mean Kemampuan Pemahaman Bacaan Berdasarkan

Jenis Kelamin ... 100 7. Hasil Mean Kemampuan Pemahaman Bacaan Berdasarkan Keikutsertaan Kursus Bahasa Inggris ... 100

LAMPIRAN D

1. Lembar Cerita ... 102 2. Alat Ukur Kemampuan Pemahaman Bacaan Sebelum dan

Sesudah Uji Coba ... 110

LAMPIRAN E


(14)

Pengaruh Teknik Bercerita dan Latar Belakang Etnis Terhadap Kemampuan Pemahaman Bacaan Teks Bahasa Inggris

Sri Rahmi Wahyuningsih Harahap dan Lili Garliah

ABSTRAK

Pembelajaran bahasa Inggris pada siswa Sekolah Dasar masih saja menjadi permasalahan di Indonesia. Salah satu tujuan pembelajaran bahasa Inggris pada siswa Sekolah Dasar yaitu diharapkan siswa memiliki kemampuan memahami keterangan lisan dan tertulis serta ungkapan sederhana. Strategi pembelajaran yang menyenangkan dapat membantu siswa dalam memiliki kemampuan pemahaman, yaitu metode bercerita. Penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh teknik bercerita dan latar belakang etnis terhadap kemampuan pemahaman bacaan teks bahasa Inggris. Penelitian ini dilakukan pada 136 siswa kelas IV Sekolah Dasar di kota Medan.

Penelitian ini menggunakan metode eksperimen dengan menggunakan desain between subject factorial design 2x2. Data yang diperoleh dianalisis dengan two-way anova. Alat ukur yang digunakan adalah alat ukur kemampuan pemahaman bacaan teks bahasa Inggris untuk anak kelas IV Sekolah Dasar. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tidak terdapat pengaruh teknik bercerita (membaca cerita dan mendongeng) terhadap kemampuan pemahaman bacaan teks bahasa Inggris (p= .159). Penelitian ini juga menghasilkan tidak adanya pengaruh latar belakang etnis (Batak Toba dan Tionghoa) terhadap kemampuan pemahaman bacaan teks bahasa Inggris (p= .053). Interaksi antara teknik bercerita (membaca cerita dan mendongeng) dan latar belakang etnis (Batak Toba dan Tionghoa) juga tidak berpengaruh terhadap kemampuan pemahaman bacaan teks bahasa Inggris (p= .184).

Kata Kunci : kemampuan pemahaman bacaan, teknik bercerita, dan latar belakang etnis.


(15)

The Influence of Storytelling Techniques and Ethnic Background on Reading Comprehension skills of English Text

Sri Rahmi Wahyuningsih Harahap and Lili Garliah

ABSTRACT

Students in elementary school still have a problem with English learning in Indonesia. One of the goals of English learning in elementary school is expected that students have the ability to understand oral and written statements, and expressions. Fun learning strategies can help students have the capability of understanding. One of fun learning strategies is storytelling method. This study aimed to examine the influence of storytelling techniques and ethnic background on reading comprehension ability of English text. This study was conducted on 136 4th grade elementary school students in Medan.

This study used experimental design specifically between subject factorial design 2x2. Data were analyzed by two-way ANOVA. The instrument used in this research was reading comprehension questionare for 4th grade elementary school. Results of this study indicated that there was no effect of storytelling techniques (story reading and storytelling) on reading comprehension ability of the English text (p = .159). The study also indicated that there was no effect of ethnic background (Batak Toba and Tionghoa) on reading comprehension ability of English text (p = .053). Interaction between storytelling techniques (story reading and storytelling) and ethnic background (Batak Toba and Tionghoa) also had no effect on reading comprehension ability of English text (p = .184).

Keywords: reading comprehension ability, storytelling techniques, and ethnic backgrounds.


(16)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Di era globalisasi ini, kemampuan dalam berbahasa Inggris menjadi salah

satu kebutuhan utama. Bahasa Inggris merupakan bahasa terpopuler dan paling

banyak digunakan di dunia serta diakui oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB)

sebagai bahasa internasional. Bahasa Inggris memiliki peranan yang sangat

penting, baik dalam berinteraksi secara langsung maupun dalam menguasai

teknologi baru. Bahasa Inggris digunakan untuk berkomunikasi sebagai bahasa

pengantar yang paling banyak digunakan di dunia. Menurut Dardjowidjojo

(1999), tujuan utama bahasa Inggris di Indonesia adalah sebagai instrumental

untuk menuju ke dunia teknologi baru atau pasar internasional.

Sejak dini seorang anak sudah dapat mempelajari bahasa Inggris, terutama

pada masa Sekolah Dasar. Menurut Hurlock (1992), anak-anak SD berada pada

masa kanak-kanak akhir yang merupakan periode kritis dalam dorongan

berprestasi, yaitu suatu masa dimana meningkatnya inteligensi yang salah satunya

adalah bahasa. Masa ini merupakan masa emas dalam mempelajari bahasa kedua

setelah bahasa ibu. Mereka mampu memahami bahasa asing dengan baik seperti

halnya pemahaman terhadap bahasa ibunya dalam empat keterampilan berbahasa:

mendengarkan, berbicara, membaca, dan menulis. Hal ini diperkuat oleh


(17)

bahasa Inggris pada usia anak-anak memiliki keunggulan yang baik secara

biologis maupun secara psikologis.

Sejak awal anak harus didorong untuk memahami tujuan bahasa tulis

untuk menumbuhkan minat baca mereka. Seseorang dapat memahami makna

bacaan (reading comprehension) yang ada dalam suatu teks atau tulisan dengan membaca. Menurut Papalia (2008), semakin sering seorang anak membaca maka

akan semakin meningkat kapasitas memori kerja mereka, sehingga mereka akan

lebih memahami makna dari apa yang dibaca. Seorang anak akan belajar

membaca dengan pemahaman yang lebih baik jika tulisan tersebut dapat

mengekspresikan ide serta perasaan mereka (Papalia, 2008).

Seorang anak akan mudah dalam memahami bacaan jika minat baca anak

dikembangkan sejak dini. Minat membaca teks bahasa Inggris harus

dikembangkan sejak tingkat dasar atau Sekolah Dasar. Hal ini dikarenakan anak

usia Sekolah Dasar juga lebih mampu mempertahankan konsentrasinya

dibandingkan anak yang lebih muda. Mereka dapat fokus kepada informasi yang

dibutuhkan dan diinginkan serta menyaring informasi yang tidak relevan pada

waktu yang sama (Papalia, 2008).

Pembaca dikatakan memahami bacaan apabila pembaca dapat

mengungkapkan kembali setiap makna yang ada pada teks. Menurut Mc Ginnis &

Smith (dalam Tarigan, 1991), kemampuan membaca seseorang dapat dilihat dari

upaya mengenali, menginterpretasi, dan mengevaluasi gagasan-gagasan atau


(18)

berupaya menafsirkan pengalaman; menghubungkan informasi baru dengan yang

telah diketahui; menemukan jawaban-jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan

kogntif dari bahan tertulis (dalam Tarigan, 1991).

Menurut Burgoyne, dkk dalam penelitiannya dikatakan bahwa

perkembangan bahasa pada aspek pemahaman bacaan terjadi pada anak kelas IV

SD. Pengembangan keterampilan phonic dan decoding terjadi sebelum anak memasuki kelas III SD. Pengembangan ini bertujuan agar anak dapat memperoleh

keterampilan yang diperlukan untuk membaca teks dengan ketepatan dan efisien.

Membaca teks dengan ketepatan dan kefasihan diperlukan agar anak dapat

mengakses makna teks. Keseimbangan perhatian dalam membaca akan

sepenuhnya bergeser dari decoding kata ke pemahaman bacaan pada anak kelas IV SD (dalam Burgoyne, Whiteley, dan Hutchinson, 2010). Berdasarkan hasil

penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa pemahaman bacaan berkembang dengan

baik pada masa anak kelas IV Sekolah Dasar. Hal inilah yang membuat peneliti

tertarik mengambil sampel pada kelas IV SD.

Pelajaran bahasa Inggris di Sekolah Dasar diharapkan untuk dapat

memberikan kemampuan memahami keterangan lisan dan tertulis serta ungkapan

sederhana. Pada Peraturan Menteri Nomor 23 Tahun 2006 tentang Standar

Kompentensi Kelulusan dikatakan bahwa kemampuan membaca merupakan salah

satu syarat kelulusan, baik dalam pelajaran bahasa Indonesia maupun bahasa

Inggris. Kenyataan yang terjadi, hasil pembelajaran bahasa Inggris di Indonesia,

khususnya dalam hal pemahaman bacaan, tidak sesuai dengan harapan. Penelitian


(19)

masih banyak menyisakan permasalahan yang memerlukan penanganan yang

lebih serius.

Hasil penelitian Susanti (2002), mengatakan bahwa membaca merupakan

aspek bahasa yang kurang disenangi siswa, terutama pada topik yang kurang

menarik minat siswa. Hal ini terlihat pada saat siswa mengerjakan ulangan bahasa

Inggris, mereka cenderung mengerjakan soal-soal yang lain terlebih dahulu

daripada soal-soal mengenai pemahaman isi wacana (reading comprehension). Hasil penelitian ini mendukung pernyataan bahwa minat membaca siswa terhadap

teks bahasa Inggris sangat minim.

Banyak hal yang menyebabkan permasalahan pembelajaran bahasa Inggris

di Indonesia, khususnya pada aspek membaca, salah satunya adalah metode

mengajar yang kurang menarik. Bahasa Inggris merupakan bahasa yang baru

diperkenalkan di pendidikan Sekolah Dasar (SD). Mengajarkan bahasa Inggris

pada anak Sekolah Dasar hampir sama seperti mengajarkan bahasa pertama pada

anak bayi. Suatu metode pembelajaran yang menyenangkan dibutuhkan untuk

membuat ketertarikan terhadap bahasa Inggris tersebut. Salah satu metode

pembelajaran yang menarik adalah bercerita. Bercerita merupakan pengalaman

unik manusia yang memungkinkan individu untuk menyampaikannya melalui

kata-kata yang merupakan aspek dari diri sendiri ataupun orang lain, dan dunia

nyata ataupun imajinasi (dalam Alterio dan McDrury, 2004).

Bercerita dapat disampaikan melalui teknik membaca cerita (story reading) dan teknik mendongeng (storytelling). Teknik membaca cerita adalah


(20)

sebuah teknik menyampaikan cerita oleh seorang individu dengan menggunakan

media buku dan dilakukan dengan cara membacakannya (Gallets, 2005). Teknik

mendongeng adalah teknik menyampaikan cerita secara lisan oleh seorang

individu kepada penonton tanpa menggunakan buku bergambar (Gallets, 2005).

Teknik membaca cerita adalah teknik yang biasa digunakan di sekolah

dalam pembelajaran reading comprehension. Guru sangat berperan penting dalam mendorong antusiasme anak-anak untuk membaca pada teknik membaca cerita

ini. Gerakan, efek suara, dan penggunaan alat peraga kurang menonjol dalam

teknik ini. Teknik membaca cerita memfokuskan siswa pada tulisan-tulisan yang

ada pada buku cerita dan suara dari guru sehingga tingkat pemerosesan informasi

siswa hanya pada level dangkal (shallow). Matlin (2005) mengatakan bahwa seseorang akan mampu mengingat sedikit kata ketika hanya memperhatikan

bentuk (physical appereance) dari kata tersebut (misalnya huruf kapital dalam kata tersebut) atau suara dari kata tersebut (misalnya rhyme atau suara dari kata tersebut).

Teknik mendongeng sangat memperhatikan mutasi, efek suara, dan

penggunaan alat peraga dalam proses bercerita. Pembelajaran melalui teknik

mendongeng terlihat santai namun dapat memberikan kesempatan pada pendengar

untuk menggunakan imajinasinya dalam menciptakan cerita. Pada proses

imajinasi ini seorang anak akan mengaitkannya dengan pengalaman di masa lalu

ataupun hal-hal lain yang berkaitan dengan stimulus yang berkaitan. Pada proses

ini anak akan berada pada tingkat pemerosesan informasi level dalam (deep). Menurut Matlin (2005), tingkat pemerosesan informasi (deep) dalam merupakan


(21)

tingkat pemerosesan informasi yang memfokuskan dan melibatkan informasi

terhadap makna (meaning). Berdasarkan uraian ini dapat dilihat perbedaan pengaruh teknik membaca cerita dan teknik mendongeng terhadap pemahaman

bacaan berdasarkan tingkat pemerosesan informasi.

Etnis juga berpengaruh terhadap kemampuan pemahaman bacaan. Hal ini

diperkuat oleh penelitian Prive (2004) yang mengatakan bahwa etnis sangat

berpengaruh kuat terhadap kemampuan membaca individu. Indonesia merupakan

negara yang multietnis, meliputi: Jawa, Batak Toba, Tionghoa, Aceh, Sunda,

Melayu, dll. Setiap etnis yang ada di Indonesia memiliki bahasa daerah yang

merupakan alat komunikasi intraetnis. Menurut hipotesis Sapir-Whorf, bahasa

yang berbeda dapat mempengaruhi cara individu berpikir (Sternberg, 2006).

Konsep hipotesis Sapir-Whorf menjelaskan bahwa proses kognitif, seperti pikiran

dan pengalaman, dapat dipengaruhi oleh kategori dan pola bahasa seseorang

ketika berbicara (Sternberg, 2006). Pemahaman bacaan merupakan bagian dari

aspek kognisi (Santrock, 2008). Berdasarkan uraian di atas dapat dilihat pengaruh

etnis terhadap pemahaman bacaan.

Mayoritas etnis yang ada di kota Medan adalah etnis Batak Toba dan etnis

Tionghoa. Hal ini didukung oleh data sensus penduduk kota Medan pada tahun

2010 yang menunjukkan persentasi penduduk etnis Batak Toba sebanyak 17.12%

dan etnis Tionghoa sebanyak 9.47% (Harahap, 2013). Kedua etnis ini juga dikenal

sebagai etnis yang masih memperkenalkan dan mendidik kebudayaan

masing-masing terhadap anaknya. Orang tua etnis Batak Toba dan Tionghoa di kota


(22)

komunikasi sehari-hari mereka di rumah. Hal inilah yang membuat peneliti

tertarik meneliti pada etnis Batak Toba dan Tionghoa.

Keseluruhan uraian-uraian di atas membuat peneliti tertarik untuk meneliti

bagaimana pengaruh teknik bercerita dan latar belakang etnis terhadap

pemahaman bacaan teks bahasa Inggris pada anak SD. Apakah kedua variabel

bebas ini sangat berpengaruh terhadap pemahaman bacaan teks bahasa Inggris

pada anak Sekolah Dasar.

B. Rumusan Masalah

Perumusan masalah dalam penelitian ini adalah: “Apakah ada pengaruh

teknik bercerita dan latar belakang etnis yang berbeda terhadap pemahaman

bacaan teks bahasa Inggris?”

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk melihat kemampuan pemahaman

bacaan teks bahasa Inggris pada siswa Sekolah Dasar dengan penerapan teknik

bercerita (membaca cerita dan mendongeng) dan latar belakang etnis yang


(23)

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara teoritis

maupun praktis:

1. Manfaat Teoritis

a. Mengetahui apakah teknik bercerita berpengaruh terhadap

pemahaman bacaan teks bahasa Inggris, khususnya pada anak SD.

b. Mengetahui apakah latar belakang etnis juga berpengaruh terhadap

pemahaman bacaan teks bahasa Inggris pada anak SD

2. Manfaat Praktis

a. Bagi peneliti, menambah wawasan peneliti mengenai pengaruh teknik

bercerita dan latar belakang etnis terhadap pemahaman bacaan teks

bahasa Inggris pada anak SD.

b. Bagi dunia pendidikan, khususnya pendidikan Sekolah Dasar dapat

mengetahui gambaran tingkat pemahaman bacaan teks bahasa Inggris

pada anak kelas IV SD sehingga dapat menjadi acuan dalam

pembentukan metode belajar yang menarik.

E. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai

berikut :

Bab I : Pendahuluan

Meliputi latar belakang masalah yang akan dibahas, rumusan masalah,


(24)

Bab II : Landasan Teori

Meliputi tinjauan pustaka yang menjadi acuan dalam pembahasan

permasalahan penelitian. Tinjauan pustaka ini berisikan teori-teori yang

menjelaskan penelitian.

Bab III : Metode Penelitian

Meliputi metode-metode dasar dalam penelitian, yaitu: identifikasi

variabel, definisi operasional, teknik kontrol, populasi dan teknik

pengambilan sampel, alat ukur dan instrumen penelitian, prosedur

pelaksanaan penelitian, uji coba alat ukur penelitian, dan metode analisis

data.

Bab IV : Analisis Data dan Pembahasan

Meliputi analisis data, hasil utama penelitian, hasil analisis tambahan,

dan pembahasan data-data penelitian dari teori yang relevan.

Bab V : Kesimpulan dan Saran

Meliputi kesimpulan dari hasil penelitian dan saran-saran yang

diperlukan, baik untuk penyempurnaan penelitian ataupun untuk


(25)

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Pemahaman Bacaan

1. Definisi Pemahaman Bacaan

Pemahaman merupakan bagian dari domain kognitif yang ada pada

taksonomi Bloom. Seseorang dikatatakan telah memahami suatu informasi

apabila dapat menerangkannya kembali dengan kalimat sendiri. Memori kerja

memainkan peran penting selama membaca, terutama karena memori kerja

memiliki kapasitas terbatas. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pembaca yang

memiliki rentang memori kerja yang relatif besar dapat memproses kalimat

ambigu dengan cepat. Individu yang bisa mempertahankan banyak item dalam

memori akan sangat cepat dan akurat dalam memahami kalimat yang kompleks.

Hal ini menunjukkan bahwa keterampilan membaca sangat tergantung pada

kemampuan kognitif (Matlin, 2005).

Menurut Snow (2002), pemahaman bacaan adalah sebuah proses yang

secara bersamaan menggali dan membangun makna melalui interaksi dan

keterlibatan melalui bahasa tulis. Hal ini didukung oleh Sardjono (Snow, 2002),

pemahaman bacaan adalah proses menghubungkan bahan tertulis dengan apa yang

telah diketahui dan ingin diketahui pembaca.

Pemahaman bacaan adalah kesanggupan pembaca menyebutkan kembali

isi bacaan argumentasi, eksposisi, atau bacaan deskripsi tentang suatu topik


(26)

adalah kegiatan membaca yang berupaya menafsirkan pengalaman;

menghubungkan informasi baru dengan yang telah diketahui; menemukan

jawaban-jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan kogntif dari bahan tertulis

(dalam Tarigan, 1991).

Menurut Yoakam, pemahaman bacaan melibatkan kebenaran

mengasosiasikan makna dengan simbol-simbol kata, mengevaluasi makna yang

disarankan dalam konteks, pemilihan makna yang benar, mengatur ide-ide dari

bacaan, mengingat ide-ide tersebut, dan penggunaannya dalam beberapa aktivitas

sekarang atau masa depan (dalam Ahuja, 2007). Pemahaman bacaan adalah

pencarian makna bacaan dengan menggunakan unsur-unsur dalam bacaan,

misalnya kata kunci, pengorganisasian gagasan, judul, subjudul, dan sebagainya,

dan diarahkan oleh latar belakang pengetahuan umum pembaca dan

pengetahuannya tentang topik yang sedang dihadapi (dalam Djiwatampu, 2008).

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan pemahaman bacaan

adalah suatu kegiatan yang menggali dan membangun makna dari setiap kata

sehingga memunculkan informasi yang baru bagi pembaca dan dapat menjawab

pertanyaan-pertanyaan yang muncul di kognitif pembaca dari bahan tertulis.

2. Elemen-Elemen Pemahaman Bacaan

Menurut Snow (2002), pemahaman membaca terdiri dari tiga elemen.

Ketiga elemen ini dipengaruhi oleh konteks dan sosiokultural. Perbedaan antara


(27)

tinggal dan belajar membaca. Jika komunitas pendidikan adalah untuk

memastikan keberhasilan universal pemahaman bacaan, pengajar harus

memahami penuh berbagai perbedaan sosial budaya dalam praktik komunikatif.

Elemen-elemen pemahaman bacaan tersebut, yaitu:

a. The Reader (Pembaca)

Pembaca harus memiliki berbagai kapasitas dan kemampuan dalam

pemahaman, meliputi kemampuan kognitif (seperti, perhatian, memori,

kemampuan menganalisis kritis, kemampuan visualisasi, membuat

kesimpulan), motivasi (tujuan membaca, minat terhadap konten yang sedang

dibaca, self eficacy pembaca), dan berbagai jenis pengetahuan (kosakata, pengetahuan tentang topik atau domain/bidang, pengetahuan wacana dan

linguistik, pengetahuan tentang strategi pemahaman tertentu). Kapasitas

kognitif, motivasi, dan kapasitas linguistik serta pengetahuan dasar yang

disebut dalam berbagai tindakan pemahaman bacaan bergantung pada teks

yang digunakan dan aktivitas spesifik dimana seorang pembaca terlibat.

b. The Text (Teks)

Fitur teks memiliki pengaruh yang besar terhadap pemahaman.

Pemahaman tidak hanya dengan menggali makna dari teks. Pembaca akan

membangun representasi yang berbeda dari teks yang penting untuk

pemahaman. Representasi ini mencakup, surface code (kata-kata yang tepat dari teks), thetext base (unit-unit pikiran yang mewakili makna), dan sebuah representasi dari mental model yang tertanam di dalam teks.


(28)

Tingkat kesulitan teks tergantung pada faktor-faktor yang melekat

dalam teks, seperti hubungan antara teks dan pengetahuan serta kemampuan

dari pembaca, dan kegiatan yang melibatkan pembaca. Selain konten, beban

kosakata dari teks dan struktur bahasa, gaya tulisan, dan aliran bahasa juga

berhubungan dengan pengetahuan pembaca. Jika terlalu banyak dari

faktor-faktor ini tidak sesuai dengan pengetahuan dan pengalaman pembaca,

pengoptimalan pemahaman bacaan akan kurang karena teks terlalu sulit.

c. The Activity or Purpose for Reading (Aktivitas atau Tujuan Membaca)

Suatu aktivitas membaca melibatkan satu atau lebih tujuan. Sebelum

membaca, pembaca memiliki tujuan, baik secara eksternal maupun internal.

Tujuan dalam melakukan aktivitas membaca dipengaruhi oleh variabel

motivasi, termasuk minat dan pengetahuan sebelumnya. Tujuan awal

pembaca dalam membaca mungkin akan mengalami perubahan, ketika

pembaca mendapatkan informasi yang menimbulkan pertanyaan baru. Selama

membaca, pembaca memproses teks sesuai dengan tujuan. Pengolahan teks

melibatkan, decoding, tingkat linguistik dan semantik yang tinggi dalam

pengolahan dan pemantauan. Konsekuensi membaca merupakan bagian dari

aktivitas. Beberapa aktivitas membaca menyebabkan peningkatan


(29)

3. Faktor - Faktor yang Mempengaruhi Pemahaman Bacaan

Menurut Nurhadi (1987), faktor-faktor yang mempengaruhi pemahaman

bacaan terbagi menjadi dua faktor yang saling berkaitan, yaitu:

a. Faktor internal

Faktor internal berupa intelegensi, minat, sikap, motivasi, dan

tujuan membaca. Proses membaca melibatkan faktor intelektual karena

pada hakikatnya membaca adalah proses berpikir. Aspek-aspek berpikir

yang terlibat dalam proses membaca seperti mengingat, memahami,

membeda-bedakan, membandingkan, menemukan, menganalisis,

mengorganisasi, dan menerapkan apa-apa yang terkandung dalam bacaan.

Hal ini melibatkan tipe-tipe berpikir divergen (induktif), berpikir

konvergen (deduktif), dan tipe berpikir abstrak. Aspek intelektual yang

lain adalah minat dan tujuan membaca. Seseorang yang mempunyai minat

dan perhatian yang tinggi terhadap bacaan tertentu, dapat dipastikan akan

memperoleh pemahaman yang lebih baik terhadap topik tersebut.

Sedangkan perubahan tujuan membaca berakibat terjadinya perubahan

dalam gerakan mata yang berimplikasi pada kecepatan membaca.

b. Faktor eksternal

Faktor eksternal dalam bentuk sarana membaca, tingkat kesulitan

teks bacaan, faktor lingkungan, faktor latar belakang sosial ekonomi,

kebiasaan dan tradisi membaca. Pada sarana membaca, penerangan yang


(30)

ekonomi, status sosial ekonomi yang tinggi cenderung dilimpahi

kemudahan sarana membaca yang memadai, sehingga terbentuk tradisi

atau kebiasaan membaca. Kebiasaan membaca akan mempengaruhi

kemampuan dan latihan membaca.

Menurut Tiatri (dalam Gunarsa, 2007), pemahaman bacaan dipengaruhi

oleh banyak faktor, diantaranya ada 5 faktor yang penting, yaitu:

a. Kemahiran dalam proses decoding

Cukup banyak penelitian yang menunjuk pengaruh ini terhadap

pemahaman bacaan. Dengan lancar membaca, energi kognitif seorang

anak bisa dicurahkan untuk melakukan kegiatan kognitif lainnya.

b. Pengetahuan terdahulu

Faktor ini turut membekali seseorang dalam belajar membaca.

Faktor-faktor tersebut meliputi pengetahuan mengenai kosa kata (vocabulary knowledge); pengetahuan dasar (background knowledge); dan pengetahuan mengenai struktur teks.

c. Motivasi atau ketekunan

Kegiatan membaca yang terus menerus dilakukan merupakan latihan dan

pengalaman yang baik untuk memperoleh keuntungan dari membaca.

Kesuksesan siswa dalam membaca dapat mengalami peningkatan motivasi

untuk membaca lainnya, sedangkan siswa yang mengalami kesulitan tidak

merasakan kenikmatan membaca sehingga motivasinya untuk membaca

pun berkurang. Stanovich menjelaskan bahwa pengembangan


(31)

karena pengetahuan kosakata secara mendasar dapat meningkatkan

pemahaman bacaan (dalam Gunarsa, 2007).

d. Keterampilan kognitif tingkat tinggi

Faktor ini termasuk strategi-strategi yang dilakukan selama proses

membaca. Penelitian menunjukkan bahwa pembaca yang baik akan aktif

sejak pertama kali membaca dan pada akhirnya mampu melaporkan

kesimpulan mengenai kondisi karakter-karakter dalam bacaan atau situasi

yang tergambar di dalam teks. Pembaca yang baik dapat dengan mudah

menentukan hal yang penting dan mengabaikan hal yang kurang penting.

Pembaca yang baik lebih efisien dalam mengabaikan pengertian (makna)

yang kurang relevan (ambigu) dengan materi yang dibaca.

e. Metakognisi

Para pembaca yang baik akan melakukan pemonitoran terhadap

pemahamannya. Mereka menggunakan strategi tertentu ketika membaca,

misalnya menggunakan overview (pemahaman umum), menyeleksi bacaan, merangkum, dan mengulang informasi yang perlu diingat.

Pembaca yang kurang baik kurang menggunakan strategi; ini mungkin

karena kurangnya kesadaran dan pengertian atas variabel-variabel yang


(32)

B. Minat Baca

1. Definisi Minat Baca

Minat adalah suatu rasa lebih suka dan rasa ketertarikan pada suatu hal

atau aktivitas, tanpa ada yang menyuruh (Slameto, 2003). Minat pada dasarnya

adalah penerimaan akan suatu hubungan antara diri sendiri dengan sesuatu diluar

diri. Semakin kuat atau dekat hubungan tersebut maka semakin besar minat

(Slameto, 2003).

Suatu minat dapat diekspresikan melalui suatu pernyataan yang

menunjukkan bahwa siswa lebih menyukai suatu hal daripada hal lainnya, dapat

pula dimanifestasikan melalui partisipasi dalam suatu aktivitas. Siswa yang

memiliki minat terhadap subyek tertentu cenderung untuk memberikan perhatian

yang lebih besar terhadap subjek tersebut (Slameto, 2003).

Menurut Farida Rahim (2008), minat baca adalah keinginan yang kuat

disertai usaha-usaha seseorang untuk membaca. Minat membaca yang kuat pada

diri individu dapat dilihat dari kesediaannya untuk mendapat bahan bacaan dan

kemudian membacanya atas kesadaran sendiri.

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa minat baca

adalah rasa lebih suka dan rasa ketertarikan pada kegiatan membaca tanpa ada

yang menyuruh. Perhatian yang besar terhadap ketersediaan bahan bacaan dan


(33)

C. Metode Bercerita 1. Definisi Bercerita

Bercerita adalah pengalaman unik manusia yang memungkinkan individu

untuk menyampaikannya melalui kata-kata yang merupakan aspek dari diri

sendiri ataupun orang lain, dan dunia nyata ataupun imajinasi (dalam Alterio dan

McDrury, 2004). Bercerita memungkinkan kita untuk mengenal dunia dan tempat

tinggal individu, dimana setiap orang dibentuk oleh cerita sampai taraf tertentu

baik cerita tentang diri sendiri, keluarga, teman, orang, budaya, dan sejarah tempat

tinggal.

Van Manen berpendapat, bercerita merupakan bentuk teorisasi sehari-hari

(dalam Alterio dan McDrury, 2004). Individu dapat membuat dan menyajikan

catatan teoritis melalui cerita. Noddings dan Witherell menjelaskan metode

bercerita dapat membantu kita dalam memahami sesuatu dengan cara membuat

pondasi dasar yang dapat dicapai (dalam Alterio dan McDrury, 2004).

Menurut National Storytelling Association (NSA), 1997, bercerita adalah

sebuah bentuk seni pertunjukan interaktif. Interaksi langsung antara pencerita dan

penonton merupakan elemen penting dari metode bercerita. Penonton merespon

kata-kata dari pencerita dan kegiatannya. Umumnya, pencerita meggunakan

umpan balik non-verbal dengan segera, secara spontan, dan menyesuaikan nada

secara improvisasi, kata-kata, dan kecepatan cerita untuk memenuhi kebutuhan

para penonton. Bercerita adalah sebuah proses, media untuk berbagi, menafsirkan,

menawarkan isi dan makna dari cerita kepada penonton (NSA, 1997). Bercerita


(34)

dan konsep dari hal-hal yang kecil hingga besar dari kehidupan sehari-hari

manusia (NSA, 1997).

Berdasarkan uraian definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa bercerita

adalah sebuah seni bahasa sebagai media untuk berbagi, menafsirkan,

menawarkan isi dan makna dari cerita yang melibat interaksi langsung antara

pencerita dan penonton yang merupakan elemen penting dari metode bercerita.

2. Teknik Bercerita

Menurut Gallets (2005), teknik bercerita dapat dibagi menjadi 2, antara

lain:

a. Teknik membaca cerita (story reading)

Teknik membaca cerita adalah teknik penyampaian cerita secara

lisan oleh seorang individu kepada seseorang atau kelompok dengan

menggunakan buku cerita bergambar. Gerakan, efek suara, atau

penggunaan alat peraga terkadang menyertai dalam penyampaian cerita.

Namun, elemen-elemen ini umumnya kurang menonjol dalam teknik

membaca cerita dibandingkan teknik mendongeng.

Membaca dengan suara keras pada anak-anak yang belum bisa

membaca adalah hal yang penting. Anak-anak yang telah belajar sastra

pada usia dini melalui cerita yang dibacakan akan menunjukkan minat

dalam belajar membaca, mengembangkan pola bahasa, dan kaya akan

informasi struktur bahasa (Henry, 1993). Routman mengklaim bahwa


(35)

menjadi pembaca yang sukses (Henry, 1993). Teknik membaca cerita

dapat membantu anak-anak mengembangkan dan memperoleh

kemampuan berbahasa.

Cullinan percaya bahwa guru merupakan model yang sangat efektif

dan memainkan peran penting dalam mendorong antusiasme anak-anak

untuk membaca (Henry, 1993). Teknik membaca cerita dapat memberikan

kesempatan pada anak untuk mendengar cerita dan memotivasi mereka

ingin belajar membaca cerita sendiri. Guru berbagi kegembiraan ketika

membacakan cerita kepada siswa sehingga termotivasi untuk belajar

membaca. Holdaway menemukan bahwa motivasi merupakan faktor

penting dalam membangun minat anak-anak membaca buku (Henry,

1993). Ketika guru membacakan cerita secara antusias, anak-anak akan

menjadi lebih tertarik dan gembira dalam membaca.

Morrow menyatakan bahwa beberapa studi eksperimen

menemukan efek dari membaca buku cerita kepada anak-anak sebagai

rutinitas kelas sehari-hari, yaitu dapat menghasilkan skor yang lebih tinggi

dalam bidang kosakata, pemahaman, dan dekoding. Menurut Salju, teknik

membaca cerita adalah teknik yang paling banyak digunakan untuk belajar

bahasa karena dapat membantu anak dalam mengembangkan keterampilan

pemahaman.


(36)

Teknik mendongeng adalah teknik penyampaian cerita secara lisan

oleh seorang individu melalui memori kepada seseorang atau kelompok

tanpa menggunakan buku cerita bergambar. Mutasi, efek suara, dan

penggunaan alat peraga sering menyertai unsur penyampaian cerita dengan

teknik mendongeng.

Teknik mendongeng adalah salah satu bentuk pembelajaran yang

sudah lama digunakan untuk melatih kemampuan satra dalam pendidikan

anak-anak. Menurut Shedlock, mendongeng tidak hanya membawa suka

cita dramatis untuk pendengar tetapi juga mengembangkan imajinasi

(Henry, 1993). Pembelajaran melalui mendongeng terlihat santai namun

berharga karena memberikan kesempatan kepada pendengar untuk

menggunakan imajinasinya dalam menciptakan cerita. Mendongeng

merupakan cara sederhana dan efektif untuk membentuk kebiasaan

konsentrasi.

Teknik mendongeng adalah cara lain yang menarik dan efektif

untuk memotivasi anak-anak membaca. Donze percaya bahwa seorang

anak yang telah diberi kesempatan untuk mendengarkan sebuah cerita

melalui teknik mendongeng, secara alami akan lebih tertarik pada buku

(Henry, 1993). Scott menemukan bahwa ketika anak-anak mendengarkan

cerita, mereka akan mengembangkan rasa pada cerita yang akan

berpengaruh terhadap pemikiran dan proses bahasa (Henry, 1993).

Anak-anak yang berada pada lingkungan yang kaya akan cerita akan tumbuh


(37)

3. Tingkat Pemerosesan Informasi (Level of Processing)

Teknik bercerita yang berbeda akan menghasilkan tingkat pemerosesan

informasi yang berbeda. Tingkat pemerosesan informasi ini akan berpengaruh

terhadap kemampuan pemahaman mengenai suatu makna. Teori tingkat

pemerosesan dikemukakan oleh Craik and Lockhart, yang menyatakan bahwa

keberhasilan dalam mengingat kata tergantung pada jenis operasi yang dilakukan

saat mengkode kata-kata. Menurut Matlin (2005), tingkat pemerosesan informasi

menyetujui adanya pendekatan tingkat pemerosesan dalam (depth-of-processing approach), yaitu teori yang menyatakan bahwa pemerosesan informasi dengan memaknai kalimat (deep) akan lebih bertahan lama pada memori dibandingkan dengan tingkat dangkal (shallow).

Ketika menggunakan tingkat dalam (deep), kita akan lebih mencari makna dari kata-kata tersebut. Berbeda dengan tingkat dangkal (shallow), kita hanya memperhatikan bentuk (physical appereance) dari kata tersebut (misalnya jenis huruf) atau suara dari kata tersebut (misalnya bunyi dari kata) (Matlin, 2005).

Umumnya, seseorang akan mencapai tingkat pemerosesan informasi yang lebih

dalam ketika memetik banyak makna dari sebuah stimulus. Ketika kita

menganalisis makna, mungkin kita akan berpikir asosiasi lain, membayangkan,

dan mengaitkan pengalaman masa lalu dengan stimulus.

Banyak hasil penelitian yang menyimpulkan bahwa tingkat pemerosesan

dalam (deep) secara umum menghasilkan ingatan yang lebih baik daripada tingkat pemerosesan dangkal (shallow). Tingkat pemerosesan dalam ini mendorong ingatan dikarenakan dua faktor; kekhasan (distinctiveness) dan uraian


(38)

(elaboration). Keutamaan pada tingkat pemerosesan informasi adalah terlibatnya

self reference effect, yaitu kita akan meningkatkan long term memory dengan menghubungkan materi pada pengalaman kita sendiri (Matlin, 2005).

4. Manfaat Bercerita

Kita dapat melakukan kontak batin dan sekaligus bisa berkomunikasi

dengan anak melalu bercerita, sehingga dapat membina hubungan penuh kasih

sayang. Menurut Asfandiyar (2009) manfaat dari bercerita adalah:

a. Melatih daya konsentrasi anak

b. Merangsang imajinasi, fantasi, dan kreativitas anak

c. Melatih kemampuan bahasa anak

d. Menggiring anak-anak untuk menyukai buku

e. Pemicu daya kritis dan rasa keingintahuananak

Metode bercerita memiliki banyak manfaat, terutama pada anak. Pada

penelitian Mottley dan Telfer (2012) didapatkan hasil tentang manfaat metode

bercerita, yaitu:

a. Mengembangkan kemampuan berbahasa, konsep, dan pengalaman

b. Mengembangkan kemampuan mendengarkan yang efektif

c. Mengembangkan kemampuan oral dan ekspresi dalam menulis

d. Mengembangkan kemampuan mendengarkan yang kritis

e. Membantu siswa memahami bahasa dan struktur dari cerita


(39)

g. Membantu siswa menggunakan perspektif

h. Membantu vokalisasi siswa

D. Latar Belakang Etnis 1. Definisi Etnis

Kata etnik (ethnic) berasal dari bahasa Yunani ethnos, yang merujuk pada pengertian bangsa atau orang (dalam Liliweri, 2005). Ethnos diartikan sebagai setiap kelompok sosial yang ditentukan oleh ras, adat-istiadat, bahasa, nilai dan

norma budaya, dan lain-lain, yang pada gilirannya mengindikasikan adanya

kenyataan kelompok yang minoritas atau mayoritas dalam suatu individu.

Misalnya, kita menyebutkan Chinacentric untuk menerangkan kebudayaan yang berorientasi pada Tionghoa. Istilah etnik mengacu pada suatu kelompok yang

sangat fanatik dengan ideologi kelompoknya, tidak mau tahu ideologi kelompok

lain.

Menurut Narroll (dalam Liliweri, 2005), kelompok etnik dikenal sebagai

suatu populasi yang (1) secara biologis mampu berkembang biak dan bertahan;

(2) mempunyai nilai-nilai budaya yang sama dan sadar akan rasa kebersamaan

dalam suatu bentuk budaya; (3) membentuk jaringan komunikasi dan interaksi

sendiri; dan (4) menentukan ciri kelompoknya sendiri yang diterima oleh

kelompok lain dan dapat dibedakan dari kelompok populasi lain (dalam Liliweri,

2005). Fredrick Barth dan Zastrow mengatakan, etnik adalah himpunan manusia

karena kesamaan ras, agama, asal-usul bangsa ataupun kombinasi dari kategori


(40)

Koentjaraningrat memaksudkan etnik sebagai kelompok sosial atau

kesatuan hidup manusia yang mempunyai sistem interaksi, sistem norma yang

mengatur interaksi tersebut, adanya kontinuitas dan rasa identitas yang

mempersatukan semua anggotanya serta memiliki sistem kepemimpinan sendiri

(dalam Liliweri, 2005). Joe R Feagin mengatakan kelompok etnis adalah sebuah

kelompok sosial yang dapat dibedakan sebagian atau bahkan seluruhnya dengan

orang lain atau dari kalangan mereka sendiri; yang pertama dan utama terletak

pada kebudayaan dan karakteristik nasionalitas (dalam Liliweri, 2005).

Diana mengemukakan bahwa etnik atau yang lazim disebut dengan

kelompok etnik adalah kumpulan orang yang dapat dibedakan terutama oleh

karakteristik kebudayaan atau bangsa, meliputi: (1) keunikan dalam perangai

(trait) budaya, (2) perasaan sebagai satu komunitas; (3) mempunyai perasaan etnosentrisme; (4) status keanggotaan yang bersifat keturunan atau ascribed status; dan (5) berdiam atau memiliki teritorial tertentu (dalam Liliweri, 2005).

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa etnis adalah suatu

istilah yang menggambarkan rasa memiliki suatu karakteristik kebudayaan dari

suatu kelompok yang meliputi adat-istiadat, bahasa, nilai dan norma budaya

sehingga dapat mengindikasikan adanya kelompok minoritas dan mayoritas dalam

suatu orang.

2. Karakteristik Etnis Batak Toba

Suku bangsa Batak Toba menarik garis keturunan melalui garis ayah


(41)

nenek disebut sa ompung, dan kelompok kekerabatan yang besar adalah marga (Bangun dalam Lubis, 1999). Tujuan hidup masyarakat Batak Toba mengacu pada

konsep tentang 3H, yaitu kekayaan (hamoraon), kehormatan (hasangapon), dan kebahagiaan (hagabeon) (dalam Lubis, 1999).

Kekayaan (hamoraon) selalu identik dengan harta kekayaan, harga diri, dan anak. Seperti ungkapan yang mengatakan bahwa Anakkonhido hamoraon diahu (anakku adalah harta yang paling berharga bagi saya) (dalam Lubis, 1999). Kebahagiaan (hagabeon) adalah kebahagiaan dalam keturunan, artinya keturunan memberi harapan hidup (dalam Lubis, 1999). Kehormatan (hasangapon) adalah suatu kedudukan seseorang yang dimiliki di dalam lingkungan masyarakat, yang

biasanya status perolehan melalui proses belajar (dalam Lubis, 1999). Selama

mereka tumbuh dan berkembang orangtua selalu menekankan falsafah ini kepada

anak-anaknya sehingga etnis Batak Toba cenderung memiliki karakter atau sifat

yang pekerja keras, gigih, dan selalu berorientasi kedepan.

Menurut Irmawati (2004), orang Batak Toba sangat mementingkan nilai

pendidikan bagi anak. Hal ini dikarenakan orang Batak Toba memandang bahwa

jalan menuju tercapainya kedua nilai hamaraon dan hasangapon adalah melalui pendidikan. Hal ini terlihat pada masyarakat Batak Toba yang mayoritasnya

adalah petani dan pedagang kecil dapat mendidik anaknya dengan baik sehingga

anak-anak mereka menunjukkan prestasi yang memukau di bidang pendidikan.

Berdasarkan uraian di atas dapat dilihat bahwa etnis Batak Toba memiliki


(42)

didasari oleh pola asuh orang tua yang mendidik mereka untuk berusaha menjadi

lebih baik melalui pendidikan yang tinggi.

3. Karakteristik Etnis Tionghoa

Orang Tionghoa yang ada di Indonesia dikenal karena keuletan mereka

dalam berbisnis. Umumnya, mereka mempunyai bakat berdagang, serta berani

dalam melakukan spekulasi dan bekerja keras. Hal ini dapat dilihat dari berdirinya

toko-toko milik orang Tionghoa di pinggir-pinggir jalan. Tidak hanya dalam

bidang perdagangan, generasi muda mereka juga mempunyai talenta atau

kecerdasan yang lebih unggul daripada penduduk pribumi (As’adi, 2011).

Etnis Tionghoa merupakan etnis dengan ras Mongoloid sedangkan orang

Indonesia memiliki ras Melayu, sehingga sudah dapat dibedakan secara jelas

antara orang keturunan Tionghoa dan Indonesia. Oleh karena itu, orang keturunan

Tionghoa menjadi ras minoritas di tengah ras Melayu. Hal ini membuat mereka

memiliki motivasi yang tinggi untuk berkembang di negeri orang lain (As’adi,

2011). Orang keturunan Tionghoa yang dipersepsikan sebagai minoritas membuat

mereka lebih sadar diri, harus tangguh, harus berkembang, harus melebihi orang

lain, dan harus mampu menunjukkan jiwa kompetitif mereka (As’adi, 2011).

Ajaran Kong Hu Cu mengajarkan anak-anak Tionghoa untuk selalu

hormat terhadap leluhur dan juga orang tua mereka. Orang tua pada etnis

Tionghoa selalu mendidik anaknya untuk selalu bekerja keras, bertanggung


(43)

Menurut As’adi (2011), karakter dari orang etnis Tionghoa antara lain ulet

dalam berbisnis, kuat mempertahankan tradisi, rajin sekaligus tertutup, religius,

dan senang berkumpul dengan sesama etnis. Oleh karena itu, masyarakat

Tionghoa dikenal lebih sukses dalam aspek kehidupan ekonomi, pendidikan,

ataupun karier, dan terkesan eksklusif. Sedangkan stereotipe yang ada pada orang

Tionghoa adalah memiliki sikap tertutup, angkuh, egoistis, dan pelit (As’adi,

2011).

4. Hipotesis Sapir - Whorf

Menurut hipotesis Sapir-Whorf, struktur dari sebuah bahasa akan

mempengaruhi cara individu berpikir (Sternberg, 2006). Hipotesis ini berfokus

pada dampak bahasa yang berbeda terhadap pemikiran orang-orang dari budaya

yang berbeda. Orang-orang dari bahasa yang berbeda memiliki perbedaan sistem

kognitif dan perbedaan sistem kognitif ini mempengaruhi cara orang bicara

tentang perbedaan bahasa di dunia. Konsep dari hipotesis ini menjelaskan bahwa

proses kognitif, seperti pikiran dan pengalaman, dapat dipengaruhi oleh kategori

dan pola bahasa seseorang berbicara (Sternberg, 2006).

Setiap etnis di Indonesia memiliki bahasa daerah masing-masing. Menurut

hipotesi Sapir-Whorf, orang-orang dari bahasa yang berbeda memiliki sistem

kognitif yang berbeda. Salah satu aspek dari kognitif itu sendiri meliputi

pemahaman. Berdasarkan uraian ini dapat disimpulkan bhwa etnis memiliki


(44)

E. Anak Sekolah Dasar

1. Definisi Anak Sekolah Dasar

Anak Sekolah Dasar berada pada tahap late childhood (masa kanak-kanak akhir). Masa kanak-kanak akhir berlangsung dari usia enam tahun sampai tiba

saatnya individu menjadi matang secara seksual (dalam Hurlock, 1992). Masa ini

ditandai oleh kondisi yang sangat mempengaruhi penyesuaian pribadi dan

penyesuaian sosial anak.

Awal masa kanak-kanak akhir ditandai dengan masuknya anak ke kelas

satu, usia ini merupakan usia wajib sekolah bagi anak-anak di Indonesia. Bagi

sebagian besar anak, hal ini merupakan perubahan besar dalam pola kehidupan

anak, dimana anak-anak harus menyesuaikan diri dengan tuntutan dan harapan

baru dari kelas. Peristiwa masuknya anak ke kelas satu dapat mengakibatkan

perubahan dalam sikap, nilai dan perilaku (dalam Hurlock, 1992).

Selama setahun atau dua tahun terakhir dari masa kanak-kanak terjadi

perubahan fisik yang menonjol dan hal ini juga dapat mengakibatkan perubahan

dalam sikap, nilai, dan perilaku dengan menjelang berakhirnya periode ini dan

anak mempersiapkan diri, secara fisik dan psikologis untuk memasuki masa

remaja (dalam Hurlock, 1992). Perubahan fisik yang terjadi dapat menimbulkan

keadaan ketidakseimbangan dimana pola kehidupan yang sudah terbiasa menjadi

terganggu dan anak selama beberapa saat merasa terganggu sampai tercapainya


(45)

2. Kemampuan Kognitif Pada Anak SD

Mengacu pada Piaget, pada usia 7 tahun, seorang anak memasuki tahap

operasional kongkret. Anak dapat berpikir lebih logis daripada sebelumnya karena

pada saat ini mereka dapat mengambil berbagai aspek dari situasi tersebut ke

dalam pertimbangan. Mereka memiliki pemahaman yang lebih baik tentang

konsep spasial, kausalitas, kategorisasi, penalaran konduktif atau induktif, dan

konversasi (dalam Papalia, 2008).

Pada masa ini, terdapat peningkatan pesat dalam pengertian dan ketepatan

konsep yang disebabkan oleh meningkatnya inteligensi dan meningkatnya

kesempatan belajar (dalam Hurlock, 1992). Pada masa ini juga sering disebut

sebagai periode kritis dalam dorongan berprestasi, yaitu suatu masa dimana anak

membentuk kebiasaan untuk mencapai sukses, tidak sukses, atau sangat sukses

(dalam Hurlock, 1992).

Menurut Matlin (2005), ada empat tahap dalam perkembangan bahasa

anak yaitu:

a. Words

Pada masa anak-anak, produksi kata meningkat sangat pesat. Pertumbuhan

kosakata anak-anak sangat cepat jika orang tua sering membacakan sesuatu

kepada si anak dan jika orang tua sering berbicara tentang kegiatan yang mereka

lakukan dengan anak. Pemahaman kata-kata anak juga meningkat dengan pesat.

Anak-anak juga dapat belajar arti dari beberapa kata dengan sengaja mendengar

percakapan orang lain. Secara umum, anak-anak dapat memahami kata-kata lebih


(46)

dengan cepat selama periode ini, yang dapat meningkatkan produksi baik bahasa

dan pemahaman bahasa mereka.

b. Morphology

Pada awalnya, anak menggunakan bentuk sederhana dari sebuah kata dalam

setiap konteks. Namun, mereka segera mulai menguasai cara menambahkan

akhiran pada morfem (unit dasar dari makna, yang mencakup akhiran seperti -s

atau-ed, serta kata-kata sederhana). Setelah anak belajar banyak kata jamak dengan teratur dan bentuk kata masa lalu, mereka melanjutkannya ke pemahaman

morfem.

c. Syntax

Sintaks adalah aturan gramatikal yang mengatur kata-kata agar dapat

dikombinasikan menjadi kalimat. Pada periode ini, anak-anak berjuang

membentuk sintaks. Tingkat mereka menggabungkan kata-kata yang awalnya

lambat, namun meningkat pesat setelah usia 2 tahun. Faktor lain yang mungkin

berkontribusi terhadap peningkatan pesat dalam kombinasi kata adalah

berkembangnya kapasitas memori kerja.

d. Pragmatics

Anak-anak harus belajar apa yang harus dikatakan dan tidak harus dikatakan

dalam keadaan tertentu. Mereka juga perlu memahami bahwa mereka harus

menggunakan gaya bahasa yang berbeda ketika berbicara dengan orang tua, guru,

teman sebaya, dan anak-anak muda. Mereka harus belajar bahwa dua pembicara

perlu berkoordinasi dalam percakapan dengan berbicara dan menjadi pendengar


(47)

F. Pengaruh Teknik Bercerita dan Latar Belakang Etnis terhadap Pemahaman Bacaan Teks Bahasa Inggris pada Anak SD

Bahasa Inggris merupakan bahasa internasional yang memiliki peranan

yang sangat penting, baik dalam berinteraksi secara langsung maupun dalam

menguasai teknologi baru. Oleh karena itu, kemampuan dalam berbahasa Inggris

menjadi salah satu kebutuhan utama yang harus dikuasai baik secara lisan maupun

tulisan. Bahasa Inggris merupakan bahasa yang baru diperkenalkan di pendidikan

pertama mereka. Dibutuhkan suatu metode pembelajaran yang dapat membuat

ketertarikan terhadap bahasa Inggris tersebut, antara lain adalah dengan bercerita.

Bercerita adalah pengalaman unik manusia yang memungkinkan individu untuk

menyampaikannya melalui kata-kata yang merupakan aspek dari diri sendiri

ataupun orang lain, dan dunia nyata ataupun imajinasi (dalam Alterio dan

McDrury, 2004)

Bercerita adalah sebuah penyampaian cerita yang diberikan kepada satu

atau lebih pendengar melalui suara dan gerakan. Metode bercerita dapat

disampaikan melalui teknik membaca cerita (story reading) dan teknik mendongeng (storytelling). Teknik membaca cerita adalah sebuah teknik menyampaikan cerita oleh seorang individu dengan menggunakan media buku

dan dilakukan dengan cara membacakannya (Gallets, 2005). Teknik mendongeng

adalah teknik menyampaikan cerita secara lisan oleh seorang individu kepada


(48)

Metode bercerita dapat meningkatkan minat baca pada anak. Hal ini

didukung oleh hasil penelitian Yulianti (2008) yang mengatakan bahwa kegiatan

bercerita dapat meningkatkan minat baca anak. Teknik membaca cerita ataupun

teknik mendongeng sama-sama dapat meningkatkan minat baca pada anak. Minat

baca sendiri merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kemampuan

pemahaman bacaan seseorang. Semakin sering seorang anak membaca maka

mereka akan semakin lebih memahami makna dari apa yang dibaca.

Teknik membaca cerita adalah teknik yang biasa digunakan di sekolah

dalam pembelajaran reading comprehension. Guru sangat berperan penting dalam mendorong antusiasme anak-anak untuk membaca pada teknik membaca cerita

ini. Semakin tinggi antusiasme anak-anak dalam membaca makan akan semakin

meningkatkan minat baca anak serta kemampuan pemahaman bacaan. Gerakan,

efek suara, dan penggunaan alat peraga kurang menonjol dalam teknik ini. Teknik

membaca cerita memfokuskan siswa pada tulisan-tulisan yang ada pada buku

cerita dan suara dari guru sehingga tingkat pemerosesan informasi siswa hanya

pada level dangkal (shallow). Matlin (2005) mengatakan bahwa seseorang akan mampu mengingat sedikit kata ketika hanya memperhatikan bentuk (physical appereance) dari kata tersebut (misalnya huruf kapital dalam kata tersebut) atau suara dari kata tersebut (misalnya bunyi dari kata tersebut).

Teknik mendongeng sangat memperhatikan mutasi, efek suara, dan

penggunaan alat peraga dalam proses bercerita. Pembelajaran melalui teknik

mendongeng terlihat santai namun dapat memberikan kesempatan pada pendengar


(49)

imajinasi ini seorang anak akan mengaitkannya dengan pengalaman di masa lalu

ataupun hal-hal lain yang berkaitan dengan stimulus yang diberikan. Pada proses

ini anak akan berada pada tingkat pemerosesan informasi level dalam (deep). Menurut Matlin (2005), tingkat pemerosesan informasi (deep) dalam merupakan tingkat pemerosesan informasi yang memfokuskan dan melibatkan informasi

terhadap makna (meaning).

Berdasarkan uraian ini dapat dilihat perbedaan antara teknik membaca

cerita dan teknik mendongeng berdasarkan tingkat pemerosesan informasi. Teknik

membaca cerita dapat meningkatkan minat baca anak tetapi tingkat pemerosesan

informasi hanya sampai pada level dangkal (shallow). Teknik mendongeng merupakan cara efektif memotivasi anak untuk membaca dengan cara merangsang

imajinasi anak sehingga tingkat pemerosesan informasi berada pada level dalam

(deep).

Etnis juga berpengaruh terhadap kemampuan pemahaman bacaan. Hal ini

diperkuat oleh penelitian Prive (2004) yang mengatakan bahwa etnis sangat

berpengaruh kuat terhadap kemampuan membaca individu. Indonesia merupakan

negara yang multietnis, meliputi: Jawa, Batak Toba, Tionghoa, Aceh, Sunda,

Melayu, dll. Setiap etnis yang ada di Indonesia memiliki bahasa daerah yang

merupakan alat komunikasi intraetnis. Menurut hipotesis Sapir-Whorf, bahasa

yang berbeda dapat mempengaruhi cara individu berpikir (Sternberg, 2006).

Konsep hipotesis Sapir-Whorf menjelaskan bahwa proses kognitif, seperti pikiran

dan pengalaman, dapat dipengaruhi oleh kategori dan pola bahasa seseorang


(50)

merupakan bagian dari aspek kognisi (Mulyati, 2003). Berdasarkan uraian di atas

dapat dilihat pengaruh etnis terhadap pemahaman bacaan.

Mayoritas etnis yang ada di kota Medan adalah etnis Batak Toba dan etnis

Tionghoa. Hal ini didukung oleh data sensus penduduk kota Medan pada tahun

2010 yang menunjukkan persentasi penduduk etnis Batak Toba sebanyak 17.12%

dan etnis Tionghoa sebanyak 9.47% (Harahap, 2013). Kedua etnis ini juga dikenal

sebagai etnis yang masih memperkenalkan dan mendidik kebudayaan

masing-masing terhadap anaknya. Orang tua etnis Batak Toba dan Tionghoa di kota

Medan juga mendidik anaknya untuk menggunakan bahasa daerah sebagai

komunikasi sehari-hari mereka di rumah. Hal inilah yang membuat peneliti

tertarik meneliti pada etnis Batak Toba dan Tionghoa.

Kesimpulan yang dapat diambil berdasarkan uraian di atas adalah teknik

bercerita dan latar belakang etnis sangat berpengaruh terhadap pemahaman bacaan

pada anak SD. Teknik membaca cerita dapat menimbulkan rasa senang pada anak

terhadap cerita sehingga anak dapat menjadi pengguna bahasa yang baik dan lebih

memahami makna (Gallets, 2005). Teknik mendongeng akan meningkatkan

imajinasi anak yang dapat membantu anak lebih mudah memahami makna cerita.

Hal ini sangat membantu dalam proses pembelajaran bahasa Inggris terutama

pada pemahaman bacaan. Latar belakang etnis juga sangat berpengaruh terhadap

pemahaman bacaan seseorang, tergantung pada bagaimana motivasi membaca


(51)

Gambar 1. Kerangka Berpikir

Teknik Bercerita

G. Hipotesa Penelitian

Hipotesa dalam penelitian ini adalah:

a) Ada pengaruh teknik bercerita terhadap pemahaman bacaan teks bahasa

Inggris pada anak SD.

b) Ada pengaruh latar belakang etnis terhadap pemahaman bacaan teks bahasa

Inggris pada anak SD

c) Ada interaksi antara pengaruh teknik bercerita dan latar belakang etnis

terhadap pemahaman bacaan teks bahasa Inggris pada anak SD

Teknik membaca cerita (story reading)

Teknik mendongeng (storytelling)

- Kurang menonjol dalam gerakan dan efek suara - Menggunakan buku

cerita

- Lebih mengutamakan gerakan dan efek suara

- Tidak menggunakan buku cerita

- Imajinasi

Tionghoa Batak Toba

Batak Toba Tionghoa Shallow level

Deep level

Reading Comprehension (Pemahaman Bacaan)


(52)

BAB III

METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan metode eksperimen dengan menggunakan

desain between subject factorial design 2x2. Variabel bebas pada desain ini disebut faktor. Dengan mempelajari lebih dari satu faktor pada satu waktu, kita

dapat mengukur efek utama, yaitu tindakan dari masing-masing variabel

independen dalam eksperimen (Myers & Hansen, 2006). Melalui between subject factorial design 2x2, peneliti dapat melihat efek dari dua variabel bebas terhadap satu variabel tergantung.

Pada penelitian ini subjek akan diberikan pengukuran (O) setelah

perlakuan diberikan. Dalam hal ini terdapat empat kelompok sampel penelitian

yang akan diberikan tes untuk mengetahui tingkat pemahamaan bacaan subjek

setelah perlakuan diberikan. Format rancangan penelitian eksperimen yang

digunakan adalah:

Tabel 1. Rancangan Penelitian

A. Identifikasi Variabel Penelitian

Menurut Kerlinger (dalam Latipun, 2004), konsep yang dibuat dan

dihasilkan untuk keperluan ilmiah yang khas dinamakan konstruk. Suatu konstruk

belum dapat diteliti, karena belum memiliki variabilitas dan sangat sulit

Etnis (Y)

Teknik Bercerita (X)

Membaca Cerita (1) Mendongeng (2)

Batak Toba (1) 1.1 1.2


(53)

mengukurnya. Suatu konstruk dapat diteliti jika dirumuskan menjadi suatu

pengertian yang lebih spesifik, terukur, dan memiliki nilai yang disebut dengan

variabel. Variabel adalah simbol yang padanya diberikan nilai atau bilangan

(Latipun, 2004). Adapun variabel – variabel yang terdapat dalam penelitian ini

adalah sebagai berikut :

1. Variabel bebas: teknik bercerita dan latar belakang etnis. Teknik bercerita

meliputi teknik membaca dan teknik mendongeng. Latar belakang etnis

meliputi etnis Batak Toba dan etnis Tionghoa.

2. Variabel tergantung: kemampuan pemahaman bacaan teks bahasa Inggris

3. Variabel ekstra (extraneous variabel): a. Perbedaan individu

1) Tingkat kelas

b. Pengaruh faktor lingkungan

1) Tingkat kesulitan teks

2) Kondisi ruangan

B. Definisi Operasional Variabel Penelitian 1. Teknik Bercerita

Teknik bercerita adalah suatu cara yang dilakukan untuk menyampaikan


(54)

a. Teknik membaca cerita

yaitu teknik yang dilakukan dengan cara membacakan langsung dari buku

cerita yang dimiliki guru dan siswa, yang mana siswa akan mengikuti

bacaannya setelah guru menyebutkannya.

b. Teknik mendongeng

yaitu teknik bercerita yang disampaikan oleh seorang pendongeng

melalui suara dan gerakan tubuh, dimana siswa hanya mendengarkan si

pendongeng dalam bercerita.

Teknik penyampaian cerita ini hanya dilakukan dalam satu kali pertemuan

pada setiap kelompok, dimana setiap perlakuan menghabiskan waktu selama 45

menit. Setiap kelompok akan memperoleh jenis cerita yang sama, yaitu berupa

cerita fiksi. Cerita yang diberikan berupa kisah seorang anak yang berkhayal

menjadi seorang dokter tanpa berusaha. Cerita yang diberikan terlebih dahulu

dinilai oleh guru bidang studi bahasa Inggris untuk melihat tingkat kesukaran teks.

2. Latar Belakang Etnis

Etnis adalah suatu istilah yang menggambarkan rasa memiliki suatu

karakteristik kebudayaan dari suatu kelompok yang meliputi adat-istiadat, bahasa,

nilai, dan norma budaya sehingga dapat dibedakan dengan kelompok lain. Etnis

yang dipilih dalam penelitian ini adalah etnis Batak Toba dan etnis Tionghoa yang

bermukim di Medan.


(55)

Siswa dikatakan beretnis Batak Toba jika:

1) Kedua orang tua siswa berasal dari etnis yang sama yaitu Batak Toba

2) Meskipun orang tua tidak berasal dari etnis yang sama tetapi

menanamkan norma dan nilai-nilai budaya Batak Toba dalam kehidupan

sehari-harinya.

b. Tionghoa

Siswa dikatakan beretnis Tionghoa jika:

1) Kedua orang tua siswa berasal dari etnis yang sama yaitu Tionghoa

2) Meskipun orang tua tidak berasal dari etnis yang sama tetapi

menanamkan norma dan nilai-nilai budaya Tionghoa dalam kehidupan

sehari-harinya.

3. Pemahaman Bacaan Teks Bahasa Inggris

Pemahamam bacaan teks bahasa Inggris merupakan keterampilan dalam

memahami isi bacaan teks bahasa Inggris, ditunjukkan dengan kemampuan siswa

dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan yang mencakup isi cerita. Tes

pemahaman bacaan teks bahasa Inggris ini berupa pertanyaan-pertanyaan yang

berkaitan dengan cerita. Lembaran pertanyaan berada pada belakang lembaran

cerita. Jumlah pertanyaan yang diberikan sebanyak 18 soal. Bentuk soal yang

diberikan adalah pilihan berganda dengan 4 pilihan jawaban. Jawaban yang benar

akan diberi nilai 1, sedangkan jawaban yang salah akan diberi nilai 0. Cara untuk

mengetahui tingkat pemahaman bacaan pada subjek adalah dengan membagikan


(56)

hasil yang diperoleh maka akan semakin baik keterampilan pemahaman bacaan

pada subjek. Tes pemahaman bacaan diberikan pada keempat kelompok sesudah

perlakuan (treatment) diberikan.

C. Teknik Kontrol

Salah satu tujuan utama dilakukannya persiapan pada suatu penelitian

adalah untuk menghindari pengganggu dengan mengontrol variabel asing

(extraneous variable). Extraneous variabel adalah faktor yang tidak berfokus pada eksperimen tapi dapat mempengaruhi penemuan (Myers & Hansen, 2006).

Extraneous variabel bertujuan untuk mengatur situasi agar pengaruh variabel bebas dapat dilihat dengan jelas (Latipun, 2004). Dengan demikian penelitian

yang dilakukan akan memperoleh hasil yang meyakinkan bahwa efek yang timbul

pada variabel terikat merupakan karena variabel bebas.

Teknik kontrol terhadap extraneous variabel pada penelitian ini meliputi: a. Perbedaan individu

1. Tingkat kelas

Pada penelitian ini, peneliti menggunakan subjek yang sedang berada pada

tingkat kelas IV Sekolah Dasar. Kontrol terhadap faktor tingkat kelas IV

SD dilakukan karena pada tingkat ini siswa berada pada rentang usia yang

sama. Pada kelas IV SD merupakan usia kanak-kanak akhir, yaitu masa

dimana meningkatnya perkembangan bahasa pada aspek pemahaman


(57)

b. Pengaruh faktor lingkungan

1. Tingkat kesulitan teks

Tingkat kesulitan teks pada cerita diketahui dengan cara mencari tahu

tingkat kosakata yang sudah mereka pelajari dalam pelajaran bahasa

Inggris. Peneliti juga meminta guru bidang studi bahasa Inggris untuk

menilai apakah cerita yang diberikan sudah layak untuk anak kelas IV SD.

Kontrol terhadap faktor ini dilakukan karena tingkat kesulitan teks

merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kemampuan

pemahaman bacaan (Nurhadi, 1987).

2. Kondisi ruangan

Kondisi ruangan yang sama diberikan pada keempat kelompok. Pada

setiap kelompok memperoleh ruangan yang terdiri dari kursi dan meja

untuk siswa, kursi dan meja untuk guru, dan juga sebuah papan tulis di

depan ruangan.

D. Populasi dan Teknik Pengambilan Sampel

Populasi merupakan hal yang sangat penting dalam penelitian, maka di

dalam suatu penelitian perlu menetapkan target populasinya. Populasi merupakan

keseluruhan individu atau objek yang diteliti yang memiliki beberapa karakteristik

yang sama. Sebelum penelitian dilakukan, peneliti harus mengetahui sebaran dan

ciri-ciri populasinya. Dibutuhkan keadaan populasi yang relatif homogen untuk

penelitian eksperimen. Kemudahan dalam pengambilan sampel dan intervensi


(58)

2004). Populasi pada penelitian ini adalah siswa Sekolah Dasar di kota Medan

dengan karakteristik sebagai berikut:

1. Pelajar Sekolah Dasar yang masih aktif dan duduk di kelas IV

2. Pelajar yang berasal dari etnis Batak Toba dan Tionghoa dan

bertempat tinggal di Medan

Sampel dalam penelitian yang dilakukan merupakan sebagian dari

populasi. Penggunaan sampel dalam penelitian eksperimen akan sangat membantu

peneliti, khususnya dalam prinsip efisiensi (Latipun, 2004). Artinya, hasil dari

penelitian yang diharapkan dapat digunakan untuk menggambarkan seluruh

populasi meskipun hanya meneliti sedikit subjek. Karena itu syarat dalam

pengambilan sampel ini adalah sampel yang mewakili populasinya.

Subjek dalam penelitian ini kemudian akan dibagi ke dalam 4 kelompok,

yaitu kelompok pertama adalah kelompok dengan teknik membaca cerita pada

etnis Batak Toba, kelompok kedua adalah kelompok dengan teknik membaca

cerita pada etnis Tionghoa, kelompok ketiga adalah kelompok dengan teknik

mendongeng pada etnis Batak Toba, kelompok keempat adalah adalah kelompok

dengan teknik mendongeng pada etnis Tionghoa.

Teknik pengambilan sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah

incidental sampling. Pada incidental sampling, sampel diperoleh semata-mata dari keadaan-keadaan yang insidental atau kebetulan (Hadi, 2000). Subyek sampel

hanyalah orang-orang yang dijumpai secara kebetulan, seperti di warung-warung,


(59)

Jumlah sampel penelitian merupakan banyaknya kelompok sampel yang

dibutuhkan dalam suatu eksperimen. Menurut Kerlinger (dalam Latipun, 2004),

sebelum melakukan pengambilan sampel, peneliti harus mengetahui terlebih

dahulu berapa besar anggota sampel (sampel size) yang hendak diambil dari populasi. Besar anggota sampel dalam eksperimen tidak ditentukan oleh besarnya

populasi sebagaimana pada penelitian survei, tetapi ditentukan kekuatan pengaruh

perlakuan dari studi-studi sebelumnya.

Suatu perlakuan yang memilki pengaruh yang kuat pada perubahan

variabel (perilaku) berdasarkan studi pendahuluan atau penelitian-penelitian

terdahulu diperlukan anggota sampel yang relatif lebih sedikit, dan semakin lemah

pengaruh suatu perlakuan pada variabel terikat dibutuhkan anggota sampel yang

relatif lebih banyak (Latipun, 2004). Pada penelitian ini, jumlah sampel yang

digunakan adalah 136 orang, terdiri dari 106 etnis Tionghoa dan 30 etnis Batak

Toba.

E. Alat Ukur dan Instrumen Penelitian

Alat ukur penelitian yang digunakan yaitu alat ukur untuk menguji

kemampuan pemahaman bacaan yang terlebih dahulu akan dikonstrak oleh

peneliti. Alat ukur penelitian ini terdiri dari pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan

dengan cerita yang berbetuk pilihan berganda. Jumlah pilihan jawaban yang

tersedia sebanyak empat pilihan. Pertanyaan-pertanyaan tersebut disusun

berdasarkan indikator perilaku pada aspek membaca sesuai dengan silabus bahasa


(60)

dikategorikan ke dalam domain kognitif menurut Bloom, yaitu pengetahuan,

pemahaman, analisis, dan sintesis. Berikut ini blue print alat ukur pemahaman

bacaan sebelum uji coba :

Tabel 2. Blue Print Alat Ukur Pemahaman Bacaan Sebelum Uji Coba

Indikator Perilaku

Komponen Kognitif

(berdasarkan nomor aitem) Jumlah Aitem Pengetahuan Pemahaman

1. Mengidentifikasi

berbagai informasi dalam kalimat-kalimat sangat sederhana

1, 2, 5 6, 7, 8, 9, 10, 11, 12, 13, 14, 18, 19, 20, 21, 24, 25, 26, 27, 28, 29, 30, 31, 32, 33, 34, 35

28

2. Mengidentifikasi

berbagai informasi dalam pesan tertulis sangat sederhana

3, 4, 15, 16, 22, 23

17 7

Blue print alat ukur pemahaman bacaan sebelum uji coba dapat dilihat

pada tabel 2. Aitem-aitem yang digunakan sebagai pengukuran pemahaman

bacaan disusun berdasarkan dua indikator perilaku pada silabus bahasa Inggris

kelas IV SD pada aspek membaca. Pada tabel 2 terlihat bahwa jumlah aitem pada

indikator perilaku pertama sebanyak 28 butir dan indikator perilaku kedua

berjumlah 7 butir. Jumlah aitem pada indikator pertama lebih banyak karena

bentuk kalimat sederhana pada cerita lebih banyak dibandingkan bentuk pesan

tertulis sederhana.

Siswa dikatakan memberikan jawaban yang benar jika memilih salah satu

jawaban yang tepat untuk menjawab setiap pertanyaan diantara keempat pilihan

jawaban yang disediakan. Sebaliknya, jika siswa memilih salah satu tiga pilihan


(61)

salah. Skor yang benar akan diberikan skor satu (1) dan untuk jawaban yang salah

akan diberi skor nol (0).

Kemudian peneliti melengkapi beberapa instrumen yang diperlukan dalam

penelitian agar berjalan dengan lancar. Instrumen yang peneliti gunakan dalam

penelitian ini antara lain:

1. Whiteboard dan spidol

2. Lembaran cerita dan pertanyaan.

F. Prosedur Pelaksanaan Penelitian

Terdapat tiga tahap prosedur pelaksanaan dalam melakukan penelitian.

Tahapan-tahapan tersebut adalah tahap persiapan, tahap pelaksanaan, tahap

pengolahan data. Berikut ini rincian dari tahapan-tahapan tersebut, yaitu:

1. Tahap Persiapan

Pada persiapan yang dilakukan dalam penelitian terdapat beberapa tahap,

antara lain:

a. Penentuan subjek penelitian

Langkah pertama dalam tahap persiapan adalah menentukan subjek

penelitian sesuai dengan karakteristik penelitian. Subjek yang dipilih pada

penelitian ini adalah siswa kelas IV Sekolah Dasar yang beretnis Batak Toba dan

Tionghoa.

Peneliti telah melakukan survei kepada beberapa sekolah tetapi hanya satu

sekolah yang sesuai dengan karakteristik penelitian dan menerima peneliti dalam


(62)

sebanyak 136 siswa, tetapi hanya 30 siswa yang beretnis Batak Toba, 106 siswa

beretnis Tionghoa. Peneliti mengambil seluruh siswa yang beretnis Batak Toba

dan Tionghoa pada populasi tersebut, yang disebut dengan teknik incidental sampling.

Setelah sampel terpilih, terbentuklah empat kelompok dalam penelitian ini.

Kelompok pertama adalah kelompok dengan teknik membaca cerita pada etnis

Batak Toba sebanyak 15 siswa, kelompok kedua adalah kelompok dengan teknik

membaca cerita pada etnis Tionghoa sebanyak 60 siswa, kelompok ketiga adalah

kelompok dengan teknik mendongeng pada etnis Batak Toba sebanyak 15 siswa,

kelompok keempat adalah kelompok dengan teknik mendongeng pada etnis

Tionghoa sebanyak 46 siswa. Setiap kelompok akan diberikan perlakuan yang

berbeda dan kemudian diukur kemampuan pemahaman bacaan teks bahasa

Inggrisnya.

b. Penyusunan alat ukur

Penelitian ini menggunakan alat ukur mengenai pemahaman bacaan teks

bahasa Inggris yang dibuat oleh peneliti berdasarkan buku reading comprehension

kelas IV dan standar kompetensi yang digunakan dalam silabus kelas IV. Alat

ukur yang dibuat berupa soal mengenai suatu cerita yang terdapat dalam buku

tersebut sebanyak 35 soal dan diprofessional judgment oleh guru bahasa Inggris. Kemudian dilakukan uji coba terhadap soal tersebut kepada 122 siswa Sekolah

Dasar. Hasil uji coba dianalisis secara tingkat kesukaran, daya beda aitem,


(1)

28. a. Buy c. Plan

b. Sell d. Give

29. a. Give c. Get

b. Sell d. Buy

30. a. Visit c. Went to

b. Want d. Go to

31. a. Be c. Bee

b. See d. Saw

32. a. Be c. Bee

b. See d. Saw

33. a. Hold c. Sat

b. Set d. Sit

34. a. She c. He

b. It d. You

35. a. His mother c. The doctor b. His sister d. His father


(2)

Alat Ukur Pemahaman Bacaan Setelah Uji Coba

Nama :

Jenis Kelamin :

Usia :

Asal Sekolah :

Suku :

Kursus Bahasa Inggris : Iya / Tidak *Pilih salah satu Tingkat kursus : *jika mengikuti kursus

B. Pilihan Berganda

Pilihlah salah satu jawaban yang tepat pada setiap pertanyaan di bawah ini dengan cara menyilangkan hurufnya.

1. Why did Billy want to grow flowers, fruits, and vegetables? a. Because he wanted to get money

b. Because he wanted to buy them c. Because he wanted to be a gardener d. Because he wanted to buy a bicycle

2. Why did Billy fall out of the tree? a. Because he was tired

b. Because he went to sleep c. Because the weather was hot d. Because the weather is windy

3. According to the story, how are we achieve our goals? a. Playing and learning

b. Praying and learning c. Watching television d. Praying and playing

4. What is the conclusion in the last paragraph? a. Billy’s mother took his sister to the doctor b. Billy was tired and he went to the doctor

c. Billy’s left arm has broken because he went to sleep on the tree d. Billy’s mother treated his arm


(3)

5. The word “it” in the sentence “he climbed it” at first paragraph refers to?

a. Day b. Garden c. Tree d. Market

6. According to the story, which sentence is wrong? a. Billy have ten thousand rupiah

b. Billy go to the market on Saturday c. Billy didn’t have a lot of money d. Billy fell out of the tree

7. Who did say 'Doctor, Doctor, I've broken my left arm! Please help me!'? a. Billy

b. Billy’s father c. Billy’s mother d. Billy’s sister

8. Where did Billy plan the seeds? a. In the yard

b. On the tree c. Under the tree d. Under the yard

9. Why is Billy does not have a lot of money? a. Because he is a gardener

b. Because he is clever

c. Because he is doing anything d. Because he is not doing anything

10. The word “them” in the sentence “I’m going to sell them” at second paragraph refers to?

a. Flowers b. Fruits


(4)

c. Plants

d. Flower, fruit, and plant

11. How old is Billy in two years later?

a. twelve c. fourteen

b. thirteen d. fifteen

12. How is difference old between Billy and his sister?

a. Two c. four

b. Three d. Five

13. How did Billy would get a lot of money?

a. He is going to sell his nice flowers, fruit, and plants. b. He is going to be a doctor

c. He is going to sell his bicycle d. He is going to work in the market

14. If Billy have a lot of money, what is Billy going to do? a. He is going to buy a bicycle

b. He is going to buy a lot of flowers, fruit, and plants c. He is going to grow up

d. He is going to go to university and be a doctor

Choose the right word to complete the blank sentences

Billy went climbed up a big tree yesterday, because... (15). There was a market on,,,,,, (16) and Billy wanted to go there. He wanted to spend his ten thousand rupiah and buy some seeds with the... (17). Then he wanted to plant the seeds. He wanted to sell nice flowers and fruit and vegetables, and to get a lot of money. Then he wanted to go to the university and to be a doctor. He wanted to be his sister's doctor, and to ...(18) her arm.


(5)

15. a. He loved it

b. His father gave it to him c. He wanted it

d. His mother gave it to him

16. a. Monday c. Sunday

b. Saturday d. Wednesday

17. a. Bicycle c. Plants

b Seed d. Money

18. a. Hold c. Sat

b Set d. Sit


(6)

LAMPIRAN E

1.

Informed consent