Huta Baginda dan kompleks Perumahan Tolkit. Jalan Raja Saul untuk warga di Kompleks Stadion dan Kawasan Jalan Raja Saul. Jalan D.I Panjaitan
untuk warga di Lingkungan Aek Ristop. b. Kelurahan Huta Toruan X; Jalan Asrama dan Jalan Agus Salim untuk warga
di Kompleks RSU, dan Jl. Asrama untuk warga di kawasan Jl. SM. Raja. c. Kelurahan Huta Toruan XI; Jalan-jalan lingkungan yang ada menjadi jalur
penyelamatan dan harus ditambah jumlahnya. Kelurahan Partali Toruan, direncanakan sebagai jalur evakuasi warga di sepanjang pinggir jalan,
disamping peningkatan jalan-jalan lingkungan eksisting.
5.5 Konsep dan Rencana Mitigasi Bencana Gempa
Dalam kasus ini rencana mitigasi bencana gempa yang diperlukan sesuai dengan kondisi fisik lingkungan dan faktor persepsi masyarakat ádalah mitigasi
struktural dan nonstruktural, dimana mitigasi struktural menyangkut pembangunan konstruksi fisik sedangkan mitigasi nonstruktural meliputi perencanaan tata ruang
serta pemberlakuan peraturan law inforcement yang didalamnya termasuk peningkatan manajemen bencana berupa sosialisasi dan peningkatan pengetahuan
tentang kebencanaan. Beberapa konsep dan skenario dapat diterapkan dalam pengembangan kota yang rawan bencana gempa berdasarkan analisis yang sudah
dibahas di atas sebagai berikut: Untuk mitigasi struktural beberapa hal yang dapat dilakukan untuk upaya
antisipasi bencana gempa adalah sebagai berikut: 1. Penyediaan Lokasi dan Bangunan Penyelamatan
Universitas Sumatera Utara
Untuk memberikan perlindungan bagi warga kota yang merupakan kawasan dengan kerentanan tinggi baik dari aspek ekonomi, sosial dan
budaya juga dari aspek kualitas fisik bangunan dan lingkungan, maka pembangunan bangunan penyelamatan dapat dilakukan dengan konsep
temporary shelter dan accommodation shelter. Temporary shelter adalah lokasi evakuasi sementara berupa lahan terbuka yang ditempatkan
ditengah permukiman dengan kapasitas layanan untuk 250 jiwa dengan radius jangkauan kurang dari 300 meter. Accommodation shelter adalah
bangunan evakuasi dengan tujuan untuk penampungan yang lebih lama. Apabila kemampuan membangun shelter terbatas, maka memanfaatkan
bangunan-bangunan publik yang dianggap mampu dijadikan shelter dapat dilakukan. Fasilitas Sarana dan Prasarana umum yang ada, dapat
dimanfaatkan sebagai shelter adalah bangunan yang mempunyai ketahanan dalam menahan gaya gempa. Bangunan-bangunan tersebut
selain direncanakan sebagai tempat evakuasi juga difungsikan sebagai tempat penyediaan bahan-bahan sandang pangan untuk kondisi darurat.
Bangunan yang ditetapkan sebagai shelter harus dapat berfungsi setiap saat dan memiliki kemudahan akses dari berbagai arah.
2. Konsep Penempatan Lokasi Shelter dan Sistem Sirkulasi Penempatan Taman Rumah Tangga RT temporary shelter yang
difungsikan sebagai lokasi evakuasi didasarkan pada pola jalan radial konsentris radial concentric system dan radius layanan maksimum untuk
Universitas Sumatera Utara
satu unit shelter. Menurut Suhartono 2005, pola jalan yang cocok untuk kota yang rawan bencana adalah pola jalan yang mengarah ke mitigasi
massal yaitu pola menyebar ke lokasi yang ditetapkan sebagai area evakuasi dengan jalan raya radial. Dengan demikian konsep hubungan
antar temporary shelter dengan accommodation shelter digambarkan seperti gambar 5.14.
ACCOMMODATION SHELTER
TEMPORARY SHELTER
RADIUS LAYANAN 1,5KM
Jalan Penghubung ke Accommodation Shelter
r.3 00
Jalan Penghubung
r.3 00
r.3 00
R 1,5
Km
Gambar 5.14 Konsep Penempatan Shelter dengan Pola Radial Konsentris Sumber: Hasil Pengolahan Data Penelitian, 2010
Jalan-jalan penghubung antar shelter direncanakan untuk kemudahan jangkauan untuk kendaraan pemadam kebakaran dan ambulance untuk evakuasi pada
kawasan permukiman. Jalan penghubung tersebut harus memiliki lebar minimal 4 meter badan jalan yang diperkeras atau harus dapat dilalui kendaaraan roda empat
dengan berpapasan. Dimana temporary shelter ditempatkan mengelilingi accommodation shelter dengan mengacu kepada radius layanan masing-masing
Universitas Sumatera Utara
shelter. Dengan ketentuan satu unit temporary shelter melayani 250 jiwa dengan radius layanan kurang dari 300 meter, sedangkan accommodation shelter di
rencanakan untuk radius layanan 1,5 Km dengan kapasitas ± 5000 jiwa. Dimana satu unit accommodation shelter dapat melayani ± 21 unti temporary shelter dan
diperlukan jalur sirkulasi sepanjang ± 25 Km. Untuk Mitigasi nonstruktural beberapa hal yang dapat dilakukan adalah:
1. Sosialisasi dan penyuluhan tentang kebencanaan Untuk mengatasi pemahaman dan pengetahuan tentang tindakan
penyelamatan masyarakat yang pada umumnya masih kurang dan untuk dapat berfungsi dengan baik sarana mitigasi struktural yang disediakan, maka
sosialisasi dan penyuluhan maupun simulasi tindakan penyelamatan menjadi langkah penting yang harus dilaksanakan sehingga menjadi terbiasa dan dapat
bertindak cepat dan tepat pada saat bencana terjadi. Karena sesungguhnya permasalahan mendasar dalam menyikapi bencana selama ini adalah
masyarakat terkesan panik saat terjadi bencana sehingga tidak tau apa semestinya yang dilakukan dan kemana harus berkoordinasi meskipun sudah
pernah dilakukan simulasi penanggulangan bencana, jalur evakuasi dan pelatihan serta petunjuk-petunjuk arah, tetapi karena dihimpit oleh kepanikan
maka sikap antisipasi tidak muncul yang muncul hanyalah kepanikan dan kepasrahan, padahal kepanikan saat terjadi bencana sesungguhnya adalah
lawan dan menambah beratnya resiko bencana. 2. Memperkenalkan konsep penyelamatan dengan metode Segitiga Kehidupan
Universitas Sumatera Utara
Untuk membekali masyarakat dalam mengantisipasi kejadian bencana gempa pada saat di dalam gedung atau didekat gedung, metode bertahan dengan
konsep segitiga kehidupan triangle of life dapat menjadi solusi atas persepsi yang sebagian masyarakat yang bertahan di rumah atau dekat rumah.
Segitiga kehidupan merupakan bagian dari public education yang diperkenalkan
Doug Copp pada tahun 1996 yang terbukti sangat akurat untuk memberikan perlindungan untuk bertahan hidup. Prinsip segitiga kehidupan seperti digambarkan
pada gambar 5.15.
Gambar 5.15 Konsep Penyelamatan dengan Metode Segi Tiga Kehidupan Sumber: Hasil Pengolahan Data Penelitian, 20100
Dari gambar tersebut terlihat bahwa metode segitiga kehidupan ini akan terbentuk dengan sendirinya ketika terjadi gempa dan puing-puing atap bangunan
akan jatuh dan membentur meja atau lemari atau peralatan lainnya dan membentuk sebuah ruang kosong yang berbentuk segitiga yang dinamakan “segitiga kehidupan”.
Universitas Sumatera Utara
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
Berdasarkan pada penelitian yang telah dilakukan maka dapat diambil beberapa kesimpulan yaitu:
1 Sikap dan persepsi masyarakat yang mayoritas cenderung bertahan di tempat safe in state yakni dengan jawaban terbesar memilih halaman rumah
sebagai tempat penyelamatan menjadi sesuatu yang kontradiktif dengan kondisi fisik lingkungan tempat tinggalnya yang justru kurang memberikan
perlindungan terhadap bencana gempa, oleh karena itu diperlukan konsep mitigasi struktural dengan cara penyediaan lokasi-lokasi penyelamatan
sementara temporary shelter dan tempat penyelamatan untuk waktu yang lama accommodation shelter. Hal ini sesuai dengan kondisi perkotaan
yang memiliki kepadatan penduduk yang tinggi dan pola permukiman yang tidak teratur sprawl dan padat, sebab selain sebagai tempat berlindung,
juga untuk membuka akses yang lebih menjangkau kawasan permukiman untuk kemudahan aksesibilitas dan pergerakan berupa kendaraan evakuasi,
pemadam kebakaran dan ambulance. 2 Kekhawatiran dan keyakinan akan terjadi lagi bencana gempa membuat
masyarakat menginginkan suatu tindakan yang ditujukan untuk mengantisipasi dan beradaptasi dengan ancaman bencana tersebut. Dimana
pengetahuan dan pemahaman tentang kebencanaan sangat diperlukan
172
Universitas Sumatera Utara