menghilangkan resiko panjang, baik terhadap kehidupan manusia maupun harta benda.
Tujuan utama dari penyusunan kebijaksanaan mitigasi bencana perkotaan adalah mengurangi resikodampak yang ditimbulkan oleh bencana khususnya bagi
penduduk perkotaan, seperti korban jiwa, kerugian ekonomi dan kerusakan sumber daya alam, sebagai landasan pedoman untuk perencanaan pembangunan perkotaan,
meningkatkan pengetahuan masyarakat perkotaan dalam menghadapi serta mengurangi dampakresiko bencana, sehingga masyarakat dapat hidup bekerja
dengan aman.
2.5. Sistem Kota
2.5.1 Aksesibilitas dan mobilitas Aksesibilitas adalah suatu ukuran kenyamanan atau kemudahan mengenai cara
lokasi tata guna lahan berinteraksi satu sama lain dan mudah atau susahnya lokasi tersebut dicapai melalui suatu sistem jaringan Tamin, 1997.
Faktor yang menyatakan tingkat aksesibilitas adalah waktu tempuh, meskipun ada juga yang menyatakan dengan faktor jarak. Suatu tempat yang berjarak
jauh belum tentu dapat dikatakan mempunyai aksesibilitas rendah atau sebaliknya, karena terdapat faktor lain dalam menentukan aksesibilitas yaitu waktu tempuh. Dari
sisi jaringan transportasi, kualitas pelayanan transportasi pasti berbeda-beda baik dari segi kualitas maupun kuantitas.
Terkait dengan jalur evakuasi, tidak ada ketentuan yang baku tentang ukuran jalur evakuasi namun secara umum yang harus diperhatikan adalah apakah jalur
Universitas Sumatera Utara
tersebut dapat dilalui dengan baik dan cepat, untuk jalur evakuasi di luar bangunan hendaknya bisa memuat dua kendaraan jika saling berpapasan tidak menghalangi
proses evakuasi. Kemudian ada tempat pengungsian sementara yang merupakan tempat aman dan tempat pengungsian akhir.
Yang menjadi perhatian tentang jalur evakuasi adalah jalur evakuasi cukup lebar bisa dilewati 2 kendaraan atau lebih, harus menjauh dari sumber ancaman dan
efek dari ancaman, harus baik dan mudah di lalui, harus disepakati bersama oleh masyarakat, aman dan teratur.
2.5.2 Pola permukiman dan alokasi lahan
Pertumbuhan kota, selain memberikan dampak positif bagi kesejahteraan masyarakat juga dapat menyebabkan bencana karena mendorong lebih banyak orang
yang tinggal di wilayah yang berbahaya dan rentan bencana. Pendatang dan penduduk kumuh rentan terutama karena mereka sering bertempat tinggal ditempat
yang berbahaya seperti di kanal atau pinggiran saluran dan sering tidak memiliki pelayanan dasar yang memadai Inoghuci, 2003.
Sebagaimana kota di Indonesia, pola permukiman penduduk cenderung berada di sepanjang pinggir jalan dan di sepanjang bantaran sungai dan umumnya
membentuk kelompok-kelompok bangunan hunian maupun tempat usaha yang cenderung tidak teratur. Hal ini tidak terlepas dari kehidupan sosial budaya penduduk.
Munculnya pola pemukiman yang mengabaikan bahaya dan berada di kawasan rawan bencana, dan juga berada pada daerah dataran rendah yang terlalu
dekat dengan kemiringan lereng yang curam karena pada kawasan tertentu gempa
Universitas Sumatera Utara
bumi yang terjadi dapat disertai dengan longsor atau banjir, memberikan resiko yang besar ketika terjadi bencana Eisner and Gallion,1994. Budaya masyarakat Indonesia
khususnya kaum petani yang menetap di wilayah rawan bencana tentunya memerlukan pemahaman sosial dan antropologi budaya lokal agar strategi
penempatan pemukiman mereka di daerah bebas ancaman gempa berhasil dengan efektif.
Secara teoritis luasan kawasan penggunaan lahan telah terpolakan dalam’’teori tata guna lahan perkotaan’’. Teori ini mencakup atas penggunaan lahan
bagi perumahan, industri, perbelanjaanniaga dan sebagainya. Pola tata guna lahan ini dikemukaan oleh B.W. Burgess dengan teori ’’pola konsentrikterpusat consentric
zone theory”, Hummer Hoyt dengan ’’teori sektor sector theory’’ dan R.D. Mc Kenzic dengan teori ’’pusat lipat ganda multiple nuclei theory.
Mereka membuat suatu pola penggunaan lahan di perkotaan. Teori-teori tersebut digambarkan seperti pada gambar 2.3 berikut.
Gambar 2.3 Pola Tata Guna Lahan Sumber: Kivell, Philip, 1993
Pada gambar 2.3 dapat dijelaskan pola jalur terpusat consentrdic zone oleh Burgess menjelaskan bahwa penggunaan lahan di perkotaan mempunyai atau pola
Universitas Sumatera Utara
bahwa pusat kota merupakan sumbu yang dikelilingi dilingkari oleh lahan-lahan yang sesuai dengan penggunaannya.
Pola consentric zone dapat diterangkan sebagai berikut: 1. Pusat Kota Central Business Distric CBD terdiri dari bangunan kantor,
hotel, bank, bioskop, pasar dan pusat perbelanjaan. 2. Merupakan jalur alih, yang terdapat rumah-rumah sewaan, kawasan
industri dan perumahan buruh. 3. Jalur wisma buruh yang yang terdapat kawasan perumahan untuk tenaga
kerja pabrikindustri lower class residential. 4. Jalur madya wisma, yang terdapat kawasan perumahan yang luas untuk
tenaga kerja kantoran dan kaum madya medium class residenial. 5. Di luar lingkaran terdapat jalur ’’pendugdag’’ atau ’’penglajon’’ dimana
terdapat masyarakat golongan madya dan golongan atas atau high class residential.
Teori sektor oleh H. Hoyt dapat diterangkan sebagai berikut: 1. Sektor ini terdapat pusat kota atau CBD.
2. Kawasan ini terdapat kawasan industri ringan dan kawasan perdagangan. 3. Sektor ini dekat dengan pusat kota pada bagian sebelah menyebelahnya
terdpata kawasan murbawisma yaitu kawasan tempat tinggal kaum murba atau kaum buruh low income housing.
Universitas Sumatera Utara
4. Sektor ini agak jauh dari pusat kota dan sektor industri serta perdagangan. Terdapat sektor madya wisma atau perumahan kaum madya middle
income housing. 5. Sektor ini terdapat sektor adiwisma, yaitu kawasan tempat tinggal
golongan atas high income housing. Teori pusat lipat ganda atau Multiple Nuclei merupakan teori R.D. Mc kenzic
dengan keterangan sebagai berikut: 1. Pusat kota atau CBD.
2. Kawasan niaga dan industri ringan. 3. Kawasan murbawisma, tempat tinggal kualitas rendah.
4. Kawasan madyawisma, tempat tinggal berkualitas menengah. 5. Kawasan adiwisma, tempat tinggal berkualitas tinggi.
6. Kawasan industri berat. 7. Pusat niaga, perbelanjaan lain di pinggiran.
8. Upakota sub urban, untuk kawasan madyawisma dan adiwima. 9. Upakota sub urban kawasan industri.
2.5.3 Jaringan lalan dan struktur ruang kota Pada kota yang memiliki pola jaringan jalan berbentuk grid, untuk kawasan
yang memiliki kepadatan tinggi tingkat kemudahan dalam mitigasi sangat sulit hal ini disebabkan pada setiap siku jalan persimpangan menjadi titik-titik kemacetan
karena penuhnya kendaraan dari setiap blok-blok bangunan yang akan melalui siku jalan dan memperlambat laju kendaraan disana seperti yang terlihat pada gambar 2.4.
Universitas Sumatera Utara
Demikian juga sebaliknya untuk kawasan yang berkepadatan rendah tingkah mitigasinya lebih mudah karena kepadatan lalulintas relatif lebih kecil. Kemudahan
dalam proses mitigasi turut menentukan tingkat resiko dan korban yang ditimbulkan ketika suatu daerah dilanda bencana. Jaringan-jaringan yang saling menghubungkan
dan memberikan lebih dari satu jalur menuju tempat evakuasi Coburn, et.al, 1994.
Gambar 2.4 Tingkatan Kesulitan Proses Evakuasi Sumber: Shuici, 2005
Jalur-jalur jalan untuk mitigasi perlu disesuaikan dengan struktur bangunan yang ada sehingga masyarakat dapat mengamankan diri menuju tempat tempat
penyelamatan sementara atau permanen dengan cepat Darwanto, 2005. Pelebaran jalan-jalan di daerah perkotaan yang memiliki kepadatan tinggi untuk
memudahkan proses evakuasi Coburn, et.al, 1994. Selain pelebaran jalan maka perlu adanya jalan-jalan baru dari daerah perkotaan yang memiliki kepadatan tinggi
menuju tempat-tempat yang aman. Jalan tersebut merupakan jalan koridor dari pusat kota yang dapat mengurangi titik-titik kemacetan di persimpangan jalan akibat pola
jaringan jalan yang berbentuk grid dan kelebihan kapasitas jalan. Jaringan jalan
pada kota yang rawan bencana gempa sebaiknya direncanakan sebagai satu kesatuan dengan rencana umum tata ruang kota. Rencana tata ruang tersebut mengarah pada
Universitas Sumatera Utara
kelancaran evakuasi serentak dan besar-besaran dengan pola jaringan radial yang lebar dan dilengkapi jalan lingkar yang berlapis-lapis.
Kota yang rawan bencana harus ditata ulang dengan jaringan jalan yang mengarah ke upaya mitigasi massal yaitu pola menyebar ke arah daerah yang
ditetapkan sebagai area evakuasi dengan jalan raya radial yang dilengkapi dengan jalan lingkar ring road secukupnya Soehartono, 2005.
Pengertian jalan sesuai dengan Undang-Undang No. 38 tahun 2004 tentang Jalan adalah suatu prasarana perhubungan darat dalam bentuk apapun yang meliputi
segala bagian jalan termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalulintas. Pola jaringan jalan merupakan salah satu unsur
terpenting dari morfologi kota. Beberapa pola jaringan jalan menurut Northam dalam Yunus, 2004 adalah sebagai
berikut: 1. Sistem pola jalan tidak teratur, pada sistem ini terlihat adanya ketidak
teraturan sistem jalan baik ditinjau dari segi lebar maupun arah jalan. Ketidakteraturan ini terlihat pada polajalan yang melingkar-lingkar, lebarnya
bervariasi dengan cabang-cabang yang banyak. Ketidakteraturan ini tercipta karena keadaan topografi kota yang mengharuskan demikian. Bagi kota yang
tidak mempunyai kendala medan, ketidakteraturan tersebut menunjukkan tidak adanya perencanaan untuk menertibkan unsur-unsur morfologi kotanya
dan ini biasanya terjadi pada kota yang baru tumbuh. Sistem pola jalan tidak teratur seperti ditunjukkan pada gambar 2.5.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.5 Kota-kota dengan Pola Jalan Tidak Teratur Sumber: Yunus, 2004
2. Sistem pola jalan radial konsentris, dalam sistem ini ada beberapa sifat khusus yaitu mempunyai pola jalan konsentris dan radial, bagian pusatnya
merupakan daerah kegiatan utama sekaligus tempat pertahanan terakhir dari suatu kekuasaan, punya keteraturan geometris, serta jalan besar menjari dari
titik pusat dan membentuk “asterisk shaped pattern”. Gambar 2.6 merupakan salah satu contoh ideal dari bentuk sistem pola jalan radial
konsentris.
Gambar 2.6 Asterisk Shaped Pattern - Palma Nouva, 1593 Sumber: Yunus, 2004
3. Sistem pola jalan bersudut siku atau grid, pada kota dengan sistem pola jalan bersudut siku atau, bagian-bagian kotanya dibagi sedemikian rupa menjadi
blok-blok empat persegi panjang dengan jalan-jalan yang pararel
Universitas Sumatera Utara
longitudinal dan transversal membentuk sudut siku-siku. Jalan-jalan utama membentang dari pintu gerbang utama kota sampai pada bagian pusat kota.
Sistem ini merupakan pola yang cocok untuk pembagian lahan dan pengembangan kota akan tampak teratur dengan mengikuti pola yang telah
terbentuk. Gambar 2.7 berikut adalah contoh sistem pola jalan bersudut siku atau grid.
Gambar 2.7 Kota-kota dengan Sistem Pola Jalan Bersudut Siku Atau Grid Sumber: Yunus, 2004
2.5.4 Prinsip penataan sirkulasi dan jalan penghubung Prinsip penataan sirkulasi dan jalan penghubung mengacu kepada Peraturan
Menteri No. 06PRTM2006 dan Peraturan Menteri No. 30PRTM2006. Dimana prinsip-prinsip penataan tersebut meliputi:
Universitas Sumatera Utara
1. Kejelasan sistem sirkulasi terkait dengan jaringan evakuasi 2. Mobilitas publik menyangkut:
a. Peningkatan kaitan antar sistem pada kawasan perencanaan dengan sistem sirkulasi kawasan sekitar.
b. Penciptaan sistem sirkulasi yang mudah diakses sebesar-besarnya oleh publik termasuk penyandang cacat dan lanjut usia difabel sehingga
memperkaya karakter dan integritas sosial para pemakainya.
2.5.5 Keandalan bangunan rumah tinggal dan lingkungan terhadap bencana Persyaratan keandalan bangunan rumah tinggal dan lingkungan di daerah
rawan benanca gempa meliputi persyaratan keselamatan, kesehatan, kemudahan dan kenyamanan. Berikut ini adalah beberapa persyaratan bangunan rumah tinggal dan
lingkungan di daerah rawan gempa: 1. Tata letak
Tata letak bangunan rumah tinggal dan lingkungan di daerah rawan gempa:
a. Struktur bangunan rumah tinggal harus mampu memikul semua beban dan atau pengaruh yang mungkin bekerja selama kurun waktu umur
layan bangunan, termasuk pembebanan yang kritis seperti beban gempa dan beban-beban lain.
Universitas Sumatera Utara
b. Tata letak bangunan rumah tinggal untuk daerah rawan bencanan gempa harus diusahakan sederhana, simetris, seragam dan satu kesatuan seperti
ditunjukkan pada gambar 2.8.
Gambar 2.8 Tata Letak Bangunan Rumah Tinggal yang Simetris Sumber: Permen PU No. 29PRTM2006
c. Jumlah lantai maksimum 1 lantai, didirikan di atas tanah yang stabil serta denah bangunan simetris dengan dinding penyekat merupakan
kotak-kotak tertutup. d. Deretan bangunan dalam satu blok tidak boleh bergandengan hingga
lebih dari 60m, setiap 60m panjang blok bangunan harus dipisahkan dengan jalan darurat sebagai akses penyelamatan seperti terlihat pada
gambar 2.9.
Gambar 2.9 Batas Panjang Blok Bangunan Rumah Sumber: Permen PU No. 29PRTM2006
2. Bangunan dan Jalur Penyelamatan
Akibat kejadian gempa dapat menyebabkan kebakaran pada bangunan, oleh
karena itu lingkungan permukiman harus memperhitungkan aspek
J A L A N 60 M
Universitas Sumatera Utara
penyelamatan, baik berupa bangunan penyelamatan maupun jalur penyelamatan. Untuk bencana gempa bumi, bangunan penyelamatan dapat
memanfaatkan bangunan ibadah, sekolah, balai pertemuan, perkantoran dan bangunan lainnya apabila memiliki konstruksi yang kokoh dapat dicapai
dalam waktu 15 menit dan mempunyai radius pelayanan maksimum 2 km dan dapat menampung orang banyak.
Dalam konteks bangunan penyelamatan dari bencana gempa dikenal 4 jenis shelter di Jepang yang dikelompokkan ke dalam 2 bagian yakni: pertama temporary
shelter, suatu tempat terbuka untuk penampungan sementara, kedua accommodation shelter, suatu tempat tertutup yang mencakup akomodasi untuk penampungan yang
lebih lama, Misumi. J, 1998. Berdasarkan tipologi kawasan yang merupakan daerah rawan bencana
khususnya bencana gempa bumi, penyediaan RTH di lingkungan permukiman sangat diperlukan sebagai lokasi evakuasi Permen PU No. 05PRTM2008. Penyediaan
RTH berdasarkan jumlah penduduk ditunjukkan pada tabel 2.1. Tabel 2.1 Penyediaan RTH berdasarkan jumlah penduduk
No. Unit
Lingkungan Tipe RTH
Luas minimal
Unit m
2
Luas minimal Kapita m
2
Lokasi
1 250 jiwa
Taman RT 250
1,0 di tengah lingkungan RT
2 2.500 iwa
Taman RW 1.250
0,5 di pusat kegiatan RW
3 30.000 jiwa
Taman Kelurahan
9.000 0,3 dikelompokkan dengan
sekolahpusat kelurahan 4 120.00
jiwa Taman
Kecamatan 24.000 0,2
dikelompokkan dengan sekolahpusat kecamatan
Sumber: Permen PU No. 05PRTM2008
Universitas Sumatera Utara
Baik RTH publik maupun privat memiliki beberapa fungsi utama seperti fungsi ekologis serta fungsi tambahan, yaitu sosial budaya, ekonomi, estetikaarsitektural.
Khusus untuk RTH dengan fungsi sosial seperti tempat istirahat, sarana olahraga dan atau area bermain maupun evakuasi, maka RTH ini harus memiliki aksesibilitas yang
baik untuk semua orang, termasuk aksesibilitas bagi penyandang cacat. Berdasarkan tipologi kawasan, arahan fungsi RTH untuk berbagai kawasan tipologi perkotaan
dijelaskan seperti pada tabel 2.2 berikut. Tabel 2.2 Fungsi dan Penerapan RTH pada Beberapa Tipologi Kawasan Perkotaan
Karakteristik RTH Tipologi Kawasan
Perkotaan Fungsi Utama
Penerapan Kebutuhan RTH Pantai
Pengamanan wilayah pantai Sosial budaya
Mitigasi bencana Berdasarkan luas wilayah
Berdasarkan fungsi tertentu
Pegunungan Konservasi tanah
Konservasi air Keanekaragaman hayati
Berdasarkan luas wilayah Berdasarkan fungsi tertentu
Rawan Bencana Mitigasievakuasi bencana
Berdasarkan fungsi tertentu Berpenduduk jarang s.d.
sedang Dasar perencanaan kawasan
Sosial Berdasarkan fungsi tertentu
Berdasarkan jumlah penduduk
Berpenduduk padat Ekologis
Sosial Hidrologis
Berdasarkan fungsi tertentu Berdasarkan jumlah
penduduk Sumber: Permen PU No. 05PRTM2008
Aksesibilitas ke lokasi RTH sangat penting, karena akan berfungsi sebagai jalur penyelamatan. Untuk konteks jalur penyelamatan, jalur penyelamatan merupakan
jalur terpendek keluar lingkungan ke arah jalan lokal dan kolektor maupun ke lokasi RTH, dengan lebar minimal 6 meter. Pada jalur penyelamatan harus dilengkapi
dengan rambu-rambup penandaan dan arah penyelamatan, yang mudah terlihat, kuat dan terpelihara.
Universitas Sumatera Utara
Untuk antisipasi bencana kebakaran, dalam lingkungan perumahan harus disediakan jalur evakuasi berupa jalan lingkungan dengan lebar perkerasan jalan
minimal 4 meter tanpa hambatan. Akses jalan lingkungan minimal masuk 45 meter ke dalam lingkungan dari jalan masuk utama, harus mudah diakses oleh kendaraan
pemadam kebakaran dan sirkulasi petugas pemadam kebakaran. Konsep Taman Rumah Tangga RT yang difungsikan sebagai lokasi
pengungsian dalam konteks pengungsian sementara dapat menerapkan konsep seperti pada gambar 2.10.
Gambar 2.10 Konsep Taman RT untuk lokasi evakuasi Sumber: Permen PU No. 29PRTM2006
Fasilitas yang harus dilengkapi untuk Taman RT yang difungsikan sebagai lokasi pengungsian dalam konteks temporary shelter dapat berupa poskamling, pos
kesehatan P3K, gudang penyimpanan tenda-tenda, sumber energi, MCK dan
Menara R. Genset
MCK 20 m
12.5m Poskamling,
Poskes
Pedestrian Pohon Pelindung
Evacuation route
Universitas Sumatera Utara
sumber air bersih, menara yang diletakkan ditengah lapangan dilengkapi sirene, peralatan telekomunikasi.
Konsep ini sesuai dengan Peraturan Menteri PU No. 05PRTM2008 tentang penyediaan dan pemanfaatan RTH di perkotaan berdasarkan tipologi perkotaan,
dimana untuk tipologi kawasan rawan bencana maka fungsi utama RTH adalah sebagai sarana mitigasi atau lokasi evakuasi serta. Alasan lainnya mengapa konsep ini
lebih tepat adalah terkait dengan kebiasaan manusia yang tidak mau berjalan atau menjangkau suatu lokasi jika lebih dari 400m dan dapat dicapai kurang dari 15 menit.
Taman Rukun Tetangga RT adalah taman yang ditujukan untuk melayani penduduk dalam lingkup satu RT, khususnya untuk keperluan mitigasi bencana yakni
sebagai lokasi evakuasi evacuation area sesuai dengan tipologi kawasan perkotaan yang rawan bencana, selain fungsi tersebut juga untuk sarana kegiatan sosial di
lingkungan RT tersebut. Luas taman ini adalah minimal 1 m
2
per penduduk RT, dengan luas minimal 250 m
2
. Lokasi taman berada pada radius kurang dari 300 meter dari rumah-rumah penduduk yang dilayani. Luas area yang ditanami tanaman ruang
hijau minimal seluas 70-80 dari luas taman. Pada taman ini selain ditanami dengan berbagai tanaman, juga terdapat minimal tiga pohon pelindung dari jenis
pohon kecil atau sedang Permen PU No. 05PRTM2008. Selain bangunan penyelamatan yang dapat memanfaatkan untuk kebutuhan
pengungsian yang lebih lama accommodation shelter berupa bangunan ibadah, sekolah, balai pertemuan, perkantoran dan fasilitas publik lainnya, konsep Taman
Evakuasi Bencana dapat diterapkan.
Universitas Sumatera Utara
Konsep ini dilatarbelakangi pengembangan konsep taman bale kambang yang sudah lama dikenal masyarakat tradisional Jawa dan Bali. Konsep ini dikembangkan
sesuai kebutuhan antisipasi bencana karena memiliki kelenturan dan kemudahan modifikasi sesuai kondisi dan bentuk lahan di setiap lokasi. Taman memiliki dua
bentuk dasar taman dan bale kambang mengambangmelayangmenggantung. Bale merupakan bentuk tradisional yang biasa digunakan untuk tempat berkumpul,
bersantai, atau bersosialisasi di teras rumah. Rancangan taman memiliki nilai artistik, prinsip optimalisasi lahan, multifungsi, menciptakan keteduhan lingkungan, ruang
gerak, dan berinteraksi sosial budaya. Pengembangan taman evakuasi bencana mensyaratkan fungsi ekologis, ekonomis, edukatif, evakuasi ruang penyelamatan
bencana banjir, kebakaran, gempa bumi, konservasi energi suplai energi surya, biogas, dan estetis. Lantai dasar taman dibangun sumur resapan air tersusun dari
koral, pasir, pecahan batu bata, ijuk, dan batu belah, seluas 75 dari luas taman. Sisanya 25 berupa tandon air untuk cadangan air bersih pada musim kemarau dan
kebakaran. Untuk membangun satu unit Taman Evakuasi Bencana pemerintah cukup membebaskan lahan seluas 500 meter persegi seperti yang terlihat pada gambar 2.11.
Gambar 2.11 Accommodation shelter dengan konsep Taman Evakuasi Bencana Sumber: http:www.itchcreature.com
Universitas Sumatera Utara
Dengan standar kebutuhan ruang setiap orang 1m
2
maka untuk ruang evakuasi setiap lantai dapat menampung pengungsi 300-400 orang per lantai atau total 600-800
orang dengan syarat pengungsi tidak membawa banyak barang. Pada lantai satu seluas 400m
2
, lantai dapat digunakan sebagai ruang evakuasi bencana dan di saat normal dapat difungsikan untuk kegiatan sosial, kegiatan ibadah, balai warga
RTRW, perkawinan, atau pentas seni. Lantai ini dilengkapi fasilitas dapur umum dan toilet bersama.
Pada lantai teratas berupa atap rumput seluas 250m
2
. Fasilitas dapur umum dan toilet bersama dilengkapi panel sel surya untuk menyuplai kebutuhan energi
listrik taman dan dapat ditingkatkan kapasitasnya untuk rumah tangga, sangat bermanfaat pada saat bencana terjadi ketika aliran listrik mati total. Sebagian
permukaan dinding bangunan taman dapat dipakai untuk layar pemutaran film cerita atau film penyuluhan warga.
2.6 Mitigasi Bencana