MENGGAGAS PARADIGMA BUDAYA PROFETIK SEBAGAI PERWUJUDAN MASYARAKAT TAMADDUN 1

MENGGAGAS PARADIGMA BUDAYA PROFETIK SEBAGAI PERWUJUDAN MASYARAKAT TAMADDUN 1

E punan Mahasiswa Islam (HMI) dari semenjak kelahirannya

sensial sekali untuk memahami kembali makna dan hakekat perjuangan yang telah disumbangkan Him-

pada 5 Februari 1947 hingga masa kini kepada masyarakat dan Bangsa Indonesia. Salah satu di antara sumbangan penting yang patut dicatat ialah gagasan perjuangannya untuk ikut serta me- wujudkan masyarakat dan Bangsa Indonesia sebagai masyarakat dan bangsa yang bertamaddun, suatu masyarakat yang berke- adaban yang dilandasi oleh nilai-nilai etika dan moralitas kema- nusiaan profetik, sebagaimana dituntunkan oleh Nabi Muham- mad SAW. Suatu gagasan paradigma Budaya Islam yang sesung- guhnya telah mewarnai proses Islamisasi di kepulauan nusan- tara sejak awal perjalanan sejarahnya. Gagasan budaya untuk membangun masyarakat bertamaddun ini pada hakekatnya mengalami pasang surut dari masa-ke masa sesuai dengan arus perubahan dan perkembangan zamannya. HMI dan organisasi

1 Disampaikan dalam acara MILAD HMI Ke-60 pada tanggal 4 Februari 2007 di kampus UII, Jln Cik Di Tiro, Yogyakarta.

Djoko Suryo pergerakan Islam modern, seperti Muhammadiyah, Nahdatul

Ulama, dan organisasi sosial-keagamaan serta organisasi politik kepartaian Islam lainnya yang lahir pada abad ke-20, dapat dipandang sebagai penerus gelombang gagasan budaya profetik ini. Mengenai bagaimanakah gelombang gagasan atau ide budaya profetik ini berlangsung dari masa lampau hingga masa kini, menarik untuk disoroti dalam tulisan singkat ini.

Untuk memahami kelangsungan dan perubahan perwu- judan gagasan dan pemikiran budaya profetik tersebut perlu kiranya digunakan pendekatan hermeneutika dan dekonstruksi. Melalui pendekatan ini, yaitu dengan menempatkan gelombang arus budaya profetik sebagai wacana jalinan pemaknaan “teks- konteks-interteks”, diharapkan akan dapat diperoleh pema- haman kembali tentang pemaknaan baru yang berkaitan dengan élan vital gerakan budaya itu dalam konteks kehidupan budaya masyarakat Indonesia pada masa kini.

Dari perspektif sejarah, arus gagasan dan perwujudan pem- bentukan budaya profetik di Indonesia pada hakekatnya dapat dibagi menjadi empat gelombang gagasan peradaban profetik, yaitu Gelombang I, Gelombang II, Gelombang III, dan Gelom- bang ke IV. Gelombang I mencakup periode pertumbuhan pada sekitar abad ke-16-17. Gelobang II mencakup periode perkem- bangan pada abad ke-18-19. Gelobang III mencakup periode perubahan dan perkembangan awal abad ke-20 sampai sekitar tahun 1970-an, dan Gelombang IV mencakup periode perubahan dan perkembangan pada akhir abad ke-20 dan awal abad ke-

21. Gambaran singkat dinamika masing-msaing gelombang pada zamannya masing-masing dapat dikemukakan sebagai be- rikut.

1. Gelombang I : Arus Pertumbuhan dan Bentuk Perwu- judan Gagasan Pembentukan Masyarakat Bertamaddun Profetik di Nusantara pada abad ke-16-17

Periode ini antara lain ditandai dengan kecenderungan-ke-

Transformasi Masyarakat Indonesia... cenderungan sebagai berikut.

a. Awal masuknya Islam ke kepulauan nusantara bersamaan dengan meningkatnya arus komunikasi dan transportasi perdagangan maritim internasional yang menghubungkan Dunia Islam di Asia Barat dengan Asia Tenggara dan kepu- lauan nusantara. Kecenderungan ini telah berlangsung sejak abad ke-7 sampai abad ke-15 ketika wilayah nusantara ma- sih berada di bawah pengaruh kerajaan-kerajaan Hindu-Bud- dha hingga berakhirnya Kerajaan Majapahit pada akhir abad ke-15. Banyak bukti yang menunjukkan bahwa Islam yang mengajarkan Kalam Illahi yang di bawa oleh Nabi Muham- mad SAW telah masuk ke beberapa daerah di kerajaan Hindu-Budha, baik di Jawa maupun di luar Jawa (Sriwijaya).

b. Proses Islamisasi atau penyebar-luasan Islam dan pemben- tukan kerajaan-kerajaan Islam di Nusantara abad ke-16-17. Periode ini ditandai dengan lahirnya kerajaan-kerajaan Is- lam di Kepulauan Nusantara dengan pusat-pusat perguruan/ pendidikan Islam serta pusat-pusat kebudayaan Islam di nusantara. Didahului dengan berdirinya Kerajaan Islam Pasai abad ke-13, tumbuhlah kerajaan Islam lainnya sejak akhir abad ke-15/awal abad ke-16 sampai pada abad ke-17, seperti Malaka, Aceh, Palembang, Demak, Cirebon, Banten, Palem- bang, Makassar, Ternate-Tidore, Mataram Islam dan keraja- an-kerajan lainnya.

c. Berbagai daerah pusat kerajaan/kesultanan di nusantara telah berdiri dan sekaligus menjadi pusat pengembangan kebudayaan Islam-nusantara, di bawah tokoh-tokoh Sultan dan para ulama, wali, serta mubalig terkemuka, yang mela- hirkan kejayaan masing-masing kerajaan, dengan keunggulan karya-karya sastra keagamaan, ajaran-ajaran keagamaan, bahasa, seni dan tradisi budaya. Gagasan tamaddun Islam pada dasarnya berhasil ditanamkan. Periode ini dapat dise- but sebagai keberhasilan dibangunnya Tamaddun Melayu dan Jawa di nusantara.

Djoko Suryo

2. Gelombang II: Arus Perkembangan dan Bentuk Perwu- judan Gagasan Pembentukan Masyarakat Bertamaddun di Nusantara abad ke 18-19

Periode ini merupakan masa masyarakat Nusantara meng- hadapi tantangan baru dalam menghadapi penetrasi proses Wes- ternisasi dari Barat melalui proses kolonialisme dan imperialis- me yang ditandai dengan kecenderungan-kecenderungan sebagai berikut.

a. Masuknya orang-orang Barat di perairan Indonesia, mem- bawa keseimbangan-keseimbangan baru bagi kehidupan pu- sat-pusat Kerajaan Islam yang sebelumnya telah memiliki po- sisi penting dalam kehidupan masyarakat dan kebudayaan di Indonesia. Masuknya penetrasi dari Barat ini sekaligus diikuti dengan masuknya Agama Kristen beserta proses Kris- tenisasi di Indonesia.

b. Kerajaan-kerajaan di berbagai wilayah Indonesia mengalami kemunduran dalam mempertahankan hegemoni kekuasaan kerajaan dan monopoli aset perekonomiannya atas aksi ekspansi kekuasaan Barat terhadap wilayah kekuasaan kerajaan-kerajaan di nusanatara.

c. Penetrasi kekuasaan Barat semakin intensif dan kuat telah menjadikan wilayah nusantara bergeser menjadi wilayah Ne- gara Kolonial Hindia Belanda (Netherlands Indie) pada abad ke 19, diikuti dengan runtuhnya pusat-pusat kekuasaan Kera- jaan Islam beserta pusat-pusat kebudayaan dan peradaban yang sebelumnya telah tumbuh dan berkembang.

d. Reaksi masyarakat Indonesia terhadap penetrasi Barat ditan- dai dengan pecahnya berbagai peperangan dan pemberon- takan, seperti Serangan Mataram terhadap VOC di Batavia (1628/1629), Perang Maluku (1817), Perang Padri (1821-1837), Perang Diponegoro (1825-1830), Perang Banjarmasin, Perang Makassar, Perang Aceh (1873-1912), dan perang beserta ge- rakan-gerakan sosial lainnya yang terjadi semenjak abad ke-

18 sampai akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20. Sebagai

Transformasi Masyarakat Indonesia... pemimpin perlawanan terhadap kekuasaan Barat ini adalah

para elit bangsawan kraton dan para ulama, sebagai pemuka pusat peradaban yang sedang mengalami kemerosotan.

e. Pusat-pusat peradaban Barat muncul di kota-kota kolonial ditandai dengan berdirinya sekolah-sekolah model Barat, sementara pedesaan menjadi pusat pertahanan peradaban Islam-Indonesia di bawah kepemimipin para ulama, dengan pesantren dan lembaga sejenis sebagai basis pendidikan profetik bagi masyarakat yang terjajah dan menjadikan pusat peradaban pesantren sebagai peradaban tandingan.

3. Gelombang III: Arus Perkembangan dan Perubahan serta Bentuk Perwujudan Gagasan Pembentukan Masyarakat Bertamaddun pada Awal abad ke-20 sampai sekitar 1970- an

Periode ini ditandai dengan kelahiran proses kebangkitan kesadaran dan cita-cita untuk bebas dari penjajahan, merdeka, membentuk kesatuan bangsa, tanah air dan negara-bangsa, serta mencapai kemajuan dan berperadaban melalui perjuangan mod- ern, yaitu melalui organisasi pergerakan nasional. Secara pro- sesual lahirlah organisasi pergerakan nasional dari tingkat kultural (etnonasionalisme), religius (nasionalisme-keagamaan), kedaerahan (loco-nasionalisme) sampai ke tingkat organisasi pergerakan politik yang berskala nasional, sebagaimana ter- cermin dalam kelahiran partai-partai politik, serta organisasi- organisasi sosial-keagamaan yang berskala nasional. Secara ring- kas dapat ditunjukkan, misalnya, sebagai berikut.

a. Organisasi pergerakan awal yang masih bergerak dalam per- juangan kultural dapat ditemukan pada Budi Utomo yang berdiri pada 1908.

b. Organisasi pergerakan awal yang lebih menekankan segi- segi sosial dan keagamaan, ditemukan dalam organisasi Mu- hammadiyah yang lahir pada 1912, dan Nahdatul Ulama pada 1926.

Djoko Suryo

c. Organisasi pergerakan awal yang lebih menekankan gerakan perjuangannnya pada segi-segi sosial-ekonomi dan keaga- maan, antara lain ialah SDI (Serekat Dagang Islam, lahir 1905), yang kemudian berubah menjadi SI (Sarekat Islam) pada 1911.

d. Organisasi pergerakan awal yang masih bercorak keda- erahan, misalnya, ialah organisasi-organisasi pemuda dan pelajar daerah, seperti Jong Java (Pemuda Jawa), Jong Sumatra (Pemuda Sumatra), Jong Ambon (Pemuda Ambon), Jong Celebes (Pemuda Sulawesi), dsb. Organisasi kepemudaan ini mulai marak pada sekitar 1915-an.

e. Organisasi pergerakan yang telah meningkat lebih maju, yaitu organisasi pergerakan yang telah memiliki wawasan perju- angannya lebih luas, berskala nasional, berorientasi politik, bertujuan untuk mencapai kemerdekaan bangsa dan pendi- rian negara merdeka, Negara Bangsa Indonesia. Organisasi pergerakan politik ini lahir sejak sekitar 1920-an sampai 1940- an, seperti tercermin dalam kelahiran partai-partai politik: PNI, PSII, PKI, PSI, Parindra, Masyumi dsb. dan termasuk PI (Perhimpunan Indonesia, 1924) dan MIAI (Majlis Islam A’laa Indonesia).

4. Gelombang IV: Arus Pertumbuhan, Perubahan dan

Bentuk Perwujudan Gagasan Pembentukan Masyarakat Bertamaddun Profetik Akhir Abad ke-20 dan Awal Abad ke-21

Periode ini merupakan puncak perkembangan kelahiran or- ganisasi pergerakan yang muncul dan berkembang pada masa pasca-kolonial, dari sejak kemerdekaan Indonesia pada 1945 sampai dengan pada masa kini, yaitu pada awal abad ke-21. Organisasi massa itu lahir dan berkembang secara masif dan dinamis dan mengambil berbagai bentuk serta ragamnya baik dalam bentuk partai-partai politik, organisasi sosial, keagamaan, maupun organisasi massa non-pemerintah dan lainnya. Orga- nisasi-organisasi massa tersebut, tidak jarang syarat dengan

Transformasi Masyarakat Indonesia... warna aliran politik dan ideologi, beserta tujuan dan visi serta

misinya. Pada periode inilah organisasi Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) lahir (5 Februari 1947), tepat pada masa perjuangan Revolusi Kemerdekaan (1945-1950), yaitu masa perjuangan untuk mempertahankan Republik Proklamasi dari Agresi Militer Be- landa yang ingin menduduki kembali Indonesia. Kelahiran HMI di tengah-tengah revolusi kemerdekaan itulah yang telah men- jadikan HMI sebagai organisasi kemahasiswaan nasional yang memiliki jiwa perjuangan dan bersemangat kebangsaan tinggi. Situasi historis dan tuntutan zamannya itu pula telah menjadikan HMI memiliki komitmen tinggi terhadap kehidupan masyara- kat, bangsa dan perikehidupan akhlak mulia Bangsa Indonesia. Sebagai anak republik, agaknya perjalanan hidup HMI tidak luput dari arus pasang-surut perubahan-perubahan yang melan-

da Bangsa dan Negara Republik Indonesia. Sesuai dengan dinamika perjalanan sejarah bangsa, HMI mengalami pasang-surut perjuangan yang penuh kepahitan dan kegetiran. HMI pernah dilarang, akan tetapi dapat bangkit kem- bali. Namun zaman telah berubah, masyarakat juga telah beru- bah. Keberadaan HMI pada masa kini sudah berbeda dengan masa-masa sebelumnya. Tatanan kehidupan dunia baru, glo- balisasi, liberalisasi perekonomian dunia dan revolusi teknologi informasi dan media besar pengaruhnya terhadap perubahan sosio-kultural masyarakat Indonesia masa kini. Dalam segi-segi tertentu globalisasi dan revolusi teknologi informasi dan me- dia bukan saja menjadi tantangan berat, tetapi juga dapat menjadi ancaman bagi kehidupan masyarakat dan Bangsa Indonesia yang belum sepenuhnya siap menghadapinya. Dalam hubungan ini, yaitu dalam peringatan MILAD HMI ke-60 ini, ada baiknya kita merenungkan kembali, merefleksikan kembali dan membu- at kontemplasi terhadap apa yang telah diperbuat dan yang belum diperbuat HMI untuk bangsa kita. Kita dapat bertanya kepada diri sendiri apakah kiranya yang dapat diperbuat HMI dalam menghadapi tantangan masyarakat dan Bangsa Indonesia yang

Djoko Suryo mendesak itu? Dapatkah dan sanggupkah HMI menyumbang-

kan darma baktinya seperti yang pernah diberikan pada masa- masa yang lalu? Tentu saja jawabnya kita serahkan sepenuhnya kepada generasi penerus HMI pada masa kini dan masa datang. Semoga!

5. Penutup

Selamat bekerja dalam membangun Indonesia yang berta- maddun tinggi.

Yogyakarta, 4 Februari 2007.

Bagian IV

Kingship, Kekuasaan, dan Transformasi Politik