10
Oleh karena itu, peneliti terdorong untuk mengetahui gambaran pola asuh makan pada baduta gizi kurang di wilayah kerja Puskesmas Sukamulya Kabupaten
Tangerang tahun 2012.
1.3 Pertanyaan Penelitian
Bagaimana gambaran pola asuh makan pada baduta gizi kurang yang meliputi pemberian ASI dan MP-ASI di wilayah kerja Puskesmas Sukamulya
Kabupaten Tangerang tahun 2012?
1.4 Tujuan Penelitian
1.4.1 Tujuan Umum
Mengetahui gambaran pola asuh makan pada baduta gizi kurang di wilayah kerja Puskesmas Sukamulya Kabupaten Tangerang tahun 2012.
1.4.2 Tujuan Khusus
1. Mengetahui gambaran pengetahuan, sikap dan praktik ibu dalam pemberian
ASI pada baduta gizi kurang di wilayah kerja Puskesmas Sukamulya Kabupaten Tangerang tahun 2012.
2. Mengetahui gambaran pengetahuan, sikap dan praktik ibu dalam pemberian
makanan pendamping ASI MP-ASI pada baduta gizi kurang di wilayah kerja Puskesmas Sukamulya Kabupaten Tangerang tahun 2012.
1.5 Manfaat Penelitian
1.5.1 Manfaat Bagi Puskesmas
1.
Memberikan informasi kepada Puskesmas Sukamulya maupun Dinas Kesehatan Kabupaten Tangerang mengenai pola pemberian ASI dan
MP-ASI di masyarakat sehingga dapat mempertimbangkannya dalam
11
berbagai program ataupun upaya yang dilakukan untuk meningkatkan status gizi baduta dan peningkatan pemberian ASI eksklusif.
2.
Dapat menjadi masukan dan informasi mengenai status gizi anak yang
ada di wilayah kerja Puskesmas Sukamulya.
3.
Sebagai masukan dan bahan pertimbangan bagi Puskesmas Sukamulya maupun Dinas Kesehatan Kabupaten Tangerang dalam menentukan
arah kebijakan gizi masyarakat maupun penyempurnaan program khususnya yang berkaitan dengan program peningkatan status gizi
anak di masa yang akan datang. 1.5.2
Manfaat Bagi Ibu Baduta
1.
Memberikan pengetahuan mengenai pentingnya pemberian ASI eksklusif pada ibu baduta di wilayah kerja Puskesmas Sukamulya
dalam mendukung pertumbuhan dan perkembangan anak yang
optimal.
2.
Memberikan pengetahuan mengenai pentingnya pemberian MP-ASI yang tepat sesuai dengan kebutuhan gizi dan usia anak dalam
mendukung pertumbuhan dan perkembangan anak yang optimal. 1.5.3
Manfaat Bagi Peneliti
1.
Memberikan pengetahuan mengenai pola asuh makan pada baduta gizi kurang di wilayah kerja Puskesmas Sukamulya Kabupaten Tangerang
tahun 2012.
2.
Sebagai bahan masukan untuk penelitian di tempat yang berbeda atau
ditempat yang sama lima tahun mendatang.
12
1.6 Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian yang berjudul Gambaran Pola Asuh Makan pada Baduta Gizi Kurang di Wilayah Kerja Puskesmas Sukamulya Kabupaten Tangerang Tahun 2012
ini bertujuan melakukan analisis mendalam mengenai perilaku ibu dalam memberikan ASI dan makanan pendamping ASI pada baduta gizi kurang di wilayah
kerja Puskesmas Sukamulya Kabupaten Tangerang tahun 2012. Penelitian ini dilakukan dengan melihat gambaran pengetahuan, sikap dan praktik pola asuh makan
yang meliputi pemberian ASI dan makanan pendamping ASI pada baduta gizi kurang di wilayah kerja Puskesmas Sukamulya Kabupaten Tangerang tahun 2012.
Penelitian ini dilakukan oleh Mahasiswa Peminatan Gizi Program Studi Kesehatan Masyarakat FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dengan menggunakan
pendekatan kualitatif dan teknik pengumpulan data yang digunakan adalah wawancara mendalam Indepth Interview, pengamatan atau observasi sebagai data
primer serta pengumpulan data sekunder dilakukan dengan mengumpulkan data profil puskesmas dan data-data terkait masalah gizi yang diperoleh dari Puskesmas
Sukamulya. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April - Desember tahun 2012.
13
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Perilaku
2.1.1 Pengertian
Menurut Notoatmodjo 2007, dari segi biologis, perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas organisme makhluk hidup yang bersangkutan. Oleh sebab
itu, dari sudut pandang bilogis semua makhluk hidup mulai dari tumbuhan, binatang sampai dengan manusia itu berperilaku, karena mereka mempunyai aktivitas masing
– masing. Sehingga yang dimaksud dengan perilaku manusia pada hakikatnya adalah tindakan atau aktivitas dari manusia itu sendiri yang mempunyai bentangan yang
sagat luas antara lain : berjalan, berbicara, menangis, tertawa, bekerja, kuliah, menulis, membaca dan lain sebagainya. Dari uraian ini dapat disimpulkan bahwa
yang dimaksud dengan Perilaku manusia adalah semua kegiatan atau aktifitas manusia, baik yang dapat diamati langsung maupun yang tidak dapat diamati oleh
pihak luar. Notoatmodjo, 2010 Menurut Lewit yang dikutip oleh Maulana 2009 perilaku merupakan hasil
pengalaman dan proses interaksi dengan lingkungannya, yang terwujud dalam bentuk pengetahuan, sikap, dan tindakan sehingga diperoleh keadaan seimbang antara
kekuatan atau pendorong dan kekuatan penahan. Perilaku seseorang dapat berubah jika terjadi ketidakseimbangan antara kedua kekuatan didalam diri seseorang.
Sedangkan menurut Skiner 1938 seorang ahli psikologi yang dikutip dalam Notoatmodjo 2007 merumuskan bahwa perilaku adalah merupakan respons atau
14
reaksi seseorang terhadap stimulus rangsangan dari luar. Oleh karena perilaku ini terjadi melalui proses adanya stimulus terhadap organisme dan kemudian organisme
tersebut merespons, maka teori Skiner ini disebut teori “S-O-R” atau Stimulus Organisme Respons.Skiner mebedakan adanya dua respons.
1. Respondent respons atau reflexive, yankni respons yang ditimbulkan oleh
rangsangan-rangsangan stimulasi tertentu. Stimulus semacam ini disebut elicting stimulation karena menimbulkan respons-respons yang relatif tetap.
Misalnya: makanan yang lezat menimbulkan keinginan untuk makan, cahaya terang menyebabkan mata tertutup, dan sebaliknya. Respondent respons ini
juga mencakup perilaku emosional misalnya mendengar berita musibah menjadi sedih atau menangis, lulus ujian meluapkan kegembiraannya dengan
mengadakan pesta, dan sebagainya. 2.
Operant respons atau instrumental respons, yakni respons yang timbul dan berkembang kemudian diikuti oleh stimulus atau prangsang tertentu.
Prangsang ini disebut reinforcing stimulation atau reinforcer, karena memperkuat respons. Misalnya apabila seorang petugas kesehatan
melaksanakan tugasnya dengan baik respon terhadap tugasnya atau job skripsi kemudian memperoleh penghargaan dari atasnnya stimulus baru,
maka petugas kesehatan itu akan lebih baik lagi dalam melaksanakan tugasnya Notoatmodjo, 2010.
15
Dilihat dari bentuk respons terhadap stimulus, menurut Notoatmodjo 2007 perilaku dapat dibedakan menjadi dua:
1. Perilaku tertutup covert behavior
Respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk terselubung atau tertutup covert. Respon atau reaksi terhadap stimulus ini masih terbatas pada perhatian,
persepsi, pengetahuankesadaran, dan sikap yang terjadi pada orang yang menerima stimulus tersebut, dan belum dapat diamati secara jelas oleh orang lain. Misalnya:
seorang ibu hamil tahu pentingnya periksa kehamilan, seorang pemuda tahu bahwa HIVAIDS dapat menular melalui hubungan seks, dan sebagainya.
2. Perilaku terbuka overt behavior
Respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk tindakan nyata atau terbuka. Respon terhadap stimulus tersebut sudah jelas dalam bentuk tindakan atau praktek
practice. Misalnya seorang ibu memeriksakan kehamilannya atau membawa anaknya ke puskesmas untuk diimunisasi.
Seperti telah disebutkan di atas, sebagaian besar perilaku manusia adalah operant respone. Oleh sebab itu, untuk membentuk jenis respons atau perilaku perlu
diciptakan adanya suatu kondisi tertentu yang disebut operant conditioning. Prosedur pembentukan perilaku dalam operant conditioning ini menurut Skiner adalah sebagai
berikut : 1.
Melakukan identifikasi tentang hal-hal yang merupakan penguat atau reinforcer berupa hadiah-hadiah atau rewards bagi perilaku yang akan
dibentuk.
16
2. Melakukan analisis untuk mengidentifikasi komponen-komponen kecil
yang membentuk perilaku yang dikehendaki. Kemudian komponen- komponen tersebut disusun dalam urutan yang tepat untuk menuju
kepada terbentuknya perilaku yang dimaksud. 3.
Menggunakan secara urut komponen-komponen itu sebagai tujuan sementara, mengidentifikasi reinforcer atau hadiah untuk masing-
masing komponen tersebut. 4.
Melakukan pembentukan perilaku dengan menggunakan urutan komponen yang telah tersusun. Apabila komponen pertama telah
dilakukan, maka hadiahnya diberikan. Hal ini akan mengakbatkan komponen atau perilaku tindakan tersebut cenderung akan sering
dilakukan. Kalau ini sudah terbentuk maka dilakukan komponen perilaku yang kedua yang kemudian diberi hadiah komponen
pertama tidak memerlukan hadiah lagi. Demikian berulang-ulang sampai komponen kedua terbentuk. Setelah itu
dilanjutkan dengan komponen ketiga, keempat, dan selanjutnya sampai seluruh perilaku yang diharapkan terbentuk.
Sebagai ilustrasi, misalnya dikehendaki agar anak mempunyai kebiasaan menggosok gigi sebelum tidur. Untuk berperilaku seperti ini maka anak tersebut
harus : 1.
Pergi ke kamar mandi sebelum tidur, 2.
Mengambil sikat dan odol, 3.
Mengambil air dan berkumur,
17
4. Melaksanakan gosok gigi,
5. Menyimpan sikat gigi dan odol,
6. Pergi ke kamar tidur
Kalau dapat diidentifikasi hadiah-hadiah tidak berupa uang bagi masing- masing komponen perilaku tersebut komponen 1-6, maka akan dapat dilakukan
pembentukan kebiasaan tersebut. Contoh di atas adalah suatu penyederhanaan prodesur pembentukan perilku
operant melalui operant coditioning. Di dalm kenyataanya prosedur itu banyak dan bervariasi sekali dan lebih kompleks daripada contoh di atas. Teori Skiner ini sangat
besar pengaruhnya terutama di Amerika Serikat. Konsep-konsep behaviour control, behaviour therapy, dan behaviour modification yang dewasa ini berkembang adalah
bersum ber pada teori ini.
2.1.2 Proses Adopsi Perilaku
Rogers 1974 dalam Maulana 2009 mengungkapkan bahwa sebelum individu mengadopsi perilaku baru, terjadi proses berurutan dalam dirinya. Proses ini
disebut AIETA, meliputi awareness individu menyadari atau mengetahui adanya stimulusobjek, interest orang mulai tertarik pada stimulus, evaluation menimbang
baik buruknya stimulus bagi dirinya, trial orang mulai mencoba perilaku baru, dan adoption orang telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran, dan
sikapnya terhadap stimulus. Dalam penelitian berikutnya Rogers menyimpulkan, proses adopsi perilaku tidak selalu melalui tahap-tahap tersebut Maulana, 2009.
Selain itu menurut Rogers dalam Notoatmodjo 2003, apabila penerimaan perilaku baru atau adopsi perilaku melalui proses seperti ini didasari oleh
18
pengetahuan, kesadaran, dan sikap yang positif, maka perilaku tersebut akan bersifat langgeng long lasting. Sebaliknya apabila perilaku itu tidak didasari oleh
pengetahuan dan kesadaran maka tidak akan berlangsung lama.
2.1.3 Domain Perilaku
Benyamin Bloom 1908 dalam Notoatmodjo 2005 membagi perilaku manusia itu ke dalam tiga ranah atau domain yakni: kognitif cognitive, afektif
affective, dan psikomotor psychomotor. Kemudian oleh ahli pendidikan di Indonesia, ketiga domain ini diterjemahkan kedalam cipta kognitif, rasa afektif,
dan karsa psikomotor, atau peri cipta, peri rasa, dan peri tindak Notoatmodjo, 2005.
Dalam perkembangan selanjutnya, teori Bloom ini dimodifikasi untuk pengukuran hasil pendidikan kesehatan yakni menjadi tiga tingkat ranah perilaku
sebagai berikut: 1.
Pengetahuan Menurut Engel, Blackwell dan Mianiard 1995 dalam Khomsan dkk 2007,
pengetahuan adalah informasi yang disimpan dalam ingatan dan menjadi penentu utama perilaku seseorang. Sedangkan menurut Notoatmodjo 2005 pengetahuan
adalah hasil penginderaan manusia atau hasil tahu seseorang terhadap objek melalui indera yang dimilikinya.
Selanjutnya menurut Winkel 1984 dalam Khomsan dkk 2007 mengemukakan bahwa tingkat pengetahuan seseorang dapat dipengaruhi oleh
kemampuan intelektualnya. Tingkat pengetahuan akan berpengaruh terhadap sikap
19
dan perilaku seseorang karena berhubungan dengan daya nalar, pengalaman, dan kejelasan konsep mengenai objek tertentu Khomsan dkk, 2007.
Menurut Notoatmodjo 2003 pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang. Tingkat pengetahuan di
dalam domain kognitif mempunyai enam tingkatan yaitu: tahu, memahami, aplikasi, analisis, sintesis dan evaluasi.
2. Sikap
Menurut Campbell 1950 dalam Notoatmodjo 2005, sikap adalah suatu sindroma atau kumpulan gejala dalam merespons stimulus atau objek. Sedangkan
menurut Notoatmodjo 2005, sikap adalah juga respons tertutup seseorang terhadap stimulus atau objek tertentu, yang sudah melibatkan faktor pendapat dan emosi yang
bersangkutan senang-tidak senang, setuju-tidak setuju, baik-tidak baik, dan sebagainya. Sikap itu melibatkan pikiran perasaan, perhatian, dan gejala kejiwaan
yang lain. Menurut Mar’at 1981 dalam Khomsan dkk 2007, sikap belum merupakan
suatu tindakan atau aktifitas akan tetapi berupa predisposisi tingkah laku. Predisposisi untuk bertindak senang atau tidak senang terhadap obyek tertentu mencakup
komponen kognisi, afeksi, dan konasi. Komponen kognisi akan menjawab pertanyaan apa yang dipikirkan tentang apa yang dirasakan, senang atau tidak senang terhadap
suatu obyek. Komponen konasi akan menjawab pertanyaan bagaimanakesiapan untuk bertindak terhadap obyek Khomsan dkk, 2007.
Senada dengan hal diatas Newcomb dalam Notoatmodjo 2005 menyatakan bahwa sikap merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak, dan bukan
20
merupakan pelaksanaan motif tertentu. Dalam kata lain, fungsi sikap belum merupakan tindakan reaksi terbuka atau aktivitas, akan tetapi merupakan
predisposisi perilaku tindakan atau rekasi tertutup Notoatmodjo, 2005. Allport 1954 dalam Notoatmodjo 2005 menjelaskan bahwa sikap itu mempunyai 3
komponen pokok: a.
Kepercayaan keyakinan ide, dan konsep terhadap suatu objek. b.
Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek. c.
Kecenderungan untuk bertindak tend to behave. Menurut Notoatmodjo 2005, ketiga komponen diatas secara bersama-sama
membentuk sikap yang utuh total attitude. Dalam menentukan sikap yang utuh ini, pengetahuan, pikiran, keyakinan, dan emosi memegang peranan penting. Seperti
halnya pengetahuan, sikap juga mempunyai tingkatan berdasarkan intentitasnya, yaitu terdiri dari menerima receiving, merespon responding, menghargai valuing dan
bertanggung jawab responsible. Maulana 2009 menyatakan bahwa sikap tidak dibawa sejak lahir, tetapi
dipelajari dan dibentuk berdasarkan pengalaman dan latihan sepanjang perkembangan individu. Sebagai mahluk sosial, manusia tidak lepas dari pengaruh interaksi dengan
orang lain eksternal, selain mahluk individual internal. Kedua faktor tersebut berpengaruh terhadap sikap.
3. Praktik atau tindakan practice
Menurut Notoatmodjo 2005 sikap belum tentu terwujud dalam tindakan, sebab untuk terwujudnya tindakan perlu faktor lain, yaitu antara lain adanya fasilitas
atau sarana dan prasarana.
21
Menurut Maulana 2009, praktik atau tindakan memiliki beberapa tingkatan, yaitu: 1.
Persepsi perception Mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan tindakan yang
akan diambil merupakan praktik tingkat pertama. 2.
Respon terpimpin guided response Hal ini berarti dapat melakukan sesuatu sesuai urutan yang benar dan sesuai
dengan contoh. 3.
Mekanisme mechanism Mekanisme berarti dapat melakukan sesuatu dengan benar secara otomatis,
atau telah merupakan kebiasaan. 4.
Adopsi adoption Adalah suatu praktik atau tindakan yang telah berkembang dengan baik. Hal
ini berarti tindakan tersebut telah dimodifikasi tanpa mengurangi kebenaran tindakan tersebut.
2.1.4 Perilaku Kesehatan
Berdasarkan teori perilaku dari Skiner tersebut, maka perilaku kesehatan adalah respons seseorang orgnisme terhadap stimulus atau objek yang berkaitan
dengan sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan, dan minuman, serta lingkungan. Dari batasan ini, perilaku kesehatan dapat diklasifikasikan menjadi 3
kelompok. 1.
Perilaku pemeliharaan kesehatan Health maintanance
22
2. Perilaku pencarian dan penggunaan sistem atau fasilitas kesehatan,
atau sering disebut perilaku pencarian pengobatan health seeking beahaviour
3. Perilaku kesehatan lingkunganNotoatmodjo, 2007
2.1.5 Pengukuran dan Indikator Perilaku Kesehatan
Notoatmodjo 2005 menyatakan untuk mengukur perilaku dan perubahannya, khususnya perilaku kesehatan mengacu pada tiga domain perilaku.
1. Pengetahuan
Menurut Notoatmodjo 2003, sebelum seseorang mengadopsi perilaku berperilaku baru, ia harus tahu terlebih dahulu apa arti atau manfaat perilaku
tersebut bagi dirinya atau keluarganya. Masih menurut Notoatmodjo 2005, pengetahuan tentang kesehatan adalah mencakup apa yang diketahui oleh seseorang
terhadap cara-cara memelihara kesehatan. Indikator-indikator apa yang dapat digunakan untuk mengetahui tingkat
pengetahuan atau kesadaran terhadap kesehatan, dapat dikelompokkan menjadi: a.
Pengetahuan tentang sakit dan penyakit yang meliputi penyebab penyakit, gejala atau tanda-tanda penyakit, bagaimana cara pengobatan, atau kemana
mencari pengobatan, bagaimana cara penularannya, bagaimana cara pencegahannya termasuk imunisasi, dan sebagainya.
b. Pengetahuan tentang cara pemeliharaan kesehatan dan cara hidup sehat yang
meliputi jenis-jenis makanan yang bergizi, manfaat makan yang bergizi bagi kesehatan, pentingnya olahraga bagi kesehatan dan sebagainya.
23
c. Pengetahuan tentang kesehatan lingkungan yang meliputi manfaat air bersih,
cara-cara pembuangan limbah yang sehat dan sampah, manfaat pencahayaan dan penerangan rumah yang sehat, akibat polusi bagi kesehatan dan
sebagainya Notoatmodjo, 2003. Menurut Notoatmodjo 2005, untuk mengukur pengetahuan kesehatan adalah
dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan secara langsung wawancara atau melalui pertanyaan-pertanyaan tertulis atau angket. Indikator pengetahuan kesehatan
adalah “tingginya pengetahuan” responden tentang kesehatan, atau besarnya presentase kelompok responden atau masyarakat tentang variabel-variabel atau
komponen-komponen kesehatan. 2.
Sikap Pranadji 1988 dalam Khomsan dkk 2007 mengemukakan bahwa sikap
seseorang dapat diketahui dari kecenderungan tingkah laku yang mengarah pada obyek tertentu. Sikap positif akan menumbuhkan perilaku positif dan sebaliknya
sikap negatif akan menumbuhkan perilaku negatif pula seperti: menolak, menjauhi, meninggalkan bahkan sampai hal-hal yang merusak. Melalui pendidikan baik formal
maupun nonformal akan memungkinkan terjadinya perubahan sikap dan kepercayaan. Pendidikan akan menimbulkan pengalaman belajar pada seseorang, sehingga
mengetahui dan lebih mengerti fakta-fakta tentang berbagai obyek baik positif maupun negatif.
Notoatmojdo 2003 menyatakan bahwa sikap merupakan penilaian bisa berupa pendapat seseorang terhadap stimulus atau objek dalam hal ini adalah
masalah kesehatan, termasuk penyakit. Setelah seseorang mengetahui stimulus
24
ataobjek, proses selanjutnya akan menilai atau bersikap terhadap stimulus atau objek kesehatan tersebut. Oleh sebab itu indikator untuk sikap kesehatan juga sejalan
dengan pengetahuan kesehatan, yakni: a.
Sikap terhadap sakit dan penyakit Adalah bagaimana penilaian atau pendapat seseorang terhadap: gejala atau
tanda- tanda penyakit, penyebab penyakit, cara pencegahannya atau cara mengatasinya.
b. Sikap cara pemeliharaan dan cara hidup sehat
Adalah penilaian atau pendapat seseorang terhadap cara-cara memelihara dan berperilaku hidup sehat. Dengan perkataan lain pendapat atau penilaian lain
terhadap makanan, minuman, olahraga dan sebagainya. c.
Sikap terhadap kesehatan lingkungan Adalah pendapat atau penilaian seseorang terhadap cara-cara memelihara dan
berperilaku hidup sehat. Misalnya pendapat atau penilaian terhadap air bersih, pembuangan limbah, polusi, dan sebagainya Notoatmojdo, 2003.
Pengukuran sikap dapat dilakukan secara langsung ataupun tidak langsung. Pengukuran sikap secara langsung dapat dilakukan dengan mengajukan pertanyaan-
pertanyaan tentang stimulus atau objek yang bersangkutan. Misalnya, bagaimana pendapat responden tentang imunisasi pada anak balita dan sebagainya
Notoatmodjo, 2005. 3.
Praktek atau Tindakan practice Menurut Notoatmodjo 2003 setelah seseorang mengetahui stimulus atau
objek kesehatan, kemudian mengadakan penilaian atau pendapat terhadap apa yang
25
diketahui atau pendapat terhadap apa yang diketahui, proses selanjutnya diharapkan ia akan melaksanakan atau mempraktekan apa yang diketahui atau disikapinya
dinilai baik. Inilah yang disebut praktek practice kesehatan, atau dapat juga dikatakan perilaku kesehatan overt behavior. Oleh sebab itu indikator praktek
kesehatan menurut Notoatmodjo 2003 ini juga mencakup hal-hal tersebut diatas, yakni:
a. Tindakan praktek sehubungan dengan penyakit
Mencakup pencegahan penyakit misalnya dengan mengimunisasikan anaknya dan penyembuhan penyakit misalnya dengan minum obat sesuai anjuran
dokter dan sebagainya. b.
Tindakan praktek pemeliharaan dan peningkatan kesehatan Mencakup antara lain: mengkonsumsi makanan dengan gizi seimbang,
melakukan olahraga secara teratur dan sebagainya. c.
Tindakan praktek kesehatan lingkungan Mencakup antara lain: membuang air besar di jamban, membuang sampah
pada tempatnya dan sebagainya. Pengukuran atau cara mengamati perilaku dapat dilakukan melalui dua cara,
secara langsung maupun secara tidak langsung. Pengukuran perilaku yang paling baik adalah secara langsung, yakni dengan pengamatan observasi, yaitu mengamati
tindakan dari subjek dalam rangka memelihara kesehatannya, misalnya: dimana responden membuang air besar, makanan yang disajikan ibu dalam keluarga untuk
mengamati praktik gizi dan sebagainya Notoatmodjo, 2005.
26
Sedangkan secara tidak langsung menggunakan metode mengingat kembali recall. Metode ini dilakukan melalui pertanyaan-pertanyaan terhadap subjek tentang
apa yang telah dilakukan berhubungan dengan objek tertentu Notoatmodjo, 2005
2.2 Pola Asuh Anak
Sering dikatakan bahwa ibu adalah jantung dari keluarga, jantung dalam tubuh merupakan alat yang sangat penting bagi kehidupan seseorang. Apabila jantung
berhenti berdenyut maka orang itu tidak bisa melangsungkan hidupnya. Dari perumpaan ini bisa disimpulkan bahwa kedudukan seorang ibu sebagai tokoh sentral
dan sangat penting untuk melaksanakan kehidupan. Pentingnya seorang ibu terutama terlihat sejak kelahiran anaknya. Gunarsa, 1993.
Agar pola hidup anak bisa sesuai dengan standar kesehatan, disamping harus mengatur pola makan yang benar juga tak kalah pentingnya mengatur pola asuh yang
benar pula. Pola asuh yang benar bisa ditempuh dengan memberikan perhatian yang penuh serta kasih sayang pada anak, memberinya waktu yang cukup untuk menikmati
kebersamaan dengan seluruh anggota keluarga. Dalam masa pengasuhan, lingkungan pertama yang berhubungan dengan anak adalah orang tuanya. Anak tumbuh dan
berkembang di bawah asuhan dan perawatan orang tua oleh karena itu orang tua merupakan dasar pertama bagi pembentukan pribadi anak. Melalui orang tua, anak
beradaptasi dengan lingkungannya untuk mengenal dunia sekitarnya serta pola pergaulan hidup yang berlaku dilingkungannya. Dengan demikian dasar
pengembangan dari seorang individu telah diletakkan oleh orang tua melalui praktek pengasuhan anak sejak ia masih bayi Supanto, 1990.
27
Pengasuhan berasal dari kata asuh to rear yang mempunyai makna menjaga, merawat dan mendidik anak yang masih kecil. Wagnel dan Funk menyebutkan bahwa
mengasuh itu meliputi menjaga serta memberi bimbingan menuju pertumbuhan ke arah kedewasaan. Pengertian lain diutarakan oleh Webster yang mengatakan bahwa
mengasuh itu membimbing menuju ke pertumbuhan ke arah kedewasaan dengan memberikan pendidikan, makanan dan sebagainya terhadap mereka yang di asuh
Sunarti, 1989. Dari beberapa pengertian tentang batas asuh, menurut Whiting dan Child
dalam proses pengasuhan anak yang harus diperhatikan adalah orang-orang yang mengasuh dan cara penerapan larangan atau keharusan yang dipergunakan. Larangan
maupun keharusan terhadap pola pengasuhan anak beraneka ragam. Tetapi pada prinsipnya cara pengasuhan anak mengandung sifat : pengajaran instructing,
pengganjaran rewarding dan pembujukan inciting Sunarti, 1989. Di negara timur seperti Indonesia, keluarga besar masih lazim dianut dan peran ibu seringkali di
pegang oleh beberapa orang lainnya seperti nenek, keluarga dekat atau saudara serta dapat juga di asuh oleh pembantu Nadesul, 1995.
Pola asuh anak merupakan kemampuan keluarga dan masyarakat untuk menyediakan waktu, perhatian dan dukungan terhadap anak agar dapat tumbuh dan
berkembang dengan sebaik-baiknya baik fisik, mental, dan sosial, berupa sikap dan perilaku ibu atau pengasuh lain dalam hal kedekatannya dengan anak, memberikan
makan, merawat kebersihan, dan memberi kasih sayang Zeitlin, 2000 dalam Rosmana, 2003. Sedangkan pola asuh anak menurut Sayogyo 1993 adalah praktek
28
pengasuhan yang diterapkan kepada anak balita yang berkaitan dengan makanan balita dan pemeliharaan kesehatan.
Sedangkan menurut Moersintowarti dkk 2002 kebutuhan akan asuh pada anak meliputi kebutuhan akan nutrisi yang adekuat dan seimbang, perawatan
kesehatan dasar, pakaian, perumahan, higiene diri dan sanitasi lingkungan, dan kesegaran jasmani berupa olahraga dan rekreasi.
Teori positive deviance Zeitlin, 1990 menyatakan bahwa berbagai stimulus yang rutin diberikan oleh ibu atau pengasuh terhadap bayi, baikstimulus visual,
verbal dan auditif akan dapat menyebabkan stimulasigrowth hormone, metabolisme energi menjadi normal dan imun responlebih baik.
Peranan pengasuhan ini pertama kali diindentifikasi dalam JointNutrition Support Program in Iringa, Tanzania dan kemudian digunakanpada berbagai studi
positive deviance di berbagai negara. Peranandeterminan pola asuhan terhadap pertumbuhan bayi cukup besar, dimanapola asuhan yang baik dapat meningkatkan
tingkat kecukupan gizi dankesehatan bayi. Determinan pola asuhan dan kesehatan langsungberpengaruh terhadap pertumbuhan bayi Engel, 1992.
Pola pengasuhan anak adalah pengasuhan anak dalam pra danpasca kelahiran, pemberian ASI, pemberian makanan, dan pengasuhanbermain Hamzat A, 2000.
Menurut Jus’at 2000 pola pengasuhan adalah kemampuankeluarga untuk menyediakan waktu, perhatian dan dukungan terhadapanak agar dapat tumbuh dan
berkembang dengan sebaik-baiknya secarafisik, mental dan sosial. Pola pengasuhan anak berupa sikap dan praktikpengasuhan ibu lainnya dalam kedekatannya dengan
anak, merawat,cara memberi makan serta kasih sayang.
29
Pengasuhan anak adalah suatu fungsi penting pada berbagaikelompok sosial dan kelompok budaya. Fungsi ini meliputi pemenuhankebutuhan dasar anak seperti
pemberian makanan, mandi, danmenyediakan dan memakaikan pakaian buat anak. Termasuk didalamnya adalah monitoring kesehatan si anak, menyediakan obat, dan
merawat serta membawanya ke petugas kesehatan profesional.Tambahan lain adalah diterimanya fungsi hiburan, pendidikan,sosialisasi, penerimaan informasi pandangan
serta nilai dari pengasuhmereka OConnel,1994 Bahar, 2002. Pengasuhan anak adalah aktivitasyang berhubungan dengan pemenuhan pangan, pemeliharaan fisikdan
perhatian terhadap anak Haviland,1988 Bahar, 2002. Berdasarkan pengertian tersebut pengasuhan pada dasarnya adalah suatu praktekyang dijalankan oleh orang
lebih dewasa terhadap anak yangdihubungkan dengan pemenuhan kebutuhan pangangizi, perawatandasar termasuk imunisasi, pengobatan bila sakit, rumah atau
tempatyang layak, higine perorangan, sanitasi lingkungan, sandang, kesegaranjasmani Soetjiningsih, 1995. Serupa dengan yang diajukan oleh Mosleydan Chen 1988
Bahar,2002 pengasuhan anak meliputi aktivitasperawatan terkait gizipenyiapan makanan dan menyusui, pencegahandan pengobatan penyakit, memandikan anak,
membersihkan pakaiananak, membersihkan rumah. Pola asuh terhadap anak merupakan hal yang sangat pentingkarena akan
mempengaruhi proses tumbuh kembang balita. Polapengasuhan anak berkaitan erat dengan keadaan ibu terutamakesehatan, pendidikan, pengetahuan, sikap dan praktik
tentangpengasuhan anak Suharsih, 2001. Pola asuh gizi merupakan bagian dari pola asuh anak yaitu praktik di rumah
tangga yang diwujudkan dengan tersedianya pangan dan perawatan kesehatan serta
30
sumber lainnya untuk kelangsungan hidup, pertumbuhan dan perkembangan anak. Aspek kunci dalam pola asuh gizi meliputi perawatan dan perlindungan bagi ibu,
praktik menyusui, pemberian Makanan Pendamping Air Susu Ibu MP-ASI, penyiapan makanan, kebersihan diri dan sanitasi lingkungan, praktik kesehatan di
rumah dan pola pencarian pelayanan kesehatan Zeitlin, 2000 dalam Rosmana, 2003. Berdasarkan kerangka konseptual yang dikemukan oleh UNICEF yang
dikembangkan lebih lanjut oleh Engle et al 1997 menekankan bahwa ada tiga komponen yang merupakan faktor-faktor yang berperan dalam menunjang
pertumbuhan dan perkembangan anak yang optimal diantaranya adalah : makanan, kesehatan, dan asuhan. Engle et al 1997 mengemukakan bahwa pola asuh meliputi
6 hal yaitu : 1 perhatian dukungan ibu terhadap anak, 2 pemberian ASI atau makanan pendamping pada anak, 3 rangsangan psikososial terhadap anak, 4
persiapan dan penyimpanan makanan, 5 praktek kebersihan atau higiene dan sanitasi lingkungan dan 6 perawatan balita dalam keadaan sakit seperti pencarian
pelayanan kesehatan. Pemberian ASI dan makanan pendamping ASI pada anak serta persiapan dan
penyimpanan makanan tercakup dalam praktek pemberian makan atau pola asuh makan Engle, 1997.
2.3 Pola Asuh Makan