Sumber-sumber akhlak Macam-macam Akhlak
15
a Akhlak terhadap Allah
Titik tolak akhlak terhadap Allah adalah pengakuan dan kesadaran bahwa Tiada Tuhan melainkan Allah. Dia memiliki sifat
– sifat terpuji demikian Agung sifat itu, yang jangankan manusia, malaikat pun tidak akan mampu menjangkau hakikat-Nya
29
. Adapun yang harus dilakukan untuk mendapatkan akhlak
mulia itu adalah : 1 Menjaga kebersihan dan kesucian
Allah adalah Maha Suci. Oleh karena itu Dia hanya bisa didekati oleh orang yang suci. Untuk berhubungan dengan
Allah diri kita harus bersuci. Ada dua kesucian yang harus selalu dijaga oleh kita, yaitu kesucian jasmani atau sarana fisik
dan kesucian jiwa Islam menekankan betapa pentingnya kebersihan,
sehingga kebersihan disebut-sebut sebagai salah satu tujuan keimanan
30
. 2 Menjaga kesucian badan atau sarana peribadatan
Bila kita hendak mengerjakan shalat, kita diwajibkan untuk berwudhu dengan menggunakan air yang suci dan
diperoleh secara legal
31
. 3 Menjaga kesucian jiwa
Untuk dapat mendekatkan diri dengan Allah, jiwa kita pun harus suci. Firman Allah mengungkapkan secara singkat
tentang persoalan ini yaitu dalam surat Asy-Syams : 9-10
“Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu dan Sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya”.
29
Moh. Ardani, Akhlak, Tasawuf Nilai-nilai Akhlak, h.49
30
Drs. K.H. Muslim Nurdin, dkk, Moral dan Kognisi Islam, h.221
31
Drs. K.H. Muslim Nurdin, dkk, Moral dan Kognisi Islam, h.225
16
Dalam menjaga kesucian jiwa, kita harus mentauhidkan mengEsa-kan Allah dengan semurni-murninya tauhid.
4 Ikhlas dalam beribadah Dalam beribadah kita harus yakin bahwa Allah ada di
hadapan kita. Kita tidak boleh memandang Allah sebagai ”Dia” panggilan ketiga, melainkan ”Engkau” panggilan kedua. Kita
tidak boleh ibadah asal-asalan, melainkan harus mengikhlaskan diri kepadaNya. Ungkapan ”shalatku, ibadahku, hidupku, dan matiku”
hanya untuk Allah harus benar-benar hanya kepada Allah.harus benar – benar direalisasikan dalam kehidupan
32
. 5 Memohon pertolongan hanya kepada Allah
Dalam beribadah ataupun dalam hidup di dunia ini tidak ada seorang pun manusia atau jin yang dapat menolong manusia selain
Allah. Tatkala meminta pertolongan, seperti tatkala beribadah. Allah harus dihadirkan sebagai Engkau bukannya Dia. Yang
penting dalam berdo’a adalah mengerjakan adab-adab batiniyah. Caranya dengan bertaubat, mengembalikan segala sesuatu yang
berasal diperbuatan dzalim, menghentikan kedzaliman, dan memusatkan perhatian sepenuhnya kepada Allah
33
. b Akhlak yang baik terhadap diri sendiri
Setiap diri memiliki tiga macam potensi yang bila dikembangkan dapat mengarah kepada kutub positif, tetapi dapat juga ke kutub
negatif, Ketiga potensi yang dimaksud adalah nafsu, amarah dan kecerdasan. Bila dikembangkan secara positif, nafsu dapat menjadi
suci, amarah menjadi berani dan kecerdesan menjadi bijak. Sebaliknya bila negatif maka akan menghasilkan potensi nafsu menjadi
pengumbaran hawa nafsu dan serakah, potensi amarah menghasilkan karakter berani secara ceroboh atau gegabah dan pengecut, dan potensi
kecerdasan bisa menjadi bodoh dan jumud.
32
Muslim Nurdin, dkk, Moral dan Kognisi Islam, h. 227
33
Muslim Nurdin, dkk, Moral dan Kognisi Islam, h.228
17
Ketiga potensi diri dengan kedua kutub pengembangannya dapat divisualisasikan dalam bagan berikut
34
:
Berakhlak yang baik pada diri sendiri dapat diartikan menghargai, menghormati dan menjaga diri sendiri dengan sebaik-
baiknya, karena sadar bahwa dirinya itu sebagai ciptaan dan amanah Allah yang harus dipertanggung jawabkan dengan sebaik-baiknya
35
. c Akhlak yang baik terhadap sesama
Manusia adalah sebagai makhluk sosial yang kelanjutan eksistensinya secara fungsional dan optimal banyak bergantung pada
orang lain. Untuk itu, ia perlu bekerja sama dan saling menolong dengan orang lain. Oleh karenanya ia perlu menciptakan suasana yang
baik, satu dan lainnya saling berakhlak yang baik diantaranya mengiringi jenazah, menghadap undangan, dan mengunjungi orang
sakit. Islam menganjurkan berakhlak yang baik kepada saudara, karena
ia berjasa dalam ikut serta mendewasakan kita. Caranya dapat
34
Muslim Nurdin, dkk, Moral dan Kognisi Islam, h.230
35
Moh. Ardani, Ahlak Tasawuf Nilai-nilai Akhlak, h.55 Positif +
Suci Berani
Bijak
Potens Manusia
Nafsu Amarah
Kecerdasan
Negatif - Mengumbar
Rakus
Gegabah Pengecut
Bodoh Jumud
18
memuliakannya, memberikan bantuan, pertolongan, menghargainya, dan sebagainya
36
. d Akhlak yang baik terhadap lingkungan
Manusia ditunjuk sebagai Khalifah Allah di muka bumi ini adalah sebagai wakil Allah yang memegang mandat-Nya untuk
mewujudkan kemakmuran di muka bumi ini dengan kekayaan yang bersifat kreatif yang memungkinkan manusia mengolah dan
mndayagunakan alam untuk kepentingan hidupnya. Manusia sebagai khalifah Allah yang telah diciptakan Allah
dengan bekal dan fasilitas yang lengkap ditugaskan untuk secara kreatif dan dinamis mengarahkan kemampuannya untuk memahami
realitas alam untuk dimanfaatkan dan didayagunakan demi kesejahteraan manusia.
Kreatifitas khalifah itu tidaklah mutlak, ia dibatasi dengan aturan – aturan yang diajarkan Allah melalui Rasul-Nya, karena
bagaimanapun seorang wakil dibatasi oleh aturan – aturan yang diwakilinya. Jadi khalifah di muka bumi merupakan amanat yang
harus dipertanggung jawabkannya kepada yang memberinya. Karena itu, kebebasan manusia berada dalam lingkup tanggung jawab. Firman
Allah QS : Ar-Ruum : 8
Artinya: “Dan mengapa mereka tidak memikirkan tentang kejadian diri mereka? Allah tidak menjadikan langit dan
bumi dan apa yang ada diantara keduanya melainkan dengan tujuan yang benar dan waktu yang ditentukan.
dan Sesungguhnya kebanyakan di antara manusia benar- benar ingkar akan Pertemuan dengan Tuhannya”.
36
Moh. Ardani, M.A. Akhlak Tasawuf Nilai-Nilai Akhlak, h.57
19
Pembatasan kekhalifahan manusia di muka bumi telah disampaikan kepada manusia, baik secara tersirat melalui alam raya
yang dapat diserap dengan pikirannya, maupun melalui wahyu yang tersurat dalam Al-Qur’an yang dapat diserap melalui qolbunya.
Karena itu kekhalifahan manusia terletak pada keseimbangan pikiran dan qolbunya. Ketimpangan pada salah satu daripada keduanya
menyebabkan manusia kehilangan makna kekhalifahannya atau penyelewengan dan tugas hidupnya.
Kemampuan pikiran melahirkan ilmu pengetahuan dan teknologi, tetapi dengan mengandalkan itu tidak akan membawa kepada
kedudukan yang tinggi. Demikian pula penggunaan qalbu dengan menafikan sama sekali peran pikiran, melahirkan fatalisme yang tragis.
Islam mengajarkan kekhalifahan sebagai suatu konsep yang seimbang antara pikiran dan qalbu, material dan spritual. Ilmu
pengetahuan yang didasarkan kepada iman merupakan identitas kekhalifahan manusia.
Dilihat dari tanggung jawab manusia adalah makhluk yang ditugaskan
untuk memakmurkan
bumi, mengelola
dan melestarikannya. Suka merusak adalah sifat manusia yang didorong
oleh hawa nafsu dan melahirkan sifat rakus dan tamak. Jika berhadapan dengan alam, sifat ini amat membahayakan, karena ia akan
menjadi makhluk perusak yang mengeksploitasi alam tanpa memperhatikan kelestariannya, Sifat merusak alam adalah sifat buruk
dan dicela Allah. Firman-Nya :
“Mereka berbuat kerusakan dimuka bumi dan Allah tidak menyukai orang-orang yang membuat kerusakan”. Q.S. 5 : 64
Untuk menghindarinya, manusia dituntut untuk menempati secara benar kedudukannya sebagai khalifah Allah yang mampu
20
menyikapi alam, sebagai amanat Allah untuk digunakan secara bertanggung jawab.
Mengelola alam merupakan bentuk suka keadaan Allah, karena itu ia merupakan kewajiban setiap manusia. Di sini syukur
direalisasikan pada sikap dan tindakan dalam memanfaatkan alam secara bertanggung jawab.
Tugas mengelola alam merupakan tugas kekhalifahan manusia, lebih ditekankan pada penebaran rahmat bagi alam secara keseluruhan,
yang merupakan ciri khas Islam. Mengelola dan mengayomi alam merupakan pancaran iman dan bagian penting dari amal shaleh.
Demikianlah Islam mengajarkan sikap-sikap dan perlakuan yang bijaksana dalam mengelola alam sebagai aktualisasi dan tugas manusia
sebagai khalifah, yakni pengelola yang akan ditentukan kualitasnya pada sikap dan perlakuannya terhadap anugrah alam ini
37
. Adapun sendi-sendi akhlak mulia menurut Ibn Miskawaih yaitu
ada empat : 1
Arif hikmah, yaitu keadaan jiwa yang bisa menentukan hal-hal yang benar diantara yang salah dalam urusan ikhtiariyah
38
. Bagian kearifan adalah : pandai, ingat, berfikir, cepat memahami
dan benar pemahamannya, jernih pikiran serta mampu belajar dengan mudah itu semua merupakan persiapan yang positif dalam
rangka mencapai kearifan
39
. 2
Sederhana ’iffah yaitu keadaan syahwat yang terdidik oleh akal dan syari’at agama
40
Keutamaan-keutamaan sikap sederhana ini mencakup : Rasa malu al-haya tindakan menahan diri karena takut melakukan
hal-hal yang senonoh, dan kehati-hatian celaan dan hinaan.
37
Muslim Nurdin, dkk, Moral dan Kognisi Islam, h.267-271
38
Imam Ghazali, Ihya’Ulum al-Din, jilid III, hlm. 53
39
Ibn Miskawaih, Tahzib Al-Akhlaq Menuju Kesempurnaan Akhlak, Bandung, Mizan, 1997, cet-3, h.46
40
Imam Ghazali, Ihya’Ulum al-Din, jilid III, hlm. 53
21
Tenang al-da’at adalah kemampuan seseorang untuk menguasai dirinya ketika dilanda gejolak hawa nafsu
Dermawan al-sakha’ adalah kecenderungan untuk berada di tengah dalam soal memberi.
Puas al qana’ah adalah tidak berlebihan dalam makan, minum dan berhias
Loyal al damatsah sifat yang tunduk dalam hal-hal terpuji Kelembutan al musalamah lembut hati yang sampai ke jiwa dan
bebas dari kegelisahan Wara’ percetakan diri agar senantiasa berbuat baik
41
3 Berani syaja’ah yaitu keadaan kekuatan amarah yang tunduk
kepada akal pada waktu dilahirkan atau dikekang Kebajikan yang menjadi bagian dari berani ini adalah :
Besar jiwa : meninggalkan persoalan yang tak penting dan berani menanggung kehormatan dan kehinaan
Tegar al najdah kepercayaan diri dalam menghadapi hal-hal yang menakutkan
Ulet ’azam al himmah merupakan kebajikan jiwa, yang membuat bahagia akibat bersungguh-sungguh
Tenang dan tabah merupakan kebajikan jiwa yang membuat seseorang mencapai ketenangan jiwa
Perkasa : berkemauan melakukan pekerjaan – pekerjaan besar 4
Adil yaitu kekuatan jiwa yang dapat menuntun amarah dan syahwat sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh hikmah
Bagian – bagian dari adil sebagai berikut : bersahabat, bersemangat, sosial, bersilaturahmi, memberi imbalan, bersikap
baik dalam kerja sama, jeli dalam merumuskan masalah, cinta kasih, beribadah, jauh dari rasa dengki, memberi imbalan, yang
41
Ibn Miskawaih, Tahzib Al-Akhlaq, h.47
22
baik dan terbaik kendari diri sendiri ditimpa keburukan, berpenampilan lembut dan sebagainya
42
.
2 Akhlakul Madzmumah
Akhlak tercela akhlak al-Madzmumah secara umum adalah sebagai lawan atau kebalikan dari akhlak yang baik
Berdasarkan petunjuk ajaran Islam dijumpai berbagai macam akhlak tercela, diantaranya :
a Berbohong Bohong ialah memberikan atau menyampaikan informasi yang
tidak sesuai,
tidak cocok
dengan yang
sebenarnya. Berdustaberbohong ada tiga macam : berdusta dengan perbuatan,
berdusta dengan lisan, berdusta dalam hati b Takabur sombong
Takabur adalah satu akhlak yang tercela pula. Arti takabur ialah merasa atau mengaku diri besar, tinggi, mulia, melebihi orang lain.
Pendek kata merasa diri serba hebat Takabur ada tiga macam, yaitu takabur kepada Tuhan, berupa
sikap tidak mau memperdulikan ajaran-ajaran Tuhan. Takabur kepada Rasul-Nya dan Takabur kepada sesama manusia
c Dengki Dengki ialah rasa atau sikap tidak senang atas kenikmatan yang
diperoleh orang lain, dan berusaha untuk menghilangkan kenikmatan itu dari orang lain tersebut, baik dengan maksud
supaya kenikmatan itu berpindah ke tangan sendiri atau tidak d Bakhil
Bakhil artinya kikir. Orang yang kikir ialah orang sangat hemat dengan apa yang menjadi miliknya, tetapi nikmatnya demikian
42
Ibn Miskawaih, Tahzib Al-Akhlaq, h.49
23
sangat dan sukar baginya mengurangi sebagian dari apa yang dimilikinya itu untuk diberikan orang lain
43
. Adapun sendi-sendi akhlak tercela sebagai berikut :
1 Khubtsan wa Jarbazah keji dan pintar busuk dan balhan bodoh yaitu keadaan jiwa yang terlalu pintar atau tidak bisa menentukan
yang benar diantara yang salah karena bodohnya, di dalam urusan ikhtiar
2 Tahawwur berani tapi sombong, jubun penakut dan kahuran lemah, tidak bertenaga, yaitu kekuatan amarah yang tidak bisa
dikekang atau tidak dilahirkan, sekalipun sesuai dengan yang dikehendaki akal
3 Syarban rakus dan jumud beku, yaitu keadaan syahwat yang tidak terdidik oleh akal dan syari’at agama, berarti ia berlebihan
atau sama sekali tidak berfungsi 4 Zalim, yaitu kekuatan syahwat dan amarah yang tidak terbimbing
oleh hikmat. Pembentukan akhlak dapat diartikan sebagai usaha sungguh-
sungguh dalam rangka membentuk anak, dengan menggunakan sarana pendidikan dan pembinasan yang terprogram dengan baik
dan dilaksanakan dengan sungguh-sungguh dan konsisten. Pembentukan akhlak ini dilakukan berdasarkan asumsi bahwa
akhlak adalah hasil usaha pembinaan, bukan terjadi dengan sendirinya. Potensi rohani yang ada di diri manusia, termasuk di
dalamnya akal, nafsu amarah, nafsu syahwat, fitrah, kata hati, hati nurani dan dibina secara optimal dengan cara dan pendekatan yang
tepat.
43
Drs. Humaidi Tatapangarsa, Akhlak yang mulia, Surabaya : PT. Bina Ilmu, 1980, h.161
24