Pengaruh Strategi Pemecahan Masalah Make An Organized List Terhadap Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Siswa

(1)

(Penelitian Quasi Eksperimen di Kelas VIII MTs Daarul Hikmah, Pamulang Barat)

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh:

LATIFAH

NIM 1110017000057

JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2014


(2)

(3)

(4)

(5)

i

Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, November 2014.

Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh strategi pemecahan masalah make an organized list terhadap kemampuan berpikir kritis matematis siswa. Penelitian ini dilakukan di MTs Daarul Hikmah Pamulang pada semester ganjil tahun ajaran 2014/2015. Metode penelitian yang digunakan adalah metode quasi eksperimen dengan desain two group post test only design. Subyek penelitian ini adalah 47 siswa yang terdiri dari 24 siswa kelompok eksperimen dan 23 siswa kelompok kontrol yang diperoleh dengan teknik cluster random sampling pada siswa kelas VIII dengan pokok bahasan relasi dan fungsi. Data dikumpulkan setelah melakukan tes kemampuan berpikir kritis matematis.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kemampuan berpikir kritis matematis siswa yang diajarkan dengan menggunakan strategi pemecahan masalah make an organized list lebih tinggi daripada kemampuan berpikir kritis matematis siswa yang diajarkan dengan menggunakan strategi pembelajaran konvensional dengan

t

hitung = 6,18 >

t

tabel = 2,01. Hal ini terlihat dari indikator

kemampuan berpikir kritis matematis pada aspek memfokuskan pertanyaan 78,26%, aspek memberikan alasan 72,88%, aspek membuat kesimpulan 73,96%, aspek membuat alternatif cara lain dalam menyelesaikan masalah 76,04% dan aspek membuat langkah-langkah penyelesaian masalah 74,51%, sedangkan untuk siswa yang diajarkan dengan menggunakan strategi pembelajaran konvensional pada aspek memfokuskan pertanyaan 45,13%, aspek memberikan alasan 58,75%, aspek membuat kesimpulan 55,43%, aspek membuat alternatif cara lain dalam menyelesaikan masalah 51,09% dan aspek membuat langkah-langkah penyelesaian masalah 68,51%. Dengan demikian, pembelajaran matematika pada pokok bahasan relasi dan fungsi dengan menggunakan strategi pemecahan masalah make an organized list berpengaruh secara signifikan terhadap kemampuan berpikir kritis matematis siswa.

Kata Kunci : Make An Organized List, Berpikir Kritis Matematis


(6)

ii

An Organized List On Critical Mathematical Thinking Ability of Students. Thesis, Department of Mathematics Education, Faculty of Tarbiya and Teachers Training, State Islamic University Syarif Hidayatullah Jakarta, November 2014.

The purpose of this study was to analyze the effect of problem-solving strategies make an organized list on critical mathematical thinking ability of students. This research was conducted in MTs Daarul Hikmah Pamulang on odd semester of the school year 2014/2015. The method used is the quasi-experimental method with two group post test only design. The subjects of this study were 47 students consisting of 24 students of experimental group and 23 students of control group obtained by cluster random sampling technique on eighth grade students to the subject of relations and functions. Data were collected after conducting tests of critical mathematical thinking ability.

The results of this study indicate that students critical thinking ability who are taught using problem-solving strategies make an organized list is higher than who are taught using conventional learning strategies with

thitung

= 6,18 >

ttabel

= 2,01. It is seen from the indicators of critical mathematical thinking ability on aspects of the focusing the questions 78,26%, aspects of giving reasons 72,88%, aspects of making inferences 73,96%, aspects of making another alternative ways to solve problems 76,04% and aspects of making the problem solving step 74,51%. Whereas, for students who are taught using conventional teaching strategies on aspects of focusing the questions 45,13%, aspects of giving reasons 58,75%, aspects of making inferences 55,43%, aspect of making another alternative ways to solve problems 51,09% and aspects of the making the problem solving step 68,51%. Thus, the learning of mathematics on the subject of relations and functions using a problem solving strategy of make an organized list significantly affect the ability of students critical thinking mathematically.


(7)

iii

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas rahmat dan hidayah-Nya maka skripsi ini dapat diselesaikan. Shalawat dan salam semoga selalu terlimpahkan kepada Nabi Muhammad SAW, seorang teladan yang baik dan pembimbing bagi umat.

Penulisan skripsi ini merupakan salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Matematika pada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. Penulis menyadari bahwa kemampuan dan pengetahuan penulis sangat terbatas, maka adanya bimbingan, pengarahan dan dukungan dari berbagai pihak sangat membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Ibu Nurlena Rifa’i, MA, Ph.D, Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Bapak Dr. Kadir, M.Pd, Ketua Jurusan Pendidikan Matematika Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta sekaligus sebagai dosen pembimbing I yang selalu memberikan bimbingan dan pengarahan dalam penulisan skripsi ini.

3. Bapak Abdul Muin, S.Si, M.Pd, Sekretaris Jurusan Pendidikan Matematika Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 4. Ibu Eva Musyrifah, M.Si, selaku dosen pembimbing II yang selalu

memberikan bimbingan dan pengarahan dalam penulisan skripsi ini.

5. Ibu Khairunnisa, S.Pd, M.Si, Dosen pembimbing akademik yang telah memberikan arahan, motivasi, dan semangat dalam penulisan skripsi ini. 6. Seluruh Dosen Jurusan Pendidikan Matematika Fakultas Ilmu Tarbiyah dan


(8)

iv

penelitian yang telah banyak membantu penulis selama penelitian berlangsung.

9. Ayahanda H.Syarifuddin (Alm) dan Ibunda Sahada tercinta yang tak henti-hentinya memberikan kasih sayang, doa yang tulus dan memberikan motivasi serta dukungan moril dan materil kepada penulis.

10. Suamiku Herdis Setiawan, SE tercinta yang tak henti-hentinya memberikan kasih sayang, doa yang tulus, semangat serta motivasi kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

11. Ayahanda Suherman A.Md dan Ibunda Nunung Nurhayati yang senantiasa memberikan doa, semangat dan motivasi kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

12. Kakakku Siti Sholeha S.PdI, Irnawati S.Pd, Nur Fadillah ST, M.Zupri Al Gufari, Asep Hendra Sonjaya dan Rohani, A.Md. Adikku Sutihat, Fachrezy, Marsya, Arvan dan Irwan serta seluruh keluarga besar yang senantiasa memberikan motivasi dan semangat kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

13. Siswa dan siswa kelas VIII MTs Daarul Hikmah Pamulang Barat, terutama kelas VIII Imtak dan VIII Iptek yang telah bersikap kooperatif selama penulis mengadakan penelitian.

14. Teman temanku tercinta, mahasiswa dan mahasiswi jurusan pendidikan matematika angkatan 2010, khususnya WASHABEE semoga kebersamaan kita menjadi kenangan terindah yang tak terlupakan.

15. Semua pihak yang telah banyak memberikan bantuan dan informasi yang sangat bermanfaat bagi penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.


(9)

v

bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi pembaca umumnya. Amin.

Jakarta, November 2014 Penulis


(10)

vi

ABSTRACT... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 5

C. Pembatasan Masalah ... 6

D. Rumusan Masalah ... 7

E. Tujuan Penelitian ... 7

F. Manfaat Penelitian ... 7

BAB II KAJIAN TEORI DAN PENGAJUAN HIPOTESIS ... 8

A. Deskripsi Teoretik ... 8

1. Kemampuan Berpikir Kritis Matematis ... 8

a. Pengertian Matematika ... 8

b. Pengertian Kemampuan Berpikir ... 10

c. Pengertian Berpikir Kritis Matematis ... 11

d. Indikator Berpikir Kritis Matematis ... 14

2. Strategi Pemecahan Masalah ... 20

a. Masalah Matematika ... 20

b. Strategi Pemecahan Masalah ... 22

c. Strategi Pemecahan Masalah Make An Organized List ... 28

3. Strategi Pembelajaran Konvensional ... 31

B. Hasil Penelitian yang Relevan ... 33

C. Kerangka Berpikir ... 33


(11)

vii

D. Teknik Pengumpulan Data ... 37

E. Instrumen Penelitian ... 38

F. Teknik Analisis Data ... 45

G. Hipotesis Statistik ... 49

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 50

A. Deskripsi Data ... 50

1. Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Siswa Kelas Eksperimen ... 50

2. Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Siswa Kelas Kontrol ... 52

3. Indikator Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Siswa Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 56

B. Hasil Pengujian Persyaratan Analisis ... 60

1. Uji Normalitas ... 60

2. Uji Homogenitas ... 61

C. Hasil Pengujian Hipotesis ... 62

D. Pembahasan ... 63

E. Keterbatasan Penelitian ... 78

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 80

A. Kesimpulan ... 80

B. Saran... 81

DAFTAR PUSTAKA ... 82 LAMPIRAN-LAMPIRAN


(12)

viii

Tabel 2.2 Indikator Kemampuan Berpikir Kritis Matematis ... 19

Tabel 2.3 Langkah Strategi Pemecahan Masalah Make An Organized List ... 31

Tabel 3.1 Rancangan Desain Penelitian ... 36

Tabel 3.2 Kisi-Kisi Instrumen Tes Kemampuan Berpikir Kritis Matematis ... 38

Tabel 3.3 Pedoman Penskoran Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Siswa ... 39

Tabel 3.4 Klasifikasi Interpretasi Uji Reliabilitas ... 43

Tabel 3.5 Klasifikasi Interpretasi Indeks Kesukaran ... 44

Tabel 3.6 Klasifikasi Interpretasi Daya Pembeda ... 45

Tabel 3.7 Rekapitulasi Hasil Uji Coba Instruman ... 45

Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Siswa Kelas Eksperimen ... 51

Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Siswa Kelas Kontrol ... 52

Tabel 4.3 Perbandingan Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Siswa Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 54

Tabel 4.4 Persentase Rata-Rata Indikator Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Siswa Kelas Eksperimen dan Kelas kontrol ... 57

Tabel 4.5 Uji Normalitas Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Siswa Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 61

Tabel 4.6 Hasil Perhitungan Uji Homogenitas ... 61


(13)

ix

Gambar 4.1 Grafik Histogram Distribusi Frekuensi Kemampuan

Berpikir Kritis Matematis Kelas Eksperimen ... 52

Gambar 4.2 Grafik Histogram Distribusi Frekuensi Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Kelas Kontrol ... 53

Gambar 4.3 Grafik Perbandingan Nilai Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Siswa Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 55

Gambar 4.4 Grafik Persentase Indikator Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Siswa Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 59

Gambar 4.5 Kurva Uji Perbedaan Data pada Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 63

Gambar 4.6 Aktivitas Siswa Saat Melakukan Strategi Pemecahan Masalah Make An Organized List ... 65

Gambar 4.7 Jawaban Siswa pada Langkah Membaca Masalah ... 66

Gambar 4.8 Jawaban Siswa pada Langkah Menulis Ulang Pertanyaan ... 66

Gambar 4.9 Jawaban Siswa pada Langkah Menentukan Informasi Penting ... 67

Gambar 4.10 Jawaban Siswa pada Langkah Membuat Daftar Terorganisir ... 68

Gambar 4.11 Jawaban Siswa pada Langkah Mengimplementasikan Solusi ... 69

Gambar 4.12 Aktivitas Siswa Kelas Kontrol ... 70

Gambar 4.13 Jawaban Posttest Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol No 1 ... 71

Gambar 4.14 Jawaban Posttest Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol No 2 ... 73

Gambar 4.15 Jawaban Posttest Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol No 7a ... 74

Gambar 4.16 Jawaban Posttest Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol No 7b ... 76


(14)

x

Lampiran 2 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Kelas Kontrol ... 108

Lampiran 3 Lembar Aktivitas Siswa Kelas Eksperimen ... 118

Lampiran 4 Kisi-Kisi Instrumen Tes Kemampuan Berpikir Kritis ... 140

Lampiran 5 Soal Uji Coba Tes Kemampuan Berpikir Kritis ... 144

Lampiran 6 Rubrik Penskoran Tes Kemampuan Berpikir Kritis ... 146

Lampiran 7 Uji Validitas Isi (CVR) Instrumen Tes Kemampuan Berpikir Kritis ... 148

Lampiran 8 Rekapitulasi Hasil Uji CVR Instrumen Tes Kemampuan Berpikir Kritis ... 153

Lampiran 9 Hasil Uji Validitas ... 154

Lampiran 10 Hasil Uji Reliabilitas ... 155

Lampiran 11 Hasil Uji Tingkat Kesukaran ... 156

Lampiran 12 Hasil Uji Daya Pembeda ... 157

Lampiran 13 Perhitungan Uji CVR Instrumen Tes Kemampuan Berpikir Kritis ... 158

Lampiran 14 Perhitungan Uji Validitas, Reliabilitas, Tingkat Kesukaran, Daya Pembeda ... 159

Lampiran 15 Instrumen Tes Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Siswa .... 161

Lampiran 16 Kunci Jawaban Instrumen Tes Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Siswa ... 163

Lampiran 17 Hasil Posttest Kelas Eksperimen ... 170

Lampiran 18 Hasil Posttest Kelas Kontrol ... 171

Lampiran 19 Perhitungan Distribusi Frekuensi, Mean, Modus, Varians, Simpangan Baku, Kemiringan dan Kurtosis Kelas Eksperimen . 172 Lampiran 20 Perhitungan Distribusi Frekuensi, Mean, Modus, Varians, Simpangan Baku, Kemiringan dan Kurtosis Kelas Kontrol ... 175

Lampiran 21 Perhitungan Mean dan Persentase Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Berdasarkan Indikator pada Kelas Eksperimen

...

178


(15)

xi

Lampiran 25 Perhitungan Uji Homogenitas ... 184

Lampiran 26 Perhitungan Uji Hipotesis Statistik ... 185

Lampiran 27 Tabel Minimum Value Of CVR, One Tailed Test, P = .05 ... 186

Lampiran 28 Tabel Nilai Koefisien Korelasi “r” Product Moment ... 187

Lampiran 29 Tabel Luas di bawah Kurva Normal ... 188

Lampiran 30 Tabel Nilai Kritis Uji Liliefors ... 189

Lampiran 31 Tabel Nilai Kritis Distribusi F ... 190


(16)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Perkembangan yang pesat dalam ilmu pengetahuan dan teknologi menuntut kebutuhan masyarakat untuk belajar dan menggunakan pola pikir yang dapat memilih dan memilah informasi guna menyusun keputusan yang tepat dan akurat dalam menyelesaikan permasalahan. Ketika seseorang mencari, memilih, menerima, dan mengolah informasi, ia dituntut untuk berpikir kritis, sistematis, logis, dan kreatif. Kompetensi ini dapat dimiliki oleh seseorang apabila ia terbina dalam suatu lingkungan belajar yang dapat memfasilitasi kompetensi tersebut. Keadaan tersebut merupakan tantangan bagi dunia pendidikan untuk meningkatkan proses pembelajaran yang berkualitas, yang dapat mengembangkan kemampuan berpikir. Oleh sebab itu, pendidikan merupakan aspek yang sangat penting dalam upaya untuk menjadikan masyarakat yang berkualitas. Salah satu mata pelajaran yang dapat memfasilitasi siswa untuk mengembangkan kemampuan berpikir adalah mata pelajaran matematika.

Matematika merupakan mata pelajaran yang memegang peranan penting dalam pendidikan. Matematika adalah ratunya ilmu dan sekaligus pelayannya.1 Artinya, matematika tidak hanya ilmu yang diperlukan untuk dirinya sendiri melainkan untuk ilmu-ilmu yang lainnya serta dapat membantu memecahkan masalah kehidupan sehari-hari. Tujuan mempelajari matematika yaitu melatih dan menumbuhkan cara berpikir secara sistematis, logis, kreatif, kritis dan konsisten. Serta mengembangkan sikap gigih dan percaya diri dalam menyelesaikan masalah.2 Dengan demikian, diharapkan pembelajaran matematika di sekolah harus dapat mengembangkan kemampuan-kemampuan tersebut. Dari lima kemampuan berpikir tersebut kemampuan berpikir kritis termasuk dalam

1

Erman Suherman, dkk, Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer, (Bandung: JICA Universitas Pendidikan Indonesia, 2001), h.17.

2

Muiz Lidinillah, Strategi Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar, 2006,

(http://file.upi.edu/Direktori/Strategi-Pembelajaran-Matematika-Lokakarya-Guru-SD-Kawalu.pdf). h. 1.


(17)

kemampuan berpikir tingkat tinggi. The National Council of Teaching of Mathematic (NCTM) pada tahun 1989 menyatakan bahwa kurikulum dan evaluasi disusun sebagai suatu standar dalam usaha memberi kesempatan pada siswa dalam berbagai tingkat satuan pendidikan untuk mengkonsumsi informasi secara kritis.3 Ini berarti berpikir kritis sebagai kemampuan berpikir tingkat tinggi menjadi salah satu tujuan yang dicanangkan dalam aturan penyusunan kurikulum secara internasional. Sejalan dengan hal tersebut, Wahab mengemukakan alasan pentingnya mengembangkan kemampuan berpikir kritis yaitu karena adanya tuntutan zaman yang menuntut agar informasi diperoleh secara kritis, masyarakat selalu berhadapan dengan berbagai masalah dan pilihan, kemampuan memandang suatu hal dengan cara yang berbeda dalam memecahkan masalah dan berpikir kritis merupakan aspek dalam memecahkan permasalahan secara kreatif.4 Oleh karena itu, berpikir kritis perlu dikembangkan dalam proses pembelajaran matematika di sekolah.

Matematika merupakan salah satu cara untuk mengembangkan proses berpikir, sehingga matematika diterapkan pada setiap jenjang pendidikan. Namun mutu pendidikan Indonesia, terutama dalam mata pelajaran matematika, masih rendah. Hal ini ditunjukkan dengan hasil TIMSS (The Trends International Mathematics and Science Study) tahun 2011 untuk siswa kelas VIII, menempatkan siswa Indonesia pada urutan ke-38 dari 45 negara dengan nilai rata-rata untuk kemampuan matematika secara umum adalah 386 yang berarti berada pada level rendah, karena standar minimal nilai rata-rata kemampuan matematika yang ditetapkan oleh TIMSS yaitu 500.5

Capaian rata-rata peserta Indonesia pada TIMSS 2011 mengalami penurunan dari capaian rata-rata pada TIMSS 2007 yaitu 397, dimana kerangka kerja TIMSS 2011 tidak berbeda dengan kerangka kerja TIMSS 2007. Assesment frame work TIMSS 2011 terbagi atas dua dimensi, yaitu dimensi konten yang

3

Dina Mayadiana, Suatu Alternatif Pembelajaran untuk Meningkatkan Kemampuan

Berpikir Kritis Matematika, (Jakarta: Cakrawala Maha Karya, 2009), h. 1.

4

Ibid., h. 5.

5

Rosnawati, Kemampuan Penalaran Matematika Siswa SMP Indonesia pada TIMSS 2011,

2013, (http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/penelitian./Makalah-Semnas-2013-an-R-Rosnawati-FMIPA-UNY.pdf), h. 2.


(18)

menentukan materi pelajaran dan dimensi kognitif yang menentukan proses berpikir yang digunakan peserta didik saat terkait dengan konten. Berdasarkan hasil TIMSS 2011 rata-rata persentase yang paling rendah yang dicapai oleh peserta didik Indonesia berada pada domain kognitif.6 Hal ini menunjukkan bahwa proses pembelajaran selama ini yang digunakan di sekolah-sekolah tidak menuntut siswa untuk mengembangkan kemampuan berpikir tingkat tingginya.

Selain dari hasil TIMSS 2011, hasil PISA (Programe for International Student Asessment) pada tahun 2012 juga menunjukkan kemampuan matematika peserta didik Indonesia kelas VIII berada pada peringkat 64 dari 65 negara dengan skor 375 yang berarti berada pada level rendah.7 Soal yang diberikan dalam PISA dibagi menjadi 3 domain dan 6 level, level 6 sebagai tingkat soal yang paling kompleks sedangkan level 1 yang paling mudah. Rendahnya peringkat peserta didik Indonesia disebabkan oleh tingkat pencapaian dalam menjawab soal dengan benar pada level 5 atau level 6 mendekati nol yaitu 0,3% dan jauh dari rata-rata persentase siswa negara lain yaitu 12,6% namun pencapaian dalam menjawab soal dengan benar pada level 2 dan level 1 sangat tinggi yaitu 75,7% dan lebih tinggi dari rata-rata persentase negara lain yaitu 23%.8 Data ini menunjukkan bahwa siswa Indonesia hanya dapat menafsirkan situasi dalam soal yang diberikan, kemudian menyelesaikannya secara prosedural menggunakan rumus-rumus umum. Artinya, siswa Indonesia hanya berkembang pada kemampuan berpikir tingkat rendah yang bersifat prosedural dan belum mampu mengembangkan kemampuan berpikir tingkat tingginya, yang salah satunya adalah berpikir kritis matematis.

Berpikir kritis matematis merupakan salah satu aspek penting dalam proses pembelajaran matematika, namun pada kenyataannya berdasarkan hasil temuan-temuan di atas menunjukkan bahwa berpikir kritis belum dapat dikembangkan secara optimal dan berakibat rendahnya kemampuan berpikir kritis matematis siswa. Kemampuan berpikir kritis tidak dibiasakan sejak usia dini.

6

Ibid. 7

OECD, PISA 2012 Results In Focus, 2013, (http://www.oecd.org/pisa/keyfindings/pisa-2012-results-overview.pdf). h. 5.

8


(19)

Bahkan di sekolah-sekolah belum membiasakan siswanya untuk berpikir kritis dalam proses pembelajaran matematika. Hal ini dikarenakan proses pembelajaran matematika masih didominasi oleh guru dengan menggunakan strategi pembelajaran konvensional. Hal ini ditunjukkan dari hasil penelitian video study

pembelajaran matematika oleh tim video study PPMTK tahun 2007 menunjukkan bahwa ceramah merupakan metode yang paling banyak selama mengajar matematika, waktu yang digunakan siswa untuk problem solving 32% dari seluruh waktu di kelas, guru lebih banyak berbicara dibandingkan dengan siswa, hampir semua guru memberikan soal rutin dan kurang menantang.9 Hasil pengkajian PPPTK pada tahun 2008 juga menunjukkan bahwa hampir sebagian besar guru menggunakan strategi pembelajaran konvensional dalam pembelajaran.10 Guru masih menggunakan paradigma lama bahwa pengetahuan sepertinya dapat dipindahkan dari otak guru ke otak siswa.

Strategi pembelajaran konvensional kurang memberikan kesempatan bagi siswa untuk berkembang secara mandiri melalui pemikirannya sendiri dalam memecahkan permasalahan-permasalahan matematika. Biasanya materi pelajaran yang diajarkan adalah materi pelajaran yang sudah jadi, seperti data atau fakta, konsep-konsep tertentu yang harus dihafal sehingga tidak menuntut siswa untuk berpikir ulang.11 Hal ini berakibat jika siswa diberikan soal yang berbeda dengan soal yang telah diselesaikan oleh guru, maka siswa akan kesulitan untuk menyelesaikannya karena tidak memahami konsep, sehingga daya serap siswa dalam memahami matematika rendah karena cenderung menyerap informasi secara pasif yang berakibat pada lemahnya kemampuan berpikir kritis matematis siswa. Hal ini merupakan salah satu faktor penyebab rendahnya hasil TIMSS dan PISA, karena keadaan tersebut tidak sejalan dengan karakteristik dari soal-soal pada TIMSS dan PISA yang substansinya kontekstual, menuntut penalaran, argumentasi, kreativitas dan kemampuan berpikir dalam menyelesaikannya,

9

Fadjar Shadiq, Laporan Hasil Seminar dan Lokakarya Pembelajaran Matematika, 2008,

(http://fadjarp3g.files.wordpress.com/2008/06/07-lapsemlok_limas_.pdf), h.2.

10

Fadjar Shadiq, Laporan Hasil Seminar dan Lokakarya Pembelajaran Matematika, 2008,

(https://fadjarp3g.files.wordpress.com/2008/06/1lapsemilokafadjar.pdf), h. 3.

11

Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, (Jakarta: Kencana, 2008), h.179.


(20)

sehingga dapat diasumsikan siswa belum mampu mengembangkan kemampuan berpikir tingkat tingginya.

Oleh karena itu, perlu adanya upaya untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis matematis siswa dengan cara merubah pembelajaran yang didominasi oleh guru menjadi pembelajaran yang berpusat pada siswa, dimana siswa diberikan kesempatan untuk membangun pengetahuan dalam pikirannya sendiri, sehingga siswa mampu untuk mengembangkan kemampuan berpikir kritisnya untuk menyelesaikan permasalahan-permasalahan matematika. Seorang siswa, tidak dapat mengembangkan kemampuan berpikir kritis dengan baik tanpa ditantang untuk berlatih menggunakannya dalam matematika. Salah satu strategi pembelajaran yang dipertimbangkan dapat meningkatkan berpikir kritis matematis siswa adalah strategi pemecahan masalah make an organized list.

Strategi pemecahan masalah make an organized list merupakan strategi pembelajaran yang menuntut siswa untuk membuat daftar berbagai alternatif penyelesaian yang mungkin digunakan sehingga alternatif yang tidak mungkin digunakan dapat diabaikan oleh siswa. Dengan strategi ini siswa dapat memiliki banyak kesempatan untuk menghasilkan gagasan, mampu mengemukakan pendapatnya untuk memecahkan masalah, mampu meninjau atau menimbang suatu masalah dari berbagai sudut pandang yang berbeda, dan sebagainya. Langkah-langkah strategi pemecahan masalah make an organized list terdiri dari membaca masalah, menulis ulang pertanyaan, menentukan informasi penting, membuat daftar terorganisir, serta mengimplementasikan solusi.

Berdasarkan latar belakang masalah yang dipaparkan diatas, diduga terdapat hubungan antara penerapan strategi pemecahan masalah make an organized list dengan kemampuan berpikir kritis matematis siswa. Oleh karena itu, peneliti akan mengadakan penelitian yang berjudul “Pengaruh Strategi

Pemecahan Masalah Make an Organized List Terhadap Kemampuan

Berpikir Kritis Matematis Siswa”.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang permasalahan di atas maka dapat diidentifikasi masalah sebagai berikut :


(21)

1. Proses pembelajaran didominasi oleh guru sehingga informasi yang diterima siswa cenderung secara pasif.

2. Proses pembelajaran di sekolah tidak menuntut siswa untuk membangun pengetahuan melalui pemikiran siswa sendiri karena biasanya materi pelajaran yang diajarkan adalah materi pelajaran yang sudah jadi, seperti data atau fakta, konsep-konsep tertentu yang harus dihafal sehingga tidak menuntut siswa untuk berpikir ulang.

3. Siswa sulit menerapkan materi yang dipelajari ke dalam soal berbeda karena siswa terbiasa dengan penyelesaian soal yang bersifat prosedural sehingga kemampuan berpikir siswa kurang berkembang.

4. Kemampuan berpikir kritis matematis siswa rendah.

C. Pembatasan Masalah

Agar penelitian ini lebih terarah dan tidak menimbulkan penafsiran yang berbeda-beda, maka dilakukan pembatasan masalah sebagai berikut:

1. Strategi pemecahan masalah dibatasi pada make an organized list. Dengan langkah-langkah yaitu membaca masalah, menulis ulang pertanyaan, menentukan informasi penting, membuat daftar terorganisir, mengimplementasikan solusi.

2. Berpikir kritis yang di ukur adalah:

a. Elementary clarification (memberikan panjelasan sederhana) dengan indikator: memfokuskan pertanyaan.

b. Basic support (membangun keterampilan dasar) dengan indikator: memberikan alasan.

c. Inference (menyimpulkan) dengan indikator: membuat kesimpulan dan membuat alternatif cara lain dalam menyelesaikan masalah.

d. Strategies and tactics (startegi dan taktik) dengan indikator: membuat langkah-langkah penyelesaian masalah.

3. Penelitian ini dilaksanakan pada siswa kelas VIII MTs Daarul Hikmah Pamulang.


(22)

D. Rumusan Masalah

Rumusan masalah pada penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Bagaimana kemampuan berpikir kritis matematis siswa yang diajarkan dengan menggunakan strategi pemecahan masalah make an organized list ?

2. Apakah kemampuan berpikir kritis matematis siswa yang diajarkan dengan strategi pemecahan masalah make an organized list lebih tinggi dari siswa yang diajarkan dengan strategi pembelajaran konvensional ?

E. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengkaji dan menganalisis kemampuan berpikir kritis matematis siswa yang diajarkan dengan strategi pemecahan masalah make an organized list.

2. Untuk mengkaji dan menganalisis kemampuan berpikir kritis matematis siswa yang diajarkan dengan strategi pembelajaran konvensional.

3. Untuk membandingkan kemampuan berpikir kritis matematis siswa yang pembelajarannya menggunakan strategi pemecahan masalah make an organized list dengan kemampuan berpikir kritis matematis siswa yang pembelajarannya menggunakan strategi pembelajaran konvensional.

F. Manfaat Penelitian

Manfaat yang diperoleh dari hasil penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Bagi siswa, hasil penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan kemampuan

berpikir kritis matematis.

2. Bagi guru, hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai salah satu alternatif strategi pembelajaran matematika yang dapat diterapkan untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis matematis.

3. Bagi pembaca, hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai informasi mengenai pengaruh strategi pemecahan masalah make an organized list

terhadap kemampuan berpikir kritis matematis siswa dan menjadi bahan masukan bagi yang berminat untuk menindaklanjuti penelitian ini.

4. Bagi peneliti, hasil penelitian ini dapat menambah wawasan ilmu pengetahuan.


(23)

BAB II

KAJIAN TEORI DAN PENGAJUAN HIPOTESIS

A. Deskripsi Teoretik

Berikut akan dibahas beberapa kajian literatur terkait kemampuan berpikir kritis matematis dan strategi pemecahan masalah make an organized list.

1. Kemampuan Berpikir Kritis Matematis a. Pengertian Matematika

Matematika merupakan ilmu yang memiliki peranan penting dalam kehidupan. Banyak permasalahan kehidupan sehari-hari yang membutuhkan ilmu matematika, contohnya berhitung yang dibutuhkan dalam perdagangan, dll. Pengertian matematika tidak mudah untuk didefinisikan karena banyaknya fungsi dan peranan matematika terhadap ilmu-ilmu lainnya, sehingga jika terdapat definisi tentang matematika maka itu bersifat tentatif, artinya tergantung kepada orang yang mendefinisikannya. Berikut pendapat para ahli mengenai pengertian matematika.

Kata matematika berasal dari bahasa latin yaitu mathematica, yang mulanya diambil dari perkataan Yunani yaitu mathematike yang berarti

relating to learning. Perkataan itu mempunyai asal katanya yaitu mathema

yang berarti pengetahuan atau ilmu. Perkataan mathematike berhubungan erat dengan kata lainnya yang sama, yaitu mathenein yang berarti belajar atau berpikir.1 Jadi, berdasarkan asal katanya matematika merupakan ilmu pengetahuan yang didapat melalui berpikir.

Menurut Johnson dan Rising matematika merupakan pola berpikir, pola mengorganisasikan, suatu pembuktian yang logis, dan bahasa yang digunakan dalam matematika didefinisikan dengan cermat, jelas, dan akurat, serta representasinya menggunakan simbol yang lebih berupa ide daripada bunyi.2 Menurut Suherman matematika merupakan ilmu yang tumbuh dan

1

Erman Suherman, dkk, Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer, (Bandung: JICA

Universitas Pendidikan Indonesia, 2001), h. 18.

2

Ibid., h. 19.


(24)

berkembang karena proses berpikir, logika adalah masa bayi dari matematika, sebaliknya matematika adalah masa dewasa dari logika. Matematika mencakup bahasa, bahasa khusus yang disebut bahasa matematika. Matematika dapat melatih berpikir secara logis, dan dengan matematika ilmu pengetahuan lainnya bisa berkembang dengan cepat.3

Kline mengatakan bahwa matematika bukanlah ilmu pengetahuan yang menyendiri yang dapat sempurna karena dirinya sendiri, tetapi adanya matematika itu terutama untuk membantu manusia dalam memahami dan menguasai permasalahan sosial, ekonomi, dan alam.4 Matematika dipandang sebagai ilmu untuk menyelesaikan permasalahan, hal ini berarti matematika merupakan ilmu yang dapat membantu menyelesaikan permasalahan kehidupan sehari-hari.

Matematika merupakan problem posing dan problem solving.5 Dalam kegiatan bermatematika, pada dasarnya seorang siswa akan berhadapan dengan dua hal yaitu masalah-masalah apa yang mungkin muncul atau diajukan dari sejumlah fakta yang dihadapi (problem posing) serta bagaimana menyelesaikan masalah tersebut (problem solving). Dalam kegiatan yang bersifat problem posing, siswa memperoleh kesempatan untuk mengembangkan kemampuannya mengidentifikasi fakta-fakta yang diberikan serta permasalahan yang bisa muncul dari fakta-fakta tersebut sedangkan melalui kegiatan problem solving, siswa dapat mengembangkan kemampuannya untuk menyelesaikan permasalahan tidak rutin yang memuat berbagai tuntutan kemampuan berpikir termasuk yang tingkatannya lebih tinggi.

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa matematika merupakan suatu ilmu yang menggunakan pola berpikir yang logis, bahasa yang digunakan berupa simbol yang didefinisikan dengan jelas

3 Ibid. 4

Ibid. 5

Didi Suryadi, Membangun Budaya Baru dalam Berpikir Matematika, (Bandung: Rizqi Press, 2012), Cet. I, h. 36.


(25)

dan akurat, dan merupakan ilmu yang dapat membantu menyelesaikan permasalahan kehidupan.

b. Pengertian Kemampuan Berpikir

Allah menyerukan kepada seluruh umat manusia untuk berpikir. Hal ini menunjukkan bahwa petunjuk yang dibawa Allah melalui Al-Quran kepada manusia tidak sekedar melalui doktrin-doktrin yang begitu saja diterima apa adanya. Tetapi justru melalui proses berpikir. Proses berpikir ini dapat membantu seseorang untuk menerima petunjuk dari Allah. Ini berarti, islam sesungguhnya menghendaki terwujudnya masyarakat atau komunitas terpelajar yang memiliki tradisi berpikir untuk mencapai pengetahuan baru. Allah berfirman :

                                                                           

Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, silih bergantinya malam dan siang, bahtera yang berlayar di laut membawa apa yang berguna bagi manusia, dan apa yang Allah turunkan dari langit berupa air, lalu dengan air itu Dia hidupkan bumi sesudah mati (kering)-nya dan Dia sebarkan di bumi itu segala jenis hewan, dan pengisaran angin dan awan yang dikendalikan antara langit dan bumi, sungguh (terdapat) tanda-tanda (keesaan dan kebesaran Allah) bagi kaum yang memikirkan.(QS Al-Baqarah: 164)

Menurut Suryadi, berpikir terjadi dalam setiap aktivitas mental manusia yang berfungsi untuk memformulasikan masalah, membuat keputusan, serta mencari pemahaman.6 Melalui berpikir manusia mampu memperoleh pemahaman tentang setiap hal yang dialaminya. Mayadiana mendefinisikan berpikir sebagai suatu kegiatan mental untuk memperoleh

6


(26)

pengetahuan.7 Menurutnya, dalam proses belajar mengajar, kemampuan berpikir dapat dikembangkan dengan memperkaya pengalaman yang bermakna melalui persoalan pemecahan masalah. Sama halnya dengan Resnick yang mendefinisikan bahwa berpikir merupakan suatu proses yang melibatkan operasi mental seperti klasifikasi, induksi, deduksi, dan penalaran.8 Menurutnya, berpikir merupakan proses yang kompleks dan non algoritmik dimulai dengan pembentukan pengertian, pembentukan pendapat, dan penarikan kesimpulan.

Menurut Peter, berpikir merupakan proses mental seseorang yang lebih dari sekedar mengingat dan memahami, sedangkan menurut Reason mengingat dan memahami lebih bersifat pasif daripada kegiatan berpikir.9 Berpikir adalah istilah yang lebih dari keduanya. Berpikir menyebabkan seseorang harus bergerak hingga di luar informasi yang didengarnya. Misalnya, kemampuan berpikir seseorang untuk memerlukan solusi baru dari persoalan yang dihadapi. Mengingat pada dasarnya hanya melibatkan usaha penyimpanan sesuatu yang telah dialami untuk suatu saat dikeluarkan kembali atas permintaan, sedangkan memahami memerlukan pemerolehan apa yang didengar dan dibaca serta melihat keterkaitan antara aspek-aspek dalam memori. Berdasarkan uraian diatas maka dapat disimpulkan bahwa berpikir adalah suatu kegiatan mental dan merupakan proses yang kompleks yang terjadi di dalam otak manusia yang lebih dari sekedar mengingat dan memahami untuk memperoleh pengetahuan.

c. Pengertian Berpikir Kritis Matematis

Dalam matematika kita mengenal keterampilan berpikir matematika yang erat kaitannya dengan daya matematika (mathematical power) yang artinya kemampuan atau kekuatan yang berkaitan dengan karakteristik matematika. Daya matematik dapat diartikan sebagai kemampuan berpikir

7

Dina Mayadiana, Suatu Alternatif Pembelajaran untuk Meningkatkan Kemampuan

Berpikir Kritis Matematika, (Jakarta: Cakrawala Maha Karya, 2009), h. 3.

8

Ali Hamzah dan Muhlisrarini, Perencanaan dan Strategi Pembelajaran Matematika, (Jakarta: Rajawali Pers, 2014), Cet. I, h. 37.

9

Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, (Jakarta:


(27)

matematik atau melaksanakan kegiatan matematik dan proses matematik atau tugas matematik.10 Utari Sumarmo mengartikan berpikir matematik sebagai cara berpikir berkenaan dengan proses matematika atau cara berpikir dalam menyelesaikan tugas matematika baik yang sederhana maupun kompleks.11 Ditinjau dari kedalaman atau kekompleksan kegiatan matematik yang terlibat, daya matematik dapat digolongkan dalam dua jenis yaitu berpikir tingkat rendah (lower order thinking) dan berpikir tingkat tinggi (higher order thinking). Menurut Web, berpikir tingkat rendah meliputi operasi hitung sederhana, menerapkan rumus matematika secara langsung, dan mengikuti prosedur yang baku, sedangkan berpikir tingkat tinggi meliputi memahami ide matematika secara lebih mendalam, mengamati data, menggali ide yang tersirat, menyusun konjektur, analogi dan generalisasi, menalar secara logis, menyelesaikan masalah komunikasi secara matematika.12 Berpikir kritis termasuk dalam berpikir tingkat tinggi karena meliputi aspek mengorganisasi, menganalisis, membangun (generalisasi), menginvestigasi, dan mengevaluasi.13

Kritis berasal dari bahasa Yunani yaitu kritikos dan kriterion. Kritikos

berarti pertimbangan sedangkan kriterion berarti ukuran baku atau standar. Sehingga secara etimologi kata kritis mengandung makna pertimbangan yang didasarkan pada suatu ukuran baku atau standar. Dengan demikian berpikir kritis mengandung makna suatu kegiatan mental yang dilakukan seseorang untuk dapat memberi pertimbangan dengan menggunakan ukuran atau standar tertentu.14

John Dewey mendefinisikan berpikir kritis sebagai pertimbangan yang aktif, terus menerus dan teliti terhadap sesuatu yang diyakini atau bentuk pengetahuan yang diterima begitu saja dengan menyertakan alasan-alasan

10

Hamzah, op. cit., h. 40.

11

Utari Sumarmo, Berpikir dan Disposisi Matematik serta Pembelajarannya, (UPI:

Bandung, 2013), h. 75.

12

Hamzah. loc.cit., h. 40.

13

Ibid.

14

Lambertus, Pentingnya Melatih Keterampilan Berpikir Kritis dalam Pembelajaran

Matematika di SD, Vol.28, 2009,


(28)

yang mendukung dan kesimpulan-kesimpulan yang rasional.15 John Dewey membedakan antara berpikir kritis dengan berpikir pasif. Baginya, berpikir kritis adalah berpikir aktif dan berpikir secara tidak kritis adalah berpikir pasif. Dewey menunjukkan dua ciri utama dari berpikir aktif yaitu berpikir secara terus menerus dan teliti. Artinya, orang yang berpikir kritis menurut Dewey akan terus mengoptimalkan pemikirannya, tidak mau menerima begitu saja dan selalu mencermati berbagai informasi yang menjadi objek pemikirannya.

Edward Glaser menindaklanjuti pengertian berpikir kritis menurut Dewey. Glaser berpendapat bahwa seseorang dapat dikatakan memiliki kemampuan berpikir kritis jika nalar dan kemampuan argumentasinya melibatkan tiga hal, yaitu sikap menanggapi berbagai persoalan serta menimbang berbagai persoalan yang dihadapi dalam pengalaman dan kemampuan memikirkannya secara mendalam, pengetahuan tentang metode-metode pemeriksaan dan penalaran yang logis, dan keterampilan atau kecakapan menerapkan metode-metode tersebut.16 Richard W Paul menjelaskan tentang pengertian berpikir kritis secara lebih mendalam daripada berpikir kritis menurut Dewey dan Glaser. Menurutnya, berpikir kritis adalah proses disiplin secara intelektual dimana seseorang secara aktif dan terampil memahami, mengaplikasikan, menganalisis, mensintesiskan, dan mengevaluasi berbagai informasi yang dia kumpulkan atau yang dia ambil dari pengalaman, pengamatan, refleksi, penalaran dan komunikasi.17 Yang dimaksud proses disiplin yang dilakukan secara intelektual yaitu sebagai tuntunan untuk meyakini sesuatu dan bertindak atas keyakinan itu.

Ennis mengemukakan bahwa, “Berpikir kritis adalah berpikir yang masuk akal dan reflektif dengan penuh pertimbangan dan berfokus pada pengambilan keputusan mengenai apa yang dipercaya atau dikerjakan”.18

15

Kasdin Sihotang, dkk, Critical Thinking Membangun Pemikiran Logis, (Jakarta: Pustaka

Sinar Harapan, 2012), h. 3.

16

Ibid., h. 4.

17

Ibid.

18


(29)

Pengambilan keputusan merupakan bagian dari berpikir kritis dalam konsepsi ennis. Seseorang pada suatu saat tertentu akan selalu harus membuat keputusan, oleh karena itu, kemampuan berpikir kritis harus dikembangkan. Dalam hal berpikir kritis, keputusan yang akan diambil harus didasarkan pada informasi yang akurat serta pemahaman yang jelas terhadap situasi yang dihadapi. Karena, jika keputusan itu tidak didasarkan pada informasi serta asumsi yang benar, maka kesimpulan itu tidak memiliki dasar yang benar.

Berdasarkan uraian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa berpikir kritis matematis merupakan suatu proses berpikir dalam usaha untuk memperoleh pengetahuan matematika atau informasi matematika dengan melakukan pertimbangan-pertimbangan yang berfokus pada pengambilan keputusan yang diyakini. Pentingnya mengajarkan berpikir kritis tidak dapat diabaikan lagi, karena berpikir kritis merupakan proses dasar dalam suatu keadaan dinamis yang memungkinkan siswa untuk menanggulangi ketidaktentuan masa yang akan datang akan tetapi studi-studi yang melakukan asesmen kemampuan berpikir kritis tidak akan berkembang tanpa adanya usaha yang sengaja ditanamkan dalam pengembangannya. Seorang siswa tidak akan dapat mengembangkan kemampuan berpikir kritis dengan baik tanpa ditantang untuk berlatih menggunakannya dalam konteks berbagai bidang studi, salah satunya adalah matematika.

d. Indikator Berpikir Kritis Matematis

Berpikir kritis merupakan kemampuan manusia yang sangat mendasar karena dapat mendorong seseorang untuk memandang setiap permasalahan yang dihadapi secara kritis sehingga diperoleh suatu pengetahuan baru yang lebih baik dan bermanfaat bagi kehidupannya. Dalam hal ini, kemampuan berpikir kritis matematis setiap orang berbeda-beda. Oleh karena itu, diperlukan suatu indikator sehingga kita dapat menilai tingkat berpikir kritis seseorang. Menurut Mayadiana indikator kemampuan berpikir kritis matematis meliputi :19

1) Kemampuan menggeneralisasi dan mempertimbangkan hasil generalisasi.

19


(30)

2) Kemampuan mengidentifikasi relevansi.

3) Kemampuan merumuskan masalah ke dalam model matematika. 4) Kemampuan mendeduksi dengan menggunakan prinsip.

5) Kemampuan memberikan contoh soal penarikan kesimpulan. 6) Kemampuan merekonstruksi argumen

Menurut Watson dan Glaser, indikator dalam berpikir kritis meliputi:20

1) Kemampuan merekognisi keberadaan masalah. 2) Kemampuan menerima bukti yang dapat mendukung.

3) Kemampuan mengambil kesimpulan valid, abstraksi-abstraksi, dan generalisasi secara logis.

O’Daffer dan Thornquist mengajukan suatu model dari proses

berpikir kritis sebagai berikut:21 1) Memahami masalah.

2) Melakukan pengkajian terhadap bukti, data, dan asumsi.

3) Melakukan pengkajian terhadap hal di luar bukti, data, dan asumsi di atas. 4) Menyatakan dan mendukung suatu kesimpulan, keputusan, atau solusi. 5) Menerapkan kesimpulan atau keputusan.

Ennis mengemukakan bahwa tedapat dua belas indikator berpikir kritis yang dikelompokkan dalam lima kemampuan berpikir, yaitu 1) Memberikan penjelasan sederhana (elementary clarification), 2) Membangun keterampilan dasar (basic support), 3) Membuat inferensi (infering), 4) Membuat penjelasan lebih lanjut (advanced clarification), dan 5) Mengatur strategi dan taktik (strategies and tactics).22 Kelima indikator berpikir kritis tersebut diuraikan dalam tabel dibawah ini.

20

Ibid., h. 17.

21

Suryadi, op.cit., h. 17.

22


(31)

Tabel 2.1

Indikator Berpikir Kritis Keterampilan Berpikir Kritis Sub Keterampilan Berpikir Kritis Penjelasan 1. Memberikan penjelasan sederhana (elementary clarification) 1. Memfokuskan Pertanyaan

a. Mengidentifikasi atau merumuskan pertanyaan

b. Mengidentifikasi kriteria-kriteria untuk mempertimbangkan jawaban yang mungkin c. Menjaga kondisi pikiran 2. Menganalisis

Argumen

a. Mengidentifikasi kesimpulan b. Mengidentifikasi alasan (sebab)

yang dinyatakan (eksplisit) c. Mengidentifikasi alasan (sebab)

yang tidak dinyatakan (implisit) d. Mengidentifikasi

ketidakrelevanan dan kerelevanan e. Mencari persamaan dan

perbedaan

f. Mencari struktur suatu argumen g. Merangkum

3. Bertanya dan menjawab pertanyaan klarifikasi dan pertanyaan yang menantang a. Mengapa

b. Apa intinya, apa artinya

c. Apa contohnya, apa yang bukan contoh

d. Bagaimana menerapkannya dalam kasus tersebut e. Perbedaan apa yang

menyebabkannya

f. Akankah anda menyatakan lebih dari itu

2. Membangun keterampilan dasar (basic support) 1. Mempertimbang kan kredibilitas (kriteria) suatu sumber a. Ahli

b. Tidak adanya konflik internal c. Kesepakatan antar sumber d. Reputasi

e. Menggunakan prosedur yang ada f. Mengetahui resiko

g. Kemampuan memberi alasan h. Kebiasaan hati-hati

2. Mengobservasi dan

mempertimbang kan hasil

observasi

a. Ikut terlibat dalam menyimpulkan b. Dilaporkan oleh pengamat sendiri c. Mencatat hal-hal yang diinginkan d. Penguatan (colaboration) dan


(32)

e. Kondisi akses yang baik f. Penggunaan teknologi yang

kompeten

g. Kepuasan observer atas kredibilitas kriteria 3. Membuat

inferensi (infering)

1. Membuat deduksi dan mempertimbang kan hasil deduksi

a. Kelompok yang logis b. Kondisi yang logis c. Interpretasi pernyataan 2. Membuat induksi

dan

mempertimbang kan induksi

a. Membuat generalisasi b. Membuat Kesimpulan dan

hipotesis 3. Membuat dan

mempertimbang kan nilai

keputusan

a. Latar belakang fakta b. Konsekuensi

c. Penerapan prinsip-prinsip d. Memikirkan alternatif e. Menyeimbangkan dan

memutuskan 4. Membuat penjelasan lebih lanjut (advanced clarification) . 1. Mendefinisikan istilah dan mempertimbang Kan

a. Bentuk sinonim klasifikasi, rentang ekspresi yang sama, operasional, contoh dan non contoh

b. Tindakan, mengidentifikasi persamaan

2. Mengidentifikasi asumsi

a. Penalaran secara implisit b. Asumsi yang diperlukan

rekonstruksi argumen 5. Mengatur

strategi dan taktik (strategies and tactics).

1. Memutuskan suatu tindakan

a. Mendefinisikan masalah b. Menyeleksi kriteria untuk

membuat solusi

c. Merumuskan alternatif yang memungkinkan

d. Memutuskan hal-hal yang akan dilakukan secara tentatif e. Mereview

f. Memonitori implementasi 2. Berinteraksi

dengan orang lain


(33)

Adapun langkah-langkah dalam mengembangkan kemampuan berpikir kritis meliputi:23

1) Mengenali masalah

Pengenalan terhadap masalah merupakan langkah awal untuk menunjukkan berpikir kritis. Karena, seseorang yang berpikir kritis harus mengidentifikasi masalah yang dihadapi terlebih dahulu sebelum menarik kesimpulan.

2) Menemukan cara-cara yang dipakai untuk menangani masalah.

Setelah mengidentifikasi masalah, langkah selanjutnya adalah mencari cara bagaimana memecahkan masalah tersebut. Pengetahuan yang lebih luas dan usaha yang kreatif untuk mencarinya merupakan sesuatu yang penting untuk mendukung berpikir kritis.

3) Mengumpulkan dan menyusun informasi yang diperlukan untuk penyelesaian masalah.

Seperti pengetahuan yang luas yang diperlukan untuk penyelesaian masalah, demikian halnya informasi yang penting yang terkait dengan masalah perlu juga untuk dikumpulkan. Informasi yang cukup membuat kita mampu menilai sesuatu secara tepat dan akurat.

4) Mengenal asumsi-asumsi dan nilai yang tidak dinyatakan.

Ini berarti seseorang yang berpikir kritis perlu mengetahui maksud atau gagasan di balik sesuatu yang tidak dinyatakan dalam masalah. Dalam hal ini pemikir yang kritis dituntut untuk memiliki kemampuan analisis yang tajam.

5) Menggunakan bahasa yang tepat, jelas, dan khas dalam membicarakan suatu masalah.

Istilah yang digunakan dalam menanggapi masalah haruslah berkaitan dengan topik yang dibahas. Jangan menggunakan istilah yang tidak berkaitan dengan pembahasan. Penggunaan istilah demikian dapat menambah masalah baru.

6) Mengevaluasi data dan menilai fakta serta pernyataan-pernyataan.

23


(34)

7) Mencermati adanya hubungan logis antara masalah-masalah dengan jawaban-jawaban yang diberikan.

8) Menarik kesimpulan-kesimpulan terhadap suatu masalah.

Berdasarkan uraian diatas, indikator yang akan digunakan dalam penelitian ini disajikan dalam tabel berikut:

Tabel 2.2

Indikator Kemampuan Berpikir Kritis Matematis

No. Keterampilan Berpikir Kritis Penjelasan

1. Elementary clarification

(memberikan panjelasan sederhana)

 Memfokuskan pertanyaan. 2. Basic support (membangun

keterampilan dasar)

 Memberikan alasan. 3. Inference (menyimpulkan)  Membuat kesimpulan.

 Membuat alternatif atau

cara lain dalam

menyelesaikan masalah. 4. Strategies and tactics (startegi dan

taktik)

 Membuat langkah-langkah penyelesaian masalah.

Contoh soal berpikir kritis matematis.24

Diketahui R = {-2, -1, 0, 1, 2, 3} dan Q adalah himpunan bilangan rasional. Berikan dua fungsi dan rumus fungsinya yang berbeda, dari R ke Q kemudian gambarlah diagram cartesiusnya. Tunjukkan keserupaan dan perbedaan kedua fungsi tersebut ? Berikan penjelasan !

Penjelasan...

Berdasarkan contoh soal di atas, jawaban dan penyelesaian yang dimiliki para siswa memiliki kemungkinan yang beragam. Hal ini karena, fungsi yang diberikan berbeda-beda sehingga ketika menunjukkan keserupaan maupun perbedaannya sangat mungkin beragam. Keberagaman itu akan memacu siswa untuk menggali alasan dan pertimbangan mendalam yang dapat membantu membuat, mengevaluasi, mengambil, dan memperkuat suatu keputusan atau kesimpulan tentang situasi masalah matematis yang

24

Ibrahim, Pengembangan Bahan Ajar Matematika Sekolah Berbasis Masalah Terbuka

Untuk Memfasilitasi Pencapaian Kemampuan Berpikir Kritis dan Kreatif Matematis Siswa, 2011,


(35)

dihadapinya, serta sangat mungkin untuk memacu mencari jawaban dan penyelesaian yang berbeda namun tetap relevan.

2. Strategi Pemecahan Masalah a. Masalah Matematika

Masalah dapat dianggap sebagai pertanyaan atau situasi yang membingungkan, karena memang tidak mudah untuk mendefinisikannya tetapi jauh lebih mudah merasakannya. Masalah timbul apabila seseorang menginginkan sesuatu tetapi tidak segera mengetahui bagaimana cara memperolehnya. Dalam kehidupan sehari-hari kita sering dihadapkan kepada masalah-masalah yang menuntut kita untuk menyelesaikannya, sehingga akan terjadi tanggapan yang berbeda dalam menghadapi masalah tertentu. Dalam hal ini terjadi perbedaan sikap terhadap sesuatu kejadian atau kondisi tertentu. Misalnya, jika suatu masalah diberikan kepada seorang anak dan anak tersebut langsung mengetahui cara menyelesaikannya dengan benar, namun yang lainnya tidak maka soal tersebut tidak bisa dikatakan sebagai masalah bagi anak tersebut melainkan masalah bagi yang lainnya. Artinya, masalah merupakan hal yang sangat relatif yaitu sesuatu akan menjadi masalah bagi seseorang, tetapi mungkin bukan masalah bagi yang lain. Demikian pula suatu persoalan merupakan masalah bagi seseorang pada suatu saat, tetapi bukan masalah bagi orang tersebut pada saat berikutnya.

Masalah biasanya muncul pada saat yang tidak diharapkan atau muncul karena akibat kita melakukan suatu pekerjaan, atau merencanakan suatu kegiatan kita akan menemukan berbagai permasalahan yang muncul. Munculnya masalah tersebut dapat dikatakan sebagai masalah jika kita mau menerimanya sebagai tantangan untuk diselesaikan, tetapi jika kita tidak mau menerimanya sebagai tantangan berarti masalah tersebut bukan masalah yang terselesaikan. Menurut Sheffield dan Cruikshank masalah matematika yang baik adalah masalah matematika yang menarik bagi pemecah masalah untuk berusaha menyelesaikannya.25

25

Linda Jensen, dkk, Teaching and Learning Mathematics Pre-Kindergarten Through


(36)

Hayes dan Mayer mendefinisikan masalah adalah “kesenjangan antara keadaan sekarang dengan tujuan yang akan dicapai, sementara kita tidak mengetahui apa yang harus dikerjakan untuk mencapai tujuan tersebut.”26 Dengan demikian masalah matematis menurut Kurniawan adalah

“suatu persoalan matematis yang tidak dikenali secara langsung penyelesaiannya, namun terkadang dengan cara coba-coba dan bahkan tidak sampai pada tujuan yang diharapkan”.27 Webster mendefinisikan masalah sebagai berikut:28

Definition 1: “In Mathematic required to be done, or requiring the doing of

something.”

Definition 2: “A question... that is perplexing or difficult.”

Dari definisi pertama bahwa dapat dikatakan masalah matematika adalah segala sesuatu yang memerlukan pengerjaan atau dengan kata lain segala sesuatu yang memerlukan pemecahan. Sedangkan dari definisi kedua masalah merupakan pertanyaan yang membingungkan atau sulit.

Secara umum orang memahami masalah sebagai suatu kesenjangan antara kenyataan dan harapan. Dalam matematika istilah masalah terkait erat dengan suatu pendekatan pembelajaran yaitu pendekatan pemecahan masalah. Sumardiyono mengatakan bahwa pemecahan masalah adalah proses menerapkan pengetahuan yang telah diperoleh sebelumnya kedalam situasi baru yang belum dikenal.29 Dalam hal ini tidak semua soal dapat disebut masalah. Suatu soal dapat disebut masalah, jika suatu soal paling tidak memuat dua hal yaitu: soal tersebut menantang pikiran atau tidak secara langsung diketahui cara penyelesaiannya atau soal tidak dapat diselesaikan dengan menggunakan prosedur rutin yang sudah diketahui siswa (non rutin). Pada pembelajaran matematika, masalah dan pemecahannya berkaitan dengan

26

Rudy Kurniawan, “Pemahaman dan Pemecahan Masalah Matematika”, Algoritma,

Vol.7, 2012, h. 145.

27

Ibid.

28

Alan H. Schoenfeld, Learning to Think Matehematically: Problem Solving,

Metacognition and sense making in mathematics, 1992, h.10,

(http://jwilson.coe.uga.edu/EMAT7050/Schoenfeld_MathThinking.pdf).

29

Supinah dan Agus, Strategi Pembelajaran Matematika di SD, (Yogyakarta:


(37)

soal-soal matematika. Dalam pemecahan masalah suasana pembelajaran mendorong siswa untuk menemukan terlebih dahulu cara/strategi/hubungan sebelum menyelesaikan suatu masalah matematika.

Menurut Sumarmo proses pemecahan masalah matematik berbeda dengan proses menyelesaikan soal matematika.30 Perbedaan tersebut terkandung dalam istilah masalah dan soal. Menyelesaikan soal matematik belum tentu sama dengan memecahkan masalah matematik. Sebagai ilustrasi, tugas matematik: Tentukan akar-akar persamaan tergolong tugas rutin untuk siswa SMP maupun SMA sedangkan tugas

merupakan masalah untuk siswa kelas VII namun masih

merupakan tugas rutin untuk siswa SMA.

Berdasarkan uraian diatas, maka dapat disimpulkan masalah matematika adalah suatu persoalan non rutin dalam matematika yang membutuhkan penyelesaian dengan berbagai usaha yang dilakukan dalam menyelesaikannya. Jika suatu persoalan matematika langsung dapat dipecahkan dengan siswa, maka persoalan tersebut bukan merupakan masalah baginya, namun jika persoalan tersebut membutuhkan pemecahan dengan berbagai usaha yang dilakukan dalam menyelesaikannya, maka persoalan matematika tersebut merupakan masalah baginya.

b. Strategi Pemecahan Masalah

Pada awalnya istilah strategi digunakan dalam dunia militer yang diartikan sebagai cara penggunaan seluruh kekuatan militer untuk memenangkan peperangan.31 Selanjutnya, istilah strategi digunakan dalam berbagai bidang yang memiliki esensi yang relatif sama termasuk diadopsi dalam konteks pembelajaran yang dikenal dengan istilah strategi pembelajaran.32

Strategi pembelajaran yang dipilih guru selayaknya didasari dengan berbagai pertimbangan sesuai situasi, kondisi, dan lingkungan yang

30

Sumarmo, op.cit., h. 438.

31

Sanjaya., op.cit, h. 125.

32


(38)

dihadapinya. Menurut Dick dan Darey, “Strategi pembelajaran adalah suatu set materi dan prosedur pembelajaran yang digunakan secara bersama-sama

untuk menimbulkan hasil belajar pada siswa”.33

Hamzah mendefinisikan strategi pembelajaran secara terpirinci. Menurutnya, strategi pembelajaran merupakan suatu siasat dengan pola perencanaan yang berisi rangkaian kegiatan dan tindakan pembelajaran yang dipilih dan digunakan guru secara kontekstual sesuai dengan karakteristik siswa, sekolah, lingkungan, termasuk penggunaan metode dan pemanfaatan berbagai atau kekuatan dalam pembelajaran untuk mencapai tujuan pembelajaran yang dirumuskan.34

Suherman mendefinisikan strategi dalam kaitan dengan pembelajaran matematika. Menurutnya, “strategi dalam kaitannya dengan pembelajaran matematika adalah siasat atau kiat yang sengaja direncanakan oleh guru, berkenaan dengan segala persiapan pembelajaran agar pelaksanaan pembelajaran berjalan dengan lancar dan tujuannya yang berupa hasil belajar

bisa tercapai secara optimal.”35

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa strategi pembelajaran merupakan suatu siasat dengan pola perencanaan yang berisi rangkaian kegiatan pembelajaran atau prosedur pembelajaran yang dipilih dan digunakan oleh seorang pengajar untuk menyampaikan materi pelajaran agar tercapai tujuan pembelajaran yang dirumuskan.

Menurut Aisyah, “pemecahan masalah pada dasarnya adalah proses yang ditempuh oleh seseorang untuk menyelesaikan masalah yang dihadapinya sampai masalah itu tidak lagi menjadi masalah baginya”, sedangkan “strategi pemecahan masalah dapat diartikan sebagai suatu teknik penyelesaian soal-soal pemecahan masalah matematika yang bersifat

praktis.”36

Strategi ini memuat beberapa komponen yang merupakan prasyarat dalam menggunakannya. Dari beberapa komponen tersebut yang paling

33

Ibid., h. 141.

34 Ibid.

35

Suherman, op. cit., h. 6.

36

Nyimas Aisyah,dkk, Pembelajaran Matematika Sekolah Dasar, 2011, h.10-11,


(39)

esensial adalah komponen materi matematika itu sendiri. Oleh karena itu, untuk dapat memilih strategi yang paling tepat dalam penyelesaian soal-soal pemecahan masalah matematika, seseorang harus memiliki banyak pengalaman dalam memecahkan berbagai masalah. Pada umumnya, semakin banyak pengalaman seseorang maka akan ada kecendrungan lebih kreatif dalam menyelesaiakan masalah. Selain dibutuhkan pengalaman, pemahaman yang baik tentang materi yang dipelajari juga sangat diperlukan. Seseorang yang memilki pemahaman materi yang kurang memadai, akan mengalami kesulitan dalam menyelesaikan soal-soal pemecahan masalah matematika.

Sehubungan dengan pemecahan masalah matematika, George Polya menguraikan empat langkah tentang proses yang harus dilakukan dalam pemecahan masalah yaitu:37 1) Memahami masalah, 2) Merencanakan penyelesaian, 3) Melaksanakan rencana pemecahan masalah, 4) Memeriksa kembali hasil yang diperoleh. Yang dijelaskan sebagai berikut:

1) Memahami masalah yakni meliputi pendalaman situasi masalah, melakukan pemilahan fakta-fakta dan membuat formulasi pertanyaan masalah.

2) Merencanakan penyelesaian dibangun dengan mempertimbangkan struktur masalah dan pertanyaan yang harus di jawab.

3) Melaksanakan rencana pemecahan masalah yaitu untuk mencari solusi yang tepat rencana yang sudah dibuat dalam langkah 2 harus dilaksanakan dengan hati-hati. Untuk memulai estimasi solusi sangat perlu untuk dibuat. Jika muncul ketidakkonsistenan ketika malaksanakan rencana, proses harus ditelaah ulang untuk mencari sumber kesulitan masalah.

4) Memeriksa kembali proses dan hasil. Langkah ini menekankan pada bagaimana cara memeriksa kebenaran jawaban yang diperoleh. Selama langkah ini berlangsung solusi pemecahan masalah harus dipertimbangkan. Solusi harus cocok dengan masalah. Bagian penting dari langkah ini adalah melibatkan pencarian alternatif pemecahan masalah.

37

Sri Wardani, dkk, Pembelajaran Kemampuan Pemecahan Masalah di SMP,


(40)

Empat langkah pemecahan masalah menurut Polya tersebut merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Pada pelaksanaan keempat langkah tersebut tugas guru adalah membantu dan memfasilitasi siswa untuk dapat mengoptimalkan kemampuannya mencapai penyelesaian masalah secara logis, terstruktur, cermat dan tepat.

Berikut ini macam-macam strategi pemecahan masalah yang dipetik dan dimodifikasi dari Solving Mathematical Problems in The Elementary School dalam Holmes:

Ada dua masalah pertama masalah rutin, strategi yang sering dipakai adalah menulis kalimat matematika terbuka. Beberapa pemecah masalah menggunakan masalah yang lebih sederhana atau memanggil kembali masalah yang hampir sama sebelum menulis kalimat matematika terbuka untuk masalah rutin. Kedua masalah non rutin terdapat beberapa strategi, yaitu 1) Act It Out, 2) Menggambar diagram, 3) Menebak dan Mengecek, 4) Bekerja mundur atau kearah kebelakang, 5) Membuat daftar yang terorganisir, 6) Membuat tabel, 7) Menemukan Pola, 8) Menggunakan masalah yang lebih sederhana, 9) Memanggil kembali masalah yang hampir sama, 10) Menggunakan logika.38

Berikut penjelasan dari macam-macam strategi pemecahan masalah non rutin yang dikutip di atas:

1) Strategi Bermain Peran (Act It Out)

Strategi bermain peranatau act it out dapat melibatkan situasi masalah sebagai dasar permainan. Strategi ini berguna untuk siswa di kelas awal karena permainan mencerminkan kehidupan nyata dan membuat masalah lebih bermakna.39 Strategi ini dapat membantu siswa dalam proses visualisasi masalah yang tercakup dalam soal yang dihadapi.40

2) Strategi Menggambar Diagram

Strategi menggambar diagram melibatkan situasi masalah dengan membuat sketsa atau diagram. Ini adalah salah satu strategi yang penting dalam pemecahan masalah karena penggunaannya yang luas dalam masalah

38

Sri Wardani, dkk, Pembelajaran Kemampuan Pemecahan Masalah di SD, (Yogyakarta:

Kemendiknas, 2010), h. 54-55.

39

Ibid., h.57.

40


(41)

nonrutin. 41 strategi ini dapat membantu siswa untuk mengungkapkan informasi yang terkandung dalam masalah sehingga hubungan antar komponen dalam masalah tersebut dapat terlihat dengan lebih jelas.42

3) Strategi Menebak dan Mengecek atau Trial and Error

Strategi ini hampir selalu tepat untuk masalah yang melibatkan proses coba dan gagal (trial and error) dan masalah yang melibatkan alasan dalam penentuan jawabannya. Strategi ini membantu siswa untuk menyadari kenyataan bahwa tebakan yang bagus dalam matematika mendapat tempat dan tidak harus dihindari. Siswa akan belajar bahwa dalam beberapa masalah, tebakan yang bagus adalah cara untuk memulai membuat rencana pemecahan masalah karena tidak ada cara yang lain. Siswa akan menemukan bahwa strategi menebak dan mengecek berbeda dari perkiraan dalam memecahkan masalah. Perkiraan membantu untuk menilai solusi yang ditemukan dengan menggunakan strategi perkiraan.43

4) Strategi Bekerja Mundur atau ke Belakang

Suatu masalah kadang disajikan dalam suatu cara sehingga yang diketahui sebenarnya merupakan hasil dari proses tertentu, sedangkan komponen yang ditanyakan merupakan komponen yang seharusnya muncul lebih awal.44 Terkadang bilangan terakhir dari sebuah masalah sudah diketahui namun bilangan awalnya belum diketahui. Karena strategi yang dilakukan adalah membalik operasi untuk menemukan bilangan awalnya, siswa perlu memahami operasi balik untuk memecahkan masalah dengan

strategi “bekerja mundur”.45

5) Strategi Membuat Daftar Terorganisir

Sebuah daftar atau kelompok daftar dibuat untuk memelihara tebakan atau perhitungan yang dipesan dan memastikan semua kemungkinan perhitungan dilibatkan dan tidak ada data yang dimasukkan secara berulang.

41

Wardani, op. cit., h.58.

42

Suherman, op. cit.

43

Wardani, loc .cit., h. 61-62.

44

Suherman, loc. cit., h. 94.

45


(42)

Menghitung sering digunakan untuk menggambarkan hasil akhir. Daftar digunakan sebagai perbandingan atau pola penemuan untuk menentukan satu atau lebih jawabannya.46

6) Strategi Membuat Tabel

Mengorganisasi data ke dalam tabel dapat membantu kita dalam mengungkapakan suatu pola tertentu serta dalam mengidentifikasi informasi yang tidak lengkap. Penggunaan tabel merupakan langkah yang sangat efisien untuk melakukan klasifikasi serta menyusun sejumlah data sehingga apabila muncul pertanyaan baru berkenaan dengan data tersebut, sehingga jawaban jawaban pertanyaan tadi dapat diselesaikan dengan baik.47Tabel terdiri atas baris dan kolom yang menunjukkan hubungan variabel dalam sebuah masalah. Seringkali satu kolom atau baris berisi peristiwa yang natural seperti 1, 2, 3. Data yang dimasukkan dalam tabel seringkali menunjukkan urutan yang berulang, dan pemahaman terhadap pemasukan data dapat menjadi awal untuk memecahkan masalah.48

7) Strategi Menemukan Pola

Sebagai suatu strategi untuk pemecahan masalah pencarian pola yang pada awalnya hanya dilakukan secara pasif melalui petunjuk yang diberikan guru, pada suatu saat keterampilan itu akan terbentuk dengan sendirinya sehingga pada saat mengahadapi masalah tertentu, salah satu pertanyaan yang

mungkin muncul pada benak seseorang antara lain adalah:”Adakah pola atau

keteraturan tertentu yang mengaitkan tiap data yang diberikan?”. Tanpa melaui latihan, sangat sulit bagi seseorang untuk menyadari bahwa dalam permasalahan yang dihadapinya terdapat pola yang bisa diungkap.49

8) Strategi Menggunakan Masalah yang Lebih Sederhana

Masalah dengan bilangan yang besar atau pecahan seringkali terlihat sulit. Menyubstitusikan bilangan bulat yang kecil biasanya akan memudahkan pemecah masalah dengan struktur masalah. Pecahkan masalah dengan

46

Ibid., h. 66.

47

Suherman, op.cit., h. 93.

48

Wardani, loc.cit., h. 68.

49


(43)

bilangan yang disubstitusikan tersebut, dan kemudian kembalikan ke masalah aslinya. Cara tersebut merupakan sebuah strategi pemecahan masalah dan dapat membuat siswa lebih percaya diri dalam memecahkannya. Masalah-masalah rutin seringkali menjadi lebih sederhana dengan strategi ini.50

9) Strategi Memanggil Kembali Masalah yang Hampir Sama

Kebanyakan masalah memiliki struktur yang sama dan dipecahkan melalui cara yang sama. Seringkali bahasa masalah cukup untuk mengingatkan kembali pemecahan suatu masalah dengan masalah sebelumnya yang mirip.51

10) Strategi Menggunakan Logika

Masalah logika membutuhkan pengandaian “jika…, maka”. Strategi ini untuk menentukan apa yang diketahui dan memantapkan relasi atau hubungan lain. Penggunaan matriks solusi dapat membantu pemecah masalah untuk menjaga keputusannya dalam memecahkan masalah logika yang melibatkan kemungkinan-kemungkinan dengan penalaran. Masalah logika yang berupa aturan seringkali membutuhkan diagram.52

Berdasarkan Uraian di atas, strategi pemecahan masalah yang akan di gunakan dalam penelitian ini adalah strategi pemecahan masalah yang yang dipetik dan dimodifikasi dari Solving Mathematical Problems in The Elementary School yaitu strategi pemecahan masalah make an organized list.

c. Strategi Pemecahan Masalah Make An Organized List

Daftar terorganisir adalah strategi pemecahan masalah yang memungkinkan siswa untuk mengatur data dan visual mempertimbangkan pilihan mereka ketika menjawab masalah. Menurut Muckerheide dalam upaya untuk menghasilkan daftar yang terorganisir siswa akan menghadapi pola yang sering dan berulang.53 Dengan menggunakan strategi daftar teroganisir dapat membantu otak mengatur dan memproses informasi untuk

50

Wardani, op. cit., h. 72.

51

Ibid., h. 74.

52

Ibid., h. 76.

53

Bureau of Exceptional Education and Student Services, Classroom Cognitive and


(44)

diingat kembali di masa yang akan datang dan dengan daftar yang terorganisasi siswa dapat memisahkan informasi ke dalam pengelompokkan yang dapat membantu siswa dalam memahami dan memproses informasi masalah.54

Sri Wardani, dkk mengatakan strategi membuat daftar terorganisir digunakan jika kita dihadapkan dengan data dan informasi yang sangat banyak, daftar terorganisasi membantu kita untuk menghitung seluruh kemungkinan dan menghindari pengulangan.55

Sheffield dan Cruickshank mengatakan bahwa make an organized list

merupakan strategi yang digunakan untuk menjelaskan semua kemungkinan dalam suatu masalah. Daftar dikembangkan secara sistematis untuk mengurangi kemungkinan item yang hilang.56

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa strategi pemecahan masalah make an organized list merupakan strategi pemecahan masalah yang menggunakan daftar terorganisir yaitu daftar yang dibuat untuk membantu memastikan semua kemungkinan dalam langkah-langkah penyelesaian dan menghindari data yang dimasukkan secara berulang. Daftar digunakan untuk memudahkan jika terdapat satu atau lebih jawaban.

Langkah-langkah strategi make an organized list menurut Muckerheide adalah sebagai berikut:57 1) Membaca masalah (Read the Problem), 2) Menulis ulang pertanyaan dengan kata-kata siswa sendiri

(Restate the question in your own word), 3) Menentukan informasi penting

(Determine important information), 4) Membuat daftar terorganisir (Create an Organized list), 5) Mengimplementasikan solusi (Implement a solution). Dengan penjelasan sebagai berikut:

54

Diane Ronis, Pengajaran Matematika Sesuai Cara Kerja Otak, (Jakarta: Indeks, 2009),

h. 134.

55

Sri Wardani, dkk, Pembelajaran Kemampuan Pemecahan Masalah di SMP,

(Yogyakarta: Kemendiknas, 2010), h.54.

56

Jensen, op. cit., h.85.

57

Bureau of Exceptional Education and Student Services, Classroom Cognitive and


(45)

1) Membaca Masalah

Pada langkah ini guru dan siswa harus dapat menentukan apa yang diketahui dari masalah.

2) Menulis Ulang Pertanyaan

Pada langkah ini siswa harus dapat menulis pertanyaan dengan kata-kata sendiri agar dapat mudah dipahami.

3) Menentukan Informasi Penting

Pada langkah ini siswa harus dapat mengetahui konsep atau rumus atau sifat apa yang digunakan dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi. 4) Membuat daftar terorganisir

Pada langkah ini siswa harus dapat menulis langkah-langkah untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi

5) Mengimplementasikan solusi

Pada langkah ini siswa harus dapat menyelesaikan masalah yang dihadapi sesuai dengan langkah-langkah yang ditulis.

Dalam membelajarkan strategi make an organized list adalah sebagai berikut :58

1) Gunakan soal yang memiliki beberapa jawaban. Berikan pengalaman kepada siswa untuk mendaftar kombinasi yang telah mereka coba dalam memperoleh jawaban.

2) Secara kelompok atau individual siswa dapat bekerja pada masalah tersebut dan melaporkan jawaban masing-masing. Siswa diingatkan bahwa pendaftaran adalah jalan terbaik untuk memecahkan masalah dengan tipe seperti itu. Buat para siswa mengerjakan beberapa soal lagi dengan strategi serupa.

Berdasarkan uraian diatas, maka langkah-langkah strategi pemecahan masalah make an organized list yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

58


(46)

Tabel 2.3

Langkah Strategi Pemecahan Masalah Make an Organized List

No. Langkah strategi make an organized list

Penjelasan

1. Membaca Masalah Siswa bersama kelompok menganalisis masalah dan menentukan apa yang diketahui dari masalah.

2. Menulis Ulang

Pertanyaan

Siswa bersama kelompok menulis ulang pertanyaan dengan kata-kata sendiri. 3. Menentukan Informasi

Penting

Siswa bersama kelompok menentukan dan menuliskan konsep atau rumus atau sifat apa yang digunakan dalam menyelesaikan masalah yang diberikan.

4. Membuat daftar

terorganisir

Siswa bersama kelompok menulis langkah-langkah untuk menyelesaikan masalah yang diberikan. langkah ditulis bertujuan untuk menghindari adanya pengulangan dan membantu untuk memudahkan jika terdapat lebih dari satu jawaban.

5. Mengimplementasikan solusi

Siswa bersama kelompok menyelesaikan masalah yang diberikan sesuai dengan langkah-langkah yang ditulis.

3. Strategi Pembelajaran Konvensional

Strategi pembelajaran konvensional yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah strategi pembelajaran ekspositori. Strategi pembelajaran ekspositori merupakan strategi pembelajaran yang menekankan pada proses penyampaian materi secara lisan dari seorang guru kepada sekelompok siswa dengan maksud agar siswa dapat menguasai materi pelajaran secara optimal.59 Dalam strategi ini, materi pelajaran disampaikan langsung oleh guru. Siswa tidak dituntut untuk menemukan materi tersebut. Materi pelajaran seakan-akan sudah jadi. Karena strategi ini lebih menekankan pada proses bertutur.

Strategi pembelajaran ekspositori merupakan bentuk dari pendekatan pembelajaran yang berorientasi kepada guru (teacher centeredapproach) dan fokus utama strategi ini adalah kemampuan akademik (academic

59


(47)

achievement) siswa. 60 Dikatakan demikian, sebab dalam strategi ini guru memegang peran yang sangat dominan. Melalui strategi ini guru menyampaikan materi pembelajaran secara terstruktur dengan harapan materi pelajaran yang disampaikan itu dapat dikuasai siswa dengan baik.

Strategi ekspositori sama dengan mengajar yang biasa (tradisional) yang sering dipakai pada pengajaran matematika. Pembelajaran seperti ini lebih mengutamakan hafalan daripada pengertian, menekankan pada keterampilan berhitung, mengutamakan hasil daripada proses. Dalam kaitannya dengan pembelajaran matematika, strategi ini hanya menekankan pada siswa untuk menghafal rumus-rumus tanpa mengetahui darimana rumus-rumus tersebut diperoleh. Hal ini berakibat pada penguasaan siswa terhadap konsep matematika cenderung bersumber dari hafalan bukan pemahaman.

Ada beberapa langkah dalam penerapan strategi pembelajaran ekspositori, yaitu :61

1) Persiapan (preparation) 2) Penyajian (presentation) 3) Menghubungkan (corellation) 4) Menyimpulkan (generalization) 5) Penerapan (aplication)

Kelemahan strategi pembelajaran ekspositori adalah sebagai berikut:62 1) Strategi ini hanya mungkin dapat dilakukan tehadap siswa yang memilki

kemampuan mendengar dan menyimak secara baik. Untuk siswa tidak memilki kemampuan seperti itu perlu digunakan strategi yang lain.

2) Strategi ini tidak mungkin dapat melayani perbedaan setiap individu baik perbedaan kemampuan, pengretahuan,minat, bakat, serta gaya belajar. 3) Strategi ini lebih banyak diberikan melalui ceramah sehingga sulit

mengembangkan kemampuan siswa dalam hal kemampuan sosialisasi, hubungan interpersonal, serta kemampuan berpikir kritis.

60

Ibid.

61

Ibid., h.185.

62


(48)

4) Keberhasilan sangat tergantung pada apa yang dimilki guru, seperti persiapan, pengetahuan, rasa percaya diri, semangat, antusiasme, motivasi, dan berbagai kemampuan seperti kemampuan bertutur (berkomunikasi), dan kemampuan mengelola kelas. Tanpa itu sudah dapat dipastikan tidak mungkin berhasil.

5) Gaya komunikasi strategi pembelajaran lebih banyak terjadi satu arah (one-way communication) sehingga kesempatan untuk mengontrol pemahaman siswa akan materi pembelajaran akan sangat terbatas pula. Di samping itu, komunikasi satu arah bisa mengakibatkan pengetahuan yang dimiliki siswa akan terbatas pada apa yang diberikan guru.

B. Hasil Penelitian yang Relevan

Penelitian yang akan dilakukan didukung oleh hasil penelitian sebelumnya, diantaranya adalah :

1. Fitri Dwi anggriani, 2012, “Pengaruh Pendekatan Pemecahan Masalah

Terhadap Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Siswa”

Hasil pnelitian ini menunjukkan kemampuan berpikir kritis matematis siswa pada kelas eksperimen lebih tinggi daripada kelas kontrol diperoleh dari rata-rata nilai kemampuan berpikir kritis matematis, sehingga pendekatan pemecahan masalah berpengaruh terhadap kemampuan berpikir kritis matematis siswa.

2. Muhamad Faozan Afandi, 2013, “Pengaruh Strategi Pemecahan

Masalah Make an Organized List Terhadap Kemampuan Penalaran Matematika Aspek Merumuskan Lawan Contoh Siswa Kelas VII”

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kemampuan penalaran matematika siswa aspek merumuskan lawan contoh yang diajarkan dengan menggunakan strategi pemecahan masalah make an oragnized list lebih tinggi daripada yang diajarkan dengan menggunakan strategi konvensional.

C. Kerangka Berpikir

Berpikir kritis matematis adalah suatu proses berpikir dalam usaha untuk memperoleh pengetahuan matematika atau informasi matematika


(49)

dengan melakukan pertimbangan-pertimbangan yang berfokus pada pengambilan keputusan yang diyakini. Kemampuan yang diukur dalam berpikir kritis adalah Elementary clarification (memberikan panjelasan sederhana) yaitu memfokuskan pertanyaan, Basic support (membangun keterampilan dasar) yaitu memberikan alasan, Inference (menyimpulkan) membuat kesimpulan dan membuat alternatif atau cara lain dalam menyelesaikan masalah, dan Strategies and tactics (startegi dan taktik) yaitu membuat langkah-langkah penyelesaian masalah. Untuk mengembangkan kemampuan-kemampuan tersebut dibutuhkan sebuah strategi pembelajaran yang dapat memberikan akses kepada siswa untuk memecahkan permasalahan-permasalahan matematika, sehingga siswa dituntut untuk mengembangkan pemikirannya dalam memecahkan permasalahan-permasalahan tersebut yaitu dengan menggunakan strategi pemecahan masalah make an organized list.

Strategi pemecahan masalah make an organized list merupakan strategi pemecahan masalah dengan menggunakan daftar terorganisir, yaitu daftar yang dibuat untuk membantu memastikan semua kemungkinan dalam langkah-langkah penyelesaian dan menghindari data yang dimasukkan secara berulang. Daftar digunakan untuk perbandingan atau pola penemuan untuk menentukan satu atau lebih jawaban. Strategi ini lebih menekankan pada peran guru sebagai fasilitator yang berfungsi sebagai jembatan penghubung kearah pemahaman yang lebih tinggi. Guru tidak hanya memberikan pengetahuan kepada siswa, tetapi juga membangun pengetahuan dalam pikirannya dengan memecahkan permasalahan-permasalahan, sehingga strategi ini berpotensi melatih dan mengembangkan kemampuan berpikir kritis. Langkah-langkah strategi make an organized list meliputi membaca masalah, menulis ulang pertanyaan, menentukan informasi penting, membuat daftar terorganisir, dan mengimplementasikan solusi. Dengan demikian, diduga strategi pemecahan masalah make an organized list dapat berpengaruh dalam kemampuan berpikir kritis matematis siswa. Untuk lebih jelasnya kerangka berpikir ini disajikan dalam bagan berikut.


(50)

Strategi Pemecahan Masalah Make An Organized list63

Gambar 2.1

Kerangka Berpikir dalam Penelitian D. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan kerangka teoritik yang telah diuraikan maka peneliti mengajukan hipotesis penelitian sebagai berikut : kemampuan berpikir kritis matematis siswa yang diajarkan dengan menggunakan strategi pemecahan masalah make an organized list lebih tinggi daripada kemampuan berpikir kritis matematis siswa dengan strategi pembelajaran ekspositori.

63

Bureau, op. cit., h. 34.

Pembelajaran Matematika

Membaca Masalah

Menulis Ulang Pertanyaan

Menentukan Informasi

Penting

Membuat Daftar Terorganisir

Mengimple mentasikan

Solusi


(51)

METODOLOGI PENELITIAN

A.Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di MTs Daarul Hikmah yang beralamat di Jalan Surya Kencana No.24 Pamulang Barat, sedangkan waktu penelitian ini pada semester ganjil tahun ajaran 2014/2015 yaitu pada bulan September sampai dengan Oktober 2014.

B.Metode dan Desain Penelitian

Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian kuasi eksperimen. Metode ini mempunyai kelompok kontrol, tetapi tidak dapat berfungsi sepenuhnya untuk mengontrol variabel-variabel luar yang mempengaruhi pelaksanaan eksperimen.1 Desain penelitian yang digunakan adalah Two Group Post Test Only Design.2 Desain penelitian ini terdiri atas dua kelompok yang keduanya ditentukan secara acak. Kelompok pertama adalah kelompok eksperimen dan kelompok kedua adalah kelompok kontrol. Siswa pada kelompok eksperimen diajarkan dengan menggunakan strategi pemecahan masalah make an organized list sedangkan siswa pada kelompok kontrol diajarkan dengan menggunakan strategi pembelajaran konvensional yaitu strategi pembelajaran ekspositori. Desain penelitian tersebut dinyatakan pada tabel di bawah ini:3

Tabel 3.1

Rancangan Desain Penelitian

Kelompok Pengambilan Perlakuan Postes

Eksperimen A X O

Kontrol A O

1

Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R & D, (Bandung: Alfabeta, 2010), Cet. XI, h. 114.

2

Bambang Prasetyo dan Lina, Metode Penelitian Kuantitatif, (PT Raja Grafindo Persada:

Jakarta, 2011), Cet.VI, h.162.

3 Ibid.


(1)

194


(2)

(3)

(4)

(5)

(6)