Sumber Emisi Sektor Transportasi

Dokumen Rencana Aksi Daerah Gas Rumah Kaca RAD-GRK Sumatera Selatan 78 sangat dipengaruhi oleh massa jenis kayu yang diasumsikan sebesar 1 tonm 3 dengan factor emisi untuk kayu bakar 1.75. Tabel II.32. Asumsi Jumlah Pemakain Kayu Bakar dan Emisi CO2 yang dihasilkan Penduduk pemakai kayubakar Jumlah kayu m3tahun Jumlah kayu tontahun Emisi CO2 Ggtahun Emisi CO2 tontahun 3,215,094 3,858,112.80 3,858,112.80 6,751.70 6,751,697.40 3,259,396 3,911,274.60 3,911,274.60 6,844.73 6,844,730.55 3,314,208 3,977,049.60 3,977,049.60 6,959.84 6,959,836.80 3,377,950 4,053,540.00 4,053,540.00 7,093.70 7,093,695.00 3,449,946 4,139,935.20 4,139,935.20 7,244.89 7,244,886.60 3,509,982 4,211,978.40 4,211,978.40 7,370.96 7,370,962.20 3,560,895 4,273,074.00 4,273,074.00 7,477.88 7,477,879.50 3,611,318 4,333,581.00 4,333,581.00 7,583.77 7,583,766.75 3,725,197 4,470,236.40 4,470,236.40 7,822.91 7,822,913.70

2.3.4. Sumber Emisi Sektor Transportasi

Kendaraan bermotor adalah salah satu sumber pencemaran udara yang sangat berpengaruh di daerah perkotaan, selain industri dan rumah tangga. Kondisi emisi kendaraan bermotor dipengaruhi oleh kandungan bahan bakar dan kondisi pembakaran dalam mesin. Pada saat terjadi pembakaran sempurna, emisi paling signifikan yang dihasilkan dari kendaraan bermotor berdasarkan massa adalah gas cabon dioksida dan uap air, namun kondisi ini jarang terjadi. Hampir semua bahan bakar mengandung polutan. Polutan yang dihasilkan kendaraan bermotor yang menggunakan BBM antara lain CO, HC, SO 2 , NO 2 dan partikulat. Kumpulan pencemaran udara tadi akan menyebabkan terjadinya Green House Gases. Sektor transportasi yang berkontribusi terhadap emisi gas rumah kaca secara global, yaitu: a. Subsektor PelayaranMaritim: • Berkontribusi hingga 3,3 dari total emisi gas kaca di tahun 2007 • Diperkirakan akan meningkat sebanyak dua atau tiga kali lipat di tahun 2050 • Konsumsi 1 ton BBM memproduksi 3 ton emisi CO2 Dokumen Rencana Aksi Daerah Gas Rumah Kaca RAD-GRK Sumatera Selatan 79 • Di tahun 2006, total ~2 milyar ton CO2 dihasilkan dari total konsumsi BBM sebanyak ~640 juta ton b. Subsektor Penerbangan: • Berkontribusi hingga 3 dari emisi CO2 dunia UN Intergovernmental Panel on Climate Change • Konsumsi 1 ton kerosin akan memproduksi 3,15 ton emisi CO2 • Di tahun 2025, emisi CO2 dari indsutri penerbangan global akan meningkat hingga 50 – 70 atau mencapai 1,2 dan 1,5 milyar ton. • Potensi pertukaran karbon di seluruh dunia diperkirakan dapat melebihi 660 juta metriks ton CO2 per tahun c. Subsektor Angkutan DaratJalan: • Berkontribusi hingga 15 dari emisi CO2 dunia • Konsumsi 1000 galon bensin BBM memproduksi 8,9 ton emisi CO2 US EPA Pola kebijakan yang diambil dalam mengatur setiap moda transportasi akan sangat mempengaruhi biaya transportasi yang berbentuk kebutuhan atau permintaan energi untuk transportasi. Pada akhirnya juga akan berpengaruh pada pemilihan penggunaan jenis transportasi. Penggunaan Energi Transportasi menurut moda, 2004 dan 2025 dapat dilihat pada tabel berikut. Hubungan antara konsumsi energi transportasi menurut moda pada tahun 2004 diproyeksikan dan diperoleh proyeksinya sampai tahun 2025. Pada tahun 2004, moda jalan raya mendominasi pemakaian energi, yaitu mencapai 69,72 dari total konsumsi untuk sektor transportasi. Penggunaan energi untuk moda jalan raya dari yang terbesar sampai terkecil adalah angkutan truk 27,83, angkutan mobil penumpang 27,58, sepeda motor 12,88, dan bus 1,43. Pada tahun 2025, konsumsi energi untuk moda ini diperkirakan mengalami kenaikan hingga 77,63, dengan distribusi untuk angkutan truk 32,01, angkutan mobil penumpang 20,37, sepeda motor 24,17, dan bus 1,08. Dokumen Rencana Aksi Daerah Gas Rumah Kaca RAD-GRK Sumatera Selatan 80 Tabel II.33. Penggunaan Energi Transportasi menurut moda, tahun 2004 dan 2025 Jenis Transportasi 2004 2025 Total Persentasi Konsumsi Juta SBM Total Persentasi Konsumsi Juta SBM Mobil Penumpang 69,72 27,58 0.9297 77,63 20,37 2.4727 Sepeda Motor 12,88 0.4344 24,17 2.9335 Bus 1,43 0.0483 1,08 0.1284 Truk 27,83 0.9379 32,01 3.8843 Kereta Api 7,58 0.2556 5,60 0.6799 ASDP 7,02 0.2368 5,19 0.6299 Angkutan Laut 13,59 0.4582 10,04 1.2186 Angkutan Udara 2,09 0.0705 1,55 0.1876 Jumlah 100 3.3716 100 12.135 Sumber: Analisis Energi Transportasi, Masterplan Sumsel Lumbung Energi Nasional, 2005 Pertumbuhan penggunaan energi dapat dipengaruhi oleh kebijakan terhadap pemilihan moda, terutama moda angkutan jalan raya. Dalam konteks ini, pemakaian energi untuk transportasi jalan akan mengalami perubahan jika ada kebijakan yang mewajibkan angkutan berat petikemas harus menggunakan angkutan kereta api. Melihat, uraian tentang pemetaan energi pada uraian diatas, harapan pada batubara yang akan dikembangkan untuk briket dan bahan bakar transportasi setelah diubah menjadi energi listrik. Pada tabel di atas, dapat dilihat bahwa penggunaan energi batu bara untuk transportasi masih menunjukkan angka nol, demikian juga halnya dengan penggunaan gas alam dan biomassa. Bila dikembangkan, maka akan ada energi alternative untuk transportasi. Proyeksi penggunaan energi tahun 2025 ini, dengan mengasumsikan bahwa tidak ada sentuhan pada kebijakan terhadap pemilihan moda maka tren pertumbuhan penggunaan energi untuk moda angkutan jalan raya akan terus naik 7,91 Untuk itu harus ada kebijakan yang lahir dalam memperbaiki proporsi pemilihan moda. Perubahan kebijakan seperti mewajibkan angkutan berat dan angkutan petikemas diangkut dengan angkutan kereta api akan mempengaruhi perubahan angka penggunaan energi untuk transportasi jalan. Merujuk kepada dominasi penggunaan Energi Transportasi Sumsel sampai tahun 2025 sejumlah 77,63 persen, maka masih wajar kiranya untuk perhitungan RAD GRK Transportasi Sumsel dibatasi pada Transportasi Jalan Raya. Dokumen Rencana Aksi Daerah Gas Rumah Kaca RAD-GRK Sumatera Selatan 81 Permasalahan Transportasi saat ini, yang pada akhirnya menyumbang kepada meningkatnya emisi CO2 di Sumatera Selatan adalah: • Truk modifiksi yang berlebihan dari komposisi LHR • Pertumbuhan Jumlah Kendaraan • Tidak Terintegrasi Sistem Transportasi • Tidak tumbuhnya angkutan moda lain spt KA dan Sungai • Tata Ruang • Kemacetan Lalu Lintas • Perilaku Pengemudi • Kebijakan BBM Oleh sebab itu perhitungan Emisi CO 2 diharapkan menggunakan karakteristik local dan mencerminkan pembedaan akibat karakteristik masalah diatas, yaitu menggunakan Tier 3. Penggunaan Bahan Bakar Fosil Dalam kajian ini dilakukan ketiga Tier tersebut. a. Penghitungan Tier 1 dilakukan dengan Metode IPCC b. Penghitungan Tier 2 dilakukan dengan Metode IPCC, namun menggunakan data jumlah kendaraan menurut modanya yang dikeluarkan statistic daerah BPS Sumatera Selatan dan Kementrian Perhubungan c. Penghitungan Tier 3 dilakukan dengan menggunakan metode Analisis Dekomposisi Kaya

1. TIER 1

Penghitungan Tier 1 dilakukan tanpa koreksi atau tanpa memasukkan fakta karakteristik local jumlah kendaraan terdaftar pertahun. Jumlah konsumsi energy Transportasi diperhitungkan berdasarkan Jumlah Penjualan BBM yang ada pada data Statistik, yaitu sebanyak 1,068,733 kilo liter pada tahun 2009. Gambar 2.33 Hasil Perhitungan Emisi CO2 menggunakan Tier 1 Tahun 2010 Dokumen Rencana Aksi Daerah Gas Rumah Kaca RAD-GRK Sumatera Selatan 82 2. TIER 2 Penghitungan Tier 2 dilakukan dengan memasukkan fakta karakteristik local jumlah kendaraan terdaftar pertahun. Tidak menggunakan data Asal Tujuan dan Matriks Pembebanan lalu lintas, karena pada data tersebut agak sulit mendapatkan gambaran komposisi lalu lintas secara actual di lapangan. Data Volume BBM dipecah menurut yang digunakan oleh setiap jenis kendaraan. Pertama kali dilakukan tabulasi jumlah kendaraan berdasarkan data sekunder sebagai berikut: Tabel II.34. Jumlah Kendaraan Terdaftar Tahun Mobil Penumpang Bus Truk Motor Jumlah 2 3 4 5 6 7 2007 301,955 63,891 99,861 850,639 1,316,346 2008 346,968 65,611 100,033 1,757,324 2,269,936 2009 365,540 69,407 100,722 2,013,404 2,549,073 2010 383,175 72,077 107,245 2,676,318 3,238,815 prediksi Sumber : BPS, Sumatera Selatan Dalam Angka 2011 Selanjutnya, jumlah pemakaian BBM dapat dilihat dari kilometer perjalanan kendaraan dibagi dengan jumlah liter BBM perkilometer. Jumlah rata rata perjalanan kendaraan truk batu bara dan kelapa sawit diperoleh dari data survey Ardhi 2010 pada Tugas Akhir Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Sriwijaya Studi dan dipergunakan juga untuk Tatrawil Sumatera Selatan Dishub Sumsel, 2011, rata rata 274 km pulang pergi dalam wilayah. Karena pada saat survey wawancara angkutan umum dan barang luar kota, mayoritas trip angkutan umum adalah perjalanan luar kota sebagaimana yang dilakukan oleh Truk rural, maka diasumsikan juga perjalanan bus 274 km. Sedangkan mobil penumpang diasumsikan 2 kali perjalanan rata rata dalam kota kota di Sumatera selatan yang 7,49 km menjadi 15 km perhari, Study Master Plan Transportasi, Bappeda, 2006. Sedangkan motor rata rata melakukan perjalanan 5km. Angkutan pribadi rata rata 8,162 km perjalanan perhari untuk dalam kota Palembang Buchari E., 2011. Untuk cakupan wilayah Sumsel, perjalanan rata rata perhari mengikuti asumsi diatas, yaitu 15km perhari dengan asumsi minimal 2 perjalanan perhari dilakukan oleh perorangan. Kemudian diperoleh jumlah BBM yang dipakai oleh kendaraan sebagai berikut: Dokumen Rencana Aksi Daerah Gas Rumah Kaca RAD-GRK Sumatera Selatan 83 Tabel II.35. Pemakaian Jumlah BBM Tiap Kendaraan Pemakaian BBM Mobil Penumpang Bus Truk Motor Jumlah Tahun 2010 lt 736,875.00 3,590,745.09 6,530,028.89 1,244,799.07 12,102,448.05 Tahun 2010 kl 736.88 3,590.75 6,530.03 1,244.80 12,102.45 300hari operasi pertahun x300 221,062.50 1,077,223.53 1,959,008.67 373,439.72 3,630,734.41 Persentasi 6,08 29,67 53,96 10,29 100 Sumber: Analisis Data Jumlah penggunaan BBM menurut moda jauh lebih besar dari total penjualan karena beberapa Asumsi yang terlalu di generalisir, yaitu: 1 Kemungkinan tidak semua kendaraan yang terdaftar di Sumsel digunakan di provinsi ini. 2 Tidak semua kendaraan beroperasi penuh selama 300 hari setahun 3 Kemungkinan ada kendaraan yang tidak beroperasi, atau disimpan saja di rumah, terutama untuk yang mempunyai banyak kendaraan. Karena Jumlah penggunaan BBM berdasarkan statistic hasil penjualan adalah 1.068.733 kilo liter pada tahun 2009. Maka di proyeksikan data tersebut untuk tahun 2010 menjadi 1.106.480 kilo liter. Penggunaan BBM per moda kendaraan terdaftar menurut table 3.2 diambil persentasi proporsinya saja, kemudian dikalikan dengan Total Penjualan BBM untuk Transportasi menurut statistic Dinas Pertambangan, ESDM Sumsel, yang tanpa membedakan jenis Solar atau premium. Cara membedakan kendaraan mana yang menggunakan Solar dan mana yang menggunakan premium, dilakukan dengan melihat fakta dilapangan bahwa 100 motor menggunakan premium, 100 bus dan truk menggunakan Solar. Sedangkan kendaraan Mobil ada yang menggunakan Solar dan ada juga yang menggunakan premium. Untuk mengetahui berapa proporsi masing masing penggunaan solar dan premium mobil dari data penjualan BBM tidak dapat diperoleh dari data ESDM tersebut. Oleh sebab itu digunakan data Statistik produksi perjenis BBM, Solar dan Premium yang diproyeksikan untuk tahun 2010. Dokumen Rencana Aksi Daerah Gas Rumah Kaca RAD-GRK Sumatera Selatan 84 Gambar 2.34 Prediksi Penggunaan Solar untuk mobil penumpang tahun 2010 Gambar 2.35 Proyeksi Penggunaan Premium untuk mobil penumpang tahun 2010 Dari kedua proyeksi penggunaan Premium dan Solar pada kendaraan diperoleh jumlah pemakaian solar dan premium, yang diambil presentasenya saja untuk, yaitu 49 menggunakan premium, dan 51 menggunakan solar. Prosentase ini dikalikan dengan penggunaan BBM pada modil sehingga diperoleh jumlah pemakaian Solar untuk mobil dan Premium untuk mobil. Karena penggunaan Petramax masih sangat rendah pada tahun 2010 sehingga prosentasinya diabaikan pada perhitungan ini. Oleh sebab itu dipakai asumsi pendekatan prosentasi komposisi kendaraan untuk membagi penggunaan BBM tersebut, sebagai berikut: Dokumen Rencana Aksi Daerah Gas Rumah Kaca RAD-GRK Sumatera Selatan 85 Tabel II.36. Jumlah Pemakaian BBM Menurut Jenis Bahan Bakar Kendaraan Premium Premium Solar kl Solar kl Mbl penumpang car 49 32964,25 51 34309.73 Bus 100 328292.616 Truk 100 597056.608 Motor 100 113856.792 Sumber: Analisis data, 2012 Dokumen Rencana Aksi Daerah Gas Rumah Kaca RAD-GRK Sumatera Selatan 86 Tabel II.37. Jumlah Pemakaian BBM dan EMisi Baseline Menurut Jenis Kendaraan Tahun Solar KL Premium KL FE Solar FE Premium Emisi Solar ton Emisi Premium ton Mobil Bus Truk Mobil Sepeda Motor Mobil Bus Truk Mobil Sepeda Motor 2007 16030 153508 284266 15402 56476 3.283 3.070 52,621.93 503,911.02 933,138.68 47,283.29 173,378.20 2008 17554 168097 311281 16866 61843 57,622.93 551,800.98 1,021,820.96 51,776.93 189,854.60 2009 32590 312089 577924 31312 114818 106,982.53 1,024,471.71 1,897,109.10 96,128.86 352,484.92 2010 23549 225504 417587 22625 82963 77,301.73 740,246.39 1,370,782.75 69,459.26 254,691.83 Gambar 2.36 Emisi Baseline Historikal Transportasi Provinsi Sumatera Selatan Dokumen Rencana Aksi Daerah Gas Rumah Kaca RAD-GRK Sumatera Selatan 87 Perhitungan dengan Tier 1 dan Tier 2 menghasilkan sangat besar jumlah penggunaan BBM Transportasi, yang berakibat pada besarnya Emisi CO2 akibat Transportasi. Sekarang, menjadi pertanyaan besar adalah apakah semuanya penjualan BBM dari Pertamina yang menjadi data dasar perhitungan ini benar benar digunakan untuk di Sumatera Selatan? Data Penggunaan BBM tahun 2012 pada uraian diatas disajikan pada table berikut untuk keperluan analisis dan justifikasi penggunaan BBM yang sebenarnya. Tabel II.38. Penggunaan BBM tahun 2012 Jenis Kendaraan Solar kl Premium kl PencurianPengiriman BBM Sumsel ke daerah lain Jambi, Bengkulu, Bangka Mobil Solar 21185 Palembang Kota lainnya Perkiraan Total Mobil Premium 22050 Bus 211152 Truk 391010 Motor 77683 Total 623347 99733 94 90 kltahun Belum terdata 229950 =31,80 Sumber : Analisis Data Hitungan berdasarkan asumsi bahwa ada lima kota yang melakukan penyimpangan distribusi penjualan BBM. Walaupun sesungguhnya hamper setiap KabupatenKota melakukan hal yang sama. Kutipan Berita: 1 Kasus di Jakarta Utara, 30 Maret 2012 Casyono 41, warga Kampung Bulak Turi RT 0801, Marunda, Cilincing menimbun bahan bakar minyak BBM jenis solar dan harus berurusan dengan pihak kepolisian. Dia ditangkap aparat kepolisian berikut barang buktinya berupa 5.000 liter solar yang diangkut dalam truknya di Simpang Lima, Semper, Koja, Dalam penangkapan itu, petugas menyita sedikitnya satu truk modifikasi tangki berwarna kuning bernopol B 9094 TQA beserta tangki duduknya berkapasitas 1.000 liter. Dalam menjalankan aksinya, pelaku hanya beraksi seorang diri dengan modus operandinya dari jam 02.00 dini hari hingga 09.00 pagi dengan mengisi solar di 10 SPBU dengan jumlah 1.000 liter setiap harinya dengan modal Rp 4,5 juta. Pengakuan tersangka sudah menjalankan aksinya sebanyak lima kali yang setiap harinya mengisi di 20 SPBU Jakarta Utara. Di masing-masing SPBU diisi 50 liter, dan setiap harinya mengisi di tangki duduk sebanyak 1.000 liter solar, sehingga totalnya selama lima kali mencapai 5.000 liter. 2 Kasus di Palembang, 30 Agustus 2012 Sripo.com Dokumen Rencana Aksi Daerah Gas Rumah Kaca RAD-GRK Sumatera Selatan 88 Bisnis solar ilegal terbongkar, 11 tangki solar ilegal, di kawasan Jl Purwasari, RT 52 RW 10, Bukit Sangkal, Kalidoni, Palembang ditangkap dan diamankan. Tangki - tangki bermuatan puluhan ribu liter itu diduga baru saja di distribusikan ke berbagai tempat. Selain didistribusikan di Sumsel, dugaan sementara jejaknya juga bergerak ke luar kota, mengingat pelat nomor kendaraan berasal dari Jambi, Bengkulu, Bangka. Rincian 11 mobil tangki bertuliskan PT Agung Pratama Sriwijaya, yang dijadikan barang bukti, yaitu enam mobil tangki berkapasitas 16 ribu liter, tiga tangki berkapasitas 5 ribu liter, dan dua truk modifikasi berkapasitas 5 ribu liter. Masih banyak lagi terjadi di daerah lain. Ini hanya contoh kejadian penyimpangan data dan fakta penggunaan BBM per wilayah provinsi akibat dari kesenjangan harga antara BBM untuk umum dan Industri. 3 Pagaralam, Mei 2012 Tribunenews.com Pagaralam merupakan wilayah yang cukup strategis, hal ini membuat masyarakat yang berdomisili di sekitar Wilayah Kota Pagaralam senantiasa melakukan pembelian BBM di Kota Pagaralam, dan memperoleh kemudahan dalam pembelian BBM di SPBU, karena tidak adanya peraturan pemerintah yang membatasi pembelian BBM Bersubsidi di Pagaralam. Masyarakat wilayah sekitar yang dimaksud antara lain masyarakat Provinsi Lampung di selatan, Provinsi Bengkulu di barat, Kabupaten Lahat di utara serta Kabupaten OKU di Timur. Berdasarkan Fakta Penyimpangan distribusi penjualan BBM yang diuraikan di atas, maka penggunaan Tier 1 dan 2 untuk penghitungan Emisi CO2, sangat terlalu tinggi dari kenyataannya. Oleh sebab itu digunakan Tier 3 dengan Metode Dekomposisi Kaya. Selain itu Perhitungan BAU berdasarkan metode IPCC tidak memperhitungkan fuel Ekonomi. Sedangkan pada Metoda Perhitungan Kaya memperhitungkan Fuel economy menurut jenis kendaraan. Walaupun pada kenyataannya kendaraan kendaraan di Indonesia khususnya untuk Truk dan Tangki Cair, sudah banyak berubah akibat di modifikasi besar fuel tank nya. Untuk hal ini dapat ditelusuri lagi kebenarannya, seperti hasil riset Buchari E, 2012 yang akan diterbitkan pada Proceeding Seminar FSTPT ke 15 di Bekasi. Oleh sebab itu dilakukan juga sebagai alternative pembanding perhitungan dengan Metoda Kaya pada sub bab berikut ini. Pendekatan batas Area sebaran emisi merujuk kepada asumsi studi sebelumnya yang dilakukan SH Sumaryati Sumaryati, Dokumen Rencana Aksi Daerah Gas Rumah Kaca RAD-GRK Sumatera Selatan 89 N Nurlaini, D Gusnita - pada jurnal Indonesian Journal of Physics, 2008 tentang “Simulasi Penyebaran CO 2 di Semarang dengan Software LADM” yang melakukan pengukuran penyebaran CO 2 mencakup luasan 50 x 50 km 2 . 3. TIER 3 Penghitungan Tier 3 dilakukan dengan menggunakan Metode Analisis Dekomposisi Kaya yang dikenal adalah Metode Analisis Dekomposisi Kaya dengan rumus sebagai berikut: C E T P Emissions CO     2 Keterangan : P = Population T = Transport intensity e.g VMTcapita E = Energy Intensity e.g MJmile C = Carbon Intensity e.g gCO 2 -eqMJ Dilakukan beberapa asumsi untuk bahan bakar, kendaraan, dan aktivitas travel. Berikut ini contoh perhitungan untuk medapatkan perhitungan pengeluaran emisi CO2 pada moda kendaraan. Table berikut ini, menyajikan pendekatan untuk menghitung Emisi CO2 dengan rumus KAYA, yaitu dengan menghitung Emisi CO2 perorang per jenis kendaraan Tabel II.39. Perbandingan CO2 gram antar moda transportasi Moda Transportasi Fuel economy Jumlah penumpang Jenis bahan bakar Emisi CO2 per satuan berat bahan bakar Berat jenis bahan bakar Emisi CO2 per penumpang per km kml orang g CO2kg bahan bakar kgl gram CO2 per orang per km Jalan kakiSepeda 1 - - 0.75 Bis isi 50 orang 3.5 50 solar 3180 0.85 15 Metromini isi 25 orang 4 25 solar 3180 0.85 27 Mikrolet isi 8 orang 7.5 8 bensin 3180 0.75 40 Mobil pribadi isi 3 orang 9.8 3 bensin 3180 0.75 81 Mobil pribadi isi 1 orang 9.8 1 bensin 3180 0.75 243 Sepeda motor isi 1 orang 28 1 bensin 3180 0.75 85 Sumber: http:xa.yimg.com Dokumen Rencana Aksi Daerah Gas Rumah Kaca RAD-GRK Sumatera Selatan 90 Dengan meningkatnya jumlah Lalu lintas Harian Rata rata pada suatu jalan, dan km perjalanan kendaraan perpenumpang, maka dapat diketahui meningkatnya Emisi CO 2 pada jalan tersebut . Perhitungan Emisi CO 2 dari LHR yang ada dapat dilakukan untuk memperoleh berapa besaran Emisi CO 2 yang telah terjadi. Untuk kendaraan non motor menghasilkan zero emisi CO 2 . Dari hasil survey counting, didapat perhitungan emisi di setiap kawasan perbatasan tersebut. Untuk mencari nilai emisi digunakan rumus berikut.

a. Perhitungan Arus Lalu lintas traffic count