Pembakaran Limbah Pertanian PENUTUP 271

Dokumen Rencana Aksi Daerah Gas Rumah Kaca RAD-GRK Sumatera Selatan 47 padi sawah di Provinsi Sumatera Selatan memperlihatkan adanya peningkatan yang konsisten sejak tahun 2005 sampai 2011, yaitu sebesar 9,87. Peningkatan ini berkaitan dengan peningkatan luas areal sawah yang memang terus diupayakan oleh Provinsi Sumatera Selatan dalam menopang program lumbung pangan. Upaya peningkatan produksi melalui peningkatan luas panen baik melalui intensifikasi peningkatan IP, perbaikan infrastruktut maupun ekstensifikasi juga merupakan program prioritas Provinsi Sumatera Selatan. Gambar 2.13. Historis emisi CH 4 dari areal sawah di Provinsi Sumatera Selatan 2005-2011

b. Pembakaran Limbah Pertanian

Ada dua sumber penting emisi GRK akibat pembakaran limbah pertanian di Sumatera Selatan, yaitu pembakaran jerami padi dan pembakaran biomassa tebu sebelum panen. Pembakaran jerami padi dilakukan pasca panen dengan tujuan untuk mengurangi tumpukan biomassa jerami di lahan. Selain itu, para petani juga menganggap bahwa abu sisa pembakaran dapat memperbaiki kesuburan tanah. Untuk mengatasi persoalan tersebut, Dinas Pertanian Provinsi Sumatera Selatan telah menggalakkan program pembuatan pupuk organik asal jerami padi sehingga praktek pembakaran jerami tidak dilakukan lagi oleh petani sejak tahun 2005. Namun demikian, dalam dokumen RAD- Dokumen Rencana Aksi Daerah Gas Rumah Kaca RAD-GRK Sumatera Selatan 48 GRK ini tetap dipandang perlu untuk menghitung potensi emisi GRK dari biomassa jerami padi. Sebaliknya, pembakaran tebu dilakukan sebelum panen untuk mempermudah panen dan mengurangi jumlah dan biaya tenaga kerja. Menurut Ripoli 2000 komponen yang dibakar meliputi kelopak, pucuk, dan daun segar maupun daun yang sudah mengering. Komponen tersebut mencakup sekitar 25 dari total biomassa tebu atau sekitar 20 ton biomassa ha -1 Lara, 2005. Metode perhitungan yang digunakan untuk estimasi emisi CO 2 , CH 4 , NO, dan NO x dari kedua sumber tersebut mengacu kepada Pendekatan Tier 2 IPCC, 2006 dengan formula sebagai berikut : L fire = AM B C f G ef 10 -3 Dimana : L fire = Jumlah emisi GRK akibat pembakaran ton A = Luar areal ha M B = Biomassa terbakar, meliputi biomassa, serasah dan kayu mati ton ha -1 . Jika Tier 1 yang digunakan, maka serasah dan kayu mati diasumsikan 0 C f = Proporsi jerami padi terbakar G ef = Faktor emisi g kg -1 bimoassa terbakar Untuk estimasi emisi GRK asal pembakaran jerami padi mengacu pada asumsi sebagai berikut: 1. Untuk nilai M B digunakan pendekatan yang dikemukakan oleh Hidayat et al., 2006 bahwa produksi jerami padi di Indonesia rata-rata 13,5 ton ha -1 12 - 15 ton ha -1 dengan kadar air rata-rata 11 10 - 12 dan proporsi jerami yang dibakar rata-rata 63,5 61 - 66, 2. Untuk nilai C f untuk jerami padi digunakan nilai default IPCC 2006, yaitu 0,8 3. Untuk nilai G ef digunakan nilai default IPCC 2006, yaitu 1.515 ± 95 CO 2 , 92 ± 84 CO, 2,7 CH 4 , 0,07 N 2 O, 2,5 ± 1,0 NO x . Jika mengacu formula, asumsi, dan hasil penelitian dia atas, maka historis emisi CO 2 , CH 4 , NO, dan NO x dari pembakaran jerami padi di Provinsi Sumatera Selatan dapat diperkirakan seperti pada Gambar 2.14 sampai 2.18. Dokumen Rencana Aksi Daerah Gas Rumah Kaca RAD-GRK Sumatera Selatan 49 Dinamika produksi pada di Provinsi Sumatera Selatan juga diikuti oleh dinamika GRK CO 2 , CO, CH 4 , N 2 O, dan NO x asal pembakaran jerami padi. Sejalan dengan itu, emisi GRK CO 2 , CO, CH 4 , NO, dan NO x asal pembakaran jerami padi juga menurun pada periode 2006-2007, yaitu dari 5.443.439,9 ton menjadi 4.789.730,1 ton untuk CO 2 ; dari 330.558,7 ton menjadi 290.861,5 ton untuk CO; dari 9701,2 ton menjadi 8,536,2 ton untuk CH 4 ; dari 251,5 ton menjadi 221,3 ton untuk N 2 O; dan dari 8.982, 6 ton menjadi 7.903,8 ton untuk NOx. Namun demikian secara umum emisi lima jenis GRK tersebut meningkat sebesar 10 selama periode 2005-2011. Gambar 2.14. Historis emisi CO 2 akibat pembakaran jerami padi di Provinsi Sumatera Selatan 2005-2011 Dokumen Rencana Aksi Daerah Gas Rumah Kaca RAD-GRK Sumatera Selatan 50 Gambar 2.15. Historis emisi CO akibat pembakaran jerami padi di Provinsi Sumatera Selatan 2005-2011 Gambar 2.16. Historis emisi CH 4 akibat pembakaran jerami padi di Provinsi Sumatera Selatan 2005-2011 Dokumen Rencana Aksi Daerah Gas Rumah Kaca RAD-GRK Sumatera Selatan 51 Gambar 2.17. Historis emisi N 2 O akibat pembakaran jerami padi di Provinsi Sumatera Selatan 2005-2011 Gambar 2.18. Historis emisi NO x akibat pembakaran jerami padi di Provinsi Sumatera Selatan 2005-2011 Lalu untuk estimasi emisi asal pembakaran biomassa tebu sebelum panen digunakan Pendekatan Tier 1 IPCC, 2006 dengan formula seperti di atas dan asumsi sebagai berikut : 1. Untuk biomassa tebu yang dibakar nilai M B digunakan pendekatan yang dikemukakan oleh Lara 2005 yaitu sebesar 20 ton ha -1 , 2. Untuk nilai C f untuk digunakan nilai default IPCC 2006, yaitu 0,8 Dokumen Rencana Aksi Daerah Gas Rumah Kaca RAD-GRK Sumatera Selatan 52 3. Untuk nilai G ef digunakan nilai default IPCC 2006, yaitu 1.515 ± 95 CO 2 , 92 ± 84 CO, 2,7 CH 4 , 0,07 N 2 O. Jika mengacu formula, asumsi, dan hasil penelitian dia atas, maka historis emisi CO 2 , CH 4 , NO, dan NO x dari pembakaran biomassa tebu sebelum panen di Provinsi Sumatera Selatan dapat diperkirakan seperti pada Gambar 2.19 sampai Gambar 2.22. Gambar 2.19. Historis emisi CO 2 akibat pembakaran biomassa tebu sebelum panen di Provinsi Sumatera Selatan 2005-2011 Gambar 2.20. Historis emisi CO akibat pembakaran biomassa tebu sebelum panen di Provinsi Sumatera Selatan 2005-2011 Dokumen Rencana Aksi Daerah Gas Rumah Kaca RAD-GRK Sumatera Selatan 53 Gambar 2.21.Historis emisi CH 4 akibat pembakaran biomassa tebu sebelum panen di Provinsi Sumatera Selatan 2005-2011 Gambar 2.22. Historis emisi N 2 O akibat pembakaran biomassa tebu sebelum panen di Provinsi Sumatera Selatan 2005-2011

c. Peternakan