Dominasi jenis HASIL DAN PEMBAHASAN

Kerapatan pohon komersial kelerengan 0-15 5 10 15 20 25 30 20-30 30-40 40-50 50-60 60-70 70-80 80-up kelas diameter K e ra pa ta n N H a H.Primer H.Bekas Tebangan Kerapatan Pohon Komersial Kelerengan 15-25 5 10 15 20 25 30 20-30 30-40 40-50 50-60 60-70 70-80 80-up Selang diam eter cm K e ra pa ta n N H a H.Primer H.Bekas Tebangan Kerapatan Pohon Komersial Kelerengan 25-40 5 10 15 20 25 30 20-30 30-40 40-50 50-60 60-70 70-80 80-90 90 up Kelas diam eter cm H. Primer H. Bekas Tebangan Gambar 6. Kerapatan Pohon Komersial pada Tiap Kelerengan Dari Gambar 6 dapat dilihat pada umumnya terjadi penurunan kerapatan pada hutan bekas tebangan ditiap kelerengan. Penurunan terbesar terbesar terlihat pada perbandingan hutan di kelerengan 25-40. Penurunan ini diakibatkan karena adanya kegiatan pemanenan maupun pembuatan jalur tanam lihat Tabel 18.

B. Dominasi jenis

Untuk mengetahui tingkat dominasi dan komposisi jenis di lapangan dilakukan kegiatan analisis vegetasi baik itu untuk tingkat semai, pancang, tiang dan pohon. Peranan suatu jenis di dalam komunitas dapat dilihat dari hasil perhitungan Indeks Nilai Penting INP. Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan pada Tabel 9 dapat dilihat lima jenis pohon yang memiliki Indeks Nilai Penting yang paling tinggi untuk tiap tingkat vegetasi dan tiap areal pengamatan. Dari tabel terlihat sebagian besar jenis yang mendominasi pada setiap lokasi paling banyak berasal dari famili Dipterocarpaceae baik itu dari marga Shorea, Dipterocarpus, Vatica ataupun Hopea. Sedangkan jenis famili non Dipterocarpaceae yang mendominasi adalah jenis medang Litsea spp. dan benitan Polyalthia laterifolia . Pada areal hutan bekas tebangan kelerengan 0-15 pada tingkat semai jenis yang mendominasi adalah meranti kuning marsiput Shorea xanthopylla dengan INP sebesar 58,33 kemudian jenis yang dominan lainnya adalah Shorea lamellata 30,87, Pertusadina eurhyrcha 14,99, Shorea johorensis 13,38, dan Shorea asamica 8,60. Untuk vegetasi tingkat pancang didominasi oleh jenis medang Litsea spp. dengan INP 24,36 dan jambu-jambu Eugenia sp. 20,07. Pada tingkat tiang jenis yang memiliki INP yang paling tinggi adalah benitan Polyalthia laterifolia dengan INP sebesar 51,27, Litsea spp. INP 35,71. Sedangkan untuk tingkat pohon jenis dengan INP terbesar adalah ulin Eusideroxylon zwageri sebesar 65,51. Pohon ini termasuk kedalam pohon dilindungi sehingga terhadap pohon ini tidak dilakukan penebangan baik untuk kegiatan produksi maupun penebangan jalur tanam. Pada areal hutan bekas tebangan kelerengan 15-25 jenis meranti kuning marsiput Shorea xanthophylla banyak mendominasi di areal ini. Hal ini dibuktikan dengan nilai INP pada setiap tingkatan vegetasi berada pada urutan teratas. Pada vegetasi tingkat semai meranti kuning marsiput Shorea xanthopylla memiliki INP paling tinggi sebesar 43,71, kemudian meranti kuning markunyit Shorea asamica 31,51, Hopea dyeri 26,29. Vegetasi tingkat pancang juga didominasi oleh meranti kuning marsiput Shorea xanthopylla dengan INP 26,89, Vatica rassack 24,15 dan Hopea dyeri INP 18,49. Sedangkan untuk vegetasi tingkat tiang jenis medang Litsea spp. dengan INP 44,44 dan meranti kuning marsiput Shorea xanthopylla 41,97. Pada vegetasi tingkat pohon jenis lain yang berada pada urutan 3 besar yaitu meranti kuning marsiput Shorea xanthophylla sebesar 38,10 Callophyllum pulcherimum INP 29,13 dan Vatica rassack 15,30. Tabel.9. Daftar Jenis dengan INP Terbesar pada Masing-masing Lokasi Pengamatan Keadaan hutan Kelerengan Jenis-jenis dominan Semai INP Pancang INP Tiang INP Pohon INP Hutan Bekas Tebangan 0-15 Shorea xanthopylla 58,33 Litsea spp. 24,36 Polyalthia laterifolia 51,29 Eusideroxylon zwageri 65,51 Shorea lamellata 30,87 Eugenia sp. 20,07 Litsea spp. 35,71 Shorea johorensis 17,22 Pertusadina eurhyrcha 14,99 Shorea johorensis 16,13 Eugenia sp. 28,34 Octomeles sumatrana 17,15 Shorea johorensis 13,38 Pithecelobium sp. 15,14 Ziziphus sp. 23,577 Shorea leprosula 16,87 Shorea asamica 8,60 Lancium domesticum 12,07 Vatica rassack 17,298 Pithecelobium sp. 15,27 15-25 Shorea xanthopylla 43,71 Shorea xanthopylla 26,89 Litsea spp. 44,44 Shorea xanthopylla 38,10 Shorea asamica 31,51 Vatica rassack 24,15 Shorea xanthopylla 41,97 Shorea leprosula 35,64 Hopea dyeri 26,29 Hopea dyeri 18,49 Gluta renghas 41,47 Callophyillum pulcherrimum 29,13 Vatica rassack 9,63 Litsea spp. 18,17 Vatica rassack 37,56 Vatica rassack 15,30 Gluta renghas 8,98 Pertusadina eurhyrcha 10,41 Polyalthia laterifolia 28,05 Shorea ovalis 14,91 25 – 40 Shorea asamica 56,00 Litsea spp. 19,34 Litsea spp. 57,00 Shorea johorensis 34,92 Shorea xanthopylla 30,50 Shorea asamica 18,73 Hopea dyeri 43,09 Hopea dyeri 34,75 Shorea meciscopteryc 14,90 Pithecelobium sp. 16,68 Polyalthia laterifolia 28,69 Dipterocarpus haseltii 30,02 Shorea johorensis 11,15 Vatica rassack 14,60 Pithecelobium sp. 25,60 Shorea leprosula 26,19 Litsea spp. 8,83 Shorea meciscopteryc 13,87 Gluta renghas 19,38 Dipterocpus gracilis 22,90 Hutan primer 0 - 15 Hopea dyeri 28,21 Litsea spp. 35,19 Litsea spp. 116,53 Shorea johorensis 61,76 Mezzettia parviflora 23,56 Hopea dyeri 26,81 Hopea dyeri 79,43 Dipterocarpus lowii 29,18 Vatica rassack 12,36 Vatica rassack 23,18 Pithecelobium sp. 32,62 Shorea meciscopteryc 28,86 Payena lucida 10,30 Eugenia sp. 15,96 Vatica rassack 21,85 Shorea leprosula 28,45 Eugenia sp. 9,93 Shorea lamellata 7,59 Eugenia sp. 11,42 Hopea dyeri 21,39 15-25 Litsea spp. 26,85 Litsea spp. 34,02 Litsea spp. 117,99 Shorea johorensis 56,395 Hopea dyeri 21,55 Eugenia sp. 23,15 Hopea dyeri 45,01 Shorea leprosula 51,016 Mezzettia parviflora 17,48 Vatica sp. 18,27 Vatica rassack 44,55 Litsea spp. 25,782 Sindora leicocarpa 15,56 Hopea dyeri 16,96 Polyalthia laterifolia 33,98 Dipterocarpus gracilis 21,37 Eugenia sp. 14,91 Polyalthia laterifolia 10,53 Eugenia sp. 11,94 Dipterocarpus haseltii 19,65 25-40 Shorea asamica 50,47 Litsea spp. 25,69 Polyalthia laterifolia 37,63 Shorea asamica 45,16 Shorea johorensis 23,49 Pithecelobium sp. 20,11 Diospyros malam 31,88 Dipterocarpus haseltii 26,41 Litsea spp. 23,46 Diospyros malam 15,10 Vatica rassack 31,52 Litsea spp. 17,25 Garcinia mangostana 9,69 Mozetya sp. 12,87 Litsea spp. 28,35 Shorea polyandra 15,08 Hopea mengerawan 8,62 Gluta renghas 10,71 Durio sp. 17,77 Shorea leprosula 14,92 Areal hutan bekas tebangan dengan kelerengan 25-40 untuk vegetasi tingkat semai jenis yang mendominasi adalah meranti kuning marsiput Shorea asamica dengan INP sebesar 56,00, jenis dominan yang lain adalah meranti kuning marsiput Shorea xanthopylla 30,50, tengkawang rambut Shorea meciscopteryc 14,90, markabang Shorea johorensis 11,15 dan medang Litsea spp. 8,83. Untuk vegetasi tingkat pancang jenis dengan INP paling tinggi adalah medang Litsea spp. sebesar 19,34. Untuk vegetasi tingkat tiang medang Litsea spp. mendominasi dengan INP 57,00. Sedangkan untuk vegetasi tingkat pohon jenis dengan INP yang paling tinggi adalah markabang Shorea johorensis 34,92 diikuti dengan nyerakat Hopea dyeri 34,75 dan tengkawang rambut Shorea meciscopteryc dengan INP 30,02. Pada hutan primer yang digunakan sebagai pembanding kelerengan 0- 15 vegetasi tingkat semai jenis-jenis dominan yaitu nyerakat Hopea dyeri sebesar 28,21, Mezzettia parviflora 23,56 dan Vatica rassack 12,36. Begitu pula dengan vegetasi tingkat tiang jenis medang Litsea spp. dengan INP 116,53 dan Hopea dyeri INP 79,43 merupakan jenis dominan vegetasi tingkat tiang. Shorea johorensis dengan INP 61,76, Dipterocarpus haseltii 29,18, Shorea meciscopteryc INP 28,86 merupakan jenis yang memiliki INP tiga terbesar untuk vegetasi tingkat pohon Hutan primer dengan kelerengan 15-25 ditemukan sebanyak 45 jenis untuk semai; 38 jenis untuk pancang; 22 jenis vegetasi tingkat tiang; 36 jenis vegetasi tingkat pohon. Dari jenis-jenis yang ditemukan tersebut jenis Litsea spp. memiliki INP yang paling tinggi untuk vegetasi tingkat semai, pancang dan tiang dengan INP masing masing 26,85 untuk vegetasi tingkat semai, 34,02 untuk vegetasi tingkat pancang dan 117, 99 untuk vegetasi tingkat tiang. Sedangkan pada tingkat pohon jenis yang mendominasi adalah meranti merah markabang Shorea johorensis dengan INP 56,395, Shorea leprosula 51,01 dan Litsea spp. 25,78. Hutan primer kelerengan 25-40 pada tingkat semai jenis meranti kuning merkunyit Shorea asamica dengan INP 50,47, Shorea johorensis INP 23,49. Pada tingkat pancang jenis medang Litsea spp. memiliki INP paling tinggi dengan jumlah INP sebanyak 25,69 diikuti oleh geyumbang belang Pithecelobium sp. INP 20,1 dan kayu arang Diospyros malam dengan INP 15,10. Untuk vegetasi tingkat tiang benitan Polyalthia laterifolia dengan INP 37,63, Diospyros malam 31,88. Pada vegetasi tingkat pohon meranti kuning merkunyit Shorea asamica mendominasi dengan INP tertinggi sebesar 45,16 kemudian Dipterocarpus hasseltii INP 26,41 dan Litsea spp. INP 17,25. Dari uraian diatas terlihat bahwa jenis-jenis dari famili dipterocarpaceae mendominasi baik di hutan primer maupun areal hutan bekas tebangan. Baik itu yang berasal dari marga Shorea, Vatica, Dipterocarpus, ataupun Hopea. Dimana jenis yang banyak ditemukan diantaranya adalah meranti merah lempung Shorea leprosula, meranti merah majau Shorea palembanica, markabang Shorea johorensis, jenis meranti kuning diantaranya meranti kuning markunyit Shorea asamica, meranti merah marsiput Shorea xanthopylla . Jenis meranti putih yang banyak ditemukan yaitu meranti putih lapang Shorea lamellata, nyerakat Hopea dyeri. Dari jenis komersial non dipterocarpaceae yang banyak ditemukan diantaranya jambu-jambu Eugenia sp. , Medang Litsea spp., Rengas Gluta renghas, pisang-pisang Mezzettia parviflora , benitan Polyalthia laterifolia. Apabila jenis-jenis yang ditemukan dalam plot tersebut berdasarkan niagawi maka dikelompokkan ke dalam tiga kelompok besar yaitu jenis komersial ditebang, komersial tidak ditebang, dan non komersial. Tingkat dominasi kelompok jenis tersebut dapat dilihat dalam Tabel 10. Dari Tabel 10 terlihat bahwa jenis-jenis komersial ditebang paling mendominasi setiap plot pengamatan pada semua tingkat vegetasi. Hal ini dibuktikan dengan nilai INP yang tinggi yaitu untuk vegetasi tingkat semai dan pancang INP 150 sedangkan untuk tingkat tiang dan pohon umumnya kelompok jenis komersial ditebang 200 kecuali pada vegetasi tingkat pohon dikelerengan 0-15 INP 189,58. Tabel 10. Indeks Nilai Penting Kelompok Jenis Komersial ditebang KD, Komersial Tidak Ditebang KTD dan Jenis Lain JL pada Berbagai Kelerengan Keadaan hutan Kel Kelompok jenis Tingkat vegetasi Semai Pancang Tiang Pohon primer 0 -15 KD 180,92 167,48 280,95 256,04 KTD 19,08 20,73 9,61 4,22 JL 0,00 11,79 9,44 39,74 15-25 KD 175,35 157,73 291,63 265,46 KTD 8,21 30,88 6,38 9,64 JL 16,44 11,39 1,99 24,89 25-40 KD 165,18 144,14 235,09 237,14 KTD 28,36 41,50 49,58 53,08 JL 6,47 14,36 15,33 9,78 Areal bekas tebangan 0 -15 KD 174,52 154,87 220,97 189,58 KTD 18,83 37,06 56,40 34,84 JL 6,65 8,06 22,63 75,58 15-25 KD 170,73 146,44 277,60 253,05 KTD 12,88 42,00 12,18 22,31 JL 16,39 11,56 10,22 24,64 25-40 KD 152,83 151,21 286,85 238,70 KTD 22,43 29,86 6,81 25,60 JL 24,75 18,93 6,34 35,70 Jenis-jenis dominan di atas merupakan jenis yang lebih adaptif terhadap lingkungan daripada jenis lainnya. Selain itu juga, suatu jenis dikatakan dominan dalam komunitas, apabila jenis tersebut berhasil memanfaatkan sebagian besar sumber daya yang ada dibandingkan dengan jenis yang lain. Peranan suatu jenis dalam komunitas dapat dilihat dari besarnya Indeks Nilai Penting INP, dimana jenis yang mempunyai nilai INP tertinggi merupakan jenis yang dominan. Hal ini menunjukkan bahwa jenis tersebut mempunyai tingkat kesesuaian terhadap lingkungan yang lebih tinggi dari jenis lain. Sebaliknya apabila nilai INP suatu jenis kecil hal ini menandakan bahwa jenis tersebut tidak mudah tumbuh disuatu tempat, jenis yang tidak menguasai ruang. Jenis-jenis yang dominan adalah jenis yang memiliki jumlah dan penyebaran yang luas hal ini ditegaskan oleh Soerianegara dan Indrawan 1988, bahwa tumbuhan mempunyai korelasi yang sangat nyata dengan tempat tumbuh habitat dalam hal penyebaran jenis, kerapatan dan dominansinya. Jenis-jenis yang dominan tersebut memiliki nilai kerapatan dan frekuensi yang tinggi. Kerapatan jenis yang tinggi menunjukkan bahwa jenis ini memiliki jumlah jenis yang paling banyak ditemukan di lapangan dibandingkan jenis lainnya. Sedangkan tingginya frekuensi relatif suatu jenis menunjukkan bahwa jenis ini tersebar merata hampir diseluruh petak pengamatan.

C. Keanekaragaman Jenis

Dokumen yang terkait

Komposisi dan Struktur Tegakan pada Areal Bekas Tebangan Tebang Pilih Tanam Indonesia Intensif (TPTII) (Studi Kasus di IUPHHK PT. Suka Jaya Makmur, Kalimantan Barat)

3 21 271

Analisis komposisi jenis dan struktur tegakan di hutan bekas tebangan dan hutan primer di areal IUPHHK PT. Sarmiento Parakantja Timber Kalimantan Tengah

0 14 110

Struktur Dan Komposisi Tegakan Pada Areal Bekas Tebangan Dengan Sistem Silvikultur Tebang Pilih Tanam Jalur (Tptj) (Di Areal Iuphhk Pt. Erna Djuliawati, Kalimantan Tengah)

3 30 125

Petubahan KOihposisi Dan Struktut Tegakan Hutan Produksi Alam Dengan Menggunakan Sistem Silvikultur Tebang Pilih Tanam Indonesia Intensif (TPTII) (Studi Kasus di Areal IUPHHK PT. Ema Djuliawati, Kalimantan Tengah)

0 15 229

Model Struktur Tegakan Pasca Penebangan dengan Sistem Silvikultur Tebang Pilih Tanam Jalur (Studi Kasus di PT. Erna Djuliawati, Kalimantan Tengah)

1 19 70

Perkembangan vegetasi pada areal bekas tebangan dengan sistem silvikultur tebang pilih tanam jalur (TPTJ) (Di Areal IUPHHK PT. Erna Djuliawati, Kalimantan Tengah)

1 24 109

Perkembangan tegakan pada areal bekas tebangan dengan teknik silvikultur Tebang pilih tanam Indonesia intensif (TPTII) (Di areal IUPHHK PT. Erna Djuliawati, Kalimantan Tengah)

0 11 232

Perkembangan vegetasi pada areal bekas tebangan dengan teknik silvikultur Tebang Pilih Tanam Indonesia Intensif (TPTII): studi kasus di areal IUPHHK PT. Erna Djuliawati, Kalimantan Tengah

2 16 96

Struktur, Komposisi Tegakan dan Riap Tanaman Shorea parvifolia Dyer. pada Areal Bekas Tebangan dengan Sistem Silvikultur Tebang Pilih Tanam Indonesia Intensif

0 2 160

Kualitas Tanah pada Sistem Silvikultur Tebang Pilih Tanam Jalur di Areal IUPHHK-HA PT. Suka Jaya Makmur Kalimantan Barat

0 6 30