Stratifikasi Tajuk Pengambilan contoh tanah

h. Condong atau miring : membentuk sudut 45 dengan tanah Sedangkan berdasarkan populasi pohon dalam petak, tingkat kerusakan tegakan tinggal dapat dikelompokkan sebagai berikut Departemen Kehutanan , 1993 : • Tingkat kerusakan ringan 25 • Tingkat kerusakan sedang 25 – 50 • Tingkat kerusakan berat 50

4. Pengukuran Keterbukaan Lahan Bekas Tebangan

Analisa keterbukaan lahan bekas tebangan dilakukan pada keadaan hutan yang baru saja dilakukan pemanenan kayu. Adapun tujuannya adalah untuk mengetahui seberapa besar pengaruh kegiatan pemanenan kayu dapat menimbulkan keterbukaan lahan. Keterbukaan lahan akibat pembukaan lahan dapat diketahui dengan cara mengukur jumlah areal-areal yang terbuka akibat penebangan pohon dalam luasan satu hektar. Cara pengambilan data keterbukaan lahan ini dengan cara pengamatan dan pengukuran luas areal yang terbuka atau gap akibat penebangan pada petak pengamatan ukuran 100 x 100m 1 ha. Keterbukaan jalan sarad dapat ditentukan dengan mengukur panjang dan lebar jalan sarad dalam satu hektar, kemudian ditentukan luas jalan sarad tersebut, yang merupakan keterbukaan lahan akibat jalan sarad. Keterbukaan lahan akibat penebangan ditentukan berdasarkan penjumlahan luas tajuk pohon yang ditebang dan luas tajuk pohon yang tumbang akibat penebangan. Selanjutnya perhitungan luas keterbukaan lahan per hektar dengan cara menjumlahkan keterbukaan lahan akibat penebangan dan penyaradan.

5. Stratifikasi Tajuk

Metode yang digunakan untuk stratifikasi tajuk adalah metode diagram profil tajuk, yaitu dengan memproyeksikan dalam bentuk diagram hubungan antara diameter tajuk, tinggi pohon dengan panjang plot pengamatan. Plot pengamatan untuk masing-masing lokasi penelitian berukuran 10 x 50 m. Stratifikasi tajuk dilakukan pada keadaan hutan yaitu hutan primer, hutan yang baru dilakukan pemanenan kayu. 10 m 10 m Gambar. 3. Plot Pengamatan Stratifikasi Tajuk Data yang diperlukan dari jalur plot pengamatan untuk penggambaran stratifikasi tajuk secara vertikal ini meliputi pengukuran diameter setinggi dada atau 20 cm diatas banir untuk pohon yang berbanir. Sedangkan untuk proyeksi horizontalnya tampak atas dibuat dengan menentukan koordinat pohon pada sumbu jalur dan memproyeksikan lebar tajuk yang diambil dari empat titik terluar dari tajuk dan ditentukan azimuthnya dari pangkal pohon yang diukur, yaitu dengan bantuan orang lain yang berdiri pada titik terluar tajuk tersebut. Kemiringan lereng hutan diukur dengan menggunakan kompas brunton untuk penggambaran tajuk secara vertikal.

6. Pengambilan contoh tanah

Pengambilan contoh tanah untuk sifat fisik tanah menggunakan metode tanah terusik dengan menggunakan ring tanah pada areal hutan bekas tebangan pada kedalaman 0-20 cm dan 20-40 cm. Parameter yang diamati dalam pengambilan sifat fisik tanah yaitu struktur tanah, bobot isi dan kadar air. Pengambilan contoh tanah untuk sifat kimia tanah menggunakan metode tanah terusik pada setiap plot pengamatan baik di hutan primer maupun areal bekas tebangan, diambil contoh tanah secara zig-zag. Contoh tanah diambil pada kedalaman 0-20 cm dan 20-40 cm. Analisis tanah dilakukan di Laboratorium Departemen Tanah Fakultas Pertanian IPB. D. Analisis Data 1. Analisis Vegetasi a. Indeks Nilai Penting INP 50 m Indeks Nilai Penting INP ini digunakan untuk menetapkan dominansi suatu jenis terhadap jenis lainnya. Indeks Nilai Penting merupakan penjumlahan dari Kerapatan Relatif KR, Dominansi Relatif DR, dan Frekuensi Relatif FR Soerianegara dan Indrawan 1988 Kerapatan = Jumlah individu suatu jenis Luas areal sampel KR = Kerapatan suatu jenis x 100 Kerapatan seluruh jenis Dominansi = Jumlah LBDS suatu jenis Luas areal sampel DR = Dominansi suatu jenis x 100 Dominansi seluruh jenis Frekuensi = Jumlah plot ditemukan suatu jenis Jumlah seluruh plot FR = Frekuensi suatu jenis x 100 Frekuensi seluruh jenis b. Keanekaragaman Jenis Keanekaragaman jenis adalah parameter yang sangat berguna untuk membandingkan dua komunitas, terutama untuk mempelajari pengaruh gangguan biotik, untuk mengetahui tingkatan suksesi atau kestabilan. Keanekaragaman jenis ditentukan dengan menggunakan rumus Indeks Kekayaan Shannon-Wiener : n n i n i H’ = - ∑ [ ln ] i =1 N N dimana : H = Indeks Keragaman Shannon-Wiener n i = Jumlah Jenis ke-n N = Total Jumlah Jenis Berdasarkan Maguran 1988 besaran R 1 3,5 menunjukkan kekayaan jenis tergolong rendah, R 1 = 3,5 – 5,0 menunjukkan kekayaan jenis tergolong sedang dan R 1 tergolong tinggi apabila 5,0. Besaran H’ 1,5 menunjukkan keanekaragaman jenis tergolong rendah, H’ = 1,5 – 3,5 menunjukkan keanekaragaman jenis sedang dan apabila H’ 3,5 keanekaragaman jenis tinggi. Besaran E0,3 menunjukkan kemerataan jenis rendah, E = 0,3 – 0,6 menunjukkan kemerataan tergolong sedang dan E 0,6 kemerataan tergolong tinggi. c. Koefisien Kesamaan Komunitas Untuk mengetahui kesamaan relatif dari komposisi jenis dan struktur antara dua tegakan yang dibandingkan dapat digunakan rumus sebagai berikut Costing, 1956; Bray dan Curtis, 1957; Greigh-Smith, 1964 dalam Soerianegara dan Indrawan, 1988 : C IS = b a W + 2 dimana : C IS = Koefisien masyarakat atau koefisien kesamaan komunitas W = Jumlah nilai yang sama dan nilai terendah ≤ dari jenis-jenis yang terdapat dalam dua tegakan yang dibandingkan a = Jumlah nilai kuantitatif dari semua jenis yang terdapat pada tegakan pertama b = Jumlah nilai kuantitatif semua jenis yang terdapat pada tegakan kedua Dari nilai kesamaan komunitas IS dapat ditentukan koefisien ketidaksamaan komunitas ID yang besarnya 100 – IS. d. Indeks Kekayaan Jenis dari Margallef R 1 R 1 = ln 1 n S − dimana : R 1 = Indeks Margallef S = Jumlah jenis N = Jumlah total individu e. Indeks Kemerataan Jenis E = ln S H dimana : E = Indeks kemerataan jenis H’ = Indeks keanekaragaman jenis S = Jumlah jenis

2. Analisa Data Kerusakan Pohon Akibat Penebangan Satu Pohon

Dokumen yang terkait

Komposisi dan Struktur Tegakan pada Areal Bekas Tebangan Tebang Pilih Tanam Indonesia Intensif (TPTII) (Studi Kasus di IUPHHK PT. Suka Jaya Makmur, Kalimantan Barat)

3 21 271

Analisis komposisi jenis dan struktur tegakan di hutan bekas tebangan dan hutan primer di areal IUPHHK PT. Sarmiento Parakantja Timber Kalimantan Tengah

0 14 110

Struktur Dan Komposisi Tegakan Pada Areal Bekas Tebangan Dengan Sistem Silvikultur Tebang Pilih Tanam Jalur (Tptj) (Di Areal Iuphhk Pt. Erna Djuliawati, Kalimantan Tengah)

3 30 125

Petubahan KOihposisi Dan Struktut Tegakan Hutan Produksi Alam Dengan Menggunakan Sistem Silvikultur Tebang Pilih Tanam Indonesia Intensif (TPTII) (Studi Kasus di Areal IUPHHK PT. Ema Djuliawati, Kalimantan Tengah)

0 15 229

Model Struktur Tegakan Pasca Penebangan dengan Sistem Silvikultur Tebang Pilih Tanam Jalur (Studi Kasus di PT. Erna Djuliawati, Kalimantan Tengah)

1 19 70

Perkembangan vegetasi pada areal bekas tebangan dengan sistem silvikultur tebang pilih tanam jalur (TPTJ) (Di Areal IUPHHK PT. Erna Djuliawati, Kalimantan Tengah)

1 24 109

Perkembangan tegakan pada areal bekas tebangan dengan teknik silvikultur Tebang pilih tanam Indonesia intensif (TPTII) (Di areal IUPHHK PT. Erna Djuliawati, Kalimantan Tengah)

0 11 232

Perkembangan vegetasi pada areal bekas tebangan dengan teknik silvikultur Tebang Pilih Tanam Indonesia Intensif (TPTII): studi kasus di areal IUPHHK PT. Erna Djuliawati, Kalimantan Tengah

2 16 96

Struktur, Komposisi Tegakan dan Riap Tanaman Shorea parvifolia Dyer. pada Areal Bekas Tebangan dengan Sistem Silvikultur Tebang Pilih Tanam Indonesia Intensif

0 2 160

Kualitas Tanah pada Sistem Silvikultur Tebang Pilih Tanam Jalur di Areal IUPHHK-HA PT. Suka Jaya Makmur Kalimantan Barat

0 6 30