Kerusakan Tegakan Akibat Pemanenan

keruing dengan diameter yang lebih kecil yaitu 64 cm menyebabkan kerusakan terhadap tegakan tinggal lebih besar yaitu 28,57 dibandingkan dengan penebangan pohon yang lebih besar markabang diameter 80 cm yaitu 28,36. Hal ini bisa diakibatkan oleh beberapa faktor diantaranya yaitu pada plot pengamatan penebangan pohon keruing kerapatan tegakannya lebih rapat dibandingkan pada penebangan pohon markabang, selain itu juga pemilihan arah rebah yang dilakukan oleh chainsawman juga berpengaruh. Dalam pemilihan arah rebah selain memperhatikan kerapatan tegakan juga ada faktor-faktor lain yang menjadi pertimbangan diantaranya adalah arah condong pohon, intensitas penutupan tajuk, kemiringan lahan, dan biasanya yang paling penting adalah mengutamakan keselamatan penebang dan juga pembantunya. Sedangkan berdasarkan tingkat kerusakan terhadap tegakan tinggal yang terdapat dalam plot pengamatan dapat dilihat dalam Tabel 17. Tabel 17. Persentase Kerusakan Tegakan Akibat Penebangan satu pohon Berdasarkan Tingkat Kerusakannya Pohon ditebang Ringan Sedang Berat Total Majau 12,66 3,80 13,92 30,38 Markabang 11,94 5,97 10,45 28,36 Keruing 9,52 7,94 11,11 28,57 Dari tabel di atas dapat dilihat kerusakan tegakan tinggal yang paling banya adalah kerusakan ringan dan berat. Kerusakan ringan berkisar antara 9,52 dan 12,66 sedangkan kerusakan berat persentasenya antara 10,45 sampai dengan 13,52. Kerusakan ringan pada tegakan dapat berupa kerusakan tajuk 30, luka batangkulit 14 keliling pohon, rusak banir 14. Sedangkan kerusakan berat berupa pohon mengalami patah batang atau roboh, tajuk rusak 50, luka batang lebih dari setengah keliling pohon.

2. Kerusakan Tegakan Akibat Pemanenan

Kerusakan kegiatan pemanenan terhadap tegakan tinggal disebabkan baik itu oleh kegiatan penebangan, penyaradan maupun kegiatan penebangan untuk keperluan jalur tanam. Pengamatan kerusakan tegakan akibat kegiatan pemanenan dan pembuatan jalur tanam ini dilakukan pada pohon-pohon yang berdiameter 20 cm. Untuk hasil pengamatan terhadap kerusakan tegakan akibat kegiatan pemanenan dapat dilihat dalam Tabel 18. Tabel 18. Pengukuran Kerusakan Tegakan Akibat Kegiatan Pemanenan dan Pembuatan Jalur Tanam Jumlah pohon ditebang Kel Persentase kerusakan Produksi Jalur Patah roboh Rusak tajuk Rusak batang Rusak banir Total kerusakan 15 32 0 - 15 10,50 6,08 3,31 0,55 20,44 20 18 15 - 25 16,37 7,96 2,65 0,44 27,43 21 31 25 - 40 14,61 9,55 2,81 0,56 27,53 Pada plot di kelerengan 0-15 dilakukan penebangan sebanyak 15 pohon untuk tebang produksi dan 32 pohon untuk penebangan jalur menyebabkan kerusakan sebesar 20,44 dari seluruh tegakan tinggal yang ada. Sementara pada plot kelerengan 15-25 dengan intensitas penebangan produksi sebanyak 20 pohon dan tebang jalur sebanyak 18 pohon kerusakannya mencapai 27,43. Sedangkan pada kelerengan 25- 40 persentase kerusakan tegakan tinggal adalah 27,53 yang diakibatkan 21 pohon tebang produksi dan 31 pohon tebang jalur. Berdasarkan hasil pengamatan terhadap tegakan tinggal bentuk kerusakan yang paling banyak adalah patah atau roboh baik itu yang diakibatkan oleh kegiatan penebangan maupun kegiatan penyaradan., yaitu 10,50 pada kelerengan 0-15, kelerengan 15-25 sebesar 16,37 dan kelerengan 25-40 sebesar 14,61. Sedangkan kerusakan tegakan yang paling sedikit terjadi adalah kerusakan pada banir dimana persentasenya berkisar antara 0,44-0,56. Triyana 1995 yang melakukan penelitian di HPH PT. Industries et Forest Asiatiquest PT. IFA mengatakan bahwa penebangan 13 pohon perhektar menyebabkan kerusakan tegakan tinggal sebesar 24,71, dengan kerusakan terbesar yaitu pada kerusakan tajuk sebesar 39,53. Kegiatan pemanenan kayu secara langsung akan mengakibatkan kerusakan baik pada pohon dan anakan yang ada disekitarnya, terhadap tanah, tata air dan masih banyak lagi. Kerusakan karena kegiatan pemanenan terhadap tegakan tinggal, pertama disebabkan oleh adanya kegiatan penebangan, kemudian dilanjutkan dengan kegiatan penyaradan atau pengeluaran kayu. Kerusakan itu bisa pada tajuk, pada batang, pada banir atau pada akar Sutisna, 2002. Khusus untuk kegiatan sistem silvikultur TPTII ini kerusakan juga ditambah dengan adanya penebangan untuk pembuatan jalur tanam selebar 3 m tiap 20 m.

H. Sifat Fisik Tanah

Dokumen yang terkait

Komposisi dan Struktur Tegakan pada Areal Bekas Tebangan Tebang Pilih Tanam Indonesia Intensif (TPTII) (Studi Kasus di IUPHHK PT. Suka Jaya Makmur, Kalimantan Barat)

3 21 271

Analisis komposisi jenis dan struktur tegakan di hutan bekas tebangan dan hutan primer di areal IUPHHK PT. Sarmiento Parakantja Timber Kalimantan Tengah

0 14 110

Struktur Dan Komposisi Tegakan Pada Areal Bekas Tebangan Dengan Sistem Silvikultur Tebang Pilih Tanam Jalur (Tptj) (Di Areal Iuphhk Pt. Erna Djuliawati, Kalimantan Tengah)

3 30 125

Petubahan KOihposisi Dan Struktut Tegakan Hutan Produksi Alam Dengan Menggunakan Sistem Silvikultur Tebang Pilih Tanam Indonesia Intensif (TPTII) (Studi Kasus di Areal IUPHHK PT. Ema Djuliawati, Kalimantan Tengah)

0 15 229

Model Struktur Tegakan Pasca Penebangan dengan Sistem Silvikultur Tebang Pilih Tanam Jalur (Studi Kasus di PT. Erna Djuliawati, Kalimantan Tengah)

1 19 70

Perkembangan vegetasi pada areal bekas tebangan dengan sistem silvikultur tebang pilih tanam jalur (TPTJ) (Di Areal IUPHHK PT. Erna Djuliawati, Kalimantan Tengah)

1 24 109

Perkembangan tegakan pada areal bekas tebangan dengan teknik silvikultur Tebang pilih tanam Indonesia intensif (TPTII) (Di areal IUPHHK PT. Erna Djuliawati, Kalimantan Tengah)

0 11 232

Perkembangan vegetasi pada areal bekas tebangan dengan teknik silvikultur Tebang Pilih Tanam Indonesia Intensif (TPTII): studi kasus di areal IUPHHK PT. Erna Djuliawati, Kalimantan Tengah

2 16 96

Struktur, Komposisi Tegakan dan Riap Tanaman Shorea parvifolia Dyer. pada Areal Bekas Tebangan dengan Sistem Silvikultur Tebang Pilih Tanam Indonesia Intensif

0 2 160

Kualitas Tanah pada Sistem Silvikultur Tebang Pilih Tanam Jalur di Areal IUPHHK-HA PT. Suka Jaya Makmur Kalimantan Barat

0 6 30