Keanekaragaman Jenis HASIL DAN PEMBAHASAN

frekuensi yang tinggi. Kerapatan jenis yang tinggi menunjukkan bahwa jenis ini memiliki jumlah jenis yang paling banyak ditemukan di lapangan dibandingkan jenis lainnya. Sedangkan tingginya frekuensi relatif suatu jenis menunjukkan bahwa jenis ini tersebar merata hampir diseluruh petak pengamatan.

C. Keanekaragaman Jenis

Dalam menentukan tingkat keanekaragaman jenis di areal pengamatan ditentukan dengan menggunakan Indeks keanekaragaman Shannon-Wiener H’. Indeks keragaman Shannon-Wiener H’ menunjukkan tingkat keanekaragaman vegetasi di suatu komunitas dimana nilainya ditentukan 2 hal yaitu kelimpahan jenis dan kemerataannya. Indeks keragaman jenis H’ merupakan parameter untuk membandingkan dua komunitas, terutama untuk mempelajari gangguan biotik atau mengetahui tingkatan suksesi atau kestabilan. Apabila indeks keragamannya lebih tinggi berarti tingkat keanekaragamannya lebih tinggi dari komunitas yang dibandingkan Parameter yang mempengaruhi tingkat keanekaragaman komunitas yang pertama kekayaan jenis, untuk menentukan tingkat kekayaan jenis pada areal pengamatan menggunakan Indeks Kekayaan Margallef R1. Indeks Kekayaan Margallef R1 adalah indeks yang menunjukkan kekayaan jenis suatu komunitas, dimana besarnya indeks kekayaan ini nilainya dipengaruhi oleh banyaknya spesies dan jumlah individu dari vegetasi yang pada areal tersebut. Besarnya nilai Indeks Kekayaan Margallef R1 untuk masing- masing lokasi pengamatan dapat dilihat pada Tabel 11 dibawah ini. Tabel 11. Indeks Kekayaan Margallef R1 Tingkat Pohon dan Permudaannya pada Hutan Primer dan Areal Hutan Bekas Tebangan. Hutan Kelerengan Semai Pancang tiang Pohon Bekas tebangan 0-15 5.00 6.08 5.81 7.08 15-25 5.10 6.96 7.25 7.43 25-40 6.06 6.18 5.18 6.37 Primer 0-15 6.68 8.73 2.85 5.35 15-25 6.87 7.18 3.73 6.53 25-40 7.10 8.59 7.37 10.15 Berdasarkan hasil perhitungan dapat dilihat nilai indeks kekayaan Margallef R1 untuk tiap lokasi baik itu yang berada di hutan primer maupun pada hutan bekas tebangan pada umumnya memiliki nilai diatas 5,00, kecuali vegetasi tingkat tiang pada hutan primer kelerengan 0-15 dan 15-25 yang nilainya berada dibawah 5,00 dimana nilainya masing-masing yaitu 2,85 untuk kelerengan 0-15 dengan jumlah jenis yang ditemukan dalam plot pengamatan sebanyak 17 jenis sedangkan untuk kelerengan 15-25 adalah 3,73 dengan jumlah jenis yang ditemukan dalam plot adalah 22 jenis lihat Tabel 7. Berdasarkan kriteria Magurran 1988 kekayaan jenis pada areal pengamatan baik itu di hutan primer maupun areal hutan bekas tebangan memiliki tingkat kekayaan yang tinggi kecuali pada tingkat tiang pada kelerengan 0-15 dan 15-25. Vegetasi tingkat tiang di hutan primer kelerengan 0-15 memiliki tingkat kekayaan yang rendah karena nilainya berada di bawah 3,5 yaitu 2,85. Sedangkan untuk vegetasi tingkat tiang di hutan primer kelerengan 15-25 tergolong sedang dengan besarnya Indeks kekayaan Margallef sebesar 3,73. Parameter kedua yang mempengaruhi tingkat keanekaragaman jenis adalah kemerataannya yaitu dengan menghitung indeks kemerataan E. Indeks kemerataan adalah Indeks yang menunjukkan tingkat penyebaran jenis pada suatu areal pengamatan. Dimana semakin besar nilai indeks maka komposisi penyebaran jenis semakin merata tidak didominasi oleh satu atau beberapa jenis saja. Berdasarkan hasil pengolahan data dapat dilihat besarnya nilai Indeks Kemerataan E pada masing lokasi pengamatan. Tabel 12. Indeks Kemerataan Jenis E Tingkat Pohon dan Permudaannya pada Hutan Primer dan Hutan Bekas Tebangan. Dari tabel diatas terlihat bahwa besarnya nilai Indeks Kemerataan E baik pada hutan primer maupun areal hutan bekas tebangan sebagian besar Hutan Kelerengan Semai Pancang Tiang pohon Bekas tebangan 0-15 0.67 0.87 0.83 0.87 15-25 0.71 0.78 0.82 0.87 25-40 0.68 0.85 0.80 0.87 Primer 0-15 0.87 0.76 0.59 0.82 15-25 0.83 0.81 0.56 0.79 25-40 0.65 0.81 0.84 0.88 menunjukkan angka diatas 0,6 hanya vegetasi tingkatan tiang di hutan primer kelerengan 0-15 dan 15-25 yang nilainya dibawah 0,6 yaitu 0,59 dan 0,56. dengan demikian maka berdasarkan kriteria Magurran 1988 pada umumnya memiliki indeks kemerataan jenis yang tinggi sedangkan untuk vegetasi tingkat tiang di hutan primer kelerengan 0-15 dan 15-25 tingkat kemerataannya sedang. Hasil perhitungan indeks keragaman Shannon-Wiener dapat dilihat pada Tabel 13. Dari Tabel 13 dapat dilihat bahwa bahwa keragaman jenis untuk hutan alam baik itu hutan primer maupun areal hutan bekas tebangan memiliki tingkat keragaman yang cukup tinggi, dimana hampir semua tingkat vegetasi ditiap lokasi kelerengan menunjukkan nilai yang lebih dari 2,00. Hanya vegetasi tingkat tiang di kelerengan 15-25 di hutan primer yang memiliki nilai kurang dari 2,00 yaitu sebesar 1,67. Hal ini disebabkan karena ada satu jenis yang lebih dominan daripada yang lainnya yaitu jenis medang Litsea spp. dibuktikan dengan INP yang tinggi yaitu 117,99 dan juga jumlah jenis yang ditemukan untuk pada kelerengan ini hanya 22 jenis. Tabel.13. Nilai Indeks Keragaman Shannon-Wiener H’ Tingkat Pohon dan Permudaannya pada Hutan Primer dan Hutan Bekas Tebangan. Di areal hutan bekas tebangan pada jalur konservasi yaitu pada 17 m diantara jalur tanam dilakukan pengukuran tingkat keanekaragaman. Tingkat keanekaragaman pada areal hutan bekas tebangan dimana ditunjukkan dengan nilai Indeks Keragaman Shannon-Wiener H’ berkisar antara 2,31 sampai dengan 3,20. Tingkat keanekaragaman di areal hutan bekas tebangan ini dibandingkan dengan hutan primer, meskipun bukan pada areal yang sama. Dari hasil perbandingan seperti yang terlihat pada Gambar 7 keanekaragaman Kelerengan Keadaan hutan Tingkat vegetasi Semai Pancang tiang pohon 0-15 Bekas tebangan 2,31 3,08 2,87 3,13 Primer 3,26 2,93 1,67 2,78 15-25 Bekas tebangan 2,46 2,92 3,04 3,20 Primer 3,14 2,93 2,73 2,82 25-40 Bekas tebangan 2,41 3,06 2,67 3,03 Primer 2,52 3,25 3,08 3,59 di areal hutan bekas tebangan juga menunjukkan tingkat yang cukup tinggi bahkan melebihi dari hutan primer untuk beberapa tingkatan vegetasi di beberapa kelerengan. Selain pada vegetasi di tingkat semai dan pada hutan di kelerengan 25-40 keanekaragaman vegetasi di areal hutan bekas tebangan memiliki nilai indeks keanekaragaman yang lebih tinggi dibandingkan dengan hutan primer. Indeks Keragaman Shannon Wiener H Kelerengan 0 - 15 1,00 1,50 2,00 2,50 3,00 3,50 Semai Pancang tiang pohon Tingkat vegetasi N ila i H Bekas tebangan Primer Indeks Keragaman Shannon-Wiener H Kelerengan 15-25 1,00 1,50 2,00 2,50 3,00 3,50 Semai Pancang tiang pohon Tingkat Vegetasi N ila i H Bekas tebangan Primer Indeks Keragaman Shannon Wiener H Kelerengan 25 - 40 1,00 1,50 2,00 2,50 3,00 3,50 4,00 Semai Pancang tiang pohon Tingkat Vegetasi N ilai H Bekas tebangan Primer Gambar 7. Perbandingan Indeks Keragaman Shannon-Wiener H’ pada tiap Kelerangan Dari Gambar 7 diatas dapat dilihat perbandingan keragaman untuk setiap tingkat vegetasi pada kelerengan yang sama. Tingkat keragaman untuk semai pada hutan primer memiliki tingkat keragaman yang lebih tinggi dibandingkan dengan hutan pada areal hutan bekas tebangan. Sedangkan pada tingkat pancang, tiang dan pohon di dua kelerengan yaitu kelerengan 0-15 dan 15-25 tingkat keragaman pada hutan bekas tebangan lebih tinggi dari hutan primer. Pada hutan dengan kelerengan 25-40 hutan primer memiliki tingkat keragaman yang lebih tinggi dibandingkan dengan areal hutan bekas tebangan. Sedangkan apabila mengacu pada Magurran 1988 tingkat keragaman di hutan primer maupun areal hutan bekas tebangan menunjukkan tingkat keragaman yang sedang dimana sebagian nilainya berada pada selang 1,5 -3,5. Hanya tingkat pohon di hutan primer yang memiliki tingkat keragaman yang tinggi menurut yaitu sebesar 3,59. Menurut Departemen Kehutanan 2005 tujuan dari adanya jalur konservasi diantara jalur tanam adalah untuk menjaga dan mempertahankan keanekaragaman hayati atau plasma nutfah yang ada dan bahkan tidak mungkin untuk meningkatkan tingkat keanekaragamannya.

D. Kesamaan antara Dua Komunitas Indeks Similarity IS

Dokumen yang terkait

Komposisi dan Struktur Tegakan pada Areal Bekas Tebangan Tebang Pilih Tanam Indonesia Intensif (TPTII) (Studi Kasus di IUPHHK PT. Suka Jaya Makmur, Kalimantan Barat)

3 21 271

Analisis komposisi jenis dan struktur tegakan di hutan bekas tebangan dan hutan primer di areal IUPHHK PT. Sarmiento Parakantja Timber Kalimantan Tengah

0 14 110

Struktur Dan Komposisi Tegakan Pada Areal Bekas Tebangan Dengan Sistem Silvikultur Tebang Pilih Tanam Jalur (Tptj) (Di Areal Iuphhk Pt. Erna Djuliawati, Kalimantan Tengah)

3 30 125

Petubahan KOihposisi Dan Struktut Tegakan Hutan Produksi Alam Dengan Menggunakan Sistem Silvikultur Tebang Pilih Tanam Indonesia Intensif (TPTII) (Studi Kasus di Areal IUPHHK PT. Ema Djuliawati, Kalimantan Tengah)

0 15 229

Model Struktur Tegakan Pasca Penebangan dengan Sistem Silvikultur Tebang Pilih Tanam Jalur (Studi Kasus di PT. Erna Djuliawati, Kalimantan Tengah)

1 19 70

Perkembangan vegetasi pada areal bekas tebangan dengan sistem silvikultur tebang pilih tanam jalur (TPTJ) (Di Areal IUPHHK PT. Erna Djuliawati, Kalimantan Tengah)

1 24 109

Perkembangan tegakan pada areal bekas tebangan dengan teknik silvikultur Tebang pilih tanam Indonesia intensif (TPTII) (Di areal IUPHHK PT. Erna Djuliawati, Kalimantan Tengah)

0 11 232

Perkembangan vegetasi pada areal bekas tebangan dengan teknik silvikultur Tebang Pilih Tanam Indonesia Intensif (TPTII): studi kasus di areal IUPHHK PT. Erna Djuliawati, Kalimantan Tengah

2 16 96

Struktur, Komposisi Tegakan dan Riap Tanaman Shorea parvifolia Dyer. pada Areal Bekas Tebangan dengan Sistem Silvikultur Tebang Pilih Tanam Indonesia Intensif

0 2 160

Kualitas Tanah pada Sistem Silvikultur Tebang Pilih Tanam Jalur di Areal IUPHHK-HA PT. Suka Jaya Makmur Kalimantan Barat

0 6 30