Non-rivalry.
Non-rivalry dalam penggunaan barang publik berarti bahwa penggunaan satu konsumen terhadap suatu barang tidak akan mengurangi kesempatan
konsumen lain untuk juga mengkonsumsi barang tersebut. Setiap orang dapat mengambil manfaat dari barang tersebut tanpa mempengaruhi manfaat yang
diperoleh orang lain.
Non-excludable. Sifat non-excludable barang publik ini berarti bahwa apabila suatu barang
publik tersedia, tidak ada yang dapat menghalangi siapapun untuk memperoleh manfaat dari barang tersebut, dengan kata lain setiap orang memiliki akses ke
barang tersebut. Dalam konteks pasar, maka baik mereka yang membayar maupun tidak membayar dapat menikmati barang tersebut. Sebuah barang publik disebut
sebagai pure public goods atau barang publik murni apabila memiliki dua sifat ini secara absolut.
2.6. Penilaian Ekonomi
Penilaian ekonomi atau economic valuation adalah sebuah upaya untuk memberikan nilai kuantitatif terhadap barang dan jasa yang dihasilkan
sumberdaya alam dan lingkungan terlepas dari apakah nilai pasar tersedia bagi barang dan jasa tersebut. Secara umum, teknik valuasi ekonomi sumberdaya yang
tidak dapat dipasarkan non-market valuation dapat digolongkan ke dalam dua kelompok. Kelompok pertama adalah teknik valuasi yang mengandalkan harga
implisit dimana Willingness to Pay WTP terungkap melalui model yang dikembangkan. Teknik ini sering disebut teknik yang mengandalkan revealed
WTP. Beberapa teknik yang termasuk ke dalam kelompok pertama ini adalah
Travel Cost Method, Hedonic Pricing dan teknik Random Utility Model. Kelompok kedua adalah teknik valuasi yang didasarkan pada survei dimana
keinginan membayar atau WTP diperoleh langsung dari responden, yang langsung diungkapkannya secara lisan maupun tertulis. Salah satu teknik yang populer
dalam kelompok ini adalah yang disebut dengan Contingent Valuation Method CVM dan Discrete Choice Method Fauzi, 2006. Secara skematis, teknik
valuasi non-market tersebut dapat dilihat pada tampilan berikut :
Gambar 2. Klasifikasi Valuasi Non-market
Sumber : Fauzi, 2006
2.7. Permintaan Wisata
Definisi permintaan wisata berdasarkan beberapa ahli antara lain
2
: 1.
Ekonomi, dimana permintaan pariwisata menggunakan pendekatan elastisitas permintaan atau pendapatan dalam menggambarkan hubungan
antara permintaan dengan tingkat harap ataukah permintaan dengan variabel lainnya. Hal ini dapat diterangkan dalam kurva sebagai berikut :
2
Ariyanto, E. 2004. Ekonomi Pariwisata. http:www.geocities.comariyanto_eks79home.htm
. Diakses: 8 February, 2009.
Contingent Valuation Contingent Choice
Random Utility Model Langsung
Expressed WTP Travel Cost Method,
Hedonic Pricing Random Utility Model
VALUASI NON-MARKET
Tidak Langsung Revealed WTP
a.
Faktor Harga terhadap Permintaan
b.
Faktor Nonharga terhadap Permintaan
Gambar 3. Kurva Permintaan Wisata
Sumber: Ariyanto, 2004
Gambar tersebut menunjukkan perubahan yang terjadi pada kurva permintaan. Pada panel a, perubahan sepanjang kurva permintaan
berlaku apabila harga barang yang diminta menjadi makin tinggi atau makin menurun. Sedangkan pada panel b, kurva permintaan akan
bergerak ke kanan atau ke kiri apabila terdapat perubahan–perubahan terhadap permintaan yang ditimbulkan oleh faktor- faktor bukan harga.
Seperti jika harga barang lain, pendapatan para pembeli dan berbagai faktor bukan harga lainnya mengalami perubahan, maka perubahan itu
akan menyebabkan kurva permintaan berpindah ke kanan atau ke kiri. 2.
Geografi, menafsirkan permintaan dengan lebih luas dari sekedar pengaruh harga, sebagai penentu permintaan karena termasuk yang telah melakukan
perjalanan maupun yang belum mampu melakukan wisata karena suatu alasan tertentu.
3. Psikologi, lebih dalam melihat permintaan pariwisata, termasuk interaksi
antara kepribadian calon wisatawan, lingkungan dan dorongan dari dalam jiwanya untuk melakukan kepariwisataan.
P
1
P
2
X
1
P
1
X X
P
1
P
2
X
2
X
1
X
2
P P
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan pariwisata adalah
3
: 1.
Harga, dimana dengan harga yang tinggi pada suatu daerah tujuan wisata maka akan memberikan imbas atau timbal balik pada wisatawan yang
akan bepergian atau calon wisatawan, sehingga permintaan wisatapun akan berkurang, begitupula sebaliknya.
2. Pendapatan, apabila pendapatan suatu negara tinggi maka kecenderungan
untuk memilih daerah tujuan wisata sebagai tempat berlibur akan semakin tinggi dan bisa jadi mereka membuat sebuah usaha pada daerah tujuan
wisata jika dianggap menguntungkan. 3.
Sosial Budaya, dengan adanya sosial budaya yang unik dan bercirikan atau dengan kata lain berbeda dari apa yang ada di negara calon wisatawan
berasal, maka peningkatan permintaan terhadap wisata akan tinggi. Hal ini akan membuat sebuah keingintahuan dan penggalian informasi sebagai
khasanah kekayaan pola pikir budaya mereka. 4.
Sosial Politik, dampak sosial politik belum terlihat apabila keadaan daerah tujuan wisata dalam situasi aman dan tentram, tetapi apabila hal tersebut
berseberangan dengan kenyataan, maka sosial politik akan terasa dampak atau pengaruhnya dalam terjadinya permintaan.
5. Intensitas Keluarga, banyak atau sedikitnya keluarga juga berperan serta
dalam permintaan wisata. Hal ini dapat diratifikasi bahwa jumlah keluarga yang banyak maka keinginan untuk berlibur tersebut akan semakin besar,
hal ini dapat dilihat dari kepentingan wisata itu sendiri.
3
Ariyanto, E. 2004. Ekonomi Pariwisata. http:www.geocities.comariyanto_eks79home.htm
. Diakses: 8 February, 2009.
6. Harga barang Substitusi, disamping kelima aspek tersebut, harga barang
pengganti juga termasuk dalam aspek permintaan, dimana barang-barang pengganti dimisalkan sebagai pengganti daerah tujuan wisata yang
dijadikan cadangan dalam berwisata, seperti: Bali sebagai tujuan wisata utama di Indonesia, akibat suatu hal Bali tidak dapat memberikan
kemampuan dalam memenuhi syarat-syarat daerah tujuan wisata sehingga secara tidak langsung wisatawan akan mengubah tujuannya ke daerah
terdekat seperti Malaysia Kuala Lumpur dan Singapura. 7.
Harga barang Komplementer, merupakan sebuah barang yang saling membantu dengan kata lain barang komplementer adalah barang yang
saling melengkapi, apabila dikaitkan dengan pariwisata barang komplementer ini sebagai obyek wisata yang saling melengkapi dengan
obyek wisata lainnya. Morley 1990 dalam Ross 1998 mengatakan permintaan akan pariwisata
tergantung pada ciri-ciri wisatawan, seperti penghasilan, umur, motivasi, dan watak. Ciri-ciri ini masing-masing akan mempengaruhi kecenderungan orang
untuk bepergian mencari kesenangan, kemampuannya untuk bepergian dan pilihan tempat tujuan perjalanannya. Permintaan juga ditentukan oleh sifat-sifat
dan ciri-ciri tempat tujuan perjalanan, daya tariknya, harga dan efektif tidaknya kegiatan memasarkan tempat tujuan. Kebijaksanaan dan tindakan pemerintah
dapat mendorong atau menurunkan permintaan akan pariwisata secara langsung dan sengaja, dan secara tidak langsung melalui faktor-faktor yang penting bagi
wisatawan, seperti keamanan.
Menurut Wahab 2003, ada banyak faktor ekstern atau intern yang besar pengaruhnya dalam diri seseorang ketika mengambil keputusan untuk melakukan
kegiatan berwisata atau tidak. Adapun faktor-faktor tersebut ditunjukkan dalam gambar berikut ini :
Gambar 4. Faktor –Faktor yang Mempengaruhi Kegiatan Wisata
Sumber : Wahab, 2003
2.8. Willingness To Pay