Pendapatan Rumah Tangga Indeks Pembangunan Manusia

Menurut Sajogjo 1977, klasifikasi tingkat kesejahteraan kemiskinan didasarkan pada nilai pengeluaran per kapita per tahun yang diukur dengan nilai beras setempat, yaitu : a. Miskin, apabila nilai per kapita lebih rendah dari setara 320 kg beras untuk pedesaan dan 480 kg beras untuk daerah kota. b. Miskin sekali, apabila pengeluaran per kapita per tahun lebih rendah dari setara 240 kg beras untuk pedesaan dan 360 kg beras untuk daerah kota. c. Paling miskin, apabila pengeluaran per kapita per tahun lebih rendah dari setara 180 kg beras untuk pedesaan dan 270 kg untuk daerah kota.

B. Pendapatan Rumah Tangga

Menanggapi kritik terhadap penggunaan output ekonomi perkapita, maka pendapatan rumah tangga digunakan sebagai proksi kesejahteraan karena dipandang lebih mencerminkan apa yang dinikmati oleh masyarakat wilayah. Pendapatan rumah tangga dapat diketahui dengan menjumlahkan pendapatan keluarga dari semua sumber pendapatan. Namun, data pendapatan rumah tangga seringkali sulit diperoleh sehingga digunakan informasi tentang konsumsi rumah tangga. Salah satu kelemahan dari konsumsi rumah tangga adalah taksiran yang cenderung berada di bawah angka pendapatan rumah tangga yang sesungguhnya.

C. Indeks Pembangunan Manusia

Penggunaan output ekonomi perkapita atau pendapatan rumah tangga dipandang kurang relevan dalam mengukur kesejahteraan masyarakat karena hanya memperhatikan faktor ekonomi saja. Hal ini mendorong penggunaan indikator lain yang lebih komprehensif. Atas promosi yang dilakukan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa, saat ini Indeks Pembangunan Manusia IPM atau Human Development Index HDI sebagai penilaian yang bersifat komposit atas perkembangan konsumsi, kesehatan, dan pendidikan masyarakat digunakan secara luas untuk mengukur perkembangan kesejahteraan masyarakat. 1 Akses Masyarakat Terhadap Pendidikan Tertinggalnya pembangunan pendidikan di Indonesia akan membawa dampak buruk bagi Indonesia masa depan. Perlu upaya-upaya dan kebijakan yang nyata dan sungguh-sungguh untuk memeratakan dan meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia. Di samping itu diperlukan juga kebijakan pendidikan yang tidak saja ditujukan untuk mengembangkan aspek intelektual, tetapi juga mengembangkan karakter peserta didik. Dengan demikian pendidikan menyiapkan siswa untuk memiliki kemampuan akademik, dapat beradaptasi dengan lingkungan yang cepat berubah, kreatif dalam mencari solusi masalah, dan memiliki watak yang baik. Indikator akses pendidikan antara lain adalah : a. Pelaksanaan wajib belajar 9 tahun. b. Layanan pendidikan, seperti masyarakat miskin, masyarakat yang tinggal di daerah terpencil, masyarakat di daerah-daerah konflik, ataupun masyarakat penyandang cacat. c. Penyediaan pendidikan keterampilan dan kewirausahaan ataupun pendidikan non formal yang bermutu. d. Penyediaan dan pemerataan sarana-sarana pendidikan dan tenaga pendidik. e. Kompetensi dan profesionalisme tenaga pendidik. f. Kesejahteraan tenaga pendidik agar lebih mampu mengembangkan kompetensinya. g. Manajemen pendidikan dan meningkatkan partisipasi masyarakat dalam proses perbaikan mutu pendidikan. h. Kualitas kurikulum dan pelaksanaannya yang bertujuan membentuk karakter dan kecakapan hidup, sehingga peserta didik mampu memecahkan berbagai masalah kehidupan secara kreatif dan menjadi manusia produktif. 2 Akses Masyarakat Terhadap Layanan Kesehatan Kondisi perkembangan kesehatan rakyat yang antara lain tercermin dari tingkat akses terhadap kesehatan punya pengaruh yang sangat besar terhadap kesejahteraan rakyat. Selain itu, kesehatan bersama pendidikan adalah investasi yang terpenting dalam pengembangan sumberdaya manusia. Padahal, seperti dimaklumi, keberlanjutan bangsa ini di masa mendatang salah satunya ditentukan oleh kualitas sumberdaya manusianya. Oleh karena itu, penyediaan akses kesehatan yang memadai dan merata pada semua lapisan masyarakat merupakan amanat kebangsaan dan tugas sejarah yang besar dan harus ditunaikan dengan sebaik-baiknya. Indikator layanan kesehatan antara lain adalah : a. Jumlah, jaringan dan kualitas pusat kesehatan masyarakat. b. Kuantitas dan kualitas SDM tenaga medis. c. Sistem jaminan kesehatan, terutama bagi rakyat miskin. d. Sosialisasi kesehatan lingkungan dan pola hidup sehat. e. Pendidikan kesehatan kepada masyarakat yang dimulai sejak usia kanak- kanak. f. Pemerataan dan kualitas fasilitas kesehatan dasar. Indikator pelayanan kesehatan yang baik tercermin dari beberapa indikator sebagai berikut: a. Meningkatnya proporsi keluarga yang berperilaku hidup bersih dan sehat; b. Meningkatnya proporsi keluarga yang memiliki akses terhadap sanitasi dan air bersih; c. Meningkatnya cakupan persalinan yang ditolong oleh tenaga kesehatan terlatih; d. Meningkatnya cakupan pelayanan antenatal, postnatal dan neonatal; e. Meningkatnya tingkat kunjungan visit rate penduduk miskin ke Puskesmas; f. Meningkatnya tingkat kunjungan visit rate penduduk miskin ke rumah sakit; g. Meningkatnya cakupan imunisasi; h. Menurunnya angka kesakitan dan kematian akibat penyakit malaria, demam berdarah dengue DBD, tuberkulosis paru, diare, dan HIVAIDS; i. Menurunnya prevalensi kurang gizi pada balita; j. Meningkatnya pemerataan tenaga kesehatan; k. Meningkatnya ketersediaan obat esensial nasional; l. Meningkatnya cakupan pemeriksaan sarana produksi dan distribusi produk terapetik obat, obat tradisional, kosmetik, perbekalan kesehatan rumah tangga, produk komplemen dan produk pangan; m. Meningkatnya penelitian dan pengembangan tanaman obat asli Indonesia; n. Meningkatnya jumlah peraturan dan perundang-undangan di bidang pembangunan kesehatan yang ditetapkan; dan o. Meningkatnya jumlah penelitian dan pengembangan di bidang pembangunan kesehatan. 3 Kesempatan Kerja Tingkat pengangguran di Indonesia sangat tinggi. Sejak beberapa tahun terakhir angka pengangguran menunjukkan kondisi yang terus memburuk. Berbagai sasaran pencapaian pembangunan seperti pertumbuhan ekonomi, inflasi yang rendah, maupun nilai tukar mata uang yang stabil baru akan berarti apabila masyarakat yang berhak atas pekerjaan dapat memperoleh pekerjaan yang layak bagi kemanusiaan. Kerja merupakan fitrah manusia yang asasi. Ekspresi diri diwujudnyatakan dalam bekerja. Apabila dicermati pergolakan dan ketidakamanan yang timbul di berbagai daerah dan tempat sering bersumber dari sulitnya mencari kerja bagi suatu kehidupan yang layak. Demikian juga beban yang berat yang ditanggung oleh pencari kerja, sering berdampak buruk bagi harmoni dan kebahagiaan rumahtangga. Dengan demikian penciptaan lapangan kerja atau pengurangan berdampak langsung bagi pencapaiaan damai dan juga keadilan. Kebijakan nyata diperlukan untuk menciptakan kesempatan kerja yang luas. Indikator kesempatan kerja antara lain adalah : a. Kepastian hukum, peraturan, dan rasa aman untuk berusaha dan bekerja. b. Hubungan industrial tripartit, yang mendorong terciptanya lapangan kerja yang luas dan menyejahterakan. c. Tingkat pertumbuhan ekonomi yang memadai, berkualitas, dan dinamis. Kebijakan-kebijakan tersebut diharapkan mampu menciptakan peluang dan kesempatan kerja yang luas. Akses pencari kerja tidak saja ditentukan oleh kesempatan yang ada, namun juga ditentukan oleh kualitas dan daya saing pencari kerja. Berbagai kebijakan tersebut diharapkan mampu memperluas kesempatan kerja dalam bentuk peningkatan pendayagunaan kapasitas produktif yang selama ini masih menganggur dan pembukaan usaha atau investasi baru. Sedangkan daya saing sumberdaya manusia diperbaiki melalui perbaikan pendidikan dan kesehatan. Tenaga kerja yang terampil dan memiliki kemampuan tinggi akan memudahkan untuk diserap oleh yang membutuhkannya.

D. Produsen Surplus dan Konsumen Surplus