Dampak budidaya ikan jaring apung di Waduk Cirata terhadap kesejahteraan masyarakat sekitar lokasi dan pembangunan ekonomi Kabupaten Cianjur

(1)

SEKITAR LOKASI DAN PEMBANGUNAN EKONOMI

KABUPATEN CIANJUR

MAMAN SUDRAJAT

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2009


(2)

Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa segala pernyataan dalam tesis saya yang berjudul :

DAMPAK BUDIDAYA IKAN JARING APUNG DI WADUK

CIRATA TERHADAP KESEJAHTERAAN MASYARAKAT

SEKITAR LOKASI

DAN PEMBANGUNAN EKONOMI KABUPATEN CIANJUR

Merupakan gagasan atau hasil penelitian saya sendiri dengan bimbingan Komisi Pembimbing, kecuali yang dengan jelas ditunjukkan oleh sumbernya. Tesis ini belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar pada program sejenis di perguruan tinggi lain. Semua data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan secara jelas dan dapat diperiksa kebenarannya.

Bogor, 12 Pebruari 2009

Maman Sudrajat NIM H151060131


(3)

Maman Sudrajat. 2009. The Impact of Floating Net Fish Culture at Cirata Reservoire on the Welfare of Surrounding Aquaculture Community and Economic Development in Cianjur. Supervised by Setia Hadi and Luky Adrianto

The development of floating net aquaculture at Cirata Reservoire aims to increase the welfare of it surrounding community. The data indicate that the fish farmer households are wealthier than that non fish farmer, this in indication that the floating net fish farming have positive impact on the economic development in Kabupaten Cianjur. This impact can be seen from the linkage of the floating net on other sectors. Although the direct backward linkage and direct forward linkage is small, but it indirect backward linkage and indirect forward linkage is middle, in addition that multiplier effect of floating net fish farming on the support and income is high. Floating net farmer is still enjoying the surplus up to now, but comparing to the previous year the surplus is lower due to the decrease of fish production caused by the decrease of water quality.


(4)

Cirata Terhadap Kesejahteraan Masyarakat Sekitar Lokasi dan Pembangunan Ekonomi Kabupaten Cianjur (dibawah bimbingan SETIA HADI, sebagai ketua danLUKY ADRIANTO, sebagai anggota).

Waduk Cirata merupakan salah satu waduk dari tiga waduk di Daerah Aliran Sungai (DAS) Citarum, Provinsi Jawa Barat. Fungsi utama Waduk Cirata adalah untuk Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) yang sebagian wilayah genangannya dimanfaatkan untuk usaha budidaya ikan di jaring apung.

Perkembangan usaha budidaya ikan di jaring apung berpengaruh terhadap sektor-sektor lain baik secara langsung maupun tidak langsung seperti : pembenihan ikan, pendederan ikan, pembuatan pakan ikan, pembuatan jaring, pembuatan kolam jaring apung, pemasaran ikan, usaha rumah makan, pariwisata, dan permintaan tenaga kerja. Namun disisi lain berpengaruh pula terhadap penurunan sumberdaya perairan, terutama kualitas air yang mengancam keberlanjutan usaha budidaya ikan jaring apung itu sendiri, pada akhirnya mengancam keberlangsungan sektor-sektor yang terkait.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis dampak keberadaan budidaya ikan jaring apung Waduk Cirata terhadap tingkat kesejahteraan masyarakat sekitar lokasi dan pembangunan ekonomi Kabupaten Cianjur. Penelitian tingkat kesejahteraan masyarakat menggunakan analisis kesejahteraan BPS dan penelitian dampak terhadap pembangunan ekonomi menggunakan analisis input – output.

Dari data yang diperoleh produksi ikan di jaring apung per satuan luas bahkan secara keseluruhan sejak tahun 2000 produksinya terus menurun, namun hasil analisis financial menunjukkan usaha budidaya ikan di jaring apung masih layak untuk dilaksanakan, dan hasil penelitian secara umum menunjukkan bahwa rumah tangga sekitar lokasi yang menjadi petani/pengusaha ikan jaring apung tingkat kesejahteraannya lebih tinggi dibadingkan dengan rumah tangga bukan petani/pengusaha ikan jaring apung.

Lebih rendahnya tingkat kesejahteraan rumah tangga bukan petani/pengusaha ikan di jaring apung, karena pada umumnya mata pencaharian penduduk sekitar lokasi adalah petani padi sawah atau lahan darat dengan luas < 0,25 Ha atau buruh tani yang upahnya di bawah upah minimum.

Petani/pengusaha budidaya ikan di jaring apung sampai saat ini masih mengalami surplus produsen cukup tinggi walaupun dari tahun ke tahun sejak tahun 2000 terus mengalami penurunan, karena produksi ikannya semakin menurun akibat kualitas air waduk yang terus menurun. Penurunan kualitas air ini disebabkan oleh akumulasi pencemaran dari hulu dan pencemaran dari budidaya ikan itu sendiri.

Keterkaitan langsung kedepan dan keterkaitan langsung kebelakang antara sektor budidaya kan dengan sektor lain kecil, demikian juga keterkaitan tidak langsung kedepan dan keterkaitan tidak langsung kebelakang antara sektor budidaya ikan di jarring apung dengan sector lain relatif kecil, dan dampak pengganda sektor budidaya ikan terhadap output dan pendapatan juga masih tergolong kecil. Hal ini menendakan keberadaan budidaya ikan di jaring apung kurang berpengaruh terhadap pembangunan ekonomi Kabupaten Cianjur.


(5)

sebagian orang yang bermata pencaharian yang terkait langsung dengan budidaya ikan pada sektor lain seperti pariwisata yang sampai saat ini perkembangannya masih belum optimal, atau pemerintah memfasilitasi pembuatan pabrik pengolahan ikan, pabrik pakan ikan, serta memberikan penyuluhan kepada petani padi sawah agar mau melakukan usaha mina padi yang mendukung penyediaan benih ikan bagi budidaya ikan di jaring apung. Dengan demikian selain dapat meningkatkan tingkat kesejahteraan rumah tangga bukan petani/pengusaha jarring apung juga dapat meningkatkan sektor-sektor yang terkait secara langsung dengan budidaya ikan di jarring apung, sehingga dapat mendorong membangunan ekonomi Kabupaten Cianjur.


(6)

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.


(7)

SEKITAR LOKASI DAN PEMBANGUNAN EKONOMI

KABUPATEN CIANJUR

MAMAN SUDRAJAT

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains Pada Program Studi

Ilmu-Ilmu Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2009


(8)

Nama : Maman Sudrajat

NIM : H151060131

Disetujui, Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Setia Hadi, M.Si. Dr. Ir. Luky Adrianto, M.Sc. Ketua Anggota

Diketahui,

Ketua Program Studi Ilmu-Ilmu Dekan Sekolah Pascasarjana Perencanaan Pembangunan

Wilayah dan Perdesaan

Dr. Ir. Bambang Juanda, MS. Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, MS.


(9)

(10)

Puja dan puji serta syukur penulis panjatkan ke khadirat Allah S.W.T., yang telah memberikan rakhmat dan khidayat serta karuniaNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini. Tidak lupa pula penulis sampaikan terimakasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya atas segala bantuan dan dorongannya kepada yang terhormat :

1. Bapak Dr. Ir. Setia Hadi, M.Si., sebagai ketua komisi pembimbing dan Bapak Dr. Ir. Luky Adrianto, M.Sc., sebagai anggota pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan masukan dalam penulisan tesis ini.

2. Bapak Dr. Ir. Bambang Juanda, M.S., sebagai ketua program studi Ilmu-ilmu Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan beserta staf atas segala kemudahan dan dorongannya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini. 3. Seluruh dosen Program Studi Ilmu-ilmu Perencanaan Pembangunan Wilayah

dan Perdesaan yang telah memberikan ilmu dan pengetahuannya kepada penulis sehingga dapat digunakan sebagai bahan referensi dalam penulisan tesis ini.

4. Pimpinan Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan (PPPTK) Pertanian Cianjur yang telah memberikan kesempatan, dorongan, bantuan, dan kemudahan untuk menempuh jenjang pendidikan Progam Master (S2) sampai tersusunnya tesis ini.

5. Ibunda dan ayahanda serta mertua yang telah memberikan dorongan moril dan doanya, sehingga ananda dapat menyelesaikan pendidikan sampai tersusunnya tesis ini.

6. Istri dan anak-anakku tercinta atas dorongan moril dan doanya.

Bogor, 12 Pebruari 2009


(11)

Penulis lahir pada tanggal 26 Maret 1961 di Cianjur - Jawa Barat, sebagai anak kedua dari enam bersaudara, dengan Ayahanda Bapak H. Abdul Hamid; BA. dan Ibunda Hj. Epon Saripah.

Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SD Negeri 2 Ciranjang – Cianjur tahun 1973 dan pendidikan menengah di SMP Negeri Ciranjang – Cianjur tahun 1976 serta pendidikan menengah atas di SPMA Bogor tahun 1980.

Pada tahun 1980 sampai dengan tahun 1983 penulis mengabdikan diri kepada negara sebagai pegawai negeri sipil (PNS) di Pusat Penelitian Tanah (Puslittan) Bogor. Tahun 1983 mengundurkan diri dari PNS dan melanjutkan pendidikan di Akademi Pertanian Tanjungsari (APT) Program Studi Pertanian lulus tahun 1986.

Pada tahun 1986 sampai dengan tahun 1989 penulis menjadi tenaga guru honorer di SMP Negeri Bojong Picung – Cianjur dan SMP PGRI Ciranjang – Cianjur. Pada tahun 1990 sampai dengan sekarang mengabdikan diri sebagai pegawai negeri sipil (PNS) di Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan (PPPPTK) Pertanian Cianjur.

Pada tanggal 15 Desember 1991 penulis menikah dengan Lidia Br. Tarigan dan dikaruniai dua orang anak, Kurniawan Faturochman lahir tanggal 7 Mei 1993 dan Widadarojati Yumnaramdhani lahir tanggal 1 Januari 1999.

Pada tahun 1993 melanjutkan pendidikan Sarjana di Universitas Bandung Raya Bandung, Fakultas Pertanian, Program Studi Sosial Ekonomi Pertanian dan lulus tahun 1998. Penulis melanjutkan pendidikan Pascasarjana ini untuk Program Magister pada Program Studi Ilmu-ilmu Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan (PWD) Institut Pertanian Bogor (IPB) mulai tahun 2006.


(12)

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Upaya pembangunan pada akhirnya bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat kearah yang lebih baik, yang tercermin dalam peningkatan pendapatan per kapita dan pemenuhan kebutuhan pokok, juga menurunnya angka kemiskinan, memperluas kesempatan kerja dan mengurangi ketimpangan distribusi pendapatan dalam masyarakat (Jhingan, 2004). Namun pembangunan juga sangat berkaitan erat dengan kondisi sumberdaya alam dan ekosistem wilayah yang bersangkutan baik dalam kualitas maupun kuantitasnya (Anwar, 1977). Pembangunan yang baik adalah apabila pembangunan tersebut tidak hanya mampu memanfaatkan sumberdaya alam tetapi sekaligus juga mempertahankan kelestariannya. Karena apabila pemanfaatan sumberdaya alam tersebut kurang bijaksana dapat mengakibatkan kerusakan lingkungan, sehingga pembangunan yang berkelanjutan tidak dapat terwujud. Untuk mencapai tujuan tersebut perlu diadakan berbagai fasilitas atau pun kebijakan yang memberi kemungkinan atau kemudahan bagi masyarakat suatu daerah untuk memenuhi kebutuhannya sekaligus juga melestarikan sumberdaya alam tersebut.

Upaya membangun merupakan salah satu usaha untuk membantu masyarakat agar mereka dapat dan mampu bergerak sendiri meningkatkan pendapatannya. Dalam membangun suatu daerah masih memerlukan campur tangan atau bantuan dari luar daerah itu, karena umumnya suatu daerah pasti masih memiliki banyak keterbatasan, baik keterbatasan ide, pemikiran, perencanaan, pembiayaan, dan sebagainya. Campur tangan dari luar biasanya dari pihak pemerintah, karena pemerintah mempunyai tugas dan kewajiban untuk mensejahterakan warganya. Bantuan yang dimaksud adalah memberi kemudahan kepada masyarakat agar dapat bangkit membangun dirinya sendiri untuk meningkatkan taraf hidupnya.

Demikian juga dengan pembangunan Waduk (bendungan) Cirata di Kabupaten Purwakarta yang menggenangi sebagian wilayah Kabupaten Purwakarta (27%), Cianjur (47%), dan Bandung (26%). Waduk Cirata ini dibangun pada era presiden Soeharto, yakni pada tahun 1984 s.d 1987. Waduk


(13)

Cirata merupakan Waduk ketiga di Daerah Aliran Sungai (DAS) Citarum Provinsi Jawa Barat. Waduk pertama adalah Waduk Jatiluhur di Kabupaten Purwakarta yang menggenangi sebagian wilayah Kabupaten Purwakarta. Waduk ini dibangun pada era presiden Soekarno. Waduk kedua adalah Waduk Saguling di Kabupaten Bandung yang menggenangi sebagian wilayah Kabupaten Bandung, Waduk ini dibangun pada era presiden Soeharto.

Tujuan utama pembuatan Waduk tersebut, khususnya Waduk Cirata adalah untuk Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA), namun untuk mengurangi biaya sosial (social cost), maka sebagian genangan Waduk (1%) dimanfaatkan/ difungsikan pula sebagai tempat/lokasi budidaya ikan di jaring terapung, dengan maksud memberikan peluang atau kesempatan terutama bagi masyarakat yang terkena dampak genangan Waduk atau masyarakat di sekitar Waduk agar mempunyai mata pencaharian baru atau mata pencaharian tambahan. Namun sekarang ini sudah banyak orang yang bukan merupakan masyarakat yang terkena dampak genangan Waduk atau masyarakat yang bukan sekitar Waduk menginvestasikan atau menanamkan modalnya baik langsung pada sektor budidaya ikan di jaring terapung maupun sektor yang terkait dengan budidaya ikan di jaring apung, seperti : pembenihan ikan, penyediaan sarana dan prasarana jaring apung, trasnportasi, perdagangan, dan lain-lain. Bahkan bukan hanya masyarakat Kabupaten Purwakarta, Bandung, dan Cianjur saja, tetapi orang-orang di luar Kabupaten tersebut atau bahkan orang-orang diluar Provinsi Jawa Barat.

Budidaya ikan di jaring apung (floating cages) di Indonesia tergolong masih baru, perkembangan budidaya secara nyata baru terlihat pada sekitar tahun 1989 yang ditandai dengan keberhasilan UPT Perikanan melaksanakan pemijahan / pembenihan sekaligus pembesaran ikan Kakap Putih (Lates calcarifer, Bloch) di daerah Lampung untuk tujuan komersial (Direktorat Jenderal Perikanan, 1994). Budidaya ikan air tawar di karamba jaring apung merupakan metode akuakultur yang paling produktif sekarang ini. Hal tersebut dikarenakan beberapa kelebihan dalam metode karamba jaring apung antara lain: padat penebaran tinggi, ketersediaan kuantitas air, tidak memerlukan pengolahan tanah, pengendalian gangguan predator relatif lebih mudah, pemanenan lebih mudah, dan dapat dipindahkan ke lokasi lain


(14)

Dalam kondisi tertentu, modal untuk membuat karamba jaring apung relatif lebih kecil dibandingkan dengan pembuatan wadah budidaya ikan lainnya seperti kolam tanah atau tambak dengan jumlah padat tebar yang sama. Hal ini karena dalam pembuatan karamba jaring apung, terdapat berbagai pilihan bahan untuk membentuk konstruksi seperti besi geladak dapat digantikan dengan bambu, pelampung dapat diganti dengan drum atau stryfoam.

Akibat kegiatan usaha budidaya ikan air tawar di jaring apung inilah, sehingga terjadi perkembangan perekonomian di wilayah sekitar Waduk. Perkembangan perekonomian di sekitar waduk tersebut, tidak hanya sektor budidaya ikan di jaring apung saja, tetapi terjadi pula perkembangan sektor-sektor lain yang terkait dengan budidaya ikan di jaring apung serta sektor-sektor pendukung lainnya, seperti penyediaan benih ikan, pakan ikan, transportasi baik untuk mengangkut benih ikan, pakan ikan, pemasaran ikan, maupun sarana pendukungnya, penyediaan sarana prasarana jaring apung, serta sektor-sektor lain yang dibutuhkan untuk kebutuhan yang terkait dengan keberadaan kolam jaring apung. Bahkan sekarang sudah berkembang menjadi tempat rekreasi dan pemancingan ikan.

Perkembangan sektor-sektor tersebut memiliki keterkaitan (linkages) antar sektor produksi, yang pada akhirnya terjadi dampak penggandaan (multiplier effect) dari sektor perikanan budidaya ikan jaring apung terhadap sektor lain yang berkaitan dengan budidaya ikan jaring apung, baik keterkaitan secara langsung (direct linkages) maupun keterkaitan tidak langsung (indirect linkages), yang pada gilirannya diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat, terutama masyarakat disekitar genangan Waduk dan atau masyarakat yang terkena genangan Waduk. Namun akibat perkembangan budidaya ikan di kolam jaring apung ini berdampak pula terhadap kondisi perairan waduk akibat dari buangan kotoran ikan, sisa pakan ikan yang tidak termakan ikan, dan sisa-sisa buangan bekas aktivitas manusia. Bahkan diperkirakan luas wilayah yang digunakan untuk kolam jaring apung di Waduk Cirata ini sudah lebih dari 1% dari total luas genangan.


(15)

1.2. Perumusan Masalah

Dari data Kabupaten Cianjur dalam Angka tahun 2006 diketahui bahwa sektor pertanian merupakan sektor terbesar dalam struktur perekonomian Kabupaten Cianjur. Sektor pertanian tersebut terbagi atas pertanian tanaman pangan, perkebunan, kehutanan, peternakan, dan perikanan.

Sub sektor perikanan yang merupakan bagian dari sektor pertanian terbagi atas kegiatan penangkapan (fishing) dan kegiatan budidaya (fish culture). Kegiatan penangkapan terdiri dari penangkapan laut sebesar 229,73 ton dengan nilai Rp. 13.805,92 juta dan penangkapan dari perairan umum sebesar 182,90 ton dengan nilai Rp. 1.175.055,00 juta. Sedangkan kegiatan budidaya terbagi atas hasil tambak sebesar 934,91 ton dengan nilai Rp. 6.492,00 juta, kolam sebesar 4.220,17 ton dengan nilai Rp. 334,37 juta, sawah sebesar 1.791,60 ton dengan nilai Rp. 13.680,00 juta, keramba sebesar 611,85 ton dengan nilai Rp. 1.852.225,00 juta, dan jaring apung sebesar 34.903,30 ton dengan nilai Rp. 265.561,00 juta.

Dari data tersebut di atas ternyata nilai dari kegiatan budidaya lebih besar dibandingkan dengan hasil penangkapan, nilai hasil budidaya sebesar Rp. 2.138.292,37 juta atau 64,27% dari total hasil perikanan, sedangkan nilai dari hasil penangkapan sebesar Rp. 1.188.860,92 juta atau 35,73% dari total hasil perikanan. Nilai hasil budidaya di jaring apung berada di urutan kedua yaitu sebesar Rp. 265.561 juta atau 12.42% dari total hasil perikanan budidaya. Namun bila dilihat dari jumlah produksi, hasil budidaya ikan jaring apung ini berada pada urutan pertama yaitu sebesar 34.903,30 ton.

Data Jawa Barat dalam Angka tahun 2007 hasil budidaya ikan jaring apung dari Kabupaten Purwakarta (Waduk Jatiluhur dan Cirata) sebesar 60.715,50 ton dengan nilai sebesar Rp. 320.840.800,00 juta, Kabupaten Bandung (Waduk Saguling dan Cirata) sebesar 17.612,73 ton dengan nilai sebesar Rp. 129.488.890,00 juta, dan Kabupaten Cianjur (Waduk Cirata) sebesar 34.903,30 ton dengan nilai sebesar Rp. 265.561,00 juta. Jadi total produksi ikan hasil budidaya jaring apung di tiga Waduk tersebut berjumlah 113.231,53 ton dengan nilai sebesar Rp. 450.595.251,00 juta atau 96.07% dari total nilai hasil budidaya ikan jaring apung di Jawa Barat.


(16)

Jadi peran perikanan budidaya jaring apung dari Waduk baik Jatiluhur, Saguling, maupun Cirata saat ini merupakan salah satu sektor perikanan yang penting dalam mendukung perekonomian Provinsi Jawa Barat pada umumnya dan Kabupaten Bandung, Purwakarta serta Cianjur pada khususnya selain sektor-sektor perikanan budidaya lainnya seperti : tambak, kolam, sawah, laut, keramba, dan kolam air deras.

Perkembangan ekonomi suatu wilayah tidak terlepas dari saling terkaitnya sektor satu dengan sektor lainnya, demikian juga perkembangan ekonomi di wilayah Kabupaten Cianjur pada sub sektor budidaya ikan jaring apung di Waduk Cirata ini sangat terkait erat dengan sektor-sektor lain seperti :

a. Pembenihan ikan. Semakin berkembang budidaya ikan di jaring apung ini semakin banyak membutuhkan benih ikan, sehingga mendorong perkembangan usaha pembenihan ikan bahkan usaha pembenihan ikan ini tidak hanya berkembang di Kabupaten Cianjur saja, tetapi juga di Kabupaten lain yang berdekatan, seperti : Kabupaten/Kota Sukabumi, Kabupaten/Kota Bandung, Kabupaten Subang, dan lain-lain.

b. Pakan ikan. Semakin berkembang budidaya ikan di jaring apung dan berkembang pula usaha pembenihan ikan, maka semakin banyak pakan ikan yang dibutuhkan, sehingga semakin mendorong perkembangan pabrik-pabrik pakan, perkembangan pabrik-pabrik pakan ini banyak berkembang di daerah Kabupaten/Kota Tangerang, Kabupaten/Kota Bekasi, dan Kabupaten/Kota Cirebon.

c. Tenaga Kerja. Semakin berkembang usaha budidaya ikan di jaring apung juga menyebabkan peningkatan kebutuhan akan tenaga kerja, baik kebutuhan tenaga kerja yang langsung sebagai tenaga di jaring apung, maupun sebagai tenaga di tempat usaha pembenihan ikan, pendederan ikan, penjualan pakan, penjualan ikan konsumsi, penjualan benih ikan, sarana dan prasarana jaring apung, jasa panen, pabrik pakan serta transportasi.

d. Bahan baku penunjang, Sarana dan Prasarana Jaring Apung. Dengan berkembangnya usaha budidaya ikan di jaring apung semakin banyak pula bahan baku, sarana dan prasarana untuk kebutuhan jaring apung, seperti : obat-obatan, bambu, jaring, drum, kayu, paku, asbes/seng, tambang, paku, dan


(17)

lain-lain. Juga semakin meningkatnya kebutuhan bahan-bahan yang secara tidak langsung berhubungan dengan budidaya ikan, yaitu semen, pasir, keramik, kayu, paku, atap (genting/seng/asbes) untuk membuat bangunan penjualan pakan, penjualan es pembeku ikan, dan lain-lain.

e. Perbankan. Semakin berkembang usaha budidaya ikan di jaring apung semakin banyak pula perbankan yang dibutuhkan, baik untuk permodalan maupun transaksi lainnya. Baik keterkaitan langsung dengan usaha budidaya ikan di jaring apung maupun keterkaitan tidak langsung dengan usaha budidaya ikan, seperti : usaha pembenihan ikan, usaha pendederan ikan, usaha penjualan pakan, usaha sarana dan prasarana jaring apung, usaha pembuatan pakan ikan (pabrik pakan) dan lain-lain.

f. Transportasi. Semakin berkembang usaha budidaya ikan di jaring apung semakin berkembang pula kegiatan usaha transportasi baik untuk mengangkut hasil ikan konsumsi, benih ikan, pakan ikan, bahan pendukung lainnya, maupun penumpangnya. Transportasi tersebut bukan hanya transportasi darat, tetapi juga transportasi di perairan Waduk.

g. Pariwisata dan pemancingan ikan. Dengan berkembangnya usaha budidaya ikan di jaring apung secara tidak langsung mendorong juga kegiatan usaha pariwisata dan pemancingan ikan. Akibat banyak orang yang berkunjung ke daerah sekitar Waduk bukan karena kepentingan bisnis atau usaha melainkan hanya melihat-lihat atau rekreasi untuk melihat keindahan perairan Waduk atau melihat-lihat kondisi budidaya ikan di jaring apung atau sekedar jalan-jalan dengan perahu di perairan Waduk, ada juga orang yang datang hanya untuk memancing ikan.

h. Kegiatan perdagangan. Dengan berkembangnya usaha budidaya ikan di jaring apung, maka semakin berkembang kegiatan perdagangan yang berkaitan dengan berlangsungnya usaha budidaya ikan di jaring apung tersebut, seperti : perdagangan ikan hasil budidaya ikan jaring apung, perdagangan benih ikan, perdagangan pakan ikan, perdagangan sarana dan prasarana jaring apung, serta perdagangan oksigen dan es balok untuk packing ikan. Perkembangan budidaya juga meningkatkan kegiatan sektor


(18)

perdagangan lainnya, seperti: restoran, perlengkapan pemancingan dan pedagang konsumtif lainnya.

Dari sekian banyak dampak budidaya ikan di jaring apung tersebut terhadap perkembangan ekonomi sektor-sektor lainnya memungkinkan banyak peluang bagi masyarakat di sekitar Waduk untuk turut berperan serta memperoleh kesempatan agar dapat meningkatkan taraf hidupnya baik sebagai tenaga atau pengusaha ikan jaring apung secara langsung maupun sektor-sektor lain yang terkait dengan budidaya ikan secara langsung seperti pembenihan ikan, maupun secara tidak langsung seperti pedagang-pedagang yang menyediakan kebutuhan orang yang bekerja di sekitar Waduk atau orang yang berkunjung ke Waduk.

Dari uraian tersebut diatas kami coba mengkaji tentang dampak keberadaan jaring apung di Waduk Cirata terhadap kesejahteraan masyarakat sekitar lokasi dan pembangunan ekonomi Kabupaten Cianjur. Ada beberapa fenomena yang timbul dari kegiatan usaha budidaya ikan jaring apung di Waduk Cirata tersebut, diantaranya adalah :

a. Semakin berkembang kegiatan usaha budidaya ikan dijaring apung, maka semakin mendorong perkembangan sektor ekonomi yang lain, seperti : permintaan benih ikan, permintaan pakan ikan, permintaan modal (lembaga keuangan), permintaan tenaga kerja, dan perkembangan lembaga tataniaga. b. Akibat perkembangan sektor-sektor ekonomi tersebut diharapkan dapat

mendorong peningkatan kesejahteraan masyarakat terutama masyarakat sekitar lokasi atau masyarakat pengungsi karena terkena genangan Waduk serta pembangunan ekonomi wilayah Kabupaten Cianjur.

c. Namun kegiatan usaha budidaya ikan di jaring apung selain dapat mendorong perkembangan ekonomi juga dapat menimbulkan kerusakan lingkungan dan ekosistem Waduk, akibat dari penumpukan : sisa pakan yang tidak termakan oleh ikan, kotoran ikan, dan bekas-bekas peralatan kolam jaring apung. Akibatnya dapat menurunkan daya dukung Waduk terhadap kegiatan usaha budidaya ikan tersebut.

d. Akibat tersebut dapat menimbulkan menurunnya produksi ikan, sebagai contoh sudah sering terdengar berita tentang kematian ikan massal di Waduk baik Waduk Saguling, Jatiluhur, maupun Cirata.


(19)

Dengan demikian kami mencoba untuk mengkaji tentang dampak keberadaan budidaya ikan jaring apung di Waduk Cirata yang termasuk wilayah Kabupaten Cianjur terhadap kesejahteraan masyarakat sekitar Waduk dan pembangunan ekonomi Kabupaten Cianjur (Gambar 1).

Berdasarkan hal tersebut di atas, maka dapat dirumuskan beberapa masalah sebagai berikut :

a. Bagaimana sistem usaha budidaya di jaring apung di Waduk Cirata.

b. Bagaimana dampak dan peranan usaha budidaya ikan di jaring apung terhadap pendapatan, kesempatan kerja dan peningkatan kesejahteraan masyarakat sekitar lokasi Waduk.

c. Bagaimana dampak dan peranan usaha budidaya ikan di jaring apung terhadap pembangunan ekonomi Kabupaten Cianjur, serta aspek multiplier terhadap pendapatan dan kesempatan kerja.

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah :

a. Untuk menganalisis usaha budidaya ikan di jaring apung di Waduk Cirata b. Untuk mengetahui dampak budidaya ikan jaring apung di Waduk Cirata

terhadap kesejahteraan petani/pengusaha budidaya ikan di jaring apung dan masyarakat sekitar lokasi Waduk.

c. Untuk mengetahui dampak budidaya ikan jaring apung di Waduk Cirata terhadap pembangunan ekonomi Kabupaten Cianjur.

1.4. Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan pertimbangan oleh pemerintah dan masyarakat kabupaten Cianjur dalam mengelola waduk Cirata serta dapat merupakan contoh dalam upaya pengembangan wilayah di daerah lain yang memiliki kesamaan atau kemiripan, yaitu wilayah yang memiliki Waduk seperti Waduk Cirata.


(20)

1.5. Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian adalah menelaah usaha budidaya ikan di jaring apung di Waduk Cirata yang termasuk wilayah Kabupaten Cianjur dan dampak terhadap kesejahteraan masyarakat sekitar Waduk dan pembangunan ekonomi Kabupaten Cianjur.

1.6. Kerangka Pemikiran

Perkembangan suatu wilayah yang baik ditunjukkan oleh keterkaitan antara sektor ekonomi di wilayah tersebut, dalam hal ini terjadi transfer input dan output barang dan jasa antar sektor secara dinamis. Demikian juga keberadaan usaha budidaya ikan jaring apung Waduk Cirata dapat dikatakan mempunyai peranan yang baik dalam pengembangan wilayah apabila memiliki keterkaitan dengan sektor-sektor ekonomi lainnya di wilayah tersebut, seperti : usaha pembenihan ikan, usaha pembuatan pakan ikan (pabrik pakan), usaha pendederan ikan, pemasaran benih ikan, pemasaran pakan ikan, usaha pembuatan kolam jaring terapung, usaha pembuatan kerangka jaring apung, usaha transportasi, usaha pemasaran bahan-bahan untuk pengepakan (seperti : oksigen, es balok, kantong plastik, karet), dan sektor penunjang lainnya.

Disisi lain pelaksanaan pembangunan di suatu wilayah pada akhirnya bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat di wilayah tersebut tanpa melupakan tujuan pembangunan nasional. Kegagalan dalam melaksanakan kegiatan pembangunan akan terlihat apabila laju pertumbuhan ekonomi meningkat, namun tingkat pendapatan masyarakat masih rendah. Hal ini mengidentifikasikan bahwa kegiatan pembangunan tersebut belum mampu menciptakan spread effect kepada masyarakat. Jadi keberadaan usaha budidaya ikan jaring apung Waduk Cirata dapat dikatakan berkembang dan berhasil apabila masyarakat yang berada di wilayah Waduk tersebut meningkat kesejahteraannya. Apabila dengan keberadaan usaha budidaya ikan jaring apung di Waduk Cirata ini tidak memberikan dampak kesejahteraan kepada masyarakat di wilayah sekitar Waduk, maka kemungkinan besar terjadi kebocoran wilayah (regional leakage). Seperti yang dikatakan Anwar (1992), bahwa kegiatan pembangunan


(21)

Lingkungan Ekonomi Sosial

Lingkungan

Ekonomi Sosial

Kualitas air

Sarana

produksi

Prasarana

Tenaga

Kerja

Kegiatan

produksi

Sisa pakan

Kotoran

ikan

Bekas

sarana dan

prasarana

Limbah

lainnya

Hasil

Budidaya

ikan

Pajak

Hasil sektor

terkait

Hasil sektor

lain

Peluang kerja

INPUT

PROSES

BUDIDAYA

IKAN DI

JARING

APUNG

OUTPUT

Lingkungan Ekonomi Sosial

Lingkungan

Ekonomi Sosial

Pencemaran

lingkungan

Produksi

ikan

Kesempatan

kerja

Aktivitas

ekonomi

Penurunan

kualitas air

Penurunan

Kualitas Air

Pendapatan

Petani

PDRB

Kabupaten

Mengurangi

pengangguran

Trade

off


(22)

seringkali bersifat eksploratif dengan menggunakan teknologi yang padat modal dan kurang memanfaatkan tenaga kerja setempat, sehingga manfaatnya bocor ke luar wilayah. Selain itu multiplier yang terjadi kurang dapat ditangkap secara lokal atau regional, sehingga penduduk setempat hanya menjadi penonton.

Menurut Mahyudi (2004), pembangunan ekonomi adalah pertumbuhan yang dapat menyebabkan perubahan-perubahan diantaranya adalah tersedianya lapangan pekerjaan. Jadi keberadaan budidaya ikan jaring apung di Waduk Cirata dikatakan baik apabila mempunyai peranan atau dampak dalam penyediaan lapangan pekerjaan, baik lapangan pekerjaan secara langsung pada sektor budidaya ikan jaring apung itu sendiri maupun lapangan pekerjaan secara tidak langsung namun masih terkait dengan keberadaan budidaya ikan jaring apung, seperti : tenaga kerja teknis pembenihan ikan, tenaga kerja teknis pendederan ikan, tenaga kerja teknis pembuatan pakan ikan (pabrik pakan ikan), tenaga kerja penjualan pakan, tenaga kerja pengangkutan ikan, tenaga kerja pemasaran benih ikan, tenaga kerja pemasaran ikan hasil jaring terapung, tenaga kerja pembuatan kolam jaring apung, tenaga kerja pemasaran sarana dan prasarana penunjang, tenaga kerja permodalan, dan lain-lain.

Selain itu suatu sektor dikatakan mempunyai peranan yang positif apabila sektor tersebut dapat meningkatkan Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB) di wilayah tersebut. Jadi keberadaan budidaya ikan jaring apung di Waduk Cirata mempunyai peranan atau berdampak positif apabila keberadaan budidaya ikan di Waduk tersebut dapat meningkatkan PDRB wilayah tersebut, baik langsung maupun tidak langsung.

Unit usaha yang memiliki keterkaitan kedepan (forward linkages) dengan usaha budidaya ikan jaring apung adalah usaha pemasaran ikan konsumsi, usaha pemancingan ikan, dan usaha rumah makan atau restourant yang menyediakan menu ikan. Sedangkan unit usaha yang memiliki keterkaitan kebelakang (backward linkages) dengan usaha budidaya ikan jaring apung adalah usaha pembenihan ikan, usaha pendederan ikan, usaha pembuatan pakan ikan (pabrik pakan ikan), usaha pembuatan kolam jaring apung, usaha pembuatan jaring (net), usaha bahan bangunan untuk kolam jaring apung, dan lain-lain. Usaha budidaya ikan jaring apung dikatakan memiliki peranan yang baik apabila dapat mendorong


(23)

unit-unit usaha yang memiliki keterkaitan kedepan lebih tinggi dibandingkan dengan unit-unit usaha yang memiliki keterkaitan kebelakang. Sebaliknya apabila tingkat keterkaitan ke belakang (backward linkages) lebih tinggi dibandingkan dengan keterkaitan ke depannya (forward linkages), maka hal itu menandakan adanya kebocoran suatu wilayah (Rustiadi, Saefulhakim dan Panuju, 2007).

Kriteria lainnya untuk mengetahui bahwa suatu sektor dikatakan memiliki peranan yang baik apabila sektor tersebut dapat memberikan nilai tambah (value added) sehingga memberikan dampak pengganda (multiplier effect) di wilayah tersebut. Sebaliknya apabila dampak pengganda (multiplier effect) rendah karena nilai tambah (value added) rendah, hal ini menandakan bahwa nilai tambah yang ada tidak dapat ditangkap wilayah tersebut melainkan justru manfaatnya diambil wilayah lain. Jadi bila keberadaan jaring apung tersebut tidak memberikan nilai tambah di wilayah tersebut, maka tidak akan memberikan dampak pengganda di wilayah tersebut, sehingga kemungkinan besar keberadaan jaring apung tersebut justru dimanfaatkan oleh wilayah lain.

Namun akibat perkembangan budidaya ikan di jaring apung yang terus meningkat juga dapat mengakibatkan kerusakan lingkungan dan ekosistem Waduk, sehingga dapat menurunkan daya dukung waduk terhadap keberlanjutan budidaya ikan di jaring apung atau paling tidak setiap satuan input yang ditanamkan produksinya akan terus menurun bahkan bisa sampai tidak menguntungkan lagi. Untuk mengembalikan kondisi waduk tersebut memerlukan biaya yang tidak sedikit dan membutuhkan waktu yang cukup lama. Selain itu, akibatnya dapat berpengaruh terhadap penurunan perkembangan sektor-sektor lain, yang pada akhirnya dapat menurunkan kesejahteraan masyarakat dan pembangunan sekonomi Kabupaten Cianjur.

Bertolak dari kerangka pikir di atas dapat ditarik masalah pokok yang menjadi dasar mengapa dan bagaimana penelitian ini dilakukan, yakni untuk mengetahui berbagai permasalahan atas data empiris yang terjadi di lapangan. Oleh karena itu dalam penelitian ini ingin mengetahui dampak keberadaan budidaya ikan jaring apung di Waduk Cirata terhadap kesejahteraan masyarakat sekitar Waduk dan pembangunan ekonomi Kabupaten Cianjur.


(24)

Secara diagramtik, kerangka pemikiran penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 2 berikut ini.

PERKEMBANGAN BUDIDAYA IKAN

JARING APUNG

D1 D2

EKONOMI RUMAH TANGGA

KJA

EKONOMI RUMAH TANGGA NON

KJA PS

MIKRO

MASYARAKAT SEKITAR LOKASI

D3 D4

MAKRO

EKONOMI KABUPATEN

CIANJUR

LINGKUNGAN PERAIRAN

WADUK Keterangan :

D1 = Dampak BD Ikan di Jaring Apung terhadap RT BD Ikan KJA D2 = Dampak BD Ikan di Jaring Apung terhadap RT Non BD Ikan KJA PS = Pruducers Surplus RT BD Ikan KJA

D3 = Dampak BD Ikan di Jaring Apung terhadap Pembangunan Ekonomi Kabupaten Cianjur

D4 = Dampak BD Ikan di Jaring Apung terhadap Lingkungan Perairan Waduk RT = Rumah Tangga


(25)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pembangunan

Pembangunan adalah suatu orientasi dan kegiatan usaha yang tanpa akhir serta proses pembangunan merupakan perubahan sosial budaya (Tjokroamidjojo dan Mutopadidjaya, 1980). Jadi pembangunan bermakna perubahan, yang mengarah pada peningkatan kesejahteraan manusia, peningkatan standar hidup, perbaikan pendidikan dan kesehatan serta keadilan dalam berbagai kesempatan adalah unsur-unsur yang esensial dalam pembangunan ekonomi. Pendapatan perkapita tanpa disertai dengan adanya transformasi sosial dan struktur ekonomi belum dipandang sebagai pembangunan. Karena mengukur pembangunan adalah sulit, karena menyangkut aspek-aspek bukan material, sehingga pengukuran pembangunan sering dipersempit dengan pembangunan ekonomi.

Menurut Todaro (2000), pembangunan merupakan suatu proses multidimensional yang mencakup berbagai perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap-sikap masyarakat, dan institusi-institusi nasional sebagai akselerasi pertumbuhan ekonomi, pengurangan ketimpangan pendapatan, serta pengentasan kemiskinan. Sedangkan menurut Budiharso (2001), pembangunan merupakan suatu usaha untuk menyediakan banyak alternatif yang sahih bagi setiap warga negara untuk mencapai aspirasi yang palinghumanistic.

Selanjutnya Todaro (2000), menyatakan terdapat tiga tujuan inti dari pembangunan, yaitu : (1) Peningkatan ketersediaan serta perluasan distribusi berbagai macam barang kehidupan yang pokok seperti pangan, sandang, papan, kesehatan, dan perlindungan, (2) Peningkatan standar hidup yang tidak hanya berupa peningkatan pendapatan tetapi juga meliputi penambahan penyediaan lapangan kerja, perbaikan kualitas pendidikan, serta peningkatan perhatian atas nilai-nilai kultural dan kemanusiaan yang semuanya itu tidak hanya untuk memperbaiki kesejahteraan material melainkan juga menumbuhkan jati diri pribadi dan bangsa yang bersangkutan, dan (3) Perluasan pilihan-pilihan ekonomis dan sosial bagi setiap individu serta bangsa secara keseluruhan, yakni dengan membebaskan mereka dari belitan sikap menghamba dan ketergantungan,


(26)

bukan hanya terhadap orang atau negara bangsa lain, namun juga terhadap setiap kekuatan yang berpotensi merendahkan nilai-nilai kemanusiaan.

Sedangkan Jhingan (2004), menambahkan bahwa pertumbuhan ekonomi dipandang sebagai kenaikan jangka panjang dari kemampuan suatu negara untuk menyediakan semakin banyak jenis barang ekonomi pada penduduk dan kemampuan ini tumbuh sesuai dengan kemajuan teknologi dan penyesuaian kelembagaan serta idiologis yang diperlukan. Adapun ciri yang menandai pertumbuhan ekonomi dapat dikemukakan sebagai berikut : (1) laju pertumbuhan penduduk dan produk per kapita, (2) peningkatan produktivitas, (3) laju pertumbuhan struktural yang tinggi, (4) urbanisasi, (5) ekspansi negara maju, dan (6) arus modal dan orang antar bangsa atau wilayah. Ciri-ciri pertumbuhan ekonomi modern sebagaimana tersebut di atas adalah saling mengait, semuanya tejalin dalam urusan sebab akibat.

Pembangunan juga sebagai “the process of improving the quality of all human lives” yang dibatasi dengan tiga aspek (Todaro, 1977), yaitu :

a. Mempertinggi tingkat penghidupan bangsa, yaitu tingkat pendapatan dan konsumsi pangan, pelayanan kesehatan, pendidikan dan sebagainya melalui proses pembangunan ekonomi.

b. Menciptakan keadaan yang dapat membantu pertumbuhan rasa harga diri melalui pembangunan sistem dan lembaga sosial, politik dan ekonomi yang dapat mengembangkan rasa harga diri dan rasa hormat terhadap kemanusiaan . c. Mengembangkan kebebasan untuk memilih dengan jalan memperluas rangkaian kesempatan untuk memilih, misalnya dengan menambah keanekaragaman jenis barang konsumsi dan jasa yang tersedia.

Fenomena umum dari ketidak terpaduan kebijakan pembangunan (Stohr, 1981), adalah :

a. Penarikan kembali faktor-faktor produksi dari wilayah-wilayah yang telah diseleksi untuk mendapat keuntungan yang sebesar-besarnya (nasional atau internasional)

b. Produktivitas tenaga kerja manusia wilayah yang merupakan sisa-sisa sumber daya manusia wilayah tersebut adalah sangat rendah, tenaga kerja demikian kurang menguntungkan.


(27)

c. Kerusakan lingkungan dan ketidak seimbangan hubungan manusia dengan lingkungan akibat frekuensi kepuasan yang berlebihan dari pengambilan sumber daya yang ada di daerah tersebut.

d. Memperkenalkan faktor-faktor produksi yang dominan (modal, teknologi, bentuk organisasi dan sebagainya) kepada daerah-daerah yang kurang berkembang. Dengan demikian kenaikan share dari pada aktivitas wilayah menjadi tergantung pada organisasi yang diawasi dari luar (multi-regional atau

multi-nasional).

e. Ketidak terpaduan struktur sosial dan struktur politik, sehingga berpengaruh terhadap keadaan perekonomian dan pembangunan, terutama bagi orang-orang miskin dan golongan penduduk yang kurang efektif.

f. Penarikan kembali sumber-sumber ekonomi, sehingga melemahkan perekonomian daerah dan struktur sosial politik. Hal ini akan mengakibatkan wilayah tersebut sangat tergantung pada pihak dan organisasi dari pemerintah pusat.

2.2. Pendekatan Pembangunan

2.2.1. Pendekatan pada Pertumbuhan Ekonomi

Sumber yang dapat mempengaruhi kecepatan pertumbuhan ekonomi, yaitu : peningkatan modal per tenaga kerja dan penggunaan teknologi (Oliver Blanchard, 2002). Seiring dengan itu kebijakan pembangunan ekonomi selalu ditujukan untuk mempertinggi tingkat kesejahteraan rakyat dan dipandang seluruhnya merupakan usaha pembangunan yang dijalankan oleh pemerintah. Parameter yang digunakan adalah Gross National Product (GNP). Pengukuran ini akan tercermin dari pendapatan per kapita. Hal ini sejalan dengan pendapat Sukirno (1978), bahwa kebijakan dan perencanaan pembangunan bertujuan menciptakan pembangunan ekonomi yang hasilnya secara merata dapat dirasakan oleh masyarakat, menciptakan pembangunan yang seimbang antar daerah, menciptakan kesempatan kerja semaksimum mungkin, dan melindungi perkembangan perusahaan-perusahaan nasional.

Namun ternyata pertumbuhan GNP yang tinggi belum tentu menjamin berkurangnya kemiskinan, karena GNP diambil dari nilai rata-rata pendapatan per


(28)

kapita, jadi bisa saja orang kayanya sedikit tapi kaya sekali sehingga gap antara orang kaya dan orang miskin tinggi sekali, jadi bisa saja orang miskinnya banyak, sehingga banyak kritikan tentang pengukuran kemajuan pembangunan bila ditinjau hanya dari GNP saja.

2.2.2. Pendekatan pada Penyediaan Lapangan Kerja

Pertambahan penduduk dan angkatan kerja di satu pihak dan laju serta arah investasi di lain pihak mempengaruhi masalah pengangguran dan perluasan kesempatan kerja. Pertambahan angkatan kerja juga mempengaruhi tingkat upah (dalam arti nyata) maupun aspek pembagian pendapatan masyarakat. Ditambah pula bahwa pertumbuhan penduduk dan angkatan kerja serta tingkat fertilitas dari yang bersangkutan juga mempengaruhi tingkat tabungan masyarakat dan investasi untuk perluasan dasar ekonomi (Djojodikusumo, 1975).

Sehingga pendekatan pada sumber daya manusia merupakan kunci keberhasilan bagi pembangunan bangsa. Pendapat ini didasarkan kepada, bahwa setiap investasi harus di arahkan bukan hanya untuk meningkatkan ”physical capital stock”, tetapi juga harus memperhatikan juga ”human capital stock” sehingga dapat terjamin kemajuan ekonomi dan stabilitas sosial (Tjokroamidjojo dan Mustopadidjaya, 1980).

Dengan demikian dalam mengejar pertumbuhan harus sekaligus memperhatikan masalah ketenaga kerjaan, seperti :

a. Daya serap terhadap tenaga kerja

b. Berbasis pada kondisi dan potensi wilayah c. Peningkatan tingkat pendidikan masyarakat d. Peningkatan tingkat kesehatan masyarakat

Penyediaan dan perencanaan tenaga kerja antara lain dapat ditentukan dengan analisis input – output. Untuk analisis impak dapat menggunakan koefisien-koefisien yang dihasilkan dari tabel tersebut, dengan demikian total koefisien tenaga kerja dapat diketahui.

2.2.3. Pendekatan pada Keterkaitan Antar Sektor

Tolok ukur keberhasilan pembangunan juga dapat dilihat dari keterkaitan antar sektor, pernyataan ini ditegaskan oleh Rustiadi, Saefulhakim, dan Panuju


(29)

(2007) bahwa kegagalan pemerintah (governance failure) di masa lalu adalah kegagalan di dalam menciptakan keterpaduan sektoral yang sinergis di dalam kerangka pembangunan wilayah. Pemerintahan yang sentralistik pada saat itu seringkali lembaga-lembaga (instansi) sektoral di tingkat wilayah/daerah hanya merupakan perpanjangan dari lembaga sektoral di tingkat nasional/pusat, dengan sasaran pembangunan, pendekatan, dan perilakunya tidak sinergis dengan institusi-institusi di tingkat daerah. Akibatnya, lembaga pemerintah daerah gagal memahami dan menangani kompleksitas pembangunan yang ada di wilayahnya, dan partisipasi masyarakat lokal tidak mendapat tempat sebagaimana mestinya.

Selanjutnya Rustiadi, Saefulhakim, dan Panuju (2007), menambahkan bahwa dalam kacamata sistem industri, keterpaduan sektoral berarti keterpaduan sistem input dan output industri yang efisien dan sinergis. Wilayah yang berkembang ditunjukkan oleh adanya keterkaitan antara sektor ekonomi wilayah, dalam arti terjadi transfer input dan output barang dan jasa antar sektor yang dinamis.

Pada umumnya setiap daerah pasti memiliki keterbatasan sumberdaya, oleh karena itu dalam merencanakan pembangunan memerlukan skala prioritas sektor mana yang perlu didahulukan. Menurut Rustiadi, Saefulhakim, dan Panuju (2007), sektor-sektor yang diprioritaskan untuk dikembangkan terlebih dahulu adalah (1) sektor-sektor yang memiliki sumbangan langsung maupun tidak langsung paling besar terhadap pencapaian sasaran pembangunan, (2) sektor-sektor yang memiliki banyak keterkaitan dengan sektor-sektor lainnya di wilayah tersebut, dan (3) sektor-sektor yang aktivitasnya lebih marata penyebarannya.

Analisis keterkaitan adalah analisis untuk mengukur tingkat ketergantungan antar sektor dalam ekonomi dan sejauhmana sektor tertentu dipengaruhi sektor lainnya. Mekanisme keterkaitan antar sektor, tidak hanya terbatas pada tahap kaitan langsung (kaitan pertama) output sektor yang digunakan pada tahap pertama sebagai input, kaitan ini merupakan kaitan kedua (tidak langsung). Analisis mengenai keterkaitan ini akan mengarah kepada telusur keterkaitan yang bersifat ke depan (forward linkages) dan keterkaitan ke belakang (backward linkages) antara satu sektor dengan sektor lainnya. Tingkat keterkaitan ke depan biasanya disebut derajat kepekaan dapat diturunkan indeks derajat kepekaan.


(30)

Tingkat keterkaitan ke belakang yang disebut daya penyebaran dapat diturunkan indeks daya penyebaran. Indeks derajat kepekaan dan indeks daya penyebaran dapat digunakan untuk menganalisa dan menentukan sektor kunci (key sector) yang akan dikembangkan dalam pembangunan ekonomi suatu wilayah (BPS, 1995).

2.2.4. Pendekatan pada Keterkaitan dengan Aspek Lingkungan

Peningkatkan perekonomian yang disesuaikan dengan sumberdaya yang dimiliki (resources based approach) merupakan bagian yang mendasar dalam pembangunan, agar pembangunan tersebut tidak hanya untuk memenuhi kebutuhan masa kini saja melainkan juga memikirkan keberlanjutananya di masa yang akan datang. Walaupun dalam pelaksanaannya sering menghadapi banyak kendala (Reksohadiprodjo dan Brodjonegoro, 1977) antara lain :

1. Adanya pendapat bahwa bertambahnya pencemaran terhadap lingkungan terjadi sedikit demi sedikit, sehingga tambahan pencemaran tidak berpengaruh dan manusia tetap dapat hidup.

2. Adanya pihak-pihak yang menentang kebijakan yang memperhatikan aspek lingkungan karena merasa kegiatannya dibatasi.

3. Adanya pihak yang berpegang teguh pada hal-hal tradisional dan menentang adanya perubahan.

4. Adanya pihak-pihak yang menolak pembagian insentif ekonomi yang dimaksudkan untuk perlindungan lingkungan karena menganggap hal tersebut sebagai sesuatu yang tidak bermanfaat.

Pembangunan yang demikian dikenal dengan istilah pembangunan berkelanjutan yaitu pembangunan yang dapat memenuhi kebutuhan generasi saat ini, tanpa mengorbankan kepentingan generasi yang akan datang untuk memenuhi kebutuhannya. Konsep pembangunan berkelanjutan mengintegrasikan tiga pilar kehidupan yaitu ekonomi, sosial, dan ekologis. Oleh karena itu, konsep berkelanjutan tersebut dapat diartikan sebagai keberlanjutan ekonomi, sistem sosial, dan keberlanjutan ekologis. Sehingga konsep pembangunan berkelanjutan memungkinkan generasi sekarang dapat meningkatkan kesejahteraannya tanpa


(31)

mengurangi kesempatan generasi yang akan datang untuk meningkatkan kesejahteraannya juga.

2.3. Kebocoran Wilayah (Regional Leakage)

Pembangunan yang dilaksanakan di suatu wilayah pada dasarnya ditujukan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat di wilayah tersebut tanpa melupakan tujuan pembangunan yang lebih luas atau nasional. Kegagalan dalam melaksanakan kegiatan pembangunan akan terlihat apabila laju pertumbuhan ekonomi meningkat, namun tingkat pendapatan masyarakat tidak meningkat atau tetap rendah. Ini mengindikasikan bahwa kegiatan pembangunan di wilayah tersebut belum mampu menciptakanspread effect di wilayah tersebut.

Kegiatan pembangunan seringkali kurang dapat ditangkap secara lokal dan regional, sehingga penduduk setempat hanya menjadi penonton. Hal ini dapat terjadi karena berbagai hal, seperti sumberdaya manusianya yang belum siap menerima perubahan, kebijakan pemerintah yang kurang mendukung perkebangan wilayah tersebut, memerlukan dana yang cukup besar serta dukungan pendanaannya yang sulit di akses oleh masyarakat di wilayah tersebut, sumberdaya alam yang tidak mendukung, dan lain-lain.

Tingkat kebocoran suatu wilayah dapat ditandai dengan tingginya keterkaitan ke belakang (backward linkage) sedangkan keterkaitan ke depannya (forward linkage) cenderung rendah dan juga berkaitan dengan rendahnya dampak pengganda (multiplier effect), karena nilai tambah (value added) yang semestinya ditangkap wilayah tersebut justru manfaatnya diambil wilayah lain.

Beberapa hal yang dapat mengakibatkan tingginya tingkat kebocoran wilayah, antara lain (Anwar, 1995) :

a. Sifat Komoditas

Komoditas yang bersifat ekspoitatif umumnya yang natural resources mempunyai kecenderungan mengalami kebocoran wilayah yang tinggi apabila dalam sistim produksinya membutuhkan persyaratan-persyaratan tertentu, baik kualitas sumberdaya manusia, teknologi yang dipakai, kedekatan dengan pasar maupun persyaratan lainnya yang mengakibatkan aktifitas ekonomi suatu


(32)

komoditas yang berasal dari suatu wilayah dilaksanakan di wilayah lain, sehingga nilai tambahnya sebagian besar ditangkap wilayah lain.

b. Sifat Kelembagaan

Salah satu sifat kelembagaan yang utama adalah menyangkut kepemilikan (owners), karena berkaitan dengan tingkat kebocoran wilayah yang terjadi. Faktor pemilikan lahan juga berpengaruh terhadap persyaratan dalam penerimaan tenaga kerja walaupun hal ini tidak secara nyata, namun sering terlihat bahwa pemilik yang berasal dari luar daerah misalnya warga negara Indonesia atau warga negara asing dalam mengambil keputusan atau kebijakan akan berbeda jika dibandingkan dengan yang berasal dari daerah setempat.

Pada umumnya tingkat kebocoran suatu wilayah dapat dilihat dari komposisi impornya, baik impor sebagai input antara maupun sebagai input dari komponen permintaan akhir. Biasanya untuk mengukur tingkat kebocoran wilayah digunakan rasio input antara yang berasal dari impor dengan total input yang berasal dari luar daerah lebih mementingkan profit sedangkan yang berasal dari daerah setempat yang dipentingkan selain profit, juga sosial budaya yang ada di daerah tersebut harus lebih terjamin kelangsungannya.

2.4. Efek Pengganda (Multplier Effect)

Multiplier adalah koefisien yang menyatakan kelipatan dampak langsung dan tidak langsung dengan dampak langsung dari meningkatnya permintaan akhir sesuatu sektor sebesar satu unit terhadap produksi total semua sektor di wilayah tersebut (Rustiadi, Saefulhakim, dan Panuju, 2007). Analisis multiplier

merupakan salah satu analisis yang digunakan untuk menentukan tingkat ketergantungan dari beberapa sektor ekonomi. Suatu sektor dengan koefisien pengganda yang besar mencerminkan sektor tersebut mempunyai hubungan yang kuat dengan sektor lainnya. Ada beberapa tipe multiplier, yaitu : output multiplier,total value added multiplier atau PDRBmultiplier, income multiplier,


(33)

2.4.1. Output Multiplier

Output multiplier adalah dampak meningkatnya permintaan akhir suatu sektor terhadap total output seluruh sektor di wilayah tersebut. Hubungan antara output dan permintaan akhir dijabarkan sebagai berikut :

(

)

d

P A I X = − −1. Dimana :

X = matriks output

2.4.2. Total Value Added Multiplier atau PDRB Multiplier

Total value added multiplier atau PDRB multiplier adalah dampak meningkatnya permintaan akhir suatu sektor terhadap peningkatan PDRB. Total value added multiplier atau PDRB multiplier berhubungan dengan output secara linier yang dapat diasumsikan dengan persamaan matriks berikut :

X v V =

Dimana :

V = matriks PDRB

v = matriks diagonal koefisien PDRB X = matriks output, X

(

I A

)

−1.Pd

− = 2.4.3. Income Multiplier

Income multiplier adalah dampak meningkatnya permintaan akhir suatu sektor terhadap peningkatan pendapatan rumah tangga di wilayah tersebut secara keseluruhan. Karena :

j j

j W T

V = +

Dimana :

Vj = input primer sektorj

Wj = pendapatan rumah tangga (income) sektorj Tj = pendapatan prerusahaan sektorj

Koefisien IncomeWj adalah :

i j j

X W W =

Sehinggaincome multiplier dapat dihitung dengan matriks :

X w W =

Dimana :


(34)

w =matriks diagonal koefisien income

X =matriks output,

(

)

d

P A I X = − −1. 2.4.4. Tax Multiplier

Tax multiplier adalah dampak meningkatnya permintaan akhir suatu sektor terhadap peningkatan pajak langsung neto.

2.4.5. Employment Multiplier

Employment multiplier adalah dampak meningkatnya permintaan akhir suatu sektor terhadap peningkatan kesempatan kerja. Employment multiplier

dapat dihitung jika diketahui koefisien tenaga kerjanya. koefisien tenaga kerja dapat dihitung sebagai berikut :

i i i

X L

t =

Dimana :

ti = koefisien tenaga kerja sektori Li = jumlah tenaga kerja di sektori Xi = output sektori

Sehingga : X L

L=

Dimana :

L = matriks jumlah tenaga kerja

L = matriks diagonal koefisien tenaga kerja

X = matriks output, X =

(

IA

)

−1.Pd Karena X

(

I A

)

−1.Pd

= , maka L L

(

I A

)

−1.Fd

=

Dengan demikian L pada dasarnya dapat diterjemahkan sebagai jumlah tenaga yang diserap yang dipengaruhi oleh permintaan akhir. Karena L adalah matriks, maka matriks L dapat merinci dampak dari penyerapan kerja akibat pengaruh dari masing-masing komponen permintaan akhir.

2.4.6. Land Use Multiplier

Land use multiplier adalah dampak meningkatnya permintaan akhir suatu sektor terhadap perluasan penggunaan lahan. Rumus umum untuk menghitung dampak danmultiplier adalah sebagai berikut :


(35)

Type I : Dampak (H) kj ij k iV BV

H :

Multipleir (M) = kj

k i

V V H

Dimana :

HiVk= dampak peningkatan permintaan akhir sektor i terhadap total input primer k

Bi = vektor kolom ke j dari matriksB

Vk = vektor baris koefisien teknologi input primer ke-k

Vkj = koefisien hubungan langsung pemakaian input primer ke-k untuk sektor-i

Type II : Dampak (H) kj ij k iV q V

H :~ ~ Multiple (M) =

kj k i

V V H

Dimana : ij

q~ = vektor kolom ke j matrik (I – D)-1 kj

V~ = vektor baris koefisien teknologi input primer ke-k untuk sektor-i

2.5. Model Input – Output

2.5.1. Penggunaan Model Input-Output (I – O)

Untuk perencanaan ekonomi regional dapat menggunakan metode yang telah digunakan oleh Jensen, Mandeville dan Karunaratne (1979), yaitu dengan cara menghitung output multipliers, income multipliers, dan employment multipliers. Pada income multipliers dapat dilihat berapa besar perubahan dari rumah tangga akibat investasi pada salah satu sektor, sehingga impak terhadap pendapatan dapat dilihat dari direct effect, indirect effect, dan induced effect. Dalam menghitungemployment multiplier di dekati melalui flow of money yang dinyatakan dalam bentuk satuan-satuan tenaga kerja, sehingga akan diketahui bentuk industri tersebut apakah padat karya atau padat modal. Sedangkan untuk menghitung output multiplier dapat menggunakan beberapa cara tergantung tujuannya, salah satu cara yang bisa digunakan adalah menggunakan linier


(36)

programming models, dengan model ini dapat menentukan efisiensi dari penggunakan sumber daya di suatu daerah (Richardson, 1977).

Saat ini analisis I – O telah berkembang luas menjadi model analisis standar untuk melihat struktur keterkaitan perekonomian nasional, wilayah dan antar wilayah, serta dimanfaatkan untuk berbagai peramalan perkembangan struktur perekonomian (Rustiadi, Nasoetion, dan Saefulhakim, 2000).

Tabel I – O adalah tabel transaksi yang menggambarkan hubungan antara penawaran (supply) dengan permintaan (demand) antara berbagai sektor perekonomian dalam suatu wilayah. Menurut Saefulhakim (2000) pada dasarnya tabel I - O adalah gambaran lebih rinci dari sistem neraca ekonomi wilayah/nasional (neraca konsumsi, neraca akumulasi kapital/investasi, dan neraca eksternal wilayah/ luar negeri). Tabel I–O dapat digunakan untuk (1) memperkirakan dampak permintaan akhir dan perubahannya (pengeluaran rumah tangga, pengeluaran pemerintah, investasi, dan ekspor) terhadap berbagai output sektor produksi, nilai tambah (PDB-PDRB), pendapatan masyarakat, kebutuhan tenaga kerja, pajak (PAD untuk tingkat daerah) dan sebagainya, (2) mengetahui komposisi penyediaan dan penggunaan barang atau jasa sehingga mempermudah analisis tentang kebutuhan impor dan kemungkinan substitusinya, dan (3) memberi petunjuk mengenai sektor-sektor yang mempunyai pengaruh terkuat serta sektor-sektor yang peka terhadap pertumbuhan ekonomi.

Kelebihan tabel I – O dibandingkan alat analisis lain dalam ekonomi perencanaan dan pembangunan adalah sifat keseimbangan tabel I – O yang termasuk dalam modelGeneral Equilibrium (Saputra, 1999). Model dasar input – output yang telah dikembangkan oleh leontief adalah :

a. Struktur perekonomian tersusun atas beberapa sektor yang saling berintegrasi melalui transaksi jual beli antara pemenuhan input dengan penjualan produk. b. Output suatu sektor dijual kepada sektor lainnya dan untuk memenuhi

permintaan akhir.

c. Input suatu sektor dibeli dari sektor-sektor lainnya dari rumah tangga (dalam bentuk tenaga kerja) dari pemerintah (dalam bentuk pajak), penyusutan, surplus usaha, serta impor dari wilayah lain.


(37)

e. Dalam suatu kurun waktu analisis (yang biasanya dilakukan selama satu tahun) total input sama dengan output.

f. Suatu sektor terdiri dari satu atau lebih beberapa perusahaan dan input itu diproduksi oleh satu teknologi.

Menurut Budhiharsono (1996), keuntungan yang diperoleh bila menggunakan tabel I – O dalam perencanaan pembangunan wilayah adalah : a. Dapat menjelaskan dengan baik keterkaitan antara berbagai macam sektor

dalam perekonomian nasional atau pun perekonomian wilayah.

b. Dapat ditentukan besarnya output dan kebutuhan faktor produksi lain dari satu sektor permintaan akhir.

c. Akibat yang ditimbulkan perubahan permintaan, baik yang disebabkan oleh pemerintah maupun swasta terhadap perekonomian dapat diramalkan dengan rinci dan tepat.

d. Adanya perubahan teknologi dan harga relatif dapat diintegrasikan kedalam model melalui penyesuaian koefisien.

2.5.2. Metode Membangun Tabel Input-Output

Sejak pertama kali dikemukakan oleh Leontief pada tahun 1930-an, Tabel Input-Output (I-O) terus mengalami perkembangan dan menjadi salah satu alat analisis yang populer untuk melihat perekonomian baik tingkat nasional maupun regional. Walaupun ada beberapa kelemahan yang terletak pada asumsi yang digunakan pada analisis Tabel I-0. namun untuk melihat potensi perekonomian suatu wilayah dan keterkaitan antar sektor perekonomian, analisis Tabel I-0 masih merupakan pilihan terbaik dan banyak diminati.

Analisis Tabel I-0 hanya melihat kondisi perekonornian pada satu tahun tertentu. Oleh karena itu, idealnya Tabel I-O dibuat setiap tahun. Namun untuk memenuhi keinginan tersebut tidak mudah (bahkan boleh dikatakan tidak mungkin). Hal ini terkait dengan keperluan melakukan survei yang komprehensif untuk seluruh sektor perekonomian yang tentunya memerlukan waktu lama dan biaya yang besar.

Berdasarkan kondisi tersebut berkembang metode pembuatan Tabel I-0 dengan pendekatan lain yakni melakukan penyesuaian Tabel I-O yang sudah ada


(38)

untuk merefleksikan kondisi perekonomian saat ini (updating). Selain itu berkembang juga pendekatan lain yakni menggunakan informasi perekonomian Tabel I-0 suatu daerah untuk diterapkan pada daerah lain (derivasi). Dengan dua pendekatan tersebut, maka Tabel I-O dapat dimodifikasi setiap tahun dan dapat dibuat di semua daerah (Miller dan. Blair, 1985).

MetodeUpdatingdikenal juga dengan sebutan metode survei parsial, karena tidak perlu melakukan survei secara komprehensif seperti pembuatan Tabel I-O metode survei. Metode yang umum digunakan untuk melakukanupdating adalah metode RAS. Dengan metode ini data yang diperlukan adalah matrik koefisien input atau koefisien teknologi (sebagai tabel dasar), total output, total permintaan antara dan total input antara masing-masing sektor. Untuk memperoleh total permintaan dan input antara masing-masing sektor biasanya dilakukan survei khusus atau survei parsial.

Derivasi Tabel I-0 atau sering juga disebut metode non-survei dilakukan apabila suatu daerah sama sekali belum mempunyai Tabel I-O. Oleh karena itu harus menggunakan Tabel I-0 daerah lain untuk dijadikan sebagai tabel dasar untuk menderivasi.

Menurut Saefulhakim (2000) tabel I – O dapat dibangun melalui dua teknik, yaitu :

a. Survei (pengamatan lapangan) dapat dilakukan dengan dua pendekatan, yaitu : 1) PendekatanTrade Margin Analysis (TMA) dengan melakukan pendekatan kuantitatif input dan output masing-masing sektor melalui pertanyaan/ kuesioner.

2) Pendekatan Analytic Hierarchy Process (AHP) pengumpulan data kuantitatif input dan output perkiraan.

b. Metode RAS. Metode ini digunakan untuk membangun Tabel I – O suatu tahun tertentu berdasarkan Tabel I – O tahun yang lain dengan bantuan data PDRB tahun yang akan ditentukan Tabel I – O nya (updating Tabel I – O). Metode RAS juga dapat digunakan untuk menurunkan tabel I – O suatu wilayah melalui Tabel I – O wilayah yang lebih luas. Misalnya Tabel I – O tingkat Kabupaten dapat dibuat dengan menurunkannya dari Tabel I – O


(39)

tingkat propinsi atau membuat tabel I – O tingkat propinsi dengan menurunkannya dari Tabel I – O tingkat nasional.

Tabel I – O disusun berdasarkan tiga asumsi pokok (Saefulhakim, 2000), yaitu :

a. Prinsip homogenitas, aktifitas-aktifitas ekonomi yang dikategorikan kedalam suatu sektor tertentu diasumsikan memiliki karakteristik sistem produksi yang homogen yakni struktur input dan output yang homogen dan tidak ada substitusi antar aktifitas lainnya.

b. Prinsip Linieritas/Proporsionalitas, proporsi input-input suatu sektor bersifat tetap, tidak bergantung pada skala produksi/output (constant return to scale). c. Prinsip Additivitas, kinerja sistem produksi suatu sektor ditentukan oleh

kinerja sistem produksi sektor-sektor lainnya, namun pengaruh dari masing-masing sektor tersebut bersifatadditive, bukan interaktif atau multiplikatif.

Secara lebih sederhana Tabel input – output terbagi atas empat kuadran sebagaimana pada Tabel 1 di bawah ini.

Tabel 1. Tabel Input – Output

Permintaan Permintaan Akhir (Yi) Xi Input Antara Kuadran I Kuadran II

Nilai Tambah Kuadran III Kuadran IV

Kuadran 1 merupakan gambaran transaksi antar sektor dalam proses produksi, kuadran II menunjukkan matriks permintaan akhir terhadap output masing-masing sektor, kuadran III menunjukkan matriks nilai tambah (value added) masing-masing sektor faktor produksi (kecuali impor), dan kuadran IV merupakan transfer nilai tambah antar institusi. Berdasarkan tabel I – O terlihat jelas bahwa baris merepresentasikan distribusi penjualan output suatu faktor tertentu ke sektor lain. Sedangkan kolom/lajur mempresentasikan distribusi pembelian sektor tertentu pada sektor lainnya.

Tabel input – output sederhana yang lebih rinci dapat dilihat pada Tabel 2 di bawah ini.


(40)

Tabel 2. Tabel Input – Output Lebih Rinci Permintaan Antara Sektor Produksi Permintaan Akhir Output Total

1 ... j ... n (Y) X

1 X11 ... Xij ... X1n RT1 KP1 PM1 S1 E1 X1 2 ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ...

. ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ...

i Xi1 ... Xij ... Xin RTi KPi PMi Si Ei Xi . ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... . ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... In pu t A nt ara Sek tor Produk si

n Xn1 ... Xnj ... Xnn RTn KPn PMn Sn En Xn Upah dan Gaji

Rumah Tangga

L1 ... Lj ... Ln Nilai Tambah Lain V1 ... Vj ... Vn Impor M1 ... Mj ... Mn Total Input I1 ... Ij ... In

Kuadran I Kuadran II Kuadran III

Sepanjang baris pada kuadran I memperlihatkan alokasi penyediaan suatu sektor lainnya atau sektor itu sendiri. Angka-angka sepanjang baris menunjukkan alokasi output sektori yang digunakan untuk memenuhi permintaan antara sektor

j, dimana permintaan antara adalah permintaan akan suatu input untuk digunakan oleh sektor lain sebagai faktor produksi, termasuk didalamnya permintaan oleh sektor yang bersangkutan.

= = + n j i i

ij Y X

X 1

n = 1, 2, ..., n

Xij = banyaknya output sektori yang digunakan oleh sektorj

Yi = permintaan akhir terhadap sektori

=RTi + KPi + PMi + Si+ Ei

RTi = konsumsi rumah tangga

KPi =konsumsi pemerintah

PMi = pembentukan modal

Si = stok

Ei =ekspor

Sektor kolom menunjukkan penggunaan input yang dihasilkan oleh sektor lain untuk kegiatan produksi.

= = + n j i j

ij G X

X 1

n = 1, 2, ..., n

Xij = banyaknya input sektori yang digunakan oleh sektorj

Yi = permintaan akhir terhadap sektori

=Lj + Vj + Mj


(1)

0 1 30 3 41 0 40 0 133 84 0 0 0 396 480 613 0 0 624 624 21

2,91

3 224 546 7,08

8 65 388 0 91,633 28,385 0 102 114 6,165

34,76

6 126,400 0 0 127,8

19 127,819 2

2,26 3

6,94

6 5,908 7,74

3 969 1,373 0 87,792 58,741 0 0 0 41,097

99,83

8 187,629 0 0 192,4

73 192,473 16

17,6 63

22,5 45

161,09 1

66,9

27 7,383 42,671 0 918,698 97,935 0 0 0 10,233

108,1

69 1,026,867 0 0 1,131,

585

1,131,58 5 0 41 171 20,110

12,1

25 1,024 707 0 52,847 961,381 1,210,123 0 0 842 2,172,

346 2,225,193 0 0 2,226,

350

2,226,35 0 1 840

1,22

5 7,571 15,8

39 9,699 5,250 0 59,832 105,244 3,161 0 0 9,090 117,4

95 177,327 0 0 180,7

57 180,757 6

6,80 2

5,10

1 69,909 141,

590 1,939 4,584 0 730,067 327,121 0 25,65

3 0 76,169

428,9

43 1,159,010 0 0 1,210,

635

1,210,63 5

0 0 0 0 0 0 0 0 (6,157) 0 0 0 0 0 0 (6,157)

157 38,5

05 41,1

94

303,04 4

575,

148 42,710 149,196 0 3,554,304 4,246,909 1,213,284 107,3

24 82,5

97 3,824,559 9,474,

674 13,028,977 0 0 14,14 1,532

14,141,5 32 113

19,0 31

29,5 82

124,91 5

251,

715 44,913 132,309 0 1,872,450 1,424,425 8,128 88,18

8 32,7

50 0

1,553,

491 3,425,941 18

17,0 06

22,7

61 98,867 847,

050 40,400 166,958 0 1,958,732 0 0 0 0 0

41 25,1

86 60,9

31

434,36

6 0 17,342 374,223 0 3,348,535 0 0 0 0 0

29 11,6

66 24,6

61 41,339 74,5

49 5,745 37,981 0 610,367 0 0 0 0 0

5 1,24

1 2,82

9 19,137 0 1,024 13,756 0 256,221 0 0 0 0 0

0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

93 55,0

99 111,

182

593,70 8

921,

599 64,512 592,918 0 6,173,856 1,424,425 8,128 88,18

8 32,7

50 0

1,553,

491 7,727,346

0 0 0 0 0 0 0 (6,157) 0 0

363 112,

635 181,

958

1,021,6 68

1,74 8,46

3 152,135 874,423 (6,157) 11,600,609 23,201,219 46,402,437 92,80 4,874

185, 609,

749 371,219,498 11,02


(2)

Lampiran 29. Foreward Linkages:

Direct

Foreward

Linkage

Direct &

Indirect

Foreward

Linkage

Standardized

Direct

Foreward

Linkage

Standardized

Direct &

Indirect

Foreward

Linkage

No.

Sektor

DFL DIFL SDFL SDIFL

1

Perikanan darat (tambak,kolam,sawah)

0.04969

1.068482

0.175168

0.76036

2

Budidaya Ikan di jaring apung

0.112279

1.16759

0.395805

0.830888

3

Pembenihan/ pendederan ikan

0.598855

1.9347

2.111073

1.376784

4

Industri

makanan,

minuman

dan

tembakau

0.208991

1.245569

0.736733

0.88638

5

Industri kayu, bambu, rotan dan furniture

0.160671

1.217084

0.566396

0.86611

6

Industri kimia, barang-barang dari bahan kimia,

karet dan plastik

0.185886

1.24989

0.655284

0.889455

7

Industri

semen

&

barang

galian

bukan

logam

0.003336

1.003436

0.011761

0.714072

8

Industri logam dasar besi & baja

0.053427

1.058214

0.188339

0.753053

9

Industri pengolahan lainnya

0.099145

1.121492

0.349503

0.798083

10

Air bersih

0.012412

1.014977

0.043754

0.722285

11

Perdagangan

1.70864

3.13221

6.023269

2.228964

12

Hotel

0.05595

1.096009

0.197232

0.779949

13

Restoran

0.216994

1.333325

0.764942

0.94883

14

Angkutan jalan raya

0.399035

1.556829

1.40667

1.107881

15

Angkutan sungai dan danau

0.000539

1.00065

0.001899

0.712089

16

Penunjang angkutan

0.1439

1.17268

0.507273

0.83451

17

Komunikasi

0.120037

1.181316

0.423153

0.840656

18

Bank, lembaga keuangan, real estat dan jasa

perusahaan

1.129391

2.855146

3.98131

2.031798

19

Pemerintahan umum dan pertahanan

0.056165

1.101579

0.197992

0.783913

20

Jasa sosial dan kemasyarakatan

0.123208

1.166484

0.434332

0.830101

21

Jasa perorangan dan rumah tangga

0.518586

1.832193

1.82811

1.303837

22

Penurunan Kualitas Air

-0.03595

1.068482

-0.12672

0.76036


(3)

Lampiran 30. Backward Linkages

P

e

ri

k

a

n

a

n

d

a

ra

t

(t

a

m

b

a

k,

k

o

la

m

,

sa

w

a

h

)

B

u

d

id

a

y

a

i

k

a

n

d

i

ja

ri

n

g

a

p

u

n

g

P

e

m

b

e

n

ih

a

n

/

P

e

n

d

e

d

e

ra

n

i

k

a

n

In

d

u

st

ri

m

a

k

a

n

a

n

,

m

in

u

m

a

n

d

a

n

t

e

m

b

a

k

a

u

In

d

u

st

ri

k

a

y

u

,

b

a

m

b

u

,

ro

ta

n

d

a

n

f

u

rn

it

u

re

In

d

u

st

ri

k

im

ia

,

b

a

ra

n

g

-b

a

ra

n

g

d

a

ri

b

a

h

a

n

k

im

ia

,

k

a

re

t

d

a

n

p

la

st

ik

In

d

u

st

ri

s

e

m

e

n

d

a

n

b

a

ra

n

g

g

a

li

a

n

b

u

k

a

n

lo

g

a

m

In

d

u

st

ri

l

o

g

a

m

d

a

sa

r

b

e

si

d

a

n

lo

g

a

m

In

d

u

st

ri

p

e

n

g

o

la

h

a

n

la

in

n

y

a

A

ir

b

e

rs

ih

P

e

rd

a

g

a

n

g

a

n

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11

Direct Backward

Linkage DBL 0.399509 0.17531 0.488752 0.408612 0.211978 0.248713 0.269965 0.199287 0.227177 0.126027 0.265266

Direct & Indirect

Backward Linkage DIBL 1.650837 1.278918 1.818175 1.574434 1.292162 1.345165 1.380126 1.274971 1.32344 1.174294 1.365365

Standardized DBL SDBL 1.408342 0.617999 1.72294 1.440434 0.747261 0.876758 0.951677 0.702523 0.800843 0.444269 0.93511


(4)

Lanjut an Lampiran 30.

H

o

te

l

R

e

st

o

ra

n

A

n

g

k

u

ta

n

j

a

la

n

r

a

y

a

A

n

g

k

u

ta

n

s

u

n

g

a

i

d

a

n

d

a

n

a

u

P

e

n

u

n

ja

n

g

a

n

g

k

u

ta

n

K

o

m

u

n

ik

a

si

B

a

n

k

,

le

m

b

a

g

a

k

e

u

a

n

g

a

n

,

re

a

l

e

st

a

t

d

a

n

ja

sa

p

e

ru

sa

h

a

a

n

P

e

m

e

ri

n

ta

h

a

n

u

m

u

m

d

a

n

p

e

rt

a

h

a

n

a

n

Ja

sa

s

o

si

a

l

d

a

n

k

e

m

a

sy

a

ra

k

a

ta

n

Ja

sa

p

e

ro

ra

n

g

a

n

d

a

n

ru

m

a

h

t

a

n

g

g

a

P

e

n

u

ru

n

a

n

K

u

a

li

ta

s

A

ir

W

a

d

u

k

12

13

14

15

16

17

18

19

20

21

22

T

O

T

A

L

0.218621

0.119414

0.519815

0.433515

0.341859

0.226392

0.296617

0.328945

0.280739

0.170622

0.000000

5.957136

1.310239

1.170905

1.701997

1.607507

1.467143

1.310013

1.407372

1.432392

1.389571

1.234828

1.650837

29.50985

0.770678

0.420957

1.832443

1.528222

1.205116

0.798074

1.045629

1.159592

0.989657

0.601475

0.000000

21


(5)

Lampiran 31. Multipliers Jenis Multiplier Kode P e ri k a n a n d a ra t (t a m b a k, k o la m , sa w a h ) B u d id a y a i k a n d i ja ri n g a p u n g P e m b e n ih a n / P e n d e d e ra n i k a n In d u st ri m a k a n a n , m in u m a n d a n t e m b a k a u In d u st ri k a y u , b a m b u , ro ta n d a n fu rn it u re In d u st ri k im ia , b a ra n g -b a ra n g d a ri b a h a n k im ia , k a re t d a n p la st ik In d u st ri s e m e n d a n b a ra n g g a li a n b u k a n lo g a m In d u st ri l o g a m d a sa r b e si d a n lo g a m In d u st ri p e n g o la h a n la in n y a A ir b e rs ih P e rd a g a n g a n

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11

Income Multiplier Type I IM-1 2.21938 1.197023 2.077081 1.423798 1.34867 1.329506 1.208769 1.303811 1.220594 1.088404 1.551948

Income Multiplier Type II IM-2 3.519498 1.384985 3.414704 1.832724 1.655832 1.619458 1.380436 1.57332 1.414174 1.16029 1.972782

Business Surplus Multiplier Type I

SM-1 1.935441 1.156724 1.977823 2.448049 1.718966 1.637801 1.755418 1.638508 1.473526 1.217646 1.312888

Business Surplus Multiplier Type II

SM-2 2.87546 1.289305 2.944799 3.469984 2.446533 2.141651 2.297923 2.151035 1.834284 1.369239 1.537

Depreciation Multiplier Type I

DM-1 4.343328 1.396939 2.823625 1.717944 1.553529 1.544381 1.19572 1.456326 1.879746 1.06036 1.590221

Depreciation Multiplier Type II

DM-2 7.966551 1.920759 6.551371 2.354027 1.974056 1.977598 1.328698 1.796909 2.592474 1.102056 1.986655

Value Added Tax Multiplier Type I

TM-1 1.935441 1.156724 1.977823 2.448049 1.718966 1.637801 1.755418 1.638508 1.473526 1.217646 1.312888

Value Added Tax Multiplier Type II

TM-2 5.760042 1.713076 5.367459 1.789886 1.899487 1.656319 1.241825 1.560099 2.04526 1.054583 1.359924

Import Multiplier Type I

MM-1 1.395742 1.337306 1.855631 1.403565 1.154687 1.178426 1.331588 1.117731 1.167398 1.443702 1.38582

Import Multiplier Type II

MM-2 1.803061 1.6164 2.69751 1.927618 1.273347 1.369364 1.813023 1.238444 1.37623 2.10572 1.917409

Total Value-Added Multiplier Type I

VM-1 2.072931 1.173524 2.031536 1.898774 1.546402 1.514129 1.382206 1.486963 1.399174 1.122253 1.354367

Total Value-Added Multiplier Type II


(6)

Lanjut an Lampiran 31.

H

o

te

l

R

e

st

o

ra

n

A

n

g

k

u

ta

n

j

a

la

n

r

a

y

a

A

n

g

k

u

ta

n

s

u

n

g

a

i

d

a

n

d

a

n

a

u

P

e

n

u

n

ja

n

g

a

n

g

k

u

ta

n

K

o

m

u

n

ik

a

si

B

a

n

k

,

le

m

b

a

g

a

k

e

u

a

n

g

a

n

,

re

a

l

e

st

a

t

d

a

n

j

a

sa

p

e

ru

sa

h

a

a

n

P

e

m

e

ri

n

ta

h

a

n

u

m

u

m

d

a

n

p

e

rt

a

h

a

n

a

n

Ja

sa

s

o

si

a

l

d

a

n

k

e

m

a

sy

a

ra

k

a

ta

n

Ja

sa

p

e

ro

ra

n

g

a

n

d

a

n

ru

m

a

h

t

a

n

g

g

a

P

e

n

u

ru

n

a

n

K

u

a

li

ta

s

A

ir

W

a

d

u

k

12

13

14

15

16

17

18

19

20

21

22

T

O

T

A

L

1.246163

1.107976

2.022328

2.370474

1.394467

1.313181

1.622887

1.129513

1.21241

1.143759

0

30.53214

1.444192

1.202274

2.728342

3.537223

1.687156

1.547624

2.021111

1.213941

1.351181

1.260102

0

38.92135

1.449259

1.133567

2.896509

2.980527

1.795929

1.353

1.352602

0

2.077358

1.198748

0

34.51029

1.79306

1.236261

4.223371

4.405683

2.345528

1.596555

1.604676

0

2.976388

1.3431

0

45.88183

1.491696

1.27136

1.282394

1.349745

1.221935

1.126554

1.463392

1.425597

1.416782

1.225898

0

33.83747

1.892128

1.519007

1.474339

1.600236

1.370575

1.201934

1.795185

1.759792

1.756739

1.404061

0

47.32515

1.449259

1.133567

2.896509

2.980527

1.795929

1.353

1.352602

0

2.077358

1.198748

0

34.51029

1.501031

1.278744

2.436389

2.831787

2.535686

1.696556

1.739934

0

3.230264

1.606632

0

44.30498

1.158598

1.141358

2.020871

1.319641

1.425206

1.282686

1.493165

1.562315

1.260681

1.280844

0

28.71696

1.363095

1.316144

3.497729

1.762619

2.051847

1.714879

2.248337

2.243038

1.559765

1.632599

0

38.52818

1.374928

1.133676

2.100366

2.307068

1.551977

1.295295

1.406664

1.470492

1.480568

1.18896

0

32.29225