67
Lansia yang ada di kelompok TPA Iqro’ lebih banyak dari kelompok TPA Al-Quran yaitu sebanyak 30 orang lansia, dapat dilihat dari tabel 9:
Tabel 9. Daftar Lansia Kelompok TPA Al-Quran
No. Nama
LP Usia
Pendidikan Pekerjaan
1. SM
P 60
SD Pedagang
2. WR
L 67
SD Petani
3. NT
L 70
Tidak Tamat SD Petani
4. DM
P 61
SD Petani
5. RN
P 61
SD Petani
6. GN
P 64
SD Petani
7. ST
P 60
SD Petani
8. TR
P 70
Tidak Tamat SD Tidak bekerja
9. KN
L 60
SD Petani
10. GD
L 63
Tidak Tamat SD Petani
11. JD
L 66
SD Tidak bekerja
12. RL
P 60
SD Tidak bekerja
13. SW
L 60
SD Petani
14. JM
P 62
SD Petani
15. KR
P 63
SD Petani
16. MD
L 63
SD Tidak bekerja
17. TH
P 60
SD Petani
18. WN
P 65
SD Petani
19. YT
P 61
SD Petani
20. RB
P 68
SD Tidak bekerja
21. HN
P 67
Tidak Tamat SD Petani
22. PY
P 61
Tidak Tamat SD Petani
23. MS
P 63
SD Petani
24. TM
L 61
SD Tidak bekerja
25. EN
P 60
SD Petani
26. SB
P 62
Tidak Tamat SD Petani
27. FH
P 62
SD Petani
28. SR
P 60
SD Petani
29. TK
P 69
SD Tidak bekerja
30. UT
P 61
SD Petani
68
Dari tabel 9 dapat diketahui bahwa terdapat 30 lansia yang mengikuti TPA Al-Quran, hanya ada enam lansia yang tidak tamat SD serta tujuh
tidak bekerja. Berdasarkan tabel 8 dan tabel 9 maka dapat dirumuskan hal- hal pada tabel 10:
Tabel 10. Kelompok Lansia Berdasarkan Usia
No. Usia
Jumlah Presentasi
1. 60-65
28 75.7
2. 66-70
7 18.9
3. 71 ke atas
2 5.4
Dari tabel 10 menunjukkan bahwa lansia yang masih aktif dalam mengikuti pemberdayaan lansia yaitu lansia yang berusia antar 60-65 yaitu
sebanyak 75.7. Hal tersebut menunjukkan bahwa usia mempengaruhi frekuensi keaftifan seorang lansia dalam mengikuti kegiatan.
Tabel 11. Kelompok Lansia Berdasarkan Tingkat Pendidikan
No. Pendidikan
Jumlah Presentasi
1. Tamat SD
29 78.4
2. Tidak tamat SD
8 21.6
Berdasarkan tabel 11 menunjukkan bahwa lansia yang mengikuti pemberdayaan lansia di Dusun Gatak mayoritas adalah lansia yang tamat
SD yaitu sebanyak 78.4. Tingkat pendidikan berpengaruh pada kemampuan belajar para lansia dikarenakan lansia yang kesulitan
membaca atau mengingat-ingat huruf hijaiyah dapat membaca terjemahan huruf abjad yang sudah ada. Sehingga jika lansia yang tidak tamat SD
69
dapat mengalami kesulitan dalam belajar atau mengingat-ingat materi yang telah disampaikan.
Tabel 12. Kelompok Lansia Berdasarkan Jenis Pekerjaan
No. Jenis Pekerjaan
Jumlah Presentasi
1. Petani
27 73
2. Pedagang
1 2.7
3. Tidak Bekerja
9 24.3
Dari tabel 12 maka dapat diketahui bahwa sebagian besar lansia yang mengikuti pemberdayaan lansia di Dusun Gatak bekerja sebagai petani
dengan presentasi sebanyak 73. Sementara itu lansia tidak bekerja sebanyak 24.3, dan lansia yang bekerja sebagai pedagang sebanyak
2.7. Berdasarkan ketiga data di atas menunjukkan bahwa lansia yang
berusia 60-65, tamat SD, dan aktif bekerja lebih mempunyai semangat belajar dan kemampuan belajar yang tebih tinggi. Bekerja pada usia lanjut
dapat menjadikan lansia mempunyai komunikasi dengan teman sesama pekerjaan. Komukasi tersebut dapat menciptakan keakraban dan rasa
nyaman bagi lansia. Rasa nyaman dapat membuat lansia terhindar dari stress diusia lanjut dan mempunyai semangat tinggi dalam menjalani
hidup.
70
2. Deskripsi Pemberdayaan Lansia Melalui Kegiatan Keagamaan
a. Jenis Kegiatan yang Diselenggarakan Kegiatan-kegiatan yang diselenggarakan dalam pemberdayaan lansia
di Dusun Gatak yaitu: 1 Taman Pendidikan Al-Quran TPA
TPA merupakan kelompok masyarakat yang menyelenggarakan pendidikan non formal dalam bidang keagamaan Islam, bertujuan
untuk memberikan pengajaran membaca Al-Quran beserta dasar- dasar hukum atau tata cara membaca Al-Quran. TPA dapat diikuti
oleh semua orang dari kelompok usia manapun, tidak terkecuali lansia.
2 Yasinan Yaitu kegiatan kelompok masyarakat yang dilakukan dengan cara
membaca Surat Yasin bersama-sama dipimpin oleh seseorang yang telah ditunjuk. Yasinan dapat diadakan pada hari yang telah
disepakati kelompok masyarakat tertentu, atau dapat dilaksanakan untuk memenuhi hajat tertentu. Yasinan merupakan tradisi lama
yang telah dilaksanakan oleh masyarakat muslim di Indonesia secara turun temurun dan menjadi pemererat tali silaturahim antar
umat muslim. 3 Kajian
Kajian merupakan
kegiatan ceramah
dan diskusi
yang diselenggarakan
oleh kelompok
tertentu dengan
membahas
71
berbagai hal dan permasalahan dipandang dari sudut pandang agama dengan dipimpin oleh seorang narasumber. Tujuan dari
kegiatan kajian keagamaan ini adalah untuk memperluas wawasan keagamaan.
B. Data Hasil Penelitian
1. Pemberdayaan Lansia Melalui Kegiatan Keagamaan a. Latar Belakang Pembentukan Pemberdayaan
Hal yang melatarbelakangi dibentuknya pemberdayaan lansia yaitu pengurus masjid sebagai perwakilan dari masyarakat menginginkan masjid
menjadi ramai, masyarakat dapat rajin berjamaah di masjid kemudian dibentuklah kegiatan pemberdayaan. Seperti yang diungkapkan oleh RW
selaku takmir masjid Al-Iman Dusun Gatak: “Waktu itu pas rapat pengurus masjid kan kami membicarakan tentang
gimana ini kok masjidnya masih sepi. Kami akhirnya membuat kegiatan pengajian, untuk ibu-ibu muda sama lansia....” CW.3.1, hal:150
Diperkuat oleh pernyataan AN selaku perwakilan remaja masjid: “….waktu ada pertemuan pengurus ada yang usul bagaimana kalau
mengadakan kegiatan di masjid biar masjidnya rame gitu. Kan kebetulan disini memang belum ada kegiatan-kegiatan pengajian mbak terus
akhirnya kami adakan ….” CW.4.1, hal:156
Bagi pengurus, keputusan untuk membuat pemberdayaan lansia melalui kegiatan keagamaan adalah terobosan yang cukup besar di Dusun Gatak.
Belajar diusia lanjut mempunyai kesulitan tersendiri dibandingkan diusia lain, namun baik pengurus maupun para lansia merasa hal ini adalah tantangan.
RW mengungkapkan bahwa:
72
“….dan ini kan juga kami mengadakan TPA, jarang –jarang lho mbak ada TPA lansia. Soalnya kan ngajari lansia beda sama kalau kita ngajar anak
muda, padahal kan lansia juga belum bisa mereka juga pengen bisa pengen belajar” CW.3.12, hal:153
Diperkuat oleh pernyataan SD: “Kulo pengene pengen ngaji pengen saget, beno tahunan tapi nggeh
mboten nopo-nopo seng penting usaha. Pun tuwo nek saget kan nggeh saget ngaji sitik-sitik mbak” CW6.1, hal:164
Pemberdayaan lansia dilakukan melalui kegiatan keagamaan karena
banyak lansia di Dusun Gatak yang belum bisa membaca Al-Quran. Selain itu para lansia juga mempunyai keinginan untuk memperdalami agama, seperti
yang dikatakan oleh salah seorang ustadzah yaitu LI,: “Iya mbak mereka merasa terfasilitasi, dulu kan belum ada ngaji kayak
gini mbak belum ada TPA dan saya rasa pemahaman tentang agama juga belum banyak” CW.4.12, hal:158
Diperkuat dengan pendapat RW: “….ternyata kebanyakan mereka belum bisa semua mbak. Dari 50 orang
mungkin baru 15 yang bisa”CW.3.3, hal:151 Selain itu pendapat dari salah satu lansia yaitu SM mengatakan bahwa:
“Dereng nate kulo mbak, wong kulo niki mbiyen sekolahe ora ono ngajine. Kulo niku blas dereng saget moco Al-Quran mbak. Nung rong
taun sinau iqro niku nggeh urung iso-iso. Sagete lekas Al-Quran nggeh cedak-cedak niki. Wong tuwo nek umpomo mung seminggu pisan lek
moco niku nek ora ono seng mulang lak yo tetep kangelan to” CW.7.3, hal:171
Selain itu yang menjadi latar belakang dibentuknya pemberdayaan lansia melalui kegiatan keagamaan adalah untuk mewujudkan Kampung Al-Quran.
Dusun Gatak telah mendapatkan julukan Kampung Al-Quran sejak tiga tahun yang lalu. Masyarakat juga berkeinginan untuk mewujudkan julukan tersebut
dengan cara mengikuti kegiatan keagamaan. Diungkapkan oleh SY bahwa:
73
“….Selain itu disini Desa kami yang sudah mendapat julukan Kampung Al-Quran
ini supaya
bisa menjadi
kampung Al-Quran
yang sebenarnya”CW.5.1, hal:161
Diperkuat oleh pernyataan RW: “…saya rasa ya sudah sesuai dengan kebutuhan mereka, apalagi disini kan
sudah mendapatkan julukan Kampung Al-Quran. Mosok Kampung Al- Quran warganya masih banyak yang belum bisa baca Al-Quran”CW.3.4,
hal:151
Dari wawancara di atas dapat diketahui bahwa latar belakang dibentuknya pemberdayaan
lansia melalui
kegiatan keagamaan
adalah pengurus
menginginkan warga menjadi rajin berjamaah di masjid agar masjid menjadi ramai. Selain itu para lansia sendiri menginginkan adanya kegiatan
keagamaan, dikarenakan kebanyakan dari para lansia belum bisa membaca Al- Quran. Selain itu memang di Dusun Gatak belum ada kegiatan keagamaan
yang dikhususkan bagi lansia, padahal jumlah lansia di Dusun tersebut sangat banyak. Hal lain yang melatar belakangi dibentuknya pemberdayaan lansia
adalah julukan Dusun Gatak sebagai Kampung Al-Quran. Dusun Gatak telah mendapat julukan kampung Al-Quran sejak tiga tahun yang lalu, baik
pengurus maupun lainsia ingin mewujudkan Kampung Al-Quran tersebut secara nyata dengan cara meminimalisir jumlah masyarakat yang belum bisa
membaca Al-Quran. Oleh karena itu pengurus ingin memfasilitasi para lansia dalam belajar melalui pemberdayaan lansia melalui kegiatan keagamaan.
Dari hasil pengamatan, diketahui bahwa latar belakang dibentuknya pemberdayaan lansia adalah karena para lansia belum pernah mengikuti
kegiatan keagamaan seperti TPA, dan sebelumnya belum ada kegiatan keagamaan di Dusun Gatak.
74
b. Pelaksanaan Pemberdayaan Lansia Melalui Kegiatan Keagamaan Pemberdayaan lansia di Dusun Gatak dibentuk secara musyawarah olah
pengurus masjid dan perwakilan remaja. Pemberntukan tersebut tidak luput dari proses perencanaan. Perencanaan kegiatan dilakukan secara bertahap dan
sederhana dari kumpulan ide-ide yang ada. Dijelaskan oleh RW selaku takmir masjid:
“Kami pihak pengurus musyawarah waktu itu terus dipertemuan selanjutnya kami mulai koordinasi lebih lanjut dengan wakil remaja dan
beberapa pihak lalu kami tawarkan kalau ada yang mau membantu mengajar”CW.3.3, hal:151
Diungkapkan juga oleh AN bahwa: “Kami perencanaannya ga mendetail sih mbak kan kami suga dananya
sukarela, ustadnya ga dibayar, dan ga pakai konsumsi juga. Dana untuk pelaksanaan kami ambilkan dari infaq masjid dan sosial mbak. Kami
waktu itu dapet ide kemudian di rapat selanjutnya kami dapat pengajar dan kesepakatan waktu sudah gitu aja” CW.4.3, hal:157
Pada umumnya masyarakat desa masih memegang tradisi atau kebiasaan yang ada, seperti halnya gotong royong antar warga, musyawarah maupun
tradisi-tradisi adat. Masyarakat di Dusun Gatak masih mempertahankan tradisi-tradisi tersebut. Banyak hal dilakukan untuk kebaikan bersama dan
secara suka rela begitu juga dengan pemberdayaan lansia. Pembentukan dibuat secara musyawarah, ustadzustadzah yang mengajar juga menawarkan diri
secara suka rela. Seperti yang diungkapkan oleh BI:
“Saya kan ikut pembetukan dulu itu, saya ditawari untuk ngajar ya kemudian saya ikut berpartisipasi gitu mbak. Disini kan masih banyak
yang belum bisa baca Al-Quran, itung-itung ikut membantulah”CW.1.1, hal:140