Data Hasil Penelitian HASIL PENELITIAN

74 b. Pelaksanaan Pemberdayaan Lansia Melalui Kegiatan Keagamaan Pemberdayaan lansia di Dusun Gatak dibentuk secara musyawarah olah pengurus masjid dan perwakilan remaja. Pemberntukan tersebut tidak luput dari proses perencanaan. Perencanaan kegiatan dilakukan secara bertahap dan sederhana dari kumpulan ide-ide yang ada. Dijelaskan oleh RW selaku takmir masjid: “Kami pihak pengurus musyawarah waktu itu terus dipertemuan selanjutnya kami mulai koordinasi lebih lanjut dengan wakil remaja dan beberapa pihak lalu kami tawarkan kalau ada yang mau membantu mengajar”CW.3.3, hal:151 Diungkapkan juga oleh AN bahwa: “Kami perencanaannya ga mendetail sih mbak kan kami suga dananya sukarela, ustadnya ga dibayar, dan ga pakai konsumsi juga. Dana untuk pelaksanaan kami ambilkan dari infaq masjid dan sosial mbak. Kami waktu itu dapet ide kemudian di rapat selanjutnya kami dapat pengajar dan kesepakatan waktu sudah gitu aja” CW.4.3, hal:157 Pada umumnya masyarakat desa masih memegang tradisi atau kebiasaan yang ada, seperti halnya gotong royong antar warga, musyawarah maupun tradisi-tradisi adat. Masyarakat di Dusun Gatak masih mempertahankan tradisi-tradisi tersebut. Banyak hal dilakukan untuk kebaikan bersama dan secara suka rela begitu juga dengan pemberdayaan lansia. Pembentukan dibuat secara musyawarah, ustadzustadzah yang mengajar juga menawarkan diri secara suka rela. Seperti yang diungkapkan oleh BI: “Saya kan ikut pembetukan dulu itu, saya ditawari untuk ngajar ya kemudian saya ikut berpartisipasi gitu mbak. Disini kan masih banyak yang belum bisa baca Al-Quran, itung-itung ikut membantulah”CW.1.1, hal:140 75 Didukung oleh pernyataan RW: “Yang ngajar ya dari kami warga kami sendiri, kan dulu ditawarkan siapa yang mau sukarela ngajar ngaji dan tidak dibayar gitu mbak terus Alhamdulillah ada yang mau”CW.3.6, hal:151 Lansia tidak dilibatkan secara langsung dalam perencanaan pemberdayaan. Perencanaan sengaja dibentuk terlebih dahulu oleh pengurus dan perwakilan remaja, akan tetapi setelah pemberdayaan mulai berjalan para lansia dapat berpartisipasi dalam pengampilan keputusan. Dapat dilihat dari penuturan AN: “Kegiatan, tempat dan hari kami yang tentukan sih mbak tapi setelah bisa berjalan ya kami serahkan sama mereka yang menjalani mau bagaimana. Kami sebagai fasilitator sama, manut kan mereka juga sudah bisalah ya maksudnya kalau disuruh bikin keputusan sendiri”CW.4.3, hal:157 Diperkuat oleh pernyataan RW: “Enggak sih mbak itu yang ikut musyawarah itu pengurus sama perwakilan remaja, warga ngikut aja gitu”CW.3.4, hal:151 Dalam pemberdayaan yang diselenggarakan bersifat umum untuk warga Dusun Gatak. Kegiatan tersebut juga tidak mensyarakatkan apapun saat perekrutan peserta pemberdayaan. Seperti yang dijelaskan oleh RW: “Kami mengumumkan lewat pengeras suara masjid mbak, kami juga pengajian rutin tiap bulan. Biasa kalau di dusun gini kan gethok tular mbak, dari mulut kemulut gitu diomongin kalau ada kegiatan TPA dan lain-lain”CW.3.2, hal:151 Didukung oleh pendapat AN: “Kami mengumumkan di masjid kalau ada kegiatan-kegiatan gitu mbak, kan memang kalau disini pengumuman ya ngumuminnya lewat pengeras suara di masjid. Terus warga yang mau ikut tinggal dateng gitu mbak”CW.4.2, hal:156 Beberapa paparan di atas dapat disimpulkan bahwa pemberdayaan lansia di Dusun Gatak terbentuk dari proses perencanaan. Perencanaan pemberdayaan melibatkan pengurus masjid dan perwakilan ramaja. 76 Perencanaan dilakukan selama beberapa tahap dengan menentukan jenis kegiatan, tujuan, waktu, tempat dan biaya. Pemberdayaan ini dilakukan secara bersama-sama dan menggunakan dana sukarela sehingga tidak memberatkan para lansia. Pemberdayaan lansia terdiri dari beberapa kegiatan keagamaan yaitu TPA, yasinan, dan kajian yangn dilaksanakan rutin satu minggu sekali. Seperti yang diungkapkan oleh salah ustadzah LI: “Disini ada beberapa kegiatan mbak yang TPA itu ada dua, TPA Al- Quran setiap malam Minggu dan TPA iqro’ setiap malam Jumat. Ada lagi yaitu kajian setiap malam Selasa dan yasinian setiap malam Jumat bada isya. Ada lagi pengajian setiap sebulan sekali kalau itu untuk umum semua boleh ikut tidak hanya yang lansia” CW.2.2, hal:144 Didukung oleh pernyataan SD: “TPA Iqro’ niku malem jumat bar magriban dugi isya’ kan damel jamaah, enten TPA kangge seng pun Al-quran niku malem minggu nggeh sami bar maghrib dugi isya’, kajian kaleh Bu Yola niku malem selasa nggeh bar maghrib dugi isya’, enten maleh yasinan malem jumat bada isya’ kadang dugi jam sepuluh”. CW.6.6, hal:167 Sesuai dengan yang dikatakan oleh AN: “Disini TPA yang iqro itu malem Jumat, kalau yang Al-Quran malem Minggu. Kajiannya malem Selasa, yasinan malem Jumat bada isya’” CW.4.6, hal:174 Sedangkan SD mengungkapkan: “Nek seng TPA nggeh moco iqro’ mbak, nek kajian kaleh Bu YL niku kulo jarang mangkat terus nek yasinan ngoten nggeh mung moco yasin terus diisi lain-lain nek enten seng ajeng dirembug ngoten”. CW.6.4, hal:167 Setiap kegiatan mempunyai pengampu dan penanggung jawab sendiri- sendiri, untuk TPA iqro’ diampu oleh ustadz BI dan ustadzah LI. TPA Al-Quran diampu oleh ustadz WN, kajian oleh ustadzah YL, dan yasinan dibimbing oleh 77 Pak Rakun. Pelaksanaan kegiatan pembelajaran di TPA maupun di yasinan dan kajian pada menggunakan empat tahap yaitu tahap persiapan, pembukaan, inti, dan penutup. Dilihat dari penuturan RW: “Tahap pelaksanaan pembelajarannya itu kan pertama persiapan tempat, terus pembukaan, baca doa, kemudian nanti ngaji, setelah itu penutup” CW.3.5, hal:152 Hal ini juga disampaikan oleh SY: “Bar jamaah sholat maghrib niku nata meja buat TPA niku terus ngaji. Dibuka terus baca al-fatihah terus baca doa mau belajar terus ngaji satu- satu sma gurunya. Kalo satu orang lagi ngaji terus yang lain niku baca sendiri ngoten mbak. Bar niku pun, ditutup baca doa penutup majlis terus wangsul. Nek sing yasinan niku dibuka teru baca yasin, doa, terus istirahat lain-lain terus pun. Nek kajian kaleh bu YL nggeh sami tapi khusus yang perempuan”. CW.5.8, hal:162 Sedangkan LI mengatakan bahwa: “Pembukaan mbak setelah itu baca doa mau belajar, kemudian mulai belajarnya satu-satu sambil nunggu giliran mbah-mbahnya belajar sendiri dulu. Kalau yang yasinan ya sama, dibuka dulu baca Al-Fatihah terus baca yasin terus ada sesi lain-lain untuk berdiskusi. Kalau kajian itu setelah dibuka, kami kasih materi dengan ceramah. Setelah selesai, mereka boleh tanya. Kalau udah selesai ditutup pakai doa penutup majlis”. CW.2.7, hal:146 Penuturan tersebut sejalan dengan penuturan SM: “Kados wingi kino bar sholat maghrib njuk nata meja, mic, Al-Quran, tikar. Bar niku njuk dibuka karo Mas WN kui, soko mburi karo ono seng mbagekke snek. Bar dibuka kan moco doa bar kuwi diwarahi sikek karo Mas WN cara mocone piye. Nek wes terus siji-siji kon moco nganggo mic nek salah yo dibenerke. Bar kuwi nek Mas WN ora sibuk kyo wingi kae iso diwoco artine, biasane sampe setengan sepuluh nek isya’ yo sholat sek. Nek karo Pak GL sak ayat kudu bener. Wes rampung ngaji njuk ditutup moco doa, bar kwi ngresiki ngon terus do ngekke sosial sak ikhlase mbak”. CW.7.8, hal:172 Didukung oleh keterangan dari WJ: “Riyen awal masuk dites riyen diken maos iqro’ 1 saget nopo mboten. Nek pas TPAne niku pertamane dibukak terus baca doa ngoten terus do baca kiambak-kiambak kaleh nunggu giliran nek pun nggeh ditutup. Pas 78 ngaji kaleh gurune njuk mangkeh gurune nyatet teng buku prestasi niko, nggeh mung ngoten mbak. Nek yasinan niko radi benten, enten lain-laine soale kan mboten teng masjid terus wektune kan mboten ketabrak isya’ dadi saget tekan jam 21.30 kadang jam 22.00. Yasinan niko biasane dibukak kaleh Pak Rakun terus nggeh moco-moco dungo ngoten niko terus moco yasin niku”. CW.8.8, hal:212 Jumlah lansia yang mengikuti pemberdayaan lansia ini adalah sebanyak 50 orang. Lansia tersebut terbagi dalam kelompok-kelompok yaitu kelompok TPA iqro’ dan TPA Al-Quran. Dapat dilihat dari pernyataan AN: “….waktu pertama pertemuan itu sampai sekitar 50 orang….” CW.4.4, hal:157 Sedangkan LI menuturkan : “Kalau yang Al-Quran itu banyak mbak 30 lebih, kalau yang iqro’ itu yang aktif hanya tujuh, kajian itu jugabanyak mbak kebanyakan yang dateng itu yang dari Al-Quran sekitar 20 orang. Kalau yang yasinan 40 lebih mbak kan campur itu”. CW.2.9, hal:146 Diperkuat oleh pernyataan BS: “Dulu waktu awal-awal itu banyak mbak. Sekarang TPA malem jumat yang aktif biasanya 7 kadang 5. Kalau yang Al-Quran itu juga banyak wong kalau buat snace aja sampe 40 katanya”. CW.1.9, hal:142 Dari hasil wawancara tersebut dapat disimpulkan bahwa pemberdayaan lansia di Dusun Gatak melakukan perencanaan program pemberdayaan secara sederhana dan secara musyawarah yang melibatkan pengurus Masjid, serta perwakilan remaja. Lansia tidak dilibatkan secara langsung dalam perencanaan program pemberdayaan, akan tetapi lansia diberikan kebebasan berpendapat maupun berpartisipasi saat pemberdayaan sudah berjalan. Perekrutan pengajar atau ustadzustadzah dilakukan dengan cara mengajukan diri secara suka rela dan tidak menerima imbalan sama sekali. Pemberdayaan lansia di Dusun Gatak mencakup tiga kegiatan yaitu TPA, yasinan, dan kajian. 79 TPA dibagi menjadi dua kelompok yaitu kelompok Al-Quran dan kelompok iqro’. TPA Al-Quran dilaksanakan pada pukul 18.30 WIB atau bada maghrib setiap hari Sabtu di Masjid Al-Iman. TPA iqro dilaksanakan pada pukul 18.30 WIB atau bada maghrib setiap hari Kamis di Masjid Al-Iman. Kegiatan yasinan dilaksanakan pada pukul 19.30 WIB atau bada isya’ di hari Kamis bertempat di rumah warga secara bergilir. Sedangkan kajian dilakukan pada pukul 18.30 WIB atau bada maghrib setiap hari Senin. Jumlah lansia yang mengikuti kegiatan ini adalah sebanyak 50 orang Tahap pelaksanaannya yaitu terdiri dari tahap persiapan, pembukaan, inti, dan penutup. Menurut hasil pengamatan, jumlah lansia yang mengikuti TPA Al-Quran adalah sebanyak 30 orang, sedangkan TPA iqro’ sebanyak 7 orang. Yasinan, dan kajian diikuti oleh lansia dari kedua kelompok tersebut, jadi total lansia yang aktif dalam pemberdayaan ini yaitu sebanyak 37 orang. c. Metode Pemberdayaan Lansia Pemberdayaan yang menjadikan lanjut usia sebagai garapan utama membutuhkan metode khusus dan penanganan yang lebih dibandingkan dengan pemberdayaan dengan sasaran usia lain yang lebih muda. Metode yang digunakan haruslah metode dapat mudah diterima dan diikuti oleh para lansia. Pelaksanaan pembelajaran menggunakan metode ceramah, dan praktek. Seperti yang dikatakan oleh ustadz BI: “Ya TPA pembelajarannya pakai iqro’. Dulu kan juga sempat kerjasama dengan Fan Tahsin, tapi kan mereka belum bisa baca sama sekali mbak jadi agak kurang pas dengan itu ya terus cuma ngisi berapa kali gitu terus udah dilanjut iqro. Kalau kajian jelas kami menggunakan metode ceramah dalam penyampaiannya”. CW.1.4, hal:141 80 Diperkuat oleh pernyataan AN: “Pakai apa ya mbak kayaknya pakai iqro kalau yang TPA itu, yang mudah buat menula yang ga muda lagi”. CW.4.7, hal:157 Sedangkan RW menyampaikan bahwa: “Kami dulu nyoba pakai metode dari FAN Tahsin mbak tapi ada beberapa kelompok tidak bisa mengikuti karena itu belajarnya cepet kan. Kalau mbah-mbah yang belum begitu tua gitu masih bisa mengikuti dan sekarang sudah Al-Quran. Tapi kalau yang 70 tahun keatas agak kesulitan akhirnya mereka pakai yang metode iqro”. CW.3.7, hal:152 Hal ini sesuai dengan penuturan LI: “Pakai iqro mbak karena kami pikir itu lebih mudah. Kalau yang sudah Al-Quran itu dulunya mereka pakai metode yang berbeda jadi cepet bisa. Awalnya mau kami samakan pakai metode itu semua tapi yang di kelompok malem Jumat itu si mbah-mbahnya banyak yang sudah sepuh nanti malah tambah kesulitan”. CW.2.4, hal:145` Dalam pelaksanaan kegiatan keagamaan ustadzustadzah menggunkanan media buku iqro’ Al-Quran, hadits, dan juga buku yasin disaat kegiatan yasinan. Seperti yang diungkapkan oleh BS: “Medianya ya pakai buku iqro’ itu mbak, kalo yasinan ya buku yasin. Kalau yang Al-Quran sama kajian itu kadang juga ustadnya pakai hadits buat ngisi materinya”. CW.1.5, hal:141 Diperjelas oleh pernyataan LI: “Kami hanya pakai iqro’ itu mbak jadi mbak-mbahnya itu nanti baca satu- satu kami yang koreksi. Kalau yang Al-Quran itu beda lagi mbak, karena sudah Al-Quran jadi mereka bacanya Cuma satu ayat per orang tapi nanti semua di ajarin dulu sama ustadnya. Yang yasinan itu ya cuma baca yasin. Kajian itu juga nanti ustadzahnya menyampaikan materi secara lisan gitu nanti mbah-mbahnya bisa tanya”. CW.2.5, hal:145 Kelancaran dalam sebuat kegiatan didukung dengan adanya sarana dan prasarana yang memadahi. Pelaksanaan pemberdayaan lansia di Dusun Gatak juga tidak luput dari dukungan sarana dan prasarana yang ada. Sarana dan 81 prasarana tersebut berupa ruangan masjid, meja, tikar, media pembelajaran, microfone, dan juga almari. Hal ini disampaikan oleh AN: “Di masjid sudah kami siapkan semua mbak, ada meja, tikar, iqro’, Al- Quran, ada lemari tempat kayak kertas absen itu, ada mic”. CW. 4.8, hal:157 Sedangkan BS menyampaikan: “Tempatnya masjid itu, ada meja, papan tulis juga ada mbak tapi jarang digunakan. Ada iqro’, Al-Quran, buku prestasi, lemari juga ada. Sarpras dapat dari takmir itu dana dari infaq”. CW.1.6, hal:141 Didukung oleh pernyataan LI: “Di Masjid itu sudah ada meja, tikar, rak tempat iqro, kayak buku prestasi itu, Al-Quran, microfone. Sebenarnya di Masjid itu juga ada papantulis mbak tapi tidak kami gunakan karena menurut kami lebih efektif kalau diajarin pakai iqro’ langsung. Kalau yang Al-Quran juga ada snaknya mereka inisiatif iuran sendiri karena orangnya lebih banyak mbak”. CW.2.6, hal:145 Pemberdayaan yang mencakup berbagai kegiatan memberikan kesempatan kepada lansia untuk dapat selalui aktif dan juga berkumpul dengan seusianya, meskipun para lansia masih bekerja di sawah. Hal ini disampaikan oleh SY: “Nek kulo mesti tak usahakke mangkat mbak. Wong nggeh mboten tau libur paling nek Ustade mboten saget, paling mung moco bareng-bareng ngoten. Soale kan wes gae snek mbak, nek ora yo ono Pak Rakun kae” CW.7.5, hal:172 Hal ini juga disampaikan oleh LI: “Mereka termotivasi mbak wong hujan aja mereka tetep berangkat, kalau pas deres banget gitu bisanya mereka minta diganti malem Sabtu…” CW.2.15, hal:148 Sedangkan WI mengungkapkan bahwa: “Mboten mesti mbak, nek nembe repot nggeh mboten. Kulo wingi mboten mangkat pun rongjumat wong nembe enten keperluan 40 dinten tiang sepah” CW.8.5, hal:176 Sejalan dengan penuturan SD: 82 “Geh sok-sok mboten mlampah kan kulo taseh kagungan mbah, dados kulo ngurus mbahe kulo niku. Kan mbahe pun mboten saget nopo-nopo kiambak, teng dalem nggeh entene mung kulo dados nggeh kulo seng ngurus”. CW.6.5, hal:167 Berdasarkan hasil wawancara di atas dapat diketahui bahwa metode penyampaian pembelajaran yaitu dengan metode ceramah, dan praktek. Dalam kegiatan kajian materi disampaikan dengan metode ceramah, sedangkan TPA dan yasin dilakukan dengan metode praktek yaitu membaca secara langsung. Media yang digunakan yaitu buku iqro’, Al-Quran, hadits, dan buku yasin. Pelaksanaan kegiatan didukung oleh sarana dan prasarana yaitu ruangan masjid, microfone, meja, tikar, papan tulis, iqro’, Al-Quran, dan almari. Dari hasil pengamatan peneliti menemukan bahwa pemberdayaan lansia dilakukan dengan metode kelompok, dimana dalam penyampaian pembelajaran disampaikan menggunakan metode cerahan dan praktek. Kajian disampaikan dengan metode ceramah, TPA Al-Quran menggunakan metode praktek. Ustadz terlebih dahulu menuntun dan memberi petunjuk kepada para lansia untuk membaca ayat tersebut dengan benar, lalu para lansia mengikuti. Setelah diberikan petunjuk kemudian para lansia membaca dengan keras menggunakan microfone satu orang satu ayat untuk dikoreksi kebenarannya oleh ustadz yang mengajar. d. Materi Pemberdayaan Lansia Lansia yang sudah mengalami banyak penurunan kemampuan fisik menjadikan pertimbangan tersendiri untuk pengurus dalam memilih materi. Banyaknya kegiatan dan juga tingkat kesulitan mempengaruhi kelancaran jalannya pemberdayaan, maka pengurus memilih tiga kegiatan khusus dalam 83 pemberdayaan lansia ini yang masing-masing mempunyai materi berbeda. Materi yang diberikan dalam pemberdayaan lansia melalui kegiatan keagamaan di Dusun Gatak yaitu cara membaca iqro’, Al-Quran dan terjemah, kajian, serta yasinan. Hal ini disampaikan oleh SM: “TPA niku seng Al-Quran nggeh moco Quran mbak nggko diartikke karo Mas WN, nek kajian Bu YL kwi bahas berita-berita seng anyar ngono kae barang. Koyo wingi kae bahas LGBT aku ngeri banget krungune”. CW.7.4, hal:172 Didukung dengan penuturan SY: “….kajian itu juga bisa tahu perkembangan informasi dan aturan-aturan yang ada di Al-Quran” CW.5.11, hal:163 Sedangkan RW mengungkapkan bahwa: “….Kalaupun dibuatkan kegiatan yang macem-macem itu takutnya malah memberatkan mbak soalnya kebanyakan dari mereka masih di sawah” CW.3.9, hal:152 Dikuatkan oleh pernyataan SD: “….Wong nek geh ajeng diisi kathah-khatah wong pun do tuwo-tuwo nggeh radi kangelan nek menurute kulo. Kan geh taseh sok do teng sawah”. CW.6.7, hal:167 Pemilihan materi tersebut sudah sesuai dengan kebutuhan lansia, walaupun saat penentuan materi lansia tidak dilibatkan secara langsung namun berdasarkan pertimbangan dan musyawarah antar pengurus dan perwakilan remaja materi tersebut sudah disesuaikan dengan kebutuhan dan kemampuan para lansia. Sesuai dengan pernyataan yang disampaikan oleh SM: “Pun sesuai niku mbak wong seng dereng saget nggeh katah. Pas awal TPA niko mangkat kathah mbak mbok wong 50 wae ono neng omahe Mas RD niku nengo kok terus do jeleh. Seng bertahan nggeh kantun niko ming ora wingi kae 20-30 mbak. Nek gawe snek 40 wongan”. CW.7.7, hal:172 84 Diperjelas oleh WJ: “Nggeh pun mbak, kan kathah seng dereng saget, nek wes tuwo ki lak yo butuh to mbak” CW.8.7, hal:177 Hal tersebut dikuatkan oleh Ustadz BS: “Iya sudah, warga juga merindukan ada kegiatan keagamaan. Orang kalau sudah sepuh-sepuh ya saya kira yang lebih dibutuhkan adalah lebih mendekatkan diri kepada Seng Kuasa. Ya menurut saya sudah pas kegiatan ini”. CW.1.3, hal:140 Seperti yang diungkapkan oleh Ustadzah LI: “Pada awal dulu dibentuknya itu banyak sekali yang ikut dan mereka memang belum bisa membaca Al-Quran jadi saya rasa materinya sudah sesuai dan juga kajian itu diisi dengan perkembangan berita terkini atau ya yang lagi ngetren apa gitu mbak”. CW.2.3, hal:144 Saat pembelajaran, lansia mempunyai tinggat pemahaman dan perkembangan yang berbeda-beda, oleh karena itu keaktifan lansia dalam bertanya menjadi hal yang sangat penting. Lansia yang mengikuti pemberdayaan lansia di Dusun Gatak tidak segan-segan untuk bertanya tentang materi yang kurang dipahami atau permasalahan yang sedang dihadapi. Seperti yang diungkapkan oleh BS: “Kalau tanya tentang materi ya pasti pernah mbak mereka tanya cara bacanya gimana gitu. Kadang juga ada yang tanya masalah lain kayak sholat atau puasa gitu. Ya saya jawab mbak, saya malah seneng kalau mereka bertanya, artinya kan mereka juga tertarik untuk lebih banyak tahu”. CW.1.10, hal:142 Dikuatkan oleh pernyataan LI: “Ya mereka kalau ga bisa ya tanya mbak, kalau huruf yang bunyinya agak sama gitu mereka mesti keliru jadi kadang waktu ketemu sama huruf itu diam dulu karena takut kebalik. pernah waktu itu kami belajar sambil mereka meme gabah di depan rumah”. CW.2.10, hal:146 Selain itu, WJ menjelaskan bahwa: 85 Nggeh niku mbak. Mboten usah isen nek kados kulo ngeten. Kados Mbak NH niku salah dibenerke, wedi nek kulo kan mboten. Nek mboten saget, seng bener niku pripun. Seng marai sero digetakko kulo mboten wedi. Nek ora iso terus dinengke wae yo kapan leh iso? Diomongke mawon kaleh Mas BS seng mboten saget pundi ngoten”. CW.8.18, hal:179 Hal yang sama dikatakan oleh SD: “Nggeh mbak nek kangelan ngoten kulo matur, nek mung meneng ngeh kapan isane. Nek riyen-riyen nggeh nate isin tapi sak niki pun mboten. Sak niki nek mboten saget nggeh tangklet ngoten”. CW.6.18, hal:169 Selain lansia yang aktif dalam pembelajaran, lansia juga diberikan kewenangan dan kebebasan untuk menyampaikan pendapatnya berkaitan dengan kegiatan-kegiatan yang ada dalam pemberdayaan lansia di Dusun Gatak. Seperti yang diungkapkan oleh SD: “Geh nek enten seng ajeng dirembug geh kulo urun rembug, kados nek teng yasina ngoten niko kan dirembug bareng-bareng. Terus mangkeh hasile nopo nek enten perubahan ngoten gari disanjangke kaleh gurune ngoten” CW.6.9, hal:167 Dikuatkan oleh pernyataan WJ: “Nggeh mbak, nek enten seng pengen diusulke nggeh ngomong kaleh gurune ngoten mbak. Misale jawoh terus diganti malem sabtu ngoten” CW.8.9, hal:177 Didukung dengan penuturan SM: “Mesti nek kuwi mbak, nek ono opo-opo mesti musyawarahke kabeh melu usul piye apike ngoten. Koyo pas pak GL lungo ra gelem mulang kae terus do laporan to terus pie wong tuwo-tuwo ki? Nek ora ono seng do mimpin tetep ra iso mlaku nek ora ono ustade ngono to. Terus akhire mas WN ki berjuang pie carane gen iso tetep berjalan kegiatanane, bar ono Mas WN kwi lagi gelem mbak” CW.7.9, hal:173 Berdasarkan wawancara di atas dapat disimpulkan bahwa materi yang disampaikan dalam pemberdayaan lansia adalah cara membaca iqro’, Al- Quran, mengkaji ayat-ayat Al-Quran, membaca surat yasin, dan kajian yang membahas perkembangan terkini dipandang dari sudut pandang Islam. Lansia 86 tidak dilibatkan dalam penentuan materi akan tetapi materi tersebut sudah disesuaikan dengan kebutuhan dan kemampuan para lansia, serta lansia juga dapat mengikuti kegiatan-kegiatan dalam pemberdayaan secara rutin. Saat pembelajaran berlansung, para lansia juga menyampaikan kesulitan dalam belajar kepada ustadzustadzah yang mengajar. Dari hasil pengamatan peneliti memperoleh informasi bahwa ada lansia yang tidak berangkat secara rutin. Lansia yang aktif rutin mengikuti pemberdayaan tersebut sekitar 80, dan 20 adalah lansia yang mengikuti pemberdayaan lansia akan tetapi belum berangkat secara rutin. Saat pembelajaran memang para lansia masih banyak yang lupa sehingga bertanya kepada ustadzustadzah, akan tetapi ustadzustadzah meminta para lansia untuk berusaha mengingat-ingat terlebih dahulu. 2. Hasil Pemberdayaan Lansia Melalui Kegiatan Keagamaan Kegiatan TPA dapat memberikan hasil berupa pengetahuan dan kemampuan lansia dalam membaca iqro’ sampai dengan Al-Quran. Ustadzustadzah membimbing dan mengikuti perkembangan kemampuan lansia saat pelaksanaan pembelajaran. Dapat dilihat dari penjelasan BS: “Waktu ngaji kan kelihatan mbak. Kalau ada materi yang sudah lewat tapi kok lupa, lha itu berarti mereka belum paham sepenuhnya mungkin baru ditahap menghafal”. CW.1.12, hal:142 Selain itu ada penuturan lain dari LI: “Kami pakai EBTA mbak, di halaman terakhir setiap jilid di iqro itu kana da EBTA. Nah kalau misal belum lulus itu ya belum naik jilid selanjutnya gitu”. CW.2.12, hal:146 87 Lansia juga terbuka dalam menyampaikan kesulitan, kritik maupun saran kepada ustadzustadzah dan juga pengurus. Keterbukaan tersebut menumbuhkan interaksi yang baik antara lansia, pengurusa maupun Ustadzustadzah. Hal ini diungkapkan oleh RW: “Terbuka mbak mereka itu, kalau mau ada perubahan atau apa ya itu mereka musyawarah nanti bilang ke kami. Kalau mereka ada kesulitan mereka juga tanya”. CW.3.15, hal:154 Hal yang sama diungkapkan oleh AN: “Ya terbuka mbak disini kan masih apa ya istilahnya desa gitu lho mbak jadi sama tetangga disini mbasih bagus, gotong royongnya juga masih bagus. Sini biasa rembukan mbak sudah biasa menyampaikan keluhan dan ide tu”. CW.4.15, hal:159 Selama beberapa tahun mengikuti pemberdayaan lansia melalui kegiatan keagamaan yang diselenggarakan, lansia telah mendapatkan perubahan dalam kemampuannya membaca iqro’ dan Al-Quran. Seperti yang disampaikan oleh BS: “Beberapa diantara mereka jadi sering jamaah di Masjid mbak saya sering ketemu. Masjid sekarang jadi lumayan rame Alhamdulillah ya sedikit- sedikit ada kemajuan mbak”. CW.1.13, hal:142 Diperkuat oleh pernyataan LI: “Kalau perubahan itu ya pelan-pelan ya mbak ga bisa dilihat secara cepat. Dulu di sini itu banyak yang pelihara anjing dan yang melihara itu malah yang muslim. Katanya anjing itu gedenya cepet jadi cepet bisa dijual gitu mbak. Tapi sekarang sudah berkurang, ya memang masih ada tapi sudah berkurang. Kalau sedang ketemu ngaji bareng gitu suka saya srempetin gitu kalau anjing itu najis. Dulu juga waktu saya masih awal pindah di sini kalau ada yang meninggal itu yang mensucikan dan mandiin itu Pak Rakun mbak. Baik yang peningal perempuan ataupun laki-laki semua yang mandiin Pak Rakun, kan harusnya yang boleh mandiin kan yang semahromnya kan”. CW.2.13, hal:147 Sedangkan RW mengungkapkan bahwa: 88 “Perubahannya yang jelas kegiatan keagamaan sekarang jadi banyak mbak dengan kata lain warga disini lansia pun juga masih belajar dan mereka rajin. Mereka juga lebih sering jamaah di masjid sekarang kayak mbah HJ itu subuh pun jamaah di Masjid lho itu mbak. Ya karena kegiatannya adalah TPA mereka ya sedikit-sedikit bisalah iqro dan Al-Quran”. CW.3.11, hal:153 Didukung oleh pernyataan WJ: “Kulo dados ngertos sekedik bab agama kados poso, kados sedekah niku. Senajan awake dewe wong ra duwe, tapi yo nek iso sedekah. Kulo riyen blas dereng saget ngaji sakniki pun iqro’ 6 nggeh Alhamdulillah alon-alon. Geh sekedik-sekedik mbuh ditompo nopo mboten seng penting pun usaha lak ngoten”. CW.8.12, hal:178 Perubahan dan peningkatan kemampuan membaca iqro’, Al-Quran maupun pengetahuan tentang agama yang didapat oleh lansia menjadi cerminan bahwa para lansia merasa terfasilitasi dengan adanya pemberdayaan lansia yang ada. Dapat dilihat dari pernyataan WJ: “Kegiatan ini bermanfaat. Kemarin saya tanya pada Mas BS tentang puasa kalau tidak sahur puasanya batal atau tidak. Setelah mendapat jawaban saya menjadi tidak ragu lagi, saya tahu dasarnya”. CW.8.11, hal:187 Hal yang sama diungkapkan oleh SD: “Geh bermanfaat sanget mbak wong nek pun tuwo ngeten niki nopo maleh seng perlu digolekki mbak lak nggeh sangu damel ngenjeng. Nek kulo sok ajar moco surat pendek mbak”. CW.6.11, hal:198 Sedangkan AN menyampaikan: “Iya mbak saya rasa terfasilitasi dulu kan ga ada kegiatan kayak gini. Kayak mbah saya itu, dulu kan mbahe tinggalnya masih di rumahnya sana kana da kegiatan ngajinya kan dekat sama pesantren terus pindah sini dulu ga ada ya pengen ngaji lagi katanya”. CW.4.12, hal:158 Lansia merasa terfasilitasi dan telah mendapatkan hasil berupa meningkatnya kemampuan membaca iqro sampai dengan Al-Quran. Dengan adanya hasil tersebut belum tentu pemberdayaan tersebut telah berjalan dengan efektif dan efisien. Dipaparkan oleh BS: 89 “Kalau dibilang sudah efektif dan efisien kok juga belum cukup saya rasa. Ya sudah tapi sedikit-sedikit soalnya dari pengajar juga kadang ada kegitan penting jadi tidak bisa datang. Sedangkan pesertanya kan sudah lansia jadi juga agak special dibandingkan dengan yang lain” CW.1.16, hal:142 Ditegaskan oleh LI: “Ya gimana ya mbak berhubung yang belajar itu simbah-simbah ya belum bisa efektif dan efisien. Misalkan kami ngajar sudah memberikan permisalan juga tapi kalau mereka belum bisa nangkep kan otomatis mereka belum bisa lanjut ke halaman berikutnya mbak. Kami juga yang ngajar kan gantian, kalau misalkan saya ga bisa ya nanti ada Pak BS kadang ya yang lain, kalau memang semua tidak bisa ya sudah kan terpaksa mereka belajar sendiri mbak”. CW.2.16, hal:148 Dalam pelaksanaan sebuah kegiatan dibutuhkan evaluasi untuk membuat sebuah kemajuan dalam kegiatan yang akan datang. Pemberdayaan lansia yang ada di Dusun Gatak khususnya pada kegiatan TPA, para ustadzustadzah melakukan evaluasi pembelajaran menggunakan EBTA dalam iqro’. Berikut penuturan BS: “Tidak ada evaluas mbak, adanya ya pakai EBTA itu di iqro”. CW.1.11, hal:141 Hal yang saja juga dingkapkan oleh RW: “Evaluasi kalau dari kami yang menyelenggarakan belum ada mbak paling sama yang ngajar itu kami kalau ada masalah apa atau mau diganti apanya gitu kami serahkan ke para lansia kok. Lansia pengennya gimana terus kami tinggal terima ngikut aja kan kegiatannya udah jalan”. CW.3.10, hal:152 Dipertegas oleh pernyataan AN: “Dari kami pengurus tidak ada evaluasi mbak sejauh ini belum ada tu, mungkin diadakannya sama gurunya yang ngajar mbak kan kami sebatas penyelenggara nanti kalau ada laporan apa gitu kami baru bertindak”. CW.4.10, hal:158 Evaluasi pembelajaran yang hanya dilakukan menggunakan EBTA, tidak menurunkan kualitas semangat belajar para lansia. Para lansia terus berusaha 90 untuk mengikuti kegiatan-kegiatan dalam pemberdayaan yang diselenggarakan. Hal ini disampaikan oleh SM: “Nggeh mbak terus niku. Wong mbiyen Pak GL wegah mulang kae wae terus dibingung do berjuang pokokke piye carane kudu ngajine ki tetep mlaku kok. Jaman saiki nek ora ngaji ki wes ra iso mbak” CW.7.14, hal:174 Pernyataan yang sama juga disampaikan oleh SY: “Nggeh mbak biarpun tidak sekolah tapi nek saget ngaji itu bisa sedikit- sedikitlah, sudah tua ngeten nggeh nopo maleh seng dipadosi mbak” CW.5.14, hal:163 Diungkapan oleh AN: “Kelihatannya termotivasi mbak wong waktu ada masalah pengajarnya ga mau datang mereka juga ikut ngurusin pokoknya kegiatan ini harus jalan terus gitu mbak” CW.4.13, hal:158 Pemberdayaan lansia yang memfasilitasi lansia dalam berkegiatan merupakan hal yang diharapkan oleh lansia, kerena sebelumnya belum ada kegiatan yang diperuntukkan bagi lansia. Lansia merasa lebih termotivasi untuk melalukan kegiatan apabila dilakukan bersama-sama dengan banyak teman seusia. Berdasarkan hasil wawancara di atas dapat disimpulkan bahwa hasil dari pemberdayaan lansia melalui kegiatan keagamaan yaitu meningkatnya kemampuan lansia dalam membaca iqro’ maupun Al-Quran, para lansia menjadi rajin berjamaah di Masjid, bertambahnya wawasan keagamaan yang dimiliki lansia, dan lansia terbuka dengan adanya perkembangan informasi terbaru. 91 3. Faktor Pendorong dan Penghambat Pemberdayaan Lansia Melalui Kegiatan Keagamaan a. Faktor Pendorong Dari hasil penelitian terdapat beberapa faktor pendukung pemberdayaan lansia melalui kegiatan keagamaan, seperti yang diungkapkan oleh BS: “Pendukungnya salah satunya ada fasilitas. Terus dari mbah-mbahnya juga semangat, mereka merasa butuh. Kalau di pengajarnya sendiri sebisa mungkin meluangkan waktu malem Jumat. Kadang yang ngajar ada yng diajar ga ada kadang sebaliknya” CW.1.17, hal:143 Selain itu LI juga mengatakan bahwa: “Yang mendukung itu semangat dari si mbah-mbahnya itu mbak, mereka semangat sekali walaupun ya bisa dibilang banyak yang lupa atau salah gitu ya. Kalau yang masih umur itu 70 kebawah masih mending sekarang sudah ada yang iqro’ 6 tapi kalau yang 70 ke atas ya harus sabar mbak. Kadangan mereka semangat malah kami yang sibuk”. CW.2.17, hal:148 Sedangkan RW menyapaikan bahwa: “Faktor pendorongnya itu warganya sendiri juga gampang digerakkan mereka semangat mbak walaupun awalnya itu banyak sekali tapi terus jadi separonya ya kan sudah lumayan. Terus disini yang ngajar juga mau meluangkan waktu walaupun tidak dibayar itu lho mbak”. CW.3.16 hal:154 Hal tersebut didukung oleh pernyataan SD: “Pengen saget ngoten mbak wong nek dipikir wong urip pisan bondo donyo ra digowo nggeh to? Kulo nggeh pun iqro’ enem pun ajeng rampung kan nggeh pengene cepet saget. Geh mugi-mugi lancar saget tumut rencange moco Al-Quran”. CW.8.19, hal:179 Sejalan dengan penuturan SM: “Yo pengen iso wae mbak. Mbiyen arep sinau ngaji urung ono TPA, lha saiki wes digawekke TPA lak yo kepenak garek mangkat mbak”. CW.7.19, hal:174 92 Dari pernyataan-pernyataan di atas, dapat disimpulkan bahwa faktor pendukung yang membantu kelancaran berjalannya pemberdayaan lansia melalui kegiatan keagamaan, antara lain adalah: 1 Faktor sumber daya manusia Adanya pemberdayaan lansia di Dusun Gatak merupakan wujud dari kepedulian seluruh warga terutama pengurus terhadap lansia. Pengurus yang berusaha memfasilitasi lansia dengan kegiatan-kegiatan keagamaan sesuai dengan kebutuhan lansia. Ustadzustadzah yang suka rela mengajar, sabar, dan berkenan meluangkan waktu untuk lansia di kegiatan TPA, kajian, maupun di kegiatan yasinan. 2 Faktor peserta didik Faktor ini merupakan faktor yang penting dalam berjalannya proses pemberdayaan lansia. Para lansia sebagai peserta didik mempunyai semangat yang tinggi, walaupun para lansia mengalami beberapa kesulitan belajar. Lansia di Dusun Gatak umumnya masih bekerja di sawah, jika dilihat dari usia dan juga rutinitas tersebut sudah menyita waktu dan tenaga akan tetapi para lansia masih mau meluangkan waktu serta berusaha belajar. 3 Sarana dan prasarana Lancarnya sebuah kegiatan pasti tidak luput dari sarana dan prasarana pendukung kelancaran kegiatan hingga tercapainya tujuan yang diharapkan. Dalam pemberdayaan ini sarana dan prasarana yang disediakan oleh pengurus adalah berupa tempat dan kelengkapan 93 pembelajaran. Sarana dan prasarana tersebut juga disediakan secara gratis oleh pengurus diambilakan dari uang infaq dan sosial agar tidak memberatkan para lansia. 4 Faktor lingkungan masyarakat Lingkungan merupakan salah satu faktor pendukung pemberdayaan ini dikarenakan lingkungan yang ada ikut membantu kelancaran kegiatan. Warga masyarakat yang terbuka dengan adanya pemberdayaan membantu memberikan dukungan kepada lansia. Dukungan tersebut berbentuk respon yang baik dan juga membantu proses belajar para lansia saat di rumah. Bersedia menyediakan tempat yang akan digunakan sebagai tempat dilaksanakannya kegiatan yasinan setiap Kamis malam bada isya’. b. Faktor Penghambat Pemberdayaan yang dilaksanakan tidak hanya mempunyai faktor pendukung, akan tetapi juga mempunyai faktor penghambat. Faktor penghambat tersebut berasal dari diri lansia maupun dari luar diri lansia. Seperti yang diungkapkan oleh LI: “Penghambatnya mungkin waktu kami semua yang ngajar punya kesibukan kali ya mbak, kan kami biasanya gantian ngajarnya tapi kalau pas ga bisa semua ya mau tidak mau harus libur atau diundur malem Sabtu. Terus Si mbah-mbahnya sering lupa jadi kami kan belum bisa meluluskan halaman itu jadi diulang-ulang terus”. CW.2.18, hal:148 Sedangkan RW menjelaskan bahwa: “….Terus masalah waktu mbak, yang ikut kan sudah tua, bekerja lagi kan ya pasti sibuk ada waktu cuma malam itu saja pasti capek makannya kami adakan seminggu sekali habis isya dimalam Jumat sama malem minggu kalau yang TPA”. CW.3.17, hal:154 94 Didukung dengan pernyataan AN yaitu: “Kalau dilihat dari kondisinya usianya kan sudah lansia kan ya mbak jadi yang paling kelihatan kan fisik mereka sudah tidak sekuat kita. Jadi kalau belajar dengan kondisi yang capek kan ya nangkepnya jadi susah dan lagi mereka mungkin agak lupa-lupa gitu mbak kalau dari warganya”. CW.4.19, hal:160 Hal ini juga disampaikan oleh salah seorang lansia yaitu SD: “Kadang sok kesel niku mbak dados kadang nggeh mboten mangkat. Nek enten ayat seng gandeng-gandeng dowo ngoten kulo sok lalai mocone”. CW.6.21, hal:170 Dari hasil wawancara di atas dapat disimpulkan bahwa terdapat beberapa hambatan yang ada dalam pemberdayaan lansia melalui kegiatan keagamaan, yaitu sebagai berikut: 1 Kondisi fisik lansia Memasuki usia lanjut kondisi fisik lansia mengalami penurunan seperti daya ingat, daya tangkap belajar, struktur gigi yang sudah tidak lengkap, dan daya tahan tubuh. Dalam belajar lansia mudah lupa, dan kesulitan dalam mengucapkan huruf dengan benar. Aktifitas yang dimiliki lansia di pagi sampai dengan sore hari menjadikan lansia merasa kelelahan dan dapat menghambat konsentrasi lansia dalam belajar. Usia yang sudah berlanjut juga membuat lansia lebih lambat mengikuti pembelajaran yang ada. 2 Faktor sumber daya manusia Sumber daya manusia menjadi faktor pendorong dan juga dapat menjadi faktor penghambat. Ustadzustadzah yang mengajar mempunyai kesibukan masing-masing dengan pekerjaan yang dimiliki. 95 Jumlah pengajar yang terbatas dan kesibukan yang dimiliki menjadi hambatan dalam pelaksanaan pembelajaran. Saat semua Ustadzustadzah mempunyai kesibukan di luar maka pembelajar terpaksa di ganti pada keesokan harinya atau bahkan diliburkan. 3 Keterbatasan waktu Baik para lansia maupun Ustadzustadzah masing-masing mempunyai kesibukan dipagi hari sampai sore hari. Waktu luang yang dimiliki hanya malam hari, sedangkan di malam hari kondisi badan sudah lelah. Waktu yang digunakan dalam pemberdayaan ini adalah bada maghrib sampai dengan isya’ dan ada yang setelah isya’. TPA dilaksanakan bada maghrib sampai dengan isya’ sedangkan lansia yang mengikuti kegiatan ini sangat banyak, jadi pembelajaran belum bisa berjalan efektif dan efisien 96

C. Pembahasan

1. Pemberdayaan Lansia Melalui Kegiatan Keagamaan a. Pelaksanaan Pemberdayaan yang dilakukan di Dusun Gatak merupakan pemberdayaan di bidang pendidikan yaitu melalui kegiatan kegamaan. Sesuai dengan kebijakan Kementrian Sosial yang mengemukaan bahwa usia lanjut mempunyai kebutuhan fisik, psikis, sosial, dan spiritual. Kebutuhan spiritual lansia diwujudkan dangan adanya pemberdayaan lansia melalui kegiatan keagamaan yaitu dibidang pendidikan. Berdasarkan pendapat Onny 1996:72, pada hakikatnya proses pemberdayaan di bidang pendidikan merupakan pendekatan holistik yang meliputi pemberdayaan sumber daya manusia, sistem belajar mengajar, instruksi atau lembaga pendidikan dengan segala sarana dan prasarana pendukungnya. Pemberdayaan yang diselenggarakan tidak lepas dari proses perencanaan yang dilakukan bersama-sama antara pengurus masjid dan perwakilan remaja. Pemberdayaan lansia melalui kegiatan keagamaan diselenggarakan oleh pengurus Masjid Al-Iman Dusun Gatak. Proses perencanaan diawali dengan musyawarah yang melibatkan pengurus Masjid dan perwakilan remaja. Permusyawarahan tersebut membahas tentang permasalahan yang ada di Dusun Gatak seperti halnya kondisi Masjid yang sepi akan kegiatan dan juga jamaah yang hadir saat waktu sholat tiba. Ditambah lagi banyak lansia di Dusun Gatak masih banyak yang belum bisa membaca Al-Quran, padahal Dusun Gatak sendiri telah mendapat julukan sebagai Kampung Al-Quran. 97 Proses perencanaan tersebut dilakukan secara musyawaran dan menghasilkan keputusan untuk membuat pemberdayaan untuk para lansia yang dilakukan melalui kegiatan keagamaan. Pengurus kemudian menentukan berbagai macam kegiatan yang akan diadakan yaitu TPA, yasinan, dan kajian. Penentuan kegiatan di dalam pemberdayaan tersebut didasarkan pada kapasitas kemampuan pengurus dan juga lansia sebagai sasaran program. Pengurus dan ustadzustadzah mempertimbangkan jenis kegiatan serta banyak kegiatan yang diadakan, karena lansia di Dusun Gatak masih mempunyai kegiatan di sawah disiang hari, sehingga pada waktu mengikuti kegiatan pemberdayaan lansia dalam keadaan lelah. Selain itu pengurus dan ustadzustadzah juga menghawatirkan kondisi fisik lansia yang mudah lelah, sehingga kegiatan dalam pemberdayaan dibatasi hanya tiga kegiatan. Jika terlalu banyak kegiatan ditakut akan memberatkan lansia, maka akhirnya dibentuklah tiga kegiatan yaitu TPA, yasinan, dan kajian. Pengurus dan juga perwakilan remaja memilih untuk mengadakan kegiatan TPA, yasinan, dan kajian dengan berbagai pertimbangan. Tujuan diadakannya kegiatan TPA adalah agar lansia yang belum bisa membaca Al- Quran dapat belajar membaca Al-Quran, serta memahami kandungan dari ayat-ayat Al-Quran. Adanya kegiatan yasinan diadakan di rumah-rumah warga secara bergantian bertujuan untuk mempererat tali silarurahim antar lansia. Pelaksanaan yasinan dilakukan di rumah-rumah warga juga bertujuan untuk menciptakan ikatan sosial yang erat antar lansia, sehingga hasil dari pemberdayaan ini tidak hanya berupa kognitif akan tetapi juga perubahan 98 perilaku sosial lansia. Seperti halnya jika ada lansia yang sedang sakit, maka para lansia yang mengikuti pemberdayaan lansia di Dusun Gakat menjenguk lansia tersebut secara bersama-sama. Selain itu lansia juga saling memberikan semangat untuk selalu mengikuti pemberdayaan lansia secara rutin. Sedangkan kegiatan kajian bertujuan untuk memberikan wawasan keagamaan kepada para lansia, dan juga menjadikan lansia terbuka dengan informasi serta fenomena terbaru yang terjadi di masyarakat dilihat dari sudut pandang agama. Sesuai dengan pendapat Yudrik 2011:246 mengenai ciri-ciri lansia yang berkaitan dengan penyesuaian pribadi dan sosial yaitu sebagai berikut: 1 perubahan yang menyangkut kemampuan motorik, 2 kekuatan fisik, 3 perubahan dalam fungsi psikologis, 4 perubahan dalam sistem saraf, dan 5 penampilan. Berdasarkan ciri-ciri tersebut dapat diketahui bahwa keputusan pengurus untuk membatasi kegiatan dengan alasan kondisi fisik lansia adalah keputusan yang tepat. Lansia yang memasuki usia lanjut sudah mengalami berbagai penurunan fisik. Pada saat jenis kegiatan sudah ditentukan, pengurus menawarkan kepada peserta musyawarah yang hadir untuk menjadi tenaga pengajar dengan suka rela. Selain itu juga dibahas mengenai waktu, tempat serta biaya. Pada awalnya kegiatan TPA dilakukan di Rumah Bapak Takmir Masjid, dan disana ada 50 orang lansia yang mengikuti. Saat pertama kali diadakan pemberdayaan tersebut pengurus merasa kualahan, dikarenakan jumlah lansia yang hadir sebanyak 50 orang sedangkan ustadzustadzah yang ada hanya 99 enam orang. Setelah pertemuan pertama selesai, para pengurus beserta ustadzustadzah melakukan evaluasi dan koordinasi lebih lanjut. Evaluasi tersebut menghasilkan keputusan yaitu membagi lansia kedalam beberapa kelompok agar pembelajaran dapat berjalan sesuai dengan harapan, efektif, dan efisien. Setiap kelompok terdiri dari 10 orang dan diampu oleh satu ustadzustdzah. Proses perencanaan dilakukan secara bertahap dan bermusyawarah menjadikan terbentuknya program pemberdayaan yang sesuai dengan kebutuhan saran program dan juga dapat berjalan efektif efisien. Menurut Lawrence dalam Mardikanto Burhanudin, 2008:47, menyatakan bahwa perencanaan program pemberdayaan menyangkut perumusan tentang: 1 proses perencanaan program, 2 penulisan perencanaan program, 3 rencana kegiatan, 4 pelaksanaan program kegiatan, dan 5 rencana evaluasi hasil pelaksanaan program. Berdasarkan hasil penelitian, proses perencanaan yang telah dilaksanakan di Dusun Gatak mencakup perencanaan program, penulisan perencanaan, rencana kegiatan, dan pelaksanaan program. Terdapat perbedaaan antara konsep Lawrence dengan perencanaan yang telah dilaksanakan di Dusun Gatak, yaitu tahap perencanaan program pemberdayaan di Dusun Gatak tidak mengadakan rencana evaluasi hasil pelaksanaan program. Setelah terbentuk dan dapat berjalan pengurus maupun pengajar atau ustadzustadzah tidak melakukan evaluasi hasil pelaksanaan program, akan tetapi pengajar hanya melakukan evaluasi pembelajaran saja yaitu menggunakan EBTA di bagian iqro’ pada kegiatan TPA.

Dokumen yang terkait

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENGAMBILAN KEPUTUSAN PETANI DALAM PENERAPAN PERTANIAN SAYURAN ORGANIK DI DESA WUKIRSARI KECAMATAN CANGKRINGAN KABUPATEN SLEMAN

14 65 146

HUBUNGAN ANTARA STRES DENGAN KEJADIAN HIPERTENSI PADA LANSIA DI SHELTER DONGKELSARI DESA WUKIRSARI KECAMATAN CANGKRINGAN KABUPATEN SLEMAN PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

0 4 93

PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MELALUI KELOMPOK TERNAK SAPI “LEMBU AJI” DI DUSUN PONDOK KULON KECAMATAN BERBAH KABUPATEN SLEMAN YOGYAKARTA.

2 5 161

PENYELENGGARAAN PROGRAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT PADA KORBAN ERUPSI MERAPI DI HUNIAN TETAP (HUNTAP) DONGKELSARI DESA WUKIRSARI KECAMATAN CANGKRINGAN KABUPATEN SLEMAN.

1 5 177

LAPORAN INDIVIDU KEGIATAN PRAKTIK PENGALAMAN LAPANGAN (PPL) UNY DI SMK N 1 CANGKRINGAN Sintokan, Wukirsari, Cangkringan, Sleman, Yogyakarta.

0 2 125

LAPORAN PRAKTIK PENGALAMAN LAPANGAN (PPL) UNY LOKASI SMK N 1 CANGKRINGAN Sintokan, Wukirsari, Cangkringan, Sleman.

4 29 103

LAPORAN INDIVIDU KEGIATAN PRAKTIK PENGALAMAN LAPANGAN (PPL) UNY SMK NEGERI 1 CANGKRINGAN Sintokan Wukirsari Cangkringan Sleman Yogyakarta.

0 4 34

LAPORAN KEGIATAN PRAKTIK PENGALAMAN LAPANGAN Lokasi: SMP NEGERI 1 CANGKRINGAN Watuadeg, Wukirsari, Cangkringan, Sleman, Yogyakarta 10 Agustus-12 September 2015.

0 0 113

LAPORAN KEGIATAN PRAKTIK PENGALAMAN LAPANGAN Lokasi: SMP NEGERI 1 CANGKRINGAN Watuadeg, Wukirsari, Cangkringan, Sleman, Yogyakarta 10 Agustus-12 September 2015.

0 1 118

PELAKSANAAN NILAI DEMOKRASI DI SD NEGERI KIYARAN 2 DESA WUKIRSARI KECAMATAN CANGKRINGAN KABUPATEN SLEMAN.

0 0 76