PEMBERDAYAAN LANSIA MELALUI KEGIATAN KEAGAMAAN DI DUSUN GATAK, WUKIRSARI, KECAMATAN CANGKRINGAN, KABUPATEN SLEMAN.

(1)

PEMBERDAYAA DUSUN GATA

g

PROG JU

U

i

AAN LANSIA MELALUI KEGIATAN KEA TAK, WUKIRSARI, KECAMATAN CANG

KABUPATEN SLEMAN SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh

Miftachul Ummayyah NIM. 12102241023

GRAM STUDI PENDIDIKAN LUAR SEKOL JURUSAN PENDIDIKAN LUAR SEKOLAH

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA

NOVEMBER 2016

EAGAMAAN DI GKRINGAN,

OLAH H


(2)

(3)

(4)

(5)

MOTTO

“Agama tanpa ilmu adalah buta. Ilmu tanpa agama adalah lumpuh” (Albert Einstein)

“Barang siapa yang menghendaki kehidupan dunia maka wajib memiliki ilmu, dan barang siapa yang menghendaki kehidupan akhirat, maka wajib baginya memiliki ilmu, dan barang siapa menghendaki keduanya maka wajib baginya

memiliki ilmu” (HR. Turmudzi)


(6)

PERSEMBAHAN

Atas karunia Allah Subhanahuwa Ta’ala

Karya ini akan saya persembahkan untuk :

1. Ayahanda dan Ibunda tercinta yang senantiasa memberikan kasihsayang, dan selalu memanjatkan doa – doa yang mulia untuk keberhasilan penulis dalam menyusun karya ini.

2. Almamaterku Universitas Negeri Yogyakarta tempat dimana saya menimba ilmu.


(7)

vii

PEMBERDAYAAN LANSIA MELALUI KEGIATAN KEAGAMAAN DI DUSUN GATAK, WUKIRSARI, KECAMATAN CANGKRINGAN,

KABUPATEN SLEMAN Oleh

Miftachul Ummayyah NIM 12102241023

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan : (1) Pemberdayaan lansia melalui kegiatan keagamaan di Dusun Gatak, Wukirsari, Kecamatan Cangkringan, Sleman. (2) Hasil pemberdayaan lansia melalui kegiatan keagamaan di Dusun Gatak, Wukirsari, Kecamatan Cangkringan, Sleman. (3) Faktor pendorong dan penghambat pemberdayaan lansia melalui kegiatan keagamaan di Dusun Gatak, Wukirsari, Kecamatan Cangkringan, Sleman.

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Subjek penelitian ini adalah Ustadz/ustadzah, pengurus Masjid, dan para lansia. Objek penelitian ini adalah pemberdayaan lansia melalui kegaiatan keagamaan di Dusun Gatak, Wukirsari, Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman. Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara, observasi, dan dokumentasi. Peneliti merupakan instrument utama dalam melakukan penelitian yang dibantu dengan pedoman observasi, pedoman wawancara, dan pedoman dokumentasi. Teknik yang digunakan dalam analisis data adalah display data, reduksi data, dan penarikan kesimpulan. Teknik yang digunakan untuk keabsahan data dalam penelitian ini adalah triangulasi sumber dan triangulasi metode.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa: 1) Pemberdayaan lansia melalui kegiatan keagamaan, a) meliputi tiga kegiatan yaitu TPA, yasinan, dan kajian dengan total lansia yang aktif yaitu sebanyak 37 orang. Tahap pelaksanaan kegiatan yaitu tahap persiapan, pembukaan, inti, dan penutup, b) metode yang digunakan adalah metode ceramah, dan praktek, c) materi pemberdayaan lansia adalah cara membaca iqro’ dan Al-Quran, mengkaji ayat-ayat Al-Quran, membaca surat yasin, dan kajian keagamaan, 2) hasil pemberdayaan lansia meliputi perubahan kognitif, perubahan perilaku, dan perubahan yang bersifat implementatif, 3) faktor pendorong pemberdayaan lansia yaitu: motivasi lansia yang tinggi, sarana dan prasarana yang lengkap, dan lingkungan masyarakat yang mendukung. Faktor penghambat yaitu: kondisi lansia yang sudah mengalami penurunan fungsi fisik, jumlah Ustadz/ustadzah yang sedikit, dan keterbatasan waktu.


(8)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan segala rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan proposal skripsi yang berjudul “Pemberdayaan Lansia Melalui Kegiatan Keagamaan di Dusun Gatak, Wukirsari, Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman ”.

Penulis menyadari bahwa karya ini tidak akan terwujud tanpa adanya bimbingan, bantuan, motivasi dan saran dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini perkenankanlah penulis menyampaikan penghargaan dan mengucapkan terima kepada:

1. Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta, yang telah memberikan fasilitas dan kemudahan sehingga studi saya berjalan lancar. 2. Ketua Jurusan Pendidikan Luar Sekolah yang telah memberikan kelancaran di

dalam penyusunan skripsi ini.

3. Ibu Dr. Puji Yanti Fauziah, M.Pd, selaku pembimbing skripsi yang telah berkenan mengarahkan dan membimbing penyusunan skripsi.

4. Bapak dan Ibu Dosen Jurusan Pendidikan Luar Sekolah, Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Yogyakarta yang telah mendidik dan memberikan ilmu pengetahuan.

5. Ustadz/ustadzah, pengurus, dan lansia yang terlibat dalam pemberdayaan lansia di Dusun Gatak yang telah memberikan bimbingan dan informasi dalam penelitian di lapangan.


(9)

7. Sahabat-sahabatku tercinta Ela, Eka, Noni, Mbak Sely dan Riya yang telah memberi masukan dan motivasi dalam penyusunan skripsiku.

8. Teman-teman Jurusan Pendidikan Luar Sekolah angkatan 2012 yang memberikan bantuan dan motivasi perjuangan meraih kesuksesan.

9. Semua pihak yang tidak dapat penulis tuliskan satu-persatu, yang telah membantu dan mendukung penyelesaian penulisan skripsi ini.

Akhirnya penulis berharap semoga seluruh dukungan yang diberikan dapat menjadi amal dan mendapatkan balasan kebaikan dari Allah SWT dan semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi banyak pihak terutama pemerhati Pendidikan Luar Sekolah dan pendidikan masyarakat serta para pembaca umumnya. Amin.

Yogyakarta, November 2016


(10)

DAFTAR ISI

hal

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN ... ii

HALAMAN PENYATAAN ... iii

HALAMAN PENGESAHAN... iv

MOTTO ... v

PERSEMBAHAN... vi

ABSTRAK ... vii

KATA PENGANTAR... viii

DAFTAR ISI... x

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 11

C. Pembatasan Masalah ... 12

D. Rumusan Masalah ... 12

E. Tujuan Penelitian ... 13

D. Manfaat Penelitian ... 13

BAB II KAJIAN TEORI A. Kajian Teori ... 15

1. Lanjut Usia ... 15

a. Pengertian Lanjut Usia ... 15

b. Konsep Lansia ... 17

c. Kebutuhan Lansia ... 21

d. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Psikologi Lansia... 25


(11)

a. Pengertian Pemberdayaan... 28

b. Konsep Pemberdayaan ... 30

3. Kegiatan Keagamaan ... 38

a. Pengertian Kegiatan Keagamaan... 38

b. Macam-macam Kegiatan Keagamaan ... 39

c. Tujuan Kegiatan Keagamaan ... 41

B. Penelitian yang Relevan ... 41

C. Hubungan Antar Gejala... 46

D. Pertanyaan Penelitian ... 49

BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan Penelitian ... 52

B. Setting Penelitian ... 53

C. Penentuan Informan dan Objek Penelitian... 53

D. Teknik Pengumpulan Data... 58

E. Instrumen Penelitian... 59

F. Teknik Analisis Data... 61

G. Keabsahan Data... 62

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ... 64

1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 64

2. Deskripsi Pemberdayaan Lansia Melalui Kegiatan Keagamaan ... 70

B. Data Hasil Penelitian... 71

1. Pemberdayaan Lansia Melalui Kegiatan Keagamaan... 71

2. Hasil Pemberdayaan Lansia ... 86

3. Faktor Pendorong dan Penghambat ... 91

C. Pembahasan... 96

1. Pemberdayaan Lansia Melalui Kegiatan Keagamaan... 96

2. Hasil Pemberdayaan Lansia ... 109

3. Faktor Pendorong dan Penghambat ... 116

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 1. Kesimpulan ... 121


(12)

2. Saran... 122 DAFTAR PUSTAKA ... 124 LAMPIRAN... 127


(13)

DAFTAR TABEL

hal

Tabel 1. Perspektif Daya atau Kekuasaan... 29

Tabel 2. Bentuk-bentuk Pemberdayaan ... 35

Tabel 3. Penentuan Ustadz/ustadzah Sebagai Informan ... 55

Tabel 4. Penentuan Pengurus Masjid Sebagai Informan ... 56

Tabel 5. Penentuan Lansia Sebagai Informan... 57

Tabel 6. Jumlah Penduduk Menurut Kelompok Usia Tahun 2014... 63

Tabel 7. Jumlah Penduduk Menurut Kelompok Usia Tahun 2015... 63

Tabel 8. Daftar Lansia TPA Iqro’ ... 66

Tabel 9. Daftar Lansia TPA Iqro’ ... 67

Tabel 10. Kelompok Lansia Berdasarkan Usia... 68

Tabel 11. Kelompok Lansia Berdasarkan Tingkat Pendidikan... 68


(14)

DAFTAR GAMBAR

hal Gambar 1. Bagan Hubungan Antar Gejala ... 48 Gambar 2. Model Pemberdayaan Dusun Gatak ... 102


(15)

DAFTAR LAMPIRAN

hal

Lampiran 1. Pedoman Observasi ... 128

Lampiran 2. Pedoman Wawancara ... 129

Lampiran 3. Pedoman Dokumentasi ... 135

Lampiran 4. Hasil Observasi... 136

Lampiran 5. Catatan Wawancara ... 139

Lampiran 6. Analisis Data Wawancara (Ustadz/ustadzah)... 180

Lampiran 7. Analisis Data Wawancara (Pengurus) ... 191

Lampiran 8. Analisis Data Wawancara (Lansia) ... 203

Lampiran 9. Triangulasi Sumber... 225

Lampiran 10. Triangulasi Matode... 239

Lampiran 11. Catatan Lapangan ... 247

Lampiran 12. Dokumentasi... 270


(16)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Lanjut usia merupakan suatu tahap perkembangan dimana seseorang berusia telah 60 tahun keatas (UU RI tahun 1998 pasal 1 ayat 2). Pada usia tersebut seseorang akan memasuki tahap perkembangan yang sangat berbeda dengan tahap perkembangan sebelumnya di masa dewasa. Memasuki usia lanjut, lansia akan mengalami penurunan dalam fungsi fisik atau kesehatan. Hal tersebut dikarenakan adanya faktor biologis yang terdiri dari tiga fase yaitu fase progresif, fase stabil dan fase regresif. Dalam fase regresif lansia akan mengalami penurunan fungsi sel tubuh karena sel tubuh lebih mempunyai fungsi pokok dan terus menerus digunakan (Rita Eka, 2008:166).

Penurunan sel yang terjadi secara terus menurus akan menyebabkan terjadinya perubahan anatomis, fisiologis dan biokemis pada jaringan tubuh sehingga mempengaruhi fungsi kemampuan fisik lansia. Penurunan fungsi tubuh pada lansia dapat berbeda-beda antara satu orang dengan orang lain dikarenakan setiap orang mempunyai perkembangan tubuh yang berbeda (Rita Eka, 2008:167). Penurunan fungsi fisik membawa banyak perubahan bagi diri lansia. Pada lansia yang mempunyai mental yang kuat dapat menghadapi penurunan fungsi fisik dengan baik dan meningkatkan kualitas kesehatan melalui berbagai cara.

Seiring dengan menurunnya fungsi fisik lansia, perlu adanya dukungan dari luar agar kebutuhan dan perkembangan lansia dapat terpenuhi serta dapat berjalan dengan baik. Hal tersebut sangat diperlukan karena lansia tidak lagi produktif dan


(17)

sudah mengalami penurunan kondisi fisik. Ketidak produktifan dan penurunan kondisi fisik lansia memberikan efek kesulitan dalam melakukan beberapa kegiatan dan juga kesulitan dalam memenuhi kebutuhan hidup lansia.

Pada usia lanjut para lansia sangat membutuhkan orang lain atau keluarga di lingkungan sekitar untuk selalu mendampingi kehidupan lansia. Lansia yang mempunyai hubungan yang baik dengan lingkungan sekitar terutama keluarga, dapat membawa kenyamanan dan kemudahan pada diri lansia (Siti Maryam, 2011:68). Peran lingkungan sekitar sangatlah penting, namun ada juga beberapa masyarakat yang terganggu dengan adanya seseorang yang telah memasuki usia lanjut. Bagi sebagian orang, usia lanjut identik dengan usia yang sangat mengganggu dimana para lansia mempunyai banyak tuntutan dan keinginan.

Menurut Undang-undang RI No. 13 tahun 1998 Kesejahteraan Lanjut Usia mengungkapkan bahwa “pemerintah bertugas mengarahkan, membimbing dan menciptakan suasana yang menunjang bagi terlaksananya upaya peningkatan kesejahteraan sosial lanjut usia”. Pemerintah Indonesia dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019, menyatakan dalam bidang kesejahteraan sosial, sasaran yang ingin dicapai dalam periode 2015-2019 adalah meningkatnya akses dan kualitas hidup lansia. Hal-hal tersebut membuktikan bahwa pemerintah telah memberikan perhatian khusus untuk para lanjut usia, salah satunya yaitu penyediaan panti wreda. Usaha yang dibuat oleh pemerintah untuk mewujudkan kesejahteraan lansia sudah dilaksanakan namun dalam kenyataannya masih banyak lanjut usia yang belum bisa menikmati layanan dari pemerintah tersebut.


(18)

Keberadaan panti wreda merupakan wujud pelayanan dari pemerintah bagi para lansia untuk dapat mewujudkan kesejahteraan lansia. Panti wreda memberikan fisilitas kepada lansia agar dapat berkumpul dengan seusianya, diberikan pelayanan yang baik serta mendapatkan kesempatan untuk mengikuti berbagai kegiatan untuk mengisi waktu kosong yang dimiliki lansia. Kegiatan yang diberikan telah disesuakan dengan karakteristik lansia dan lansia juga diberikan kesempatan untuk mengungkapkan keinginannya mengenai kegiatan yang diinginkan. Menurut data dari Dinas Sosial Provinsi DIY menyebutkan bahwa ada enam panti wreda yang melayani masyarakat terutama para lansia, empat berada di Kota Yogyakarta, satu di Bantul dan satu lagi di Sleman. Jumlah panti wreda yang ada belum menjangkau di semua kabupaten yang ada di Yogyakarta seperti di Gunungkidul dan Kulonprogo.

Lansia yang tidak mendapatkan perlakuan baik dalam lingkungannya dan merasa dideskriminasikan dapat memunculkan stres atau depresi pada lanisa. Kondisi stres pada para lansia tersebut bisa diartikan dengan kondisi yang tak seimbang atau adanya tekanan atau gangguan yang tidak menyenangkan. Stress tersebut biasanya tercipta ketika lansia tersebut melihat ketidaksepadanan antara keadaan dan sistem sumber daya biologis, psikologis, dan juga sosial yang erat kaitannya dengan respon terhadap ancaman dan bahaya yang dihadapi pada lanjut usia. Para lansia juga sangat rentan terhadap gangguan stres karena secara alamiah mereka telah mengalami penurunan kemampuan dalam mempertahankan hidup, menyesuaikan diri dengan lingkungannya, fungsi badan, dan kejiwaan secara


(19)

alami. Stress pada lansia merupakan permasalahan yang sering dialami oleh lansia.

Menurut Fieldman dalam Fitri (2007:9) stress adalah suatu proses yang menilai suatu peristiwa sebagai sesuatu yang mengancam, menantang, ataupun membahayakan dan individu merespon peristiwa itu pada level fisiologis, emosional, kognitif dan perilaku. Dalam kondisi tertentu, stres dapat menimbulkan dampak negatif pada kesehatan para lanjut usia seperti tekanan darah tinggi, pusing, sedih, sulit berkonsentrasi, tidak bisa tidur seperti biasanya, terlampau sensitif, depresi, dan lainnya. Keadaan lasia yang mengalami stress membutuhkan penanganan khusus dari dokter.

Kondisi fisik yang sangat rentan terjadinya penyakit membutuhkan perawatan dan kepedulian dari lingkungan sekitar terutama keluarga. Keluarga berperan sebagai pihak yang memberikan motivasi atau arahan kepada lansia. Motivasi dan arahan dari keluarga sangatlah penting karena pada dasarnya lansia ingin selalu mendapat perhatian dari keuarga terdekatnya. Keluarga dapat memberikan arahan bagi lansia untuk dapat hidup dengan baik dengan cara mengikuti kegiatan untuk para lansia, cek kesehatan secara rutin, menjaga pola hidup sehat, dan lain sebagainya.

Kegiatan bersama kelompok merupakan suatu yang sangat penting bagi lansia karena pada dasarnya lansia yang pasif selain dapat memberikan dampak yang negatif terhadap kesehatan lanisa juga dapat menyebabkan disleksia dini pada lanisa. Demensia merupakan istilah umum untuk penurunan kognitif dan perilaku yang disebabkan oleh penyebab fisiologis yang mempengaruhi aktivitas


(20)

sehari-hari (Diane E. Papalia, 2015 : 242). Demensia dapat terjadi karena dipengaruhi oleh kondisi fisik seorang lansia. Dalam sebuah penelitian longitudinal yang dilakukan terhadap 678 biarawati di Roma menemukan bahwa demensia dapat dilawan dengan pendidikan atau aktivitas kognitif. Sedangkan kenurunan kognitif lebih memungkinkan menyerang orang-orang yang mempunyai kesehatan fisik yang buruk.

Ancaman demensia dapat atasi jika kehidupan lansia diimbangi dengan pola hidup sehat dan bekegiatan yang aktif. Pola hidup sehat dapat mencegah lansia terkena penyakit dan kegiatan di komunitas maupun dilingkungan dapat membuat otak lansia bekerja secara aktif untuk memproses banyak hal. Kondisi otak yang terus-menerus digunakan untuk beraktifitas dan berfikir dapat mencegah lansia terkena demensia dini. Melihat dari kehidupan lansia saat ini banyak yang belum sadar akan hal tersebut dan masih banyak lansia yang pasih sehingga resiko terkena demensia dini akan sangat besar. Banyak para lansia terutama yang hidup di pedesaan tidak mengetahui akan pentingnya mengikuti berbagai kegiatan untuk kebaikan kondisi fisik dan kesehatan lansia.

Hasil sensus penduduk tahun 2010 menunjukkan bahwa Indonesia termasuk lima besar Negara dengan jumlah penduduk usia lanjut terbanyak di dunia yaitu mencapai 18,1 juta jiwa atau 9.6 % dari jumlah penduduk. Pemerintah mencatat Yogyakarta merupakan kota yang memiliki jumlah penduduk lanjut usia (lansia) tertinggi di Indonesia. Dari total penduduk di kota Yogyakarta diperkirakan, lansia mencapai 13,4 persen pada 2015, meningkat 14,7 persen (2020), dan 19,5 persen (2030) (www.merdeka.com).


(21)

Angka harapan hidup dan jumlah lansia yang terus meningkat perlu adanya kepedulian dan perhatian untuk para lansia. Lansia cenderung membutuhkan bantuan orang lain dalam menjalani dan memenuhi kebutuhan hidupnya. Lansia mempunyai keinginan dan kebutuhan yang harus dipenuhi untuk menunjang kesejahteraan hidup lansia. Hal tersebut merupakan tanggung jawab diri lansia sendiri dan keluarga terdekat, sedangkan pada kenyataannya tidak semua lansia hidup bersama-sama dengan keluarganya. Kondisi tersebut menuntut beberapa lansia untuk terus berjuang untuk memenuhi kebutuhannya dengan cara bekerja.

Kondisi fisik lansia yang telah mengalami penurunan merupakan suatu hal yang menjadi salah satu penghambat bagi lansia untuk melakukan banyak kegiatan yang bersifat memberatkan. Aktivitas yang berat tidak perlu dilakukan oleh para lansia akan tetapi, lansia disarankan tetap aktif agar tetap sehat dan produktif, namun pada kenyataannya tidak semua lansia bisa melakukan hal tersebut. Para lansia kebanyakan merasa bahwa saat telah memasuki usia lanjut maka hidup mereka akan segera berakhir dan hidup dijalani dengan hanya menunggu takdir. peristiwa tersebut menunjukkan bahwa para lansia mempunyai motivasi yang rendah untuk menjadikan diri mereka lebih aktif dan produktif di usia lanjut.

Pada usia lanjut tentu telah mengalami dan mendapatkan berbagai pengalaman dalam hidup mereka di berbagai bidang dan pada berbagai kondisi, hal tersebut dapat menjadikan nilai tambah untuk diri lansia. Pengalaman hidup yang banyak seharusnya menjadikan para lansia lebih termotivasi untuk mengikuti beberapa kegiatan dengan lansia lain dan memberikan peran yang positif bagi diri sendiri


(22)

dan lingkungan sekitar. Banyak potensi yang dimiliki oleh para lanjut usia akan tetapi kesadaran yang dimiliki masih sangat kurang.

Kurangnya kesadaran para lansia akan potensi yang dimiliki menjadi pokok utama dalam permasalah hidup lansia. Seharusnya potensi tersebut dapat digunakan sebagai sarana untuk memberdayakan para lansia agar tetap dapat berkarya dan berkegiatan positif. Pemberdayaan berasal dari kata “daya” yang mendapat awalan ber- yang menjadi kata “berdaya” artinya memiliki atau mempunyai daya. Daya artinya kekuatan, berdaya artinya memiliki kekuatan. Pemberdayaan artinya membuat sesuatu menjadi berdaya atau mempunyai daya atau mempunyai kekuatan. Pemberdayaan dalam bahasa Indonesia merupakan terjemahan dari empowerment dalam bahasa inggris.

Menurut Kindervatter dalam buku Anwar (2007:77) pemberdayaan adalah suatu proses pemberian kekuatan atau daya dalam bentuk pendidikan yang bertujuan membangkitkan kesadaran, pengertian, dan kepakaan warga belajar terhadap perkembangan sosial, ekonomi dan politik, sehingga pada akhirnya dapat memiliki kemampuan untuk memperbaiki dan meningkatkan kedudukan dalam masyarakat. Berdasarkan pengertian di atas dapat diketahui bahwa pemberdayaan berarti memberikan kekuatan dan kebebasan kepada seseorang dalam bentuk pendidikan. Dalam hal ini pemberdayaan lansia dapat diartikan bahwa proses pemberian kekuatan dan kebebasan kepada lansia dalam bentuk pendidikan.

Pemberdayaan di bidang pendidikan dapat diartikan sebagai proses belajar mengajar yang merupakan usaha terencana dan sistematis yang dilaksanakan secara berkesinambungan baik bagi individu maupun kolektif, guna


(23)

mengembangkan daya dan kemampuan yang terdapat dalam diri individu dan masyarakat sehingga mampu melakukan transformasi sosial (Onni, 1996:74). Pemberdayaan dalam bidang pendidikan sangat cocok bagi lansia dikarenakan kondisi fisik lansia sudah mengalami penurunan dan juga lansia sudah memasuki usia non produktif. Pemberdayaan lansia dibidang pendidikan dapat memberikan perubahan pola pikir dan juga pola hidup lansia.

Lansia yang berdaya dapat meningkatkan kualitas berbagai aspek dalam kehidupan lansia seperti aspek kesehatan. Adanya lansia yang berdaya maka akan mempunyai kegiatan yang rutin dilakukan dan dapat meningkatkan kesehatan para lansia. Adanya interaksi dengan lingkungan dan juga sesama lansia akan memberikan motivasi yang kuat bagi lansia untuk menjalani hidupanya dengan aktif, tidak hanya hidup hanya menunggu takdir. Selain itu kegiatan yang dilakukan lansia dengan sesamanya dapat menjadi salah satu penyalur hobi mereka. Penyaluran hobi dapat menciptakan suasana hati yang gembira sehingga dapat mempengaruhi kondisi psikis lansia menjadi lebih stabil.

Pemberdayaan lansia dapat dilakukan dengan berbagai cara salah satunya yaitu melalui kegiatan keagamaan. Pemberdayaan dapat dilakukan dengan berbagai cara dalam berbagai aspek kehidupan, seperti pemberdayaan pada aspek ekonomi, sosial, politik, dan juga pendidikan. Di usia lanjut lansia lebih membutuhkan penguatan spirituan, dan mendekatkan diri kepada Tuhan. Lansia yang sudah mengalami kemunduran fisik mempunyai kebutuhan untuk mendapatkan pendidikan keagamaan untuk mendekatkan diri kepada Tuhan, dan


(24)

memperoleh ketenangan jiwa di usia senja. Oleh karena itu pemberdayaan yang lebih dibutuhkan oleh lansia adalah pemberdayaan melalui kegiatan keagamaan.

Pemberdayaan lansia melalui kegiatan keagamaan merupakan suatu hal yang sangat penting, karena lansia mempunyai kebutuhan spiritual untuk dipenuhi. Kebutuhan spiritual dibutuhkan untuk lebih mendekatkan diri kepada Tuhan, mendapatkan ketenangan jiwa, dan meningkatkan pengetahuan tentang keagamaan sebagai bekal ketika tidak lagi hidup di dunia. Pemberdayaan lansia dilakukan melalui kegiatan keagamaan dengan memberikan pengetahuan tentang agama, siraman rohani, belajar mengaji dan juga mengkaji tentang kitab suci.

Kegiatan pemberdayaan maupun kegiatan keagamaan yang ada di masyarakat pada umumnya belum mengkhususkan diri untuk para lansia. Sedangkan karakteristik lansia dengan orang dewasa mempunyai perbedaan. Perbedaan karakteristik lansia dan orang dewasa juga dapat mempengaruhi mudah atau tidaknya lansia dalam menerima informasi sehingga diperlukan sebuah perkumpulan atau komunitas khusus lansia. Pemberdayaan lansia yang ada dan dilakukan melalui kegiatan keagamaan salah satunya adalah pemberdayaan lansia di Dusun Gatak, Wukirsari, Kecamatan Cangnkringan, Kabupaten Sleman.

Desa Wukirsari merupakan salah satu daerah yang mempunyai jumlah penduduk lansia yang paling tinggi jika dibandingkan dengan Desa lain di Kecamatan Cangkringan. Pada tahun 2015 jumlah lansia Desa Wukirsari yaitu mencapai 1.259 sedangkan di Argomulyo hanya 937 jiwa, Glagaharjo 405 jiwa, Kepuharjo 339 jiwa, dan Umbulharjo sebanyak 363 jiwa (www.kependudukan.jogjaprov.go.id). Jumlah tersebut merupakan jumlah yang


(25)

sangat banyak. Banyaknya lansia tersebut menjadi pekerjaan rumah bagi pemerintah desa setempat dan juga masyarakat untuk dapat memberikan kesejahteraan untuk para lansia. Prakarsa untuk membuat program pemberdayaan lansia di daerah dengan jumlah lansia yang tinggi merupakah langkah yang tepat. Masyarakat bersama-sama untuk memberikan fasilitas bagi lansia agar dapat berdaya meski usianya sudah lanjut.

Pemberdayaan lansia di Dusun Gatak dibentuk atas dasar musyawarah pengurus Masjid dan warga Dusun Gatak untuk membuat suatu kegiatan bagi lansia. Lansia yang ada di Dusun Gatak mayoritas aktif untuk berkegiatan di sawah. Keadaaan lansia tersebut menggungah penduduk Desa untuk membuat suatu kegiatan yang dapat memberdayakan kehidupan para lansia Dusun Gatak. Selain prakarsa yang muncul dari pengurus Masjid dan juga warga, lansia di Dusun Gatak sendiri mempunyai keinginan untuk mendalami pendidikan agama. Di usia yang sudah lanjut, para lansia di Dusun Gatak menginginkan adanya kegiatan keagamaan untuk meningkatkan kualitas keimanan lansia. Dengan adanya pemberdayaan lansia di Dusun Gatak, maka lansia dapat terfasilitasi untuk mendapatkan pendidikan keagamaan.

Pemberdayaan lansia yang ada di Dusun Gatak diisi dengan kegiatan keagamaan berupa belajar membaca Al-Qur’an, yasinan rutin dan juga diisi dengan ceramah keagamaan. Lansia yang ada di Dusun Gatak masih banyak yang belum lancar dalam membaca Al-Qur’an maka dengan adanya pemberdayaan lansia ini diharapkan lansia Dusun Gatak dapat membaca Al-Qur’an dengan lancar. Pemberdayaan lansia melalui kegiatan keagamaan tersebut diikuti oleh


(26)

lansia perempuan dan laki-laki yang berasal dari Dusun Gatak dan dalam kegiatan ini lansia tidak dipungut biaya. Kegiatan pemberdayaan ini diselenggarakan oleh pihak Desa sehingga pengurus kegiatan ini juga berasal dari Dusun Gatak.

Pengurus yang berasal dari Dusun Gatak memberikan keleluasaan bagi para lansia dalam mengemukakan pendapat mengenai kegiatan pemberdayaan tersebut. Dalam pengambilan keputusan untuk kegiatan yang diselenggarakan, para lansia diberikan kewenangan untuk menyampaikan keinginan, kritik dan saran. Hal tersebut buat agar terjalin komunikasi yang baik antara lansia dan juga pengurus yang berasal dari Dusun Gatak. Keterbukaan informasi dan juga pengambilan keputusan disuatu kelompok atau perkumpulan dapat memberikan rasa percaya antar warga belajar dan juga pengurus sehingga tujuan dari pemberdayaan dapat tercapai.

Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk meneliti tentang pemberdayaan lansia melalui kegiatan keagamaan yang diselenggarakan di Dusun Gatak, Wukirsari, Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman. Penulis ingin mengkaji tentang pemberdayaan lansia melalui kegiatan keagamaan tersebut. B. Identifikasi masalah

Dari pemaparan gambaran di latar belakang dapat ditemukan berbagai masalah diantaranya yaitu:

1. Lansia tipe pasrah banyak yang tidak terurus dikarenakan anggota keluarga mereka pergi bekerja ke luar kota.

2. Menurunnya fungsi fisik pada lansia membawa depresi dan tindakan negatif berupa perilaku emosional kepada lingkungan di sekitarnya.


(27)

3. Psikologis lansia yang berbeda dengan orang-orang disekitarnya mengakibatkan munculnya tindak diskriminasi pada lansia.

4. Berdasarkan hasil sensus penduduk tahun 2010 angka harapan hidup di Yogyakarta semakin meningkat namun komunitas yang memberdayakan dan melayani lansia masih sedikit.

5. Seiring dengan menurunnya fungsi fisik pada lansia, masih banyak lansia yang kurang memperhatikan kesehatannya sehingga lebih mudah terserang penyakit

6. Lansia mempunyai banyak pengalaman dalam hidup namun banyak yang belum sadar akan potensi yang dimilik dan belum banyak komunitas yang memberdayakan lanisa

7. Lansia Dusun Gatak, Wukirsari masih banyak yang belum lancar membaca Al-Qur’an, sedangkan belum ada kegiatan yang memfasilitasi lansia dapat belajar.

C. Pembatasan masalah

Dengan adanya berbagai masalah yang ada maka peneliti memfokuskan diri pada perkumpulan lansia sebagai upaya memberdayaan lansia, dalam hal ini adalah kegiatan keagamaan yang diselenggarakan Dusun Gatak, Wukirsari, Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman untuk memberdayakan lansia. D. Rumusan Masalah

Dari latar belakang dan pembatasan masalah di atas, maka dapat diambil rumusan masalah sebagai berikut:


(28)

1. Bagaimana pemberdayaan lansia melalui kegiatan keagamaan yang diselenggarakan di Dusun Gatak, Wukirsari, Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman?

2. Bagaimana hasil dari pemberdayaan lansia melalui kegiatan keagamaan yang diselenggarakan di Dusun Gatak, Wukirsari, Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman?

3. Apa saja faktor pendorong dan faktor penghambat yang dihadapi dalam pemberdayaan di Dusun Gatak, Wukirsari, Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman?

E. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan:

1. Pemberdayaan lansia melalui kegiatan keagamaan yang diselenggarakan di Dusun Gatak, Wukirsari, Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman

2. Hasil dari pemberdayaan lansia melalui kegiatan keagamaan yang diselenggarakan di Dusun Gatak, Wukirsari, Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman

3. Faktor pendorong dan penghambat pemberdayaan lansia melalui kegiatan keagamaan yang diselenggarakan di Dusun Gatak, Wukirsari, Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman

F. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini terbagi menjadi dua, yaitu manfaat secara teoritis dan manfaat secara praktis.


(29)

Secara teoritis hasil dari penelitian ini dapat dijadikan referensi atau masukan bagi pengembang kesejahteraan terutama kesejahteraan lanjut usia dan menambah kajian tentang pemberdayaan pada lansia melalui kegiatan keagaaman.

2. Manfaat praktis

Secara praktis, hasil dari penelitian ini diharapakan dapat menjadi masukan bagi pihak yang menangani para lansia khususnya dalam memberikan ruang dan perhatian kepada para lanjut usia. Dan bagi pihak lain penelitian ini juga diharapkan dapat membantu menyajikan informasi untuk mengadakan penelitian serupa.


(30)

BAB II KAJIAN TEORI

A. KAJIAN TEORI 1. Lanjut Usia

a. Pengertian Lanjut Usia

Menurut organisasi kesehatan dunia (WHO), seseorang disebut lanjut usia (elderly) jika berumur 60-74 tahun. Menurut Prof. DR. Ny. Sumiati Ahmad Mohammad, Guru Besar Universitas Gajah Mada Fakultas Kedokteran usia 65 tahun keatas disebut masa lanjut usia atau senium. Menurut Dra. Ny. Jos Masdani (psikologi dari Universitas Indonesia), lanjut usia merupakan kelanjutan usia dewasa antara usia 65 tahun hingga tutup usia. Menurut Yudrik (2011:253), usia tua adalah periode penutup dalam rentang hidup seseorang, yaitu suatu periode dimana seseoran telah “beranjak jauh” dari periode terdahulu ynag leih menyenangkan atau beranjak dari waktu yang penuh dengan manfaat.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat diketahui bahwa lanjut usia merupakan bagian dari suatu proses perkembangan yang akan dialami oleh semua orang. Lanjut usia merupakan suatu tahap atau fase lanjut dari usia dewasa dimana seseorang telah mempunyai kematangan fisik maupun psikologis yang kemudian akan mengalami penurunan fungsi pada fase usia lanjut.

Menurut UU pasal 1 ayat (2), (3), (4) No.13 Tahun 1998 tentang Kesehatan dikatakan bahwa lanjut usia adalah seseorang yang telah mencapai usia lebih dari 60 tahun. Sedangkan menurut Prof. DR. Koesoemanto Setyonegoro, lanjut usia dikelompokkan menjadi tiga yaitu usia 70-75 tahun (young old), usia 75-80 tahun


(31)

(old), usia lebih dari 80 tahun (very old). Kesimpulan dari pembagiaan umur menurut beberapa ahli, bahwa yang disebut lanjut usia adalah orang yang telah berumur 65 tahun keatas (Nugroho, 2008:57).

Usia lanjut adalah fase menurunnya kemampuan akal dan fisik, yang di mulai dengan adanya beberapa perubahan dalam hidup. Ketika manusia mencapai usia dewasa maka akan mempunyai kemampuan reproduksi dan melahirkan anak. Ketika kondisi hidup berubah, seseorang akan kehilangan tugas dan fungsi tersebut dan memasuki fase selanjutnya yaitu usia lanjut yang kemudian mati (Darmojo, 2004:23). Bagi beberapa orang fase tersebut dapat diterima dengan mudah karena menurut beberapa orang fase tersebut merupakan suatu tahapan hidup yang sudah pasti dilewati oleh seseorang, akan tetapi bagi sebagian orang fase tersebut merupakan fase yang sulit. Fase dinama seseorang akan kehilangan karir, mengalami banyak perubahan fisik dan morik, serta harus menjadi berbeda di lingkungannya.

Berdasarkan pendapat berbagai ahli di atas dapat disimpulkan bahwa lanjut usia dimulai dari ketika seseorang memasuki usia 60 tahun. Selain itu lanjut usia dapat dikelompokkan dalam beberapa golongan yaitu young old, old, very old. Hal tersebut menunjukkan bahwa ketika memasuki usia lanjut seseorang akan mengalami perubahan dalam fase yang berbeda disetiap pertambahan usia. Perubahan yang akan dialami oleh lanjut usia berasal dari faktor usia yang bertambah atau dengan kata lain akan terjadi penurunan fungsi fisik, motorik, serta psikologis pada lanjut usia. Perubahan-perubahan tersebut membutuhkan pengertian dari lingkungan sekitar untuk memahami karakteristik lansia.


(32)

b. Konsep Lansia

Menurut Kedokteran Olahraga lanjut usia sangat tergantung pada kondisi fisik individu. Jika seseorang baru berusia 50 tahun, namun secara fisik sudah renta seperti penurunan massa otot, respons tubuh berkurang, seseorang tersebut dapat dikategorikan sebagai golongan lanjut usia. Ada tiga tahapan manula, yaitu umur 50-60 tahun, umur 61-70 tahun, dan 71 tahun keatas (http://e-journal.uajy.ac.id/).

Berikut adalah ciri-ciri manula secara fisik adalah:

1) Keterbatasan fungsi tubuh yang berhubungan dengan makin meningkatnya usia, seperti kurangnya pendengaran dan jarak pandang.

2) Adanya akumulasi dari penyakit-penyakit degenerative

3) Setelah orang memasuki masa lansia umumnya mulai dihinggapi adanya kondisi fisik yang bersifat patologis berganda (multiple pathology) misalnya tenaga berkurang, energi menurun, kulit keriput, gigi rontok, tulang rapuh, dsb.

Menurut Yudrik (2011:246), masa usia lanjut mempunyai ciri-ciri yang berkaitan dengan penyesuaian pribadi dan sosial yaitu sebagai berikut: 1) perubahan yang menyangkut kemampuan motorik, 2) kekuatan fisik, 3) perubahan dalam fungsi psikologis, 4) perubahan dalam sistem saraf, dan 5) penampilan.

Berdasarkan ciri-ciri di atas dapat ditemukan bahwa secara fisik Lanjut usia mengalami penurunan fungsi di beberapa bagian tubuh atau organ dalam. Penurunan fungsi tersebut kemudian juga mempengaruhi kondisi kesehatan lanisa dikarenakan beberapa organ tubuh sudah mengalami penurunan kinerja terutama pada indra pendengaran dan indra penglihatan. Banyak lanjut usia


(33)

mayoritas mengalami rabun dekat dan juga kesulitan dalam mendengarkan. Selain itu beberapa lansia mendapatkan penyakit seperti diabetes, jantung dan juga stroke sebagai akibat pola hidup yang kurang sehat di masa muda dahulu.

Sedangkan ciri-ciri lanjut usia secara psikososial dinyatakan krisis apabila (http://digilib.unimus.ac.id/) :

1) Ketergantungan pada orang lain (sangat memerlukan pelayanan orang lain)

2) Mengisolasi diri atau menarik diri dari kegiatan kemasyarakatan karena berbagai sebab, diantaranya setelah menjalani masa pensiun, setelah sakit cukup berat dan lama, setelah kematian pasangan hidup dan lain-lain.

3) Hal-hal yang dapat menimbulkan gangguan keseimbangan (homeostasis) sehingga membawa lansia kearah kerusakan / kemerosotan (deteriorisasi) yang progresif terutama aspek psikologis yang mendadak, misalnya bingung

4) Lansia telah mengalami berbagai pengalaman, baik yang mengenakkan maupun tidak mengenakkan dan akan mempengaruhi afeknya sehari-hari. Kehidupan lansia satu dengan lansia yang lain terdapat keragaman. Ada yang menikmati masa tua dengan bahagia dan tetap aktif.

Efek negatif dan efek positif pada lanjut usia cenderung mengalami penurunan intensitasnya utama jika dibandingkan dengan usia muda dan tengah baya. Hal ini dapat dipahami karena emosi orang tua lebih banyak dikontrol daripada sebelumnya, sehingga terkesan tidak meledak-ledak seperti ketika masih muda (http://repository.usu.ac.id/).

Berdasarkan pendapat di atas dapat simpulkan bahwa penggolongan seseorang dalam lanjut usia tidak hanya dilihat berdasarkan usia, akan tetapi juga dapat dilihat dari keadaan fisik dan psikologis. Seseorang akan mengalami dampak dari usia lanjur disaat kegiatan yang dimiliki sangat sedikit dan bahkan sangat berbeda dengan kegiatan yang dimiliki saat masih


(34)

produktif. Jika aktifitas yang sering dilakukan tiba-tiba harus diberhentikan, maka seseorang akan mengalami kejenuhan dalam menjadlani kehidupan sehari-hari. Fisik yang dulunya melakukan berbagai aktivitas kini tidak digunakan lagi. Hal tersebut juga mempengaruhi kondisi fisik lanjut usia karena aktivitas fisik harus tetap dijaga agar fungsi fisik lanjut usia masih dapat berfungsi dengan baik di usia lanjut.

Menjaga kondisi fisik sangat penting dilakukan secara rutin oleh lansia mengingat setiap lansia mempunya tingkat kesehatan dan juga riwayat penyakit masing-masing. Kondisi fisik setiap lansia tentu beraneka ragam sama halnya dengan tipe lansia. Pada umumnya setiap orang mempunyai tipe atau jenis sikap masing-masing.

Menurut Nugroho dalam Siti Maryam (2011:34), beberapa tipe pada lansia bergantung pada karakter, pengalaman, lingkungan, kondisi fisik, mental, sosial, dan ekonominya. Tipe tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut:

a. Tipe arif bijaksana

Kaya dengan hikmah, pengalaman, menyesuaikan diri dengan perubahan zaman, mempunyai kesibukan, bersikap ramah, rendah hati, sederhana, dermawan, memenuhi undangan dan menjadi panutan. b. Tipe mandiri

Mengganti kegiatan yang hilang dengan yang baru, selektif dalam mencari pekerjaan, bergaul dengan teman dan memenuhi undangan. c. Tipe tidak puas

Konflik lahir batin menentang proses penuaan sehingga sehingga menjadi pemarah, tidak sabaran, mudah tersinggung sulit dilayani, pengkritik dan banyak menuntut.

d. Tipe pasrah

Menerima dan menunggu nasib baik , mengikuti kegiatan agama dan melakukan pekerjaan apa saja.

e. Tipe bingung

Kaget, kehilangan kepribadian, mengasingkan diri, minder, menyesal, pasif dan acuh tak acuh.


(35)

Berdasarkan tipe lansia tersebut dapat diketahui bahwa setiap lansia memang mempunyai tipe masing-masing tergantung pada beberapa hal. Pada tipe arif dan bijaksana lansia dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan dan juga perkembangan zaman. Hal tersebut akan memudahkan diri lansia dan juga lingkungannya dalam berinteraksi dan membentuk kenyamanan bersama. Sedangkan pada tipe mandiri lansia akan lebih aktif dan selektif dalam beberapa hal yang bertujuan untuk membantu atau memberi saran pada lingkungan sekitar. Dalam lingkungan lansia akan banyak mengkritik atau mengemukakan pendapat dikarenakan lansia mandiri mempunyai pemikiran yang berkembang dan kritis. Lansia mandiri akan memandang setiap masalah dari beberapa sudut pandang karena lansia tersebut menjadikan pengalam sebagai pelajaran dalam hidupnya.

Kemandirian pada lansia yang dimiliki oleh lansia mandiri merupakan hal yang baik untuk kehidupannya. Kemandirian yang dimiliki menjadikan lansia tidak kehabisan tujuan dalam hidup walaupun usianya terus bertambah. Tipe yang akan sedikit memberi dapak atau respon yang negatif dalam tingkungan lansia adalah tipe lansia tidak pernah puas. Tipe lansia ini akan lebih memberikan beban pada lingkungannya jika kondisi lingkungan yang ada mempunyai kesangguapan dan juga kemampuan untuk memenuhi keinginan lansia. Lansia yang tidak pernah puas akan mempunyai banyak keinginan dan juga perilaku negatif jika keinginannya tidak terpenuhi. Lingkungan lansia ini harus mempunyai kesabaran dan komunikasi yang baik dengan lansia tersebut.


(36)

Tipe lansia selanjutnya adalah tipe pasrah yang menerima apapun keadaan yang dihadapi oleh lansia tersebut. Tipe ini tidak begitu memberikan beban pada lingkungan sekitarnya karena lansai masih mau mengikuti berbagai aktifitas. Pada tipe ini lansia juga mudah berinteraksi dengan lingkungan akan tetapi di sisi lain lansia tipe ini tidak banyak mempunyai perkembangan dalam hidupnya disbanding dengan lansia tipe mandiri. Tipe yang terakhir adalah tipe bingung. Lansia pada tipe bingung disebabkan karena secara psikologis lansia belum siap menerima kenyataan hidup yang dihadapi. Lansia tipe ini sangat membutuhkan pendampingan orang-orang terdekat agar kehidupan lansia dapat berjalan dengan baik.

c. Kebutuhan Lansia

Lansia mempunyai banyak kebutuhan, kebutuhan-kebutuhan ini dalam sebuah model persamaan struktural disebut sebagai faktor dan menurut Hoyle & Smith (1994) bersifat laten (latent variable) karena tidak dapat diketahui kecuali dari variabel- variabel yang dapat dilihat (manifest/ observed variable). Variabel yang diobservasi atau variabel amatan dari kebutuhan lansia adalah kebutuhan fisiologis, kebutuhan seksual, kebutuhan religius, kebutuhan akan kesehatan, kebutuhan aktivitas, kebutuhan sosial, kebutuhan mandiri ekonomi dan kebutuhan psikologis (Darmojo, 2004:71).

Setiap manusia akan mempunyai kebutuhan- kebutuhan untuk memenuhi hajat hidupnya tidak terkecuali lanjut usia. Kebutuhan dari lanjut usia memang beragam dan pada kenyataannya kebutuhan lanjut usia satu dengan yang lain akan berbeda. Kebutuhan adalah perbedaan antara kenyataan dan pemuasan,


(37)

atau suatu perbedaan dengan standar yang diakui, atau sebagai perbedaan antara situasi yang diinginkan individu dan situasi actual (http://file.upi.edu/).

Pada umumnya usia lanjut mempunyai berbagai kebutuhan yang harus dipenuhi yaitu kebutuhan fisik, psikis, sosial, ekonomi, dan spiritual (https://kemsos.go.id/). Secara rinci dapat dilihat dari penjelasan di bawah ini:

1) Kebutuhan fisik

Kebutuhan fisik lanjut usia meliputi sandang pangan, papan, kesehatan dan spiritual. Kebutuhan makan umumnya tiga kali sehari ada juga dua kali. Makanan yang tidak keras, tidak asin dan tidak berlemak. Kebutuhan sandang, dibutuhkan pakaian yang nyaman dipakai. Pilihan warna sesuai dengan budaya setempat. Model yang sesuai dengan usia dan kebiasaan mereka. Frekuensi pembeliannya umumnya setahun sekali sudah mencukupi. Kebutuhan papan, secara umum membutuhkan rumah tinggal yang nyaman. Tidak kena panas, hujan, dingin, angin, terlindungi dari marabahaya dan dapat untuk melaksanakan kehidupan sehari hari, dekat kamar kecil dan peralatan lansia secukupnya. Pelayanan kesehatan bagi lanjut usia sangat vital. Obat obatan ringan sebaik nya selalu siap didekatnya. Bila sakit segera diobati. Dibutuhkan fasilitas pelayanan pengobatan rutin, murah, gratis dan mudah dijangkau.

Berdasarkan keterangan di atas, kebutuhan fisik lansia hampir sama dengan kebutuhan seseorang pada umumnya akan tetapi kebutuhan fisik lansia memiliki karakteristik yang berbeda dalam hal makanan dan juga kesehatan. Lansia lebih membutuhkan makanan yang mengandung gizi


(38)

sesuai dengan kebutuhan fisiknya dan harus menghindari makanan yang berlemak dan mengandung kadar gula tinggi. Selain itu kebutuhan fisik lainnya adalah kesehatan. Kesehatan pada lansia lebih membutuhkan perhatian karena lansia memasuki usia rawan penyakit dimana kondisi tubuh lansia juga sudah mengalami penurunan.

2) Kebutuhan psikis

Kondisi lanjut usia yang rentan membutuhkan lingkungan yang mengerti dan memahaminya. Lanjut usia membutuhkan teman yang sabar, yang mengerti dan memahaminya. Mereka membutuhkan teman berbicara, membutuhkan dikunjungi kerabat, sering disapa dan didengar nasehatnya. Lansia juga butuh rekreasi, silaturahmi kepada kerabat dan masyarakat.

Bertambahnya usia seseorang akan memberikan perubahan pada kebutuhan dirinya tidak terkecuali kebutuhan psikis. Pada usia lanjut konsidi psikis seseorang akan menjadi seperti anak-anak. Dapat dikatakan seperti itu dikarenakan pada usia lanjut seseorang telah mempunyai pola piker yang berbeda dengan orang-orang di usia yang lebih muda. Pada umumnya lansia memiliki keinginan yang sangat banyak dan juga diiringi dengan kegemarannya dalam menceritakan banyak hal kepada orang lain. Perilaku lansia tersebut tentu membutuhkan orang lain untuk memenuhi keinginan lansia untuk menemaninya disetiap waktu dan berbagi cerita. 3) Kebutuhan sosial

Lanjut usia membutuhkan orang-orang dalam berelasi sosial. Terutama kerabat, juga teman sebaya, sekelompok kegiatan dan masyarakat di


(39)

lingkungannya, melalui kegiatan keagamaan, olahraga, arisan dan lain-lain.

Kebutuhan sosial merupakan kebutuhan yang dimiliki oleh setiap orang karena sudah menjadi kodrat bahwa manusia tidak bisa hidup tanpa manusia lain. Seseorang berada di lingkungan tertentu dan menjalin interaksi dengan masyarakat yang ada disekitarnya. Kebutuhan tersebut juga dimiliki oleh para lanjut usia. Di usianya yang terus bertambah, lansia semakin membutuhkan orang lain dalam menjalani kehidupannya. Lansia lebih membutuhkan perhatian dibandingkan kaum muda dan orang dewasa.

4) Kebutuhan ekonomi

Bagi lansia yang tidak memiliki pendapatan tetap, membutuhkan bantuan sumber keuangan terutama dari kerabatnya. Secara ekonomi lanjut usia yang tidak potensial membutuhkan uang untuk biaya hidup. Bagi lanjut usia yang masih produktif membutuhkan keterampilan, UEP dan bantuan modal usaha sebagai penguatan usahanya.

5) Kebutuhan spiritual

Pada umumnya lansia mengisi waktu untuk lebih mendekatkan diri kepada Tuhan atau beribadah. Melalui Ibadah lanjut usia mendapat ketenangan jiwa, pencerahan dan kedamaian menghadapi hari tua. Mereka sangat mendambakan ge.nerasi penerus yang sungguh-sungguh dalam menjalani ibadah


(40)

Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa kebutuhan Lanjut usia hampir sama dengan kebutuhan setiap orang pada umumnya. Perbedaan yang dapat dilihat adalah dalam pemenuhan kebutuhan para lanjut usia membutuhkan bantuan dari orang lain terutama orang-orang terdekat atau kerabat. Pada umumnya kondisi fisik yang terus menurun menyebabkan lansia menjadi bergantung pada orang lain. Hal tersebut sangat terlihat pada saat Lansia sudah mengalami penurunan fisik atau mengalami sakit seperti diabetes, stroke dan jantung.

d. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Psikologi Lansia

Ada beberapa faktor yang sangat berpengaruh terhadap psikologi lansia. Faktor-faktor tersebut hendaknya disikapi secara bijak sehingga para lansia dapat menikmati hari tua mereka dengan bahagia. Menurut Kuntjoro (2007:54), faktor yang dihadapi para lansia yang sangat mempengaruhi kesehatan jiwa mereka yaitu penurunan kondisi fisik, penurunan fungsi dan potensi seksual, perubahan aspek psikososial, dan perubahan peran dalam masyarakat.

1) Penurunan Kondisi Fisik

Setelah orang memasuki masa lansia umumnya mulai dihinggapi adanya kondisi fisik yang bersifat patologis berganda (multiple pathology), misalnya tenaga berkurang, energi menurun, kulit makin keriput, gigi makin rontok, tulang makin rapuh, dan sebagainya. Secara umum kondisi fisik seseorang yang sudah memasuki masa lansia mengalami penurunan secara berlipat ganda. Hal ini semua dapat menimbulkan gangguan atau


(41)

kelainan fungsi fisik, psikologik maupun sosial, yang selanjutnya dapat menyebabkan suatu keadaan ketergantungan kepada orang lain.

2) Penurunan Fungsi dan Potensi Seksual

Penurunan fungsi dan potensi seksual pada lanjut usia sering kali berhubungan dengan berbagai gangguan fisik seperti gangguan jantung, gangguan metabolisme, misal diabetes millitus, vaginitis, baru selesai operasi : misalnya prostatektomi, kekurangan gizi, karena pencernaan kurang sempurna atau nafsu makan sangat kurang, penggunaan obat-obat tertentu, seperti antihipertensi, golongan steroid, tranquilizer.

3) Perubahan Aspek Psikososial

Pada umumnya setelah orang memasuki lansia maka ia mengalami penurunan fungsi kognitif dan psikomotor. Fungsi kognitif meliputi proses belajar, persepsi, pemahaman, pengertian, perhatian dan lain-lain sehingga menyebabkan reaksi dan perilaku lansia menjadi makin lambat. Sementara fungsi psikomotorik (konatif) meliputi hal-hal yang berhubungan dengan dorongan kehendak seperti gerakan, tindakan, koordinasi, yang berakibat bahwa lansia menjadi kurang cekatan. Adanya penurunan kedua fungsi tersebut, lansia juga mengalami perubahan aspek psikososial yang berkaitan dengan keadaan kepribadian lansia. Perubahan yang Berkaitan Dengan Pekerjaan

Pada umumnya perubahan ini diawali ketika masa pensiun. Meskipun tujuan ideal pensiun adalah agar para lansia dapat menikmati hari tua atau jaminan hari tua, namun dalam kenyataannya sering diartikan sebaliknya,


(42)

karena pensiun sering diartikan sebagai kehilangan penghasilan, kedudukan, jabatan, peran, kegiatan, status dan harga diri. Reaksi setelah orang memasuki masa pensiun lebih tergantung dari model kepribadiannya seperti yang telah diuraikan pada point tiga di atas.

4) Perubahan Dalam Peran Sosial di Masyarakat

Akibat berkurangnya fungsi indera pendengaran, penglihatan, gerak fisik dan sebagainya maka muncul gangguan fungsional atau bahkan kecacatan pada lansia. Hal itu sebaiknya dicegah dengan selalu mengajak mereka melakukan aktivitas, selama yang bersangkutan masih sanggup, agar tidak merasa terasing atau diasingkan.

Menurut Santrock (2002:578), perubahan psikologis pada lansia sejalan dengan perubahan secara fisiologis. Masalah psikologis ini pertama kali mengenai sikap lansia terhadap kemunduran fisiknya (disengagement theory) yang berati adanya penarikan diri dari masyarakat dan dari diri pribadinya satu sama lain. Lansia dianggap terlalu lamban dengan daya reaksi yang lambat, kesigapan dan kecepatan bertindak dan berfikir.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa lansia mengalami beberapa penurunan yaitu penurunan kondisi fisik, penurunan fungsi dan potensi seksual, perubahan aspek psikososial, dan perubahan peran dalam masyarakat. Perubahan-perubahan tersebut mengakibatkan lansia tampak berbeda dalam lingkungannya. Lansia dipandang seseorang yang lambat dan banyak tuntutan, serta mempunyai kepribadian yang berbeda dengan lingkungan sekitar sehingga tidak jarang lansia mendapatkan perlakuakn deskriminasi.


(43)

2. Pemberdayaan

a. Pengertian Pemberdayaan

Pemberdayaan berasal dari kata “daya” yang mendapat awalan ber- yang menjadi kata “berdaya” artinya memiliki atau mempunyai daya. Daya artinya kekuatan, berdaya artinya memiliki kekuatan atau kekuasaan. Pemberdayaan artinya membuat sesuatu menjadi berdaya atau mempunyai daya atau mempunyai kekuatan. Pemberdayaan dalam bahasa Indonesia merupakan terjemahan dari empowerment dalam bahasa inggris.

Dalam pendapat lain pemberdayaan juga dapat diartikan sebagai serangkaian kegiatan untuk memperkuat dan atau mengoptimalkan keberdayaan (dalam arti kemampuan dan atau keunggulan bersaing) kelompok lemah dalam masyarakat, termasuk individu-individu yang mengalami kemiskinan (Totok, 2015:61).

Menurut Carlzon dan Macauley sebagaimana di kutip oleh Wasistiono (1998 :46) mengemukakan bahwa yang dimaksud dengan pemberdayaan adalah membebaskan seseorang dari kendali yang kaku, dan member orang kebebasan untuk bertanggung jawab terhadap ide-idenya, keputusan-keputusannya dan tindakantidakanya.

Menurut Ife (2014:137), memandang daya atau kekuasaan dari empat perspektif yaitu melalui perspektif pluralis, perspektif elite, perspektif structural, dan perspektif post-structural. Secara ringkas dapat dilihat dari table 1 di bawah ini:


(44)

Tabel 1. Perspektif Daya atau Kekuasaan Perspektif Pandangan Atas

Masyarakat Pandangan Atas Kekuasaan Pemberdayaan Pluralis Kepentingan-kepentingan yang berkompetisi Kapasitas untuk bersaing dengan berhasil, ‘pemenang dan pecundang’ Mengajarkan individu atau kelompok cara bersaing dalam lingkup ‘aturan’ Elite Terutama

dikontrol oleh elite yang

melanggengkan diri sendiri

Dilakukan

terutama oleh para elite melalui pemilikan dan control atas lembaga-lembaga dominan Bergabung dan memengaruhi elite, mengkonfrontasi dan berupaya mengubah elite

Struktural Berstrata sesuai dengan bentuk-bentuk opresi struktural: kelas, ras dan gender

Dilakukan oleh kelompok-kelompok dominan melalui struktur-struktur opresif Pembebasan, perubahan structural mendasar, menantang struktur-struktur opresif Post-Struktural Didefinisikan melalui pengertian yang dikonsultasikan: pengertian-pengertian, bahasa, akumulasi dan kontrol pengetahuan Dilakukan melalui control atas wacana, konstruksi pengetahuan dll. Perubahan warna, mengembangkan pemahaman subjektif yang baru, memvalidasi suara-suara lain, membebaskan pendidikan Sumber: Buku Community Developmen Jim Ife (2014:137)

Berdasarkan table 1 dapat diketahui bahwa pemberdayaan merupakan suatu pemberian daya atau kekuatan kepada diri seseorang. Pemberdayaan dapat bermakna bermacam-macam dan dilakukan dengan berbagai cara menurut kondisi masyarakat masing-masing. Menurut berbagai pendapat dapat ditarik kesimpulan bahwa pemberdayaan merupakan upaya pemberian kekuatan kepada seseorang agar dapat melakukan suatu tindakan yang


(45)

membawa perubahan bagi dirinya. Memberikan kekuatan bagi diri seseorang untuk berani dalam mengembangkan diri dan menentukan nasibnya sendiri melalui pendidikan maupun melalui hal lain.

Sementara Shardlow (1998 : 32) mengatakan bahwa pemberdayaan membahas bagaimana individu, kelompok ataupun komunitas berusaha mengontrol kehidupan mereka sendiri dan mengusahakan untuk membentuk masa depan sesuai dengan keinginan mereka. Menurut Pranarka konsep empowerment pada dasarnya adalah upaya menjadikan suasana kemanusiaan yang adil dan beradab menjadi semakin efektif secara struktural, baik di dalam kehidupan keluarga, masyarakat, negara, regional, internasional, baik dalam bidang politik, ekonomi, budaya, dan lain-lain (Sri Widayanti, 2012 :98)

Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa pemberdayaan adalah suatu usaha menuju kebebasan dan untuk mencapai suatu kemajuan dalam hidup. Adanya pemberdayaan memberikan keleluasaan terhadap seseorang untuk mengembangakan diri sesuai dengan kehendak diri mereka sendiri tanpa adanya paksaan dari orang lain.

b. Konsep Pemberdayaan

Menurut Onny (1996:72), pemberdayaan dapat diartikan sebagai proses belajar mengajar yang merupakan usaha terencana dan sistematis yang dilaksanakan secara berkesinambungan baik bagi individu maupun kolektif, guna mengembangkan potensi dan kemampuan dalam diri individu dan kelompok masyarakat sehingga dapat melakukan transformasi sosial.


(46)

Pemberdayaan merupakan suatu proses panjang menuju perubahan dan tidak luput dari tujuan yang akan dicapat. Tujuan yang ingin dicapai dari pemberdayaan adalah untuk membentuk individu dan masyarakat menjadi mandiri . kemandirian tersebut meliputi kemandirian berpikir, tindakan dan mengendalikan apa yang mereka lakukan tersebut (Ambar, 2004:80).

Sedangkan pada pendapat lain Mardikanto (2015:111) menjelaskan bahwa tujuan pemberdayaan meliputi beragam upaya perbaikan yaitu 1) perbaikan pendidikan, 2) perbaikan aksesbilitas, 3) perbaikan tindakan, 4) perbaikan kelembagaan, 5) perbaikan usaha, 6) perbaikan pendapatan, 7) perbaikan lingkungan, 8) perbaikan kehidupan, dan 9) perbaikan masyarakat.

Tujuan pemberdayaan tersebut dapat tercapai apabila proses pemberdayaan dilakukan secara berkelanjutan. Pemberdayaan yang dilakukan secara berkelanjutan dapat membawa hasil nyata dan dapat dirasakan manfaatnya oleh masyarakat. Dalam proses pemberdayaan terdapat beberapa aspek yang dapat diberdayakan. Suparjan dalam jurnal yang ditulis oleh Sumarno berpendapat bahwa:

Ada tiga strategi pemberdayaan yang harus direalisasikan kepada masyarakat untuk dapat di berdayakan diantaranya, pemberdayaan secara politis, sosial, dan ekonomi yang diharapkan dapat mengatasi dan membantu atau paling tidak meminimalisir dampak-dampak negatif dari agenda neoliberalisme sehingga upaya untuk mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan dan pembangunan yang berorentasi pada masyarakat dapat terwujud, (Suparjan, 2007:186).

Berdasarkan pendapat di atas strategi pemberdayaan dapat direalisasikan melalui tiga hal yaitu politis, sosial dan ekonomi. Strategi tersebut dipilih agar upaya pemberdayaan segera dapat terwujud. Pemberdayaan yang dilakukan


(47)

menggunakan strategi yang sudah dirancang dengan sistematis dapat memberikan kemudahan kepada pihak yang akan diberdayakan.

Strategi pemberdayaan politik ditujukan agar masyarakat mempunyai kesadaran kritis terhadap kebijakan yang ada sehingga dapat menyalurkan aspirasi untuk kemajuan bersama. Sedangkan strategi pemberdayaan sosial berkaitan dengan pemberian perlindungan sosial kepada masyarakat agar terwujud masyarakat yang sejahtera. Selain itu strategi yang terakhir adalah strategi pemberdayaan ekonomi. Permasalahan ekonomi di masyarakat sudah menjadi hal yang pokok maka dari itu strategi ini memberikan solusi agar masyarakat dapat berdaya, memiliki kekuatan untuk mandiri dibidang ekonomi. Dalam upaya mewujudkan usaha tersebut pemberdayaan juga membutuhkan pendekatan tertentu yang dapat membantu kelancaran pemberian daya atau kekuatan kepada masyarakat.

Pendapat lain yang dinyatakan oleh Parsons dalam Mardikanto (2015:160), menjelaskan bahwa pemberdayaan dapat dilakukan dengan menggunakan tiga pendekatan yaitu pendekatan mikro, mezzo, dan makro. Pendekatan secara mikro yaitu pemberdayaan dilakukan secara individu melalui bimbingan, konseling, stress management, dan crisis intervention. Sedangkan pendekatan secara mezzo merupakan pemberdayaan yang dilakukan terhadap sekelompok klien. Berbeda dengan pendekatan secara makro adalah pendekatan pemberdayaan yang diarahkan pada sistem lingkungan yang lebih luas.


(48)

Pendekatan utama dalam konsep pemberdayaan adalah bahwa masyarakat tidak dijadikan objek dari berbagai proyek pembangunan, tetapi merupakan subjek dari upaya pembangunannya sendiri. Berdasarkan konsep demikian, maka pemberdayaan masyarakat harus mengikuti pendekatan sebagai berikut (Sumodiningrat, Gunawan, 2002):

1) Upaya tersebut harus terarah

Upaya ini ditujukan langsung kepada yang memerlukan, dengan program yang dirancang untuk mengatasi masalahnya dan sesuai kebutuhannya.

2) Program melibatkan masyarakat secara langsung

Mengikutsertakan masyarakat yang akan dibantu mempunyai beberapa tujuan, yakni agar bantuan tersebut efektif karena sesuai dengan kehendakdan mengenali kemampuan serta kebutuhan mereka. Selain itu, sekaligus meningkatkan kemampuan masyarakat dengan pengalaman dalam merancang, melaksanakan, mengelola, dan mempertanggungjawabkan upaya peningkatan diri dan ekonominya. 3) Menggunakan pendekatan kelompok

Hal ini dikarenakan secara individu masyarakat miskin sulit dapat memecahkan permasalahan yang dihadapinya. Selain itu lingkup bantuan menjadi terlalu luas jika penanganannya dilakukan secara individu. Pendekatan kelompok ini paling efektif dan dilihat dari penggunaan sumber daya juga lebih efisien.

Berdasarkan konsep pemberdayaan di atas dapat diketahui bahwa pemberdayaan merupakan upaya yang dilakukan dengan melibatkan masyarakat secara langsung. Program pemberdayaan harus terarah atau mempunyai tujuan yang jelas untuk masyarakat tertentu dan menggunakan pendekatan kelompok.

Berdasarkan pendapat Ambar (2004: 83), upaya pemberdayaan perlu dilakukan menggunakan berbagai tahap agar pelaksanaannya dapat terukur dan juga terlaksana secara sistematis. Tahap-tahap yang harus dilakukan dalam proses pemberdayaan tersebut yaitu sebagai berikut:


(49)

1) Tahap penyadaran dan pembentukan perilaku menuju perilaku sadar dan peduli sehingga merasa membutuhkan peningkatan kapasitas diri. 2) Tahap transformasi kemampuan berupa wawasan pengetahuan,

kecakapan-keterampilan agar terbuka wawasan dan memberikan keterampilan dasar sehingga dapat mengambil peran di dalam pembangunan.

3) Tahap peningkatan kemampuan intelektual, kecakapan-keterampilan sehingga terbentuklah inisiatif dan kemampuan inovatif untuk mengantarkan pada kemandirian.

Berdasarkan tahapan pemberdayaan di atas dapat diketahui bahwa proses pemberdayaan berlangsung dalam beberapa tahap mulai dari tahap penyadaran, tapah transformasi dan tahap peningkatan kemampuan intelektual. Tahap yang ada harus dilakukan dengan sistematis dan juga berkelanjutan agar hasilnya dapat maksimal. Adanya ketiga tahap tersebut akan menghasilkan pengetahuan, kesadaran dan juga perubahan pola pikir dalam kehidupan individu. Perubahan-perubahan tersebut dapat mengentaskan atau membebaskan diri seorang individu dari keadaan buruk yang membelenggunya. Keterbukaan informasi dan juga keterbukaan pada perkembangan akan membentuk individu yang berdaya.

Menurut Ife (2014:148), pemberdayaan terdiri dari beberapa bentuk dan juga dapat dilakukan melalui beberapa hal yaitu melalui kebijakan dan perencanaan, melalui aksi sosial dan politik, serta melalui pendidikan dan penyadaran-tahunan.


(50)

Bentuk-bentuk pemberdayaan menurut Ife (2014:149), yaitu sebagai berikut: Table 2. Bentuk-bentuk Pemberdayaan

Meningkatkan kekuasaan dari Kelompok-kelompok primer yang dirugikan secara structural KELAS

kaum miskin penganggur pekerja berpenghasilan rendah penerima jaminan sosial

GENDER perempuan

RAS/ETNISITAS

masyarakat pribumi minoritas etnis dan kultural

Kelompok Lain yang Dirugikan

Manula anak-anak dan kaum muda penyandang cacat (fisik, mental dan intelektual) homo dan lesbian terisolasi (secara geografis dan sosial) dsb.

Pribadi yang Dirugikan

Dukacita, kehilangan, masalah-masalah pribadi dan keluarga

Atas pilihan pribadi dan

peluang dalam

kehidupan definisi kebutuhan gagasan lembaga sumber daya kegiatan ekonomi reproduksi

Melalui kebijakan dan perencanaan aksi sosial dan politik pendidikan

Sumber: Buku Community Development Jim Ife (2014:149)

Berdasarkan tabel 2 dapat diketahui bahwa pemberdayaan sangat dibutuhkan oleh golongan-golongan masyarakat tertentu seperti kaum miskin, perempuan yang mengalami ketidakadilan gender, ras minoritas, manula dan juga anak-anak penyandang cacat. Golongan tersebut membutuhkan pemberdayaan karena dirugikan dan diabaikan secara struktural.

Pada golongan tersebut tidak mendapatkan keleluasaan dan juga kebebasan dalam melakukan berbagai aktifitas untuk mendaya gunakan potensi yang


(51)

dimiliki. Maka dari itu dibutuhkan suatu usaha untuk mengentaskan mereka dari keadaan yang tidak menguntungkan tersebut melalui kegiatan pemberdayaan. Pemberdayaan harus dilakukan atas kehendak diri sendiri dengan adanya kesadaran pembebasan diri dan juga pengoptimalan potensi diri.

Pemberdayaan yang dilakukan atas dasar kehendak sendiri dapat menumbuhkan semangat dan motivasi yang lebih. Adanya kesadaran untuk memberdayakan diri sendiri dan melepaskan diri dari belenggu ketidak berdayaan maka akan tecipta kesungguhan dalam melakukan usaha pemberdayaan. Hal tersebut dapat mempermudah jalannya proses pemberdayaan. Selain itu pemberdayaan yang dilakukan atas dasar kesadaran diri akan memberikan dampak signifikan dibandingkan dengan menggunakan paksaan. Pemberdayaan dapat dilakukan secara individu maupun kelompok, seperti yang dikemukakan oleh Friedman dalam buku Onny (1996:138) yaitu sebagai berikut:

Proses pemberdayaan dapat dilakukan secara individual maupun kolektiff (kelompok). Tetapi karena proses ini merupakan wujud perubahan sosial yang menyangkut relasi atau hubungan antara lapisan sosial atau status hirarki lain yang dicirikan dengan adanya polarisasi ekonomi, maka kemampuan individu “senasib” untuk saling berkumpul dalam suatu kelompokcenderung dinilai sebagai bentuk pemberdayaan yang paling efektif. Di dalam kelompok terjadi suatu dialogical encounter yang menumbuhkan dan memperkuat kesadaran dan solidaritas kelompok. Anggota kelompok menumbuhkan identitas seragam dan mengenali kepentingan kita bersama.

Berdasarkan pendapat di atas dapat diketahui bahwa pemberdayaan dapat dilakukan secara individu maunpun kelompok. Pada pemberdayaan secara kelompok dapat memberikan keuntungan lebih besar tau dampak lebih besar. Hal tersebut disebabkan karena pemberdayaan secara kelompok akan menciptakan interaksi dan juga diskusi antar anggota kelompok. Adanya interaksi dan juga


(52)

diskusi akan menumbuhkan sikap kritis terhadap usaha pemberdayaan yang sedang dilakukan. Adanya sikap tersebut memungkinkan adanya kontrol dari kelompok itu sendiri. Kelompok tersebut dapat mengambil keputusan sendiri terhadap perkembangan yang diinginkan dalam usaha memberdayakan diri.

Pelaksanaannya pemberdayaan membutuhkan metode khusus agar proses pemberdayaan dapat berjalan efektif dan efisien. Menurut Mardikanto (2015:211), pemilihan metode pemberdayaan harus selalu mempertimbangakan:

1) Waktu penyelenggaraan yang tidak terlalu mengganggu kegiatan/pekerjaan pokoknya,

2) Waktu penyelenggaraan sesingkat mungkin, 3) Lebih banyak menggunakan alat peraga.

Menurut Suparjan (2003:43), dalam implementasi pemberdayaan haruslah dilihat beberapa aspek yaitu: 1) pemanfaatan jaringan sosial yang telah ada, 2) melihat tingkat kohesivitas masyarakat, 3) menentkan premium mobile yang nantinya akan menjadi agent of change pada dirinya sendiri dan sekitarnya.

Pemberdayaan adalah proses yang tidak dapat diukur secara matematis, apalagi dengan sebuah pembatasan waktu dan dana. Indikator keberhasilan pemberdayaan hanya dapat dilihat dengan adanya community awareness. Adanya kesadaran komunitas diharapkan dapat mengubah pemberdayaan yang bersifat penguasa menjadi bentuk kemitraan serta meminimalisir terbentuknya solidaritas komunal pada masyarakat (Suparjan, 2003:44).


(53)

3. Kegiatan Keagamaan

a. Pengertian Kegiatan Keagamaan

Secara etimotogis kegiatan keagamaan mempunyai berbagai kandungan makna. Menurut Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Indonesia kegiatan keagamaan berasal dari kata “giat” yang mendapat awalan “ke” dan berakhiran “an” yang berarti aktifitas, usaha dan pekerjaan. Maka kegiatan adalah aktifitas, usaha atau pekerjaan yang dilakukan seseorang dalam rangka memenuhi kegiatannya. Dalam kamus besar Bahasa Indonesia, kata agama berarti suatu sistem, prinsip kepercayaan terhadap Tuhan dengan ajaran kebaktian dan kewajiban-kewajiban yang bertalian dengan kepercayaan itu.

Kata keagamaan berasal dari kata dasar “agama” yang mendapatkan awalan “ke” dan akhiran “an” yang mengandung arti dan pengertian banyak sekali. Secara etimologi agama berasal dari kata Sanskrit, kata din dalam bahasa Arab dan religi dalam bahasa Eropa (Harun, 1985:9). Dari kata Sanskrit agama tersusun dari dua kata, “a”: tidak ada, “gam” : pergi, jadi agama tidak pergi, tetap ditempat, diwarisi turun temurun. Sedangkan kata din dalam bahasa Arab mengandung arti menguasai, menundukkan, patuh, balasan dan kebiasaaan. Dan religi dalam bahasa Latin berarti mengumpulkan, membaca.

Berdasarkan pengertian secara etimologis kegiatan kegamaan dapat diartikan sebagai suatu aktifitas yang dilakukan untuk mendapatkan tuntunan dari Tuhan dengan cara tertentu yang sudah diwariskan secara turun temurun. Agama menjadi suatu panutan bagi manusia dan terus menerus diingat serta dilakukan dalam kehidupan sehari-hari.


(54)

Sedangkan secara terminologis menurut T.G. Fraze dalam Aslan pengertian agama adalah menyembah atau menghormati kekuatan yang lebih agung daripada manusia yang dianggap mengatur dan menguasai jalannya alam semesta dan jalannya perikehidupan manusia (Karlina, pdf). Pendapat lain dikemukakan oleh Prof. K.H.M Taib Tohir Abdul Muin dalam Aslan, agama adalah suatu peraturan Tuhan yang mendorong jiwa seseorang yang mempunyai akal, memegang peraturan Tuhan itu dengan kehendaknya sendiri untuk mencapai kebaikan hidup dan kebahagiaan kelak di akhirat (Karlina, pdf).

Berdasarkan pengertian keagamaan secara terminologis dapat disimpulkan bahwa aktifitas dalam rangka menyembah Tuhan dan mengikuti semua tuntunan yang telah diberikan kepada umat manusia agar mempunyai akhlaq atau kepribadian dan tingkah aku yang baik serta mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat.

b. Macam-macam kegiatan keagamaan

Berbagai macam kegiatan keagamaan diantaranya yaitu sebagai berikut: 1) Majelis taklim

Majelis taklim menurut KBBI adalah lembaga atau organisasi sebagai wadah pengajian. Sedangkan kata taklim menurut KBBI adalah pengajian agama (Islam) atau bisa juga sebagai pengajian. Pendapat lain mengartikan Majelis ta’lim sebagai lembaga swadaya masyarakat murni, yang dilahirkan, dikelola, dipelihara, dikembangkan, dan didukung oleh anggotanya (digilib.uin.ac.id). Dapat disimpulkan bahwa majelis taklim


(55)

adalah suatu lembaga atau organisasi yang di dalamnya terdapat kegiatan pengajian, dakwah keagamaan dan berdoa bersama.

2) Pengajian

Pengajian adalah suatu kegiatan yang ada di masyarakat dimana terdapat kegiatan membaca Al-Quran, wirid serta tahlil sebagai suatu kewajiban kepada Tuhan. Pengajian yang ada di masyarakat pada umumnya

3) Peringatan Hari Besar

Kegiatan peringatan hari besar dilakukan oleh masyarakat secara rutin dan telah diwariskan secara turun-temurun menggunakan cara yang berbeda-beda anatra masyarakat daerah tertentu dengan daerah lain. Peringatan hari besar biasa dilakukan dengan kegiatan pengajian, ceramah dan silaturahim dengan sesama umat beragama.

Sedangkan menurut Kemendikbud (2010:13), menyebutkan contoh kegiatan keagamaan adalah: 1) Mustabaqoh tilawatil Qu’an, 2) ceramah pengajian mingguan, 3) peringatan hari besar, 4) kunjungan ke museum, ziarah ke makan Islam, 5) seni kaligrafi, 6) penyelenggaraan shalat jumat, shalat tarawih, 7) cinta alam.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kegiatan kegamaan yang ada di masyarakat sangat beragam dan sudah dilakukan secara rutin serta diwariskan secara turun-temurun. Kegiatan keagamaan yang ada di masyarakat dilakukan dengan cara-cara berbeda menurut etika atau adat yang ada di daerah dimana masyarakat tinggal, namun esensi dari kegiatan tersebut tetap sama yaitu beribadah kedapa Tuhan.


(56)

c. Tujuan Kegiatan Keagamaan

M. Utsman (2002:10), mengemukakan bahwa untuk memperoleh derajat ketaqwaan dan bukti dari keberimanan adalah dengan melakukan ibadah seperti sholat, puasa, zakat, dan haji yang berfungsi sebagai pendidik pribadi manusia, membersihkan jiwanya, mengajarkan banyak hal-hal terpuji dan bermanfaat yang dapat membantu menanggung beban hidup serta membentuk kepribadian yang harmonis dan sehat jiwanya.

Kegiatan keagamaan mempunyai tujuan yaitu sebagai berikut:

1) Membina dan membangaun hubungan yang teratur dan serasi anatara manusia dengan Tuhan, manusia dengan manusia, manusia dengan lingkungan dalam rangka membina masyarakat yang bertaqwa kepada Tuhan.

2) Memberikan inspirasi, motivasi dan stimulasi agar masayarakat dapat aktif dalam berkegiatan dan berakhlaq mulia.

3) Menambah dan mendalami ilmu pengetahuan agama sebagai tuntunan di dunia dan sebagai bekal di akhirat.

4) Menjalin silaturrahim antar sesama umat beragama.

Berdasarkan tujuan kegiatan keagamaan di atas dapat disimpulkan bahwa kegiatan keagamaan dilakukan sebagai pemenuhan kewajiban sebagai makhluk tuhan dan juga dilakukan atas dasar kebutuhan diri. Kegiatan keagamaan tidak hanya bermanfaat untuk diri sendiri akan tetapi juga membawa manfaat untuk orang lain agar tidak hanya terjalin hubungan baik dengan Tuhan akan tetapi ada hubungan baik juga dengan orang lain.

B. Penelitian yang relevan

1. Penelitian yang relevan dengan penelitian ini adalah penelitian yang dilakukan oleh Biastika Nur Hafida dengan judul “Pemberdayaan Lansia Potensial Melalui Program Bantuan Sosial di Kelurahan Wirobrajan Kota Yogyakarta” dari Fakultas Ilmu Sosial pada tahun 2014. Metode


(57)

penelitian yang digunakan peneliti adalah penelitian deskriptif kualitatif. Pengumpulan data yang dilakukan adalah menggunakan metode wawancara, observasi dan dokumentasi.

Penelitian ini dilakukan untuk mendeskripsikan tentang upaya yang dilakukan pemerintah dalam memberdayakan lansia potensial melalui program bantuan sosial di Kelurahan Wirobrajan Kota Yogyakarta dan mendiskripsikan factor pendukung dan hambatan dari upaya dari pemberdayaan tersebut. Upaya yang dilakukan pemerintah dalam dalam meningkatkan kualitas kehidupan lansia potensial adalah dengan melakukan upaya pelayanan keagamaan dan menal spiritual, uapaya pelayanan kesehatan, upaya pelayanan kesempatan kerja, upaya pelayanan pendidikan dan pelatihan, upaya pelayanan untuk mendapatkan kemudahan dalam penggunaan fasilitas, sarana dan prasarana umum, upaya pemberian kemudahan dalam layanan dan bantuan hukum, serta pemberian bantuan sosial.

Dalam pelaksanaan program tersebut terdapat faktor pendukung dan penghambat. Faktor pendukung lansia potensial yaitu lansia mempunya motivasi yang tinggi, fasilitas/sarana pemberdayaan ynag memadahi dan peran aktif para kader atau pengurus dalam mendampingi pemberdayaan. Faktor penghambatnya yaitu alokasi dana bantuan yang masih sangat kurang, masih kurangnya sosialisasi dari pemerintah mengenai kegitaan lansia potensial dan hambatan dari dalam diri lansia sendiri yaitu penuruanan daya tahan fisik.


(58)

Peneliti memilih penelitian tersebut sebagai penelitian yang relevan karena adanya kesamaan topik penelitian yaitu mengenai pemberdayaan lansia. Namum perbedaan yang mendasar, bahwa penelitian yang peneliti lakukan yaitu tentang pemberdayaan lansia melalui kegiatan keagamaan di Dusun Gatak, Wukirsari, Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman. Dalam penelitian ini akan mendiskribsikan tentang pelaksanaan pemberdayaan lansia melalui kegiatan keagamaan dan juga mendiskribsikan mengenai hasil pemberdayaan yang dilakukan serta faktor pendukung dan penghambat pelaksanaan pemberdayaan lansia tersebut.

2. Penelitian yang relevan dengan penelitian ini adalah penelitian yang judul “Studi Fenomenologi Kesejahteraan Subjektif Lansia di Paguyuban Wredo Kudumo”, oleh Anichiatur Rohmah (Jurusan Pendidikan Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Yogyakarta). Dalam penelitian ini ditemukan fenomena kunculnya kesepian pada lansia dikarenakan tidak adanya kegiatan yang bermanfaat, keprihatinan, tidak berguna dalam kehidupan sekarang dan merasakan sedih melihat keadaan dirinya dan beban psikologis dengan lingkungannya. Sedangkan disisi lain ditemukan Lansia yang mempunyai jiwa religious tinggi mempunyai motivasi yang kuat untuk lepas dari keterpurukan dan mengikuti berbagai kegiatan yang bersifat positif.

Diketahui juga keterpurukan lansia disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya : tidak adanya aktivitas yang sering dilakukan sehari-hari


(59)

sehingga terjadi penurunan aktivitas fisik, kurangnya perhatian yang diperoleh dari keluarga, ditingalkan oleh anak-anaknya karena dari diri mereka sudah berkeluarga, beban psikologis yang diberika keluarga dan ditinggalkan oleh orang-orang terkasih. Selain itu adanya permasalah yang dialami oleh Lansia menyebabkan adanya kebutuhan-kebutuhan yang harus dipenuhi. Kebutuhan lanisa khususnya yang mengikuti kegiatan di Paguyuban tersebut adalah mendapatkan kebahagiaan psikologis dan kebahagiaan itu dapat diperoleh dari kegiatan yang dilakukan bersama-sama dalam paguyuban.

Persamaan penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan oleh peneliti adalah kesamaan subjek dalam penelitian yaitu lansia. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan oleh peneliti adalah dalam penelitian ini membahas tentang fenomenologi kesejahteraan lansia di paguyuban sedangkan pada penelitian ini membahas tentang pemberdayaan lansia. Di dalamnya akan dibahas tentang kegiatan pemberdayaan lansia melalui kegiatan kegamaan di Dusun Gatak, Wukirsari, Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman.

3. Penelitian yang relevan dengan penelitian ini adalah penelitian yang berjudul “Pemberdayaan Masyarakat untuk Mengurangi Kemiskinan Melalui Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM)-Mandiri”, oleh Syukron Munjazi (Jurusan Pengembangan Masyarakat Islam, Konsentrasi Pengembangan Masyarakat, Fakultas Dakwah, Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga). Penelitian ini merupakan penelitian Studi


(60)

Kasus Implementasi di Kelurahan Demangan, Gondokusuman Kota Yogyakarta.

Penelitian ini mendiskripsikan mengenai pemberdayaan masyarakat yang dilakukan melalui kegiatan PNPM-Mandiri. Dalam penelitian ini dapat diketahui bahwa usaha pemberdayaan dapat dilakukan untuk pengentasakan kemiskinan. Pemberdayaan tersebut dapat diwujudkan melalui program PNPM-Mandiri. Usaha pemberdayaan tersebut dilakukan dengan membentuk usaha mandiri dan juga simpan pinjam dengan jumlah anggota 640. Dalam jangka 2 tahun setelah adanya program tersebut tingkat kemiskinan di daerah tersebut mengalami penurunan sebanyak 0.18%. Hal tersebut menunjukkan adanya pemberdayaan yang dilakukan secara berkelanjutan akan membawa dampak positif bagi masyarakat.

Peneliti memilih penelitian tersebut sebagai penelitian yang relevan karena adanya kesamaan topic penelitian yaitu mengenai pemberdayaan. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang diteliti oleh peneliti adalah peneliti meneliti tentang pemberdayaan lansia, akan tetapi peneliti tersebut meneliti tentang pemberdayaan masyarakat. Selain itu peneliti tersebut meneliti tentang pemberdayaan melalui program PBPM sedangkan peneliti ini meneliti tentang pemberdayaan lansia melalui kegiatan keagamaan Dusun Gatak, Wukirsari, Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman. Dalam penelitian ini akan mendiskribsikan tentang pelaksanaan pemberdayaan lansia melalui kegiatan keagamaan dan juga mendiskribsikan mengenai hasil pemberdayaan yang dilakukan serta


(61)

faktor pendukung dan penghambat pelaksanaan pemberdayaan lansia tersebut.

C. Hubungan Antar Gejala

Kondisi lanjut usia yang ada di Dusun Gatak, Wukirsari, Kecamatan Cangkriangan, Kabupaten Sleman mayoritas adalah petani dan yang lainnya adalah mereka yang menganggur di rumah atau hanya sekedar menjaga cucu di rumah. Para lanjut usia belum mempunyai kegiatan yang dapat membuat mereka menjadi aktif. Seorang lanjut usia harus mempunyai kegiatan atau aktifitas yang dilakukan secara rutin agar lansia tidak mengalami penurunan fisik dan kognitif secara cepat. Menurut penelitian lansia akan cepat mengalami stoke dan pikun ketika tidak lagi mempunyai aktifitas fisik maupun non fisik yang dilakukan secara rutin. Oleh karena itu, diperlukan suatu aktifitas atau kegiatan yang mewadahi para lansia untuk melakukan kegiatan secara rutin agar tidak mengalami kejenuhan dan juga stress.

Para lansia membutuhkan suatu pemberdayaan, dimana pemberdayaan merupakan suatu pembebasan diri untuk menentukan keputusan yang akan diambil. Lansia yang berada di Dusun Gatak, Wukirsari mempunyai ketertarikan yang besar dalam bidang keagamaan. Selain itu Lansia juga mempunyai kebutuhan spiritual untuk dipenuhi, yaitu kebutuhan untuk mendalami bidang keagamaan sebagai bekal ketika mereka akan berpulang pada hakikat seorang makhluk ciptaan Tuhan. Berdasarkan keinginan dan karakteristik dari Lansia maka dibutuhkan pemberdayaan berupa kegiatan


(62)

keagamaan yang dilaksanakan di Dusun Gatak, Wukirsari, Kecamatan Cangkriangan, Kabupaten Sleman.

Dengan demikian, perlu adanya sebuah wadah bagi lansia untuk melakukan kegiatan, dan juga mengembangkan diri. Berdasarkan kebutuhan dari para lansi, warga Dusun Gatak bermusyawarah untuk membuat kegiatan untuk para lansia. Kegiatan tersebut diwujudkan dalam pemberdayaan lansia melalui kegiatan keagamaan. Pemberdayaan lansia tersebut diadakan satu minggu sekali, dengan tujuan agar tidak memberatkan lansia yang sudah mengalami penurunan fungsi fisik. Kegiatan tersebut berupa belajar membaca Al-Qur’an, mengkaji ayat-ayat Al-Quran, mengkaji hadits dan juga ceramah keagamaan. Oleh karena itu, penelitian ini akan mengkaji tentang pemberdayaan lansia melalui kegiatan keagamaan di Dusun Gatak, Wukirsari, Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman.


(63)

Secara ringkas, hubungan antar gejala dalam penelitian ini dapat digambarkan seperti dalam gambar I:

Gambar I. Hubungan Antar Gejala Analisis Kebutuhan:

Perlu adanya kegiatan pemberdayaan untuk lanjut usia

khususnya di Dusun Gatak, Wukirsari, Sleman

Analisis Masalah:

Jumlah lansia yang sangat banyak, lansia belum mempunyai kegiatan yang bersifat memberdayakan, banyak

lansia yang belum bisa mengaji, dan belum ada yang memfasilitasi lansia

untuk dapat belajar

Pemberdayaan lansia melalui kegiatan keagamaan


(64)

D. Pertanyaan Penelitian

Pertanyaan penelitaian yang diajukan adalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimana pemberdayaan lansia melalui kegiatan keagamaan yang diselenggarakan di Dusun Gatak, Wukirsari, Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman untuk memberdayakan lansia:

a. Bagaimana proses pelaksanaan pemberdayaan lansia melalui kegiatan keagamaan yang diselenggarakan di Dusun Gatak, Wukirsari, Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman?

b. Apa metode yang dipakai dalam penyampaian materi pemberdayaan lansia melalui kegiatan keagamaan yang diselenggarakan di Dusun Gatak, Wukirsari, Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman?

c. Apa saja materi yang disampaikan dalam pemberdayaan lansia melalui kegiatan keagamaan diselenggarakan di Dusun Gatak, Wukirsari, Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman?

2. Bagaimana hasil dari pemberdayaan lansia melalui kegiatan keagamaan yang diselenggarakan di Dusun Gatak, Wukirsari, Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman?

a. Apa saja perubahan kognitif yang didapatkan dari pemberdayaan lansia melalui kegiatan keagamaan yang diselenggarakan di Dusun Gatak, Wukirsari, Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman?

b. Apa saja perubahan perilaku yang didapatkan dari pemberdayaan lansia melalui kegiatan keagamaan yang diselenggarakan di Dusun Gatak, Wukirsari, Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman?


(65)

3. Apa saja faktor pendorong dan faktor penghambat yang dihadapi dalam pemberdayaan lansia melalui kegiatan keagamaan yang diselenggarakan di Dusun Gatak, Wukirsari, Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman?

a. Apa saja faktor pendorong yang dihadapi dalam pemberdayaan lansia melalui kegiatan keagamaan yang diselenggarakan di Dusun Gatak, Wukirsari, Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman?

1) Bagaimana motivasi para lansia menjadi pendorong dalam pemberdayaan lansia melalui kegiatan keagamaan yang diselenggarakan di Dusun Gatak, Wukirsari, Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman?

2) Bagaimana sarana dan prasarana menjadi pendorong dalam pemberdayaan lansia melalui kegiatan keagamaan yang diselenggarakan di Dusun Gatak, Wukirsari, Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman?

b. Apa saja faktor penghambat yang dihadapi dalam pemberdayaan lansia melalui kegiatan keagamaan yang diselenggarakan di Dusun Gatak, Wukirsari, Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman?

1) Bagaimana lingkungan menjadi pendorong dalam pemberdayaan lansia melalui kegiatan keagamaan yang diselenggarakan di Dusun Gatak, Wukirsari, Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman?

2) Bagaimana kondisi fisik lansia menjadi penghambat dalam pemberdayaan lansia melalui kegiatan keagamaan yang


(66)

diselenggarakan di Dusun Gatak, Wukirsari, Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman?

3) Bagaimana sumber daya manusia menjadi penghambat dalam pemberdayaan lansia melalui kegiatan keagamaan yang diselenggarakan di Dusun Gatak, Wukirsari, Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman?

3) Bagaimana keterbatasan waktu menjadi penghambat dalam pemberdayaan lansia melalui kegiatan keagamaan yang diselenggarakan di Dusun Gatak, Wukirsari, Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman?


(67)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Pendekatan Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dan metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian deskriptif kualitatif. Menurut Sugiyono (2014:1), metode penelitian kualitatif adalah metode penelitian yang digunakan untuk meneliti pada kondisi objek yang ilmiah, dimana peneliti sebagai instrument utama, teknik pengumpulan data dilakukan secara trianggulasi (gabungan), analisis data bersifat induktif dan hasil penelitian kualitatif lebih menekankan makna daripada generalisasi.

Menurut Moleong (2012:6), penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dan lain-lain. Secara holistik, dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah.

Berdasarkan pendapat di atas mengenai penelitian kualitatif maka dapat disimpulkan bahwa penelitian kualitatif adalah suatu penelitian yang dilakukan secara mendalam mengenai suatu objek yang terlibat dalam penelitian serta aktivitas sosial yang ada di lingkungan sekitar objek dan berbentuk deskriptif. Oleh karena itu, pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif agar dapat mendiskripsikan mengenai pemberdayaan lansia


(68)

melalui kegiatan keagamaan di Dusun Gatak, Wukirsari, Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman.

B. Setting Penelitian

Latar penelitian ini adalah pemberdayaan lansia melalui kegiatan keagamaan di Dusun Gatak, Wukirsari, Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman. Tempat penelitian ini adalah di Dusun Gatak, Wukirsari, Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman. Setting waktu penelitian ini dimulai dari bulan Mei sampai dengan bulan Agustus 2016. Penelitian ini melibatkan Ustadz/ustadzah, pengurus Masjid, dan lansia di Dusun Gatak, Wukirsari. Peneliti memilih Dusun Gatak, Wukirsari sebagai latar penelitian dikarenakan daerah tersebut mempunyai jumlah lansia paling tinggi dibandingkan dengan Desa lain di Kecamatan Cangkringan yaitu mencapai 1.259 sedangkan di Argomulyo 937 jiwa, Glagaharjo 405 jiwa, Kepuharjo hanya 339 jiwa, dan Umbulharjo sebanyak 363 jiwa (www.kependudukan.jogjaprov.go.id). Jumlah lansia yang sangat banyak tersebut menjadi pendorong bagi masyarakat sekitar untuk membuat suatu kegiatan yang dapat memfasilitasi para lansia memperoleh pendidikan di usia lanjut yang masih berjalan hingga saat ini. Oleh karena itu peneliti memilih Dusun Gatak sebagai latar dari penelitian ini.

C. Penentuan Informan dan Objek Penelitian

Dalam penelitian ini, penentuan informan dan objek penelitian berdasarkan tujuan penelitian yang telah dibuat adalah mendiskripsikan kegiatan keagamaan sebagai upaya pemberdayaan lansia Dusun Gatak, Wukirsari, Kecamatan


(69)

Cangkringan, Kabupaten Sleman. Secara rinci penentuan informan dan objek penelitian sebagai berikut:

1. Penentuan Informan Penelitian

Informan penelitian ini adalah ustadz/ustadzah sebagai pengajar atau narasumber dalam pemberdayaan lansia, pengurus Masjid, dan lansia sebagai sasaran program keagamaan tersebut. Sumber data utama adalah ustadz/ustadzah, sumber data ini digunakan untuk memperoleh informasi mengenai pemberdayaan lansia, metode yang digunakan dalam melaksanakan pemberdayaan lansia melalui kegiatan keagamaan, serta mengetahui materi yang disampaikan dalam kegiatan serta respon dan pemahaan lansia saat kegiatan berlangsung.

Cara menentukan informan penelitian dalam penelitian ini yaitu menggunakan teknik purposive sampling. Purposive sampling yaitu teknik penentuan informan dengan pertimbangan atau kriteria tertentu. Dalam penelitian ini peneliti membuat beberapa kriteria yang harus dipenuhi oleh Ustadz/ustadzah agar dapat menjadi informan yang dapat memberikan informasi secara rinci dan valid. Beberapa kriteria dalam penentuan Ustadz/ustadzah sebagai yaitu sebagai berikut:

1) Merupakan Ustadz/ustadzah yang aktif

2) Ikut berpartisipasi dalam perencanaan pemberdayaan lansia 3) Latar belakang pendidikan Ustadz/ustadzah minimal SMA


(70)

Penentuan Ustadz/ustadzah sebagai informan secara rinci dapat dilihat dalam tabel 3:

Tabel 3. Penentuan Ustadz/ustadzah Sebagai Informan No. Nama L

/ P

Umur Status Mengikuti perencanaan

Pendidikan terakhir

Menenuhi Kriteria

1. BI L 37 Aktif Mengikuti S1 Menenuhi

2. LI P 35 Aktif Mengikuti D3 Menenuhi

3. WN L 40 Aktif Tidak

Mengikuti

S1 Tidak

menenuhi

4. YL P 36 Aktif Tidak

Mengikuti

S1 Tidak

menenuhi

5. RN L 45 Aktif Mengikuti SMA Tidak

menenuhi

6. SR P 38 Tidak

aktif

Tidak Mengikuti

SMA Tidak

menenuhi

Dari tabel 3 menunjukkan adanya dua Ustadz/ustadzah yang aktif, ikut berpartisipasi dalam perencanaan pemberdayaa lansia, serta mempunyai latar belakang tinggi. Oleh karena itu peneliti memilih BS dan LI sebagai informan penelitian.

Selain Ustadz/ustadzah, penentuan pengurus Masjid sebagai informan juga menggunakan teknik purposive sampling yaitu memilih informan dengan mempertimbangkan kriteria tertentu. Beberapa kriteria pengurus yang harus dipenuhi yaitu sebagai berikut:

a) Merupakan pengurus yang aktif

b) Mengikuti proses perencanaan pemberdayaan lansia c) Mempunyai waktu luang


(71)

Tabel 4. Penentuan Pengurus Masjid Sebagai Informan N

o.

Nama L /P

Jabatan Status Mengikuti perencanaan

Pekerjaan Mempunyai Waktu Luang

1. HJ L Ketua Aktif Mengikuti PNS Tidak

mempunyai 2. TH L Sekretaris Tidak

Aktif

Mengikuti Pegawai Tidak mempunyai 3. MD L Bendahara Tidak

aktif

Mengikuti Petani Mempunyai

4. RW L Takmir Aktif Mengikuti Petani Mempunyai 5. AN L Humas Aktif Mengikuti Pegawai Mempunyai Berdasarkan tabel 4 diketahui bahwa pengurus yang memenuhi kriteria menjadi informan adalah RW dan AN. Pengurus yang aktif, mengikuti proses perencanaan serta mempunyai waktu luang dapat memberikan informasi tentang pemberdayaan lansia di Dusun Gatak lebih detail. RW dan AN dipilih untuk memperoleh informasi tentang proses pembentukan atau perencanaan, dan latar belakang dibentuknya pemberdayaan lansia di Dusun Gatak. RW dan AN selaku pengurus yang ikut dalam pembertukan serta membantu jalannya pemberdayaan. RW merupakan takmir Majid Al-Iman Dusun Gatak, dan AN adalah pengurus Masjid di Dusun Gatak.

Selain itu informan dalam penelitian ini adalah lansia sebagai sasaran program. Pemilihan lansia sebagai informan menggunakan teknik purposive sampling. Lansia yang mengikuti pemberdayaan lansia ini berjumlah 37 orang. Dari 37 orang lansia tersebut akan dipilih lansia yang memenuhi kriteria untuk menjadi informan penelitian.


(72)

Kriteria untuk para lansia agar dapat menjadi informan yaitu sebagai berikut:

1) Lansia aktif mengikuti setiap kegiatan dalam pemberdayaan lansia 2) Mempunyai kondisi kesehatan yang baik

3) Dapat berkomunikasi dengan baik

Secara rinci penentuan lansia sebagai informan dapat dilihat dari tabel 5: Tabel 5. Penentuan Lansia Sebagai Informan

No. Nama L/P Umur Status Kondisi Kesehatan

Dapat berkomunikasi

dengan baik

1. SY P 60 Aktif Sehat Bisa

2. SD P 61 Aktif Sehat Bisa

3. SM P 65 Aktif Sehat Bisa

4. WJ P 61 Aktif Sehat Bisa

Berdasarkan tabel 5 lansia yang dijadikan sebagai informan adalah lansia yang aktif, sehat, serta dapat berkomunikasi dengan baik. Peneliti memilih empat orang yang memenuhi kriteria yaitu SY, SD, SM, dan WJ. Dengan pertimbangan tersebut peneliti dapat memperoleh informasi mengetahui sejauh mana pemahaman, tanggapan dan hasil kegiatan yang didapatkan oleh lansia dari kegiatan keagamaan yang telah diikuti.

2. Penentuan Objek Penelitian

Menurut Spradley dalam Sugiyono (2010: 297-298) penelitian kualitatif tidak menggunakan istilah populasi, tetapi social situation atau situasi sosial yang terdiri atas tiga elemen yaitu, tempat (place), pelaku (actors), dan aktivitas (activity) yang berinteraksi secara sinergis. Situasi sosial tersebut,


(73)

dapat dinyatakan sebagai objek penelitian yang ingin difahami secara lebih mendalam “apa yang terjadi” di dalamnya. Pada penelitian kualitatif, peneliti memasuki situasi sosial tertentu, melakukan observasi dan wawancara kepada orang-orang yang dipandang tahu tentang situasi sosial tersebut.

Berdasarkan pengertian di atas, maka objek dari penelitian ini adalah pemberdayaan lansia melalui kegaiatan keagamaan di Dusun Gatak, Wukirsari, Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman.

D. Teknik Pengumpulan Data 1. Observasi

Teknik pengumpulan data penelitian yang pertama yaitu dengan metode observasi. Dalam tahap pertama ini akan dilakukan observasi atau survei dimana informan penelitian berada. Obeservasi dilakukan untuk mengetahui siatuasi dan kondisi informan penelitian yang sebenarnya. Peneliti mengamati kegiatan pemberdayaan lansia melalui kegiatan keagamaan yang ada di Dusun Gatak. Peneliti mengamati gejala-gejala yang muncul selama kegiatan dan juga saat lansia berada di rumah dengan dipandu oleh panduan observasi yang telah disusun berdasarkan data atau informasi yang ingin didapatkan. Adanya pengamatan yang jeli dari peneliti dapat ditemukan permasalahan yang tampak atau muncul dari informan penelitian yaitu ustadz/ustadzah, pengurus Masjid, dan para lansia.

2. Wawancara

Tahap kedua untuk mengumpulkan data yaitu dengan wawancara. Wawancara dilakukan ustadz/ustadzah, pengurus Masjid, dan para lansia


(74)

untuk memperoleh data yang sebenarnya. Peneliti akan mewawancarai tentang pertanyaan-pertanyaan umum yang akan menjadi permulaan sebagai gambaran umum lokasi, kemudian dilanjutkan tentang kegiatan keagamaan yang berlangsung, metode, dan materi yang digunakan dalam kegiatan. Kemudian peneliti akan lebih fokus pada permasalahan yang akan dikaji dalam penelitian ini.

Wawancara akan menjadi sumber pengumpulan data yang valid jika dilakukan secara sistematis dan menggunakan teknik komunikasi yang baik sehingga informan penelitian dapat merasa nyaman dan terbuka dalam proses wawancara yang sedang berlangsung. Komunikasi dan keakraban yang dibangun dengan baik akan memudahkan peneliti dalam melakukan proses penelitian dan akan lebih mudah dalam menemukan data dan permasalah yang jelas dan valid.

3. Dokumentasi

Dokumentasi sangat penting dan menjadi salah satu teknik pengumpulan data karena dengan adanya dokumentasi dapat menjadi sebuah bukti bahwa penelitian yang dilakukan benar adanya. Selain itu dokumentasi juga dapat membantu mempermudah peneliti dalam menumukan ide-ide baru dalam pemecahan masalah yang sebenarnya terjadi di lingkungan informan.

E. Instrumen Penelitian

Menurut Sugiyono (2010: 307) dalam penelitian kualitatif yang merupakan instrumen utamanya adalah peneliti itu sendiri. Dalam penelitian ini, peneliti merupakan instrumen utama selanjutnya dibantu oleh alat-alat pengumpul data


(75)

yang lain seperti pedoman observasi, pedoman wawancara dan pedoman dokumentasi. Peneliti sebagai instrument itu sendiri berfungsi menetapkan fokus penelitian, memilih informan sebagai sumber data, analisis data, dan membuat kesimpulan dari temuan yang didapatkan. Berdasarkan pendapat tersebut maka instrument penelitian ini adalah peneliti sendiri yang dibantu dengan pedoman wawancara, pedoman observasi dan dokumentasi.

1. Pedoman Observasi

Pedoman observasi digunakan untuk mengetahui fakta atau fenomena yang ada dalam pelaksanaan pemberdayaan lansia melalui kegiatan keagamaan di Dusun Gatak. Fakta atau fenomena tersebut dapat berupa perilaku dari informan penelitian, proses pelaksanaan pemberdayaan, dan respon kecil yang terlihat saat pelaksanaan pemberdayaan. Observasi dilakukan langsung pada pelaksanaan pemberdayaan lansia melalui kegiatan keagamaan di Dusun Gatak, Wukirsari, Kecamatan Cangkriangan, Kabupaten Sleman.

2. Pedoman Wawancara

Pedoman wawancara berisi sejumlah pertanyaan yang digunakan untuk mengetahui informasi lebih mendalam mengenai pemberdayaan lansia melalui kegiatan keagamaan, hasil kegiatan, serta faktor pendorong dan penghambat pemberdayaan lansia di Dusun Gatak, Wukirsari, Kecamatan Cangkriangan, Kabupaten Sleman.


(76)

F. Teknik Analisis Data

Dalam penelitian ini menggunakan empat tahap analisis data meliputi proses reduksi data, penyajian data, verivikasi data dan kesimpulan data.

1. Reduksi data (Data Reduction)

Reduksi data ini adalah kegiatan merangkum, memilih hal-hal yang pokok dan memfokuskan diri pada hal-hal yang penting. Setelah mendapatkan fokus pada hal-hal yang akan diteliti maka perlu dicari tema yang sesuai dengan fokus masalah. Di lapangan peneliti akan memfokuskan diri pada pemberdayaan lansia melalui kegiatan keagamaan. Mencakup pelaksanaan pemberdayaan, metode, materi kegiatan, hasil pemberdayaan lansia, faktor pendorong, dan penghambat dan lain-lain yang berhubungan dengan fokus penelitian. Lamanya waktu penelitian dan banyaknya informasi mengenai informan penelitian tidak menutup kemungkinan wawasan pemikiran dari peneliti akan semakin berkembang sehingga dapat mereduksi data-data yang memiliki nilai temuan di lapangan.

2. Penyajian data (Data Display)

Setelah melakukan tahap reduksi data maka langkah selanjutnya dalah penyajian data atau mendisplaykan data. Penyajian data dalam penelitian kualitatif disajikan dalam bentuk diskriptif atau dalam bentuk uraian singkat, bagan dan lain-lain. Dalam tahap reduksi data telah ditemukan fokus masalah dan juga tema dari penelitian. Pada tahap ini temuan-temuan di lapangan akan diuraikan dan disajaikan secara sistematis.


(77)

Dalam penyajian data perlu dibuat suatu klasifikasi atau pengelompokan data untuk memudahkan penelitian. Data yang telah dikelompokkan sesuai dengan klasifikasinya masing-masing kemudian dianalisis secara mendalam. Analisis tersebut dimaksudkan untuk menemukan hubungan atau korelasi antar data yang ada. Berdasarkan data yang telah terkumpul dan telah dianalisis selanjutnya dapat dikaterorikan kembali. Dari analisis dan pengkategorian tersebut akan ditemukan fakta-fakta mengenai kebenaran atau kevalidan data tersebut.

3. Kesimpulan data

Setelah data dikumpulkan, langkah selanjutnya adalah menarik kesimpulan dari data yang telah diperoleh. Kesimpulan dalam penelitian yang diharapkan adalah temuan baru yang sebelumnya belum pernah ada. Temuan dapat berupa diskripsi atau gambaran suatu obyek yang sebelumnya masih remang-remang atau gelap sehingga setelah diteliti menjadi jelas (Sugiyono,2010: 345).

Berdasarkan penjelasan di atas, maka penelitian ini menggunakan teknik analisis data secara kualitatif yang bertujuan untuk menemukan data mendalam tentang pemberdayaan lansia melalui kegiatan keagamaan di Dusun Gatak, Wukirsari, Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman.

G. Pemeriksaan Keabsahan Data

Penelitian kualitatif harus mengungkap kebenaran yang objektif. Karena itu keabsahan data dalam sebuah penelitian kualitatif sangat penting. Keabsahan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah triangulasi. Triangulasi dapat


(78)

diartikan sebagai pengecekan data dari berbagai sumber dengan berbagai cara, dan berbagai waktu. Triangulasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah triangulasi sumber, dan triangulasi metode. Triangulasi sumber dilakukan dengan cara mengecek data yang telah diperoleh melalui beberapa sumber. Sedangkan triangulasi metode dilakukan dengan cara mengecek data kepada sumber yang sama dengan metode yang berbeda (Sugiyono, 2014: 127).

Dalam penelitian ini terdapat tiga sumber yaitu ustadz/ustadzah, pengurus Masjid, dan lansia. Triangulasi dilakukan dengan cara mengecek data yang diperoleh dari ustadz/ustadzah, pengurus Masjid, dan lansia yang kemudian akan diterik sebuah kesimpulan. Sedangkan triangulasi metode dilakukan dengan cara mengecek data kepada sumber yang sama dengan teknik yang berbeda. Dalam penelitian ini menggunakan teknik wawancara, observasi, dan dokumentasi. Triangulasi dilakukan dengan cara mengecek hasil yang diperoleh dari wawancara, observasi, dan dokumentasi kemudian ditarik sebuah kesimpulan. Informasi yang diperoleh diusahakan dari narasumber yang benar-benar mengetahui permasalahan dalam penelitian ini.


(79)

BAB IV

HASIL PENELITIAN

A. Hasil Penelitian

1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Desa Wukirsari merupakan bagian dari wilayah Kecamatan Cangkringan. Secara geografis Desa Wukirsari berada di 7038’01” Lintang Selatan – 07040’20” Lintang Selatan dan 110025’58” Bujur Timur – 110027’540” Bujur Timur dengan luas wilayah 1.456 Ha. Desa Wukirsari terdiri dari empat Kelurahan yaitu Sintoksari, Tanggalsari, Dawungsari dan Tanjungsari. Kelurahan Tanjungsari terdiri dari lima Dusun yaitu Dusun Tanjung, Brayut, Gatak, Cancangan, Bedoyo.

Desa Wukirsari memiliki struktur tanah yang subur dan mempunyai sumber air yang sangat melimpah. Penduduk sekitar memanfaatkan alam sebagai lahan untuk mencari penghidupan dan menjadikannya sebagai mata pencaharian utama. Letak wilayah yang jauh dari kota tidak menyebabkan kesulitan dalam mencukupi kebutuhan ekonomi. Menjadi petani merupakan hal yang telah dipilih oleh masyarakat sekitar sebagai pekerjaan. Desa Wukirsari berada di kaki Gunung Merapi sehingga menjadi jalan utama bagi wisatawan. Hal tersebut juga dimanfaatkan oleh masyarakat untuk mencari nafkah yaitu dengan membuka warung makan kecil atau toko kelontong.


(80)

Desa Wukirsari merupakan desa yang mempunyai jumlah penduduk yang cukup banyak. Data jumlah penduduk Desa Wukirsari dapat dilihat pada table berikut:

Tabel 6. Data Jumlah Penduduk Desa Wukirsari Berdasarkan Kelompok Usia Periode Semester II Tahun 2014

Usia Wukirsari

L P L+P

0-14 tahun

(Belum Produktif)

1822 1658 3.480

15-64 tahun (Produktif)

5.943 5.752 11.695

64 tahun ke atas (Tidak Produktif)

693 875 1.568

Jumlah 8.458 8.285 16.743

Sumber: Data Kependudukan Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman, Yogyakarta

Tabel 7. Data Jumlah Penduduk Desa Wukirsari Berdasarkan Kelompok Usia Periode Semester I Tahun 2015

Usia Wukirsari

L P L+P

0-14 tahun

(Belum Produktif)

1.150 1.159 2.309

15-64 tahun (Produktif)

3.517 3.583 7.100

64 tahun ke atas (Tidak Produktif)

582 677 1.259

Jumlah 5.249 5.419 10.668

Sumber: Data Kependudukan Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman, Yogyakarta

Jumlah penduduk Desa Wukirsari berdasarkan golongan usia dan rentang produktif pada periode semester II tahun 2014 yaitu sebanyak 16.743 jiwa, terdiri dari 8.458 laki-laki dan 8.285 perempuan. Sedangkan pada periode semester I tahun 2015 jumlah penduduk mengalami penurunan menjadi 10.668 jiwa, terdiri dari 5.249 laki-laki dan 5.419 perempuan.


(81)

Desa Wukirsari dibagi menjadi beberapa wilayah salah satunya yaitu Dusun Gatak yang mempunyai program pemberdayaan lansia melalui kegiatan keagamaan. Jumlah lansia di Dusun Gatak yang mengikuti pemberdayaan lansia yaitu sebagnyak 37 orang yang terbagi menjadi dua kelompok yaitu lansia kelompok TPA Iqro’, dan lansia kelompok Al-Quran. Secara rinci dapat dilihat dari tabel 8:

Tabel 8. Daftar Lansia TPA Iqro’

No. Nama L/P Usia Pendidikan Pekerjaan Jilid

1. SY P 60 SD Petani 6

2. SD P 61 SD Petani 5

3. PN P 60 SD Petani 4

4. WJ P 65 SD Petani 6

5. PI P 61 SD Petani 2

6. HJ P 84 Tidak tamat SD Tidak bekerja 2

7. HD P 72 Tidak tamat SD Tidak bekerja 2

Berdasarkan tabel 8 dapat diketahui bahwa ada tujuh orang lansia yang masih berada di kelompok TPA Iqro’. Lima dari tujuh lansia tersebut berusia 60-65 tahun, tamat SD, dan masih bekerja sebagai petani. Dari lima orang lansia yang masih bekerja aktif tersebut hanya ada satu orang yang masih iqro’ dua. Selain itu dua dari lansia yang berusia lebih dari 70 tahun sudah tidak bekerja, tidak tamat SD, dan masih berada di iqro’ dua. Ada perbedaan antara lansia tamat SD usia 60-65 tahun yang masih bekerja dengan lansia tidak tamat SD usia 70 tahun ke atas yang sudah tidak bekerja yaitu tingkat kemampuan belajar dari lansia tersebut.


(82)

Lansia yang ada di kelompok TPA Iqro’ lebih banyak dari kelompok TPA Al-Quran yaitu sebanyak 30 orang lansia, dapat dilihat dari tabel 9:

Tabel 9. Daftar Lansia Kelompok TPA Al-Quran

No. Nama L/P Usia Pendidikan Pekerjaan

1. SM P 60 SD Pedagang

2. WR L 67 SD Petani

3. NT L 70 Tidak Tamat SD Petani

4. DM P 61 SD Petani

5. RN P 61 SD Petani

6. GN P 64 SD Petani

7. ST P 60 SD Petani

8. TR P 70 Tidak Tamat SD Tidak bekerja

9. KN L 60 SD Petani

10. GD L 63 Tidak Tamat SD Petani

11. JD L 66 SD Tidak bekerja

12. RL P 60 SD Tidak bekerja

13. SW L 60 SD Petani

14. JM P 62 SD Petani

15. KR P 63 SD Petani

16. MD L 63 SD Tidak bekerja

17. TH P 60 SD Petani

18. WN P 65 SD Petani

19. YT P 61 SD Petani

20. RB P 68 SD Tidak bekerja

21. HN P 67 Tidak Tamat SD Petani

22. PY P 61 Tidak Tamat SD Petani

23. MS P 63 SD Petani

24. TM L 61 SD Tidak bekerja

25. EN P 60 SD Petani

26. SB P 62 Tidak Tamat SD Petani

27. FH P 62 SD Petani

28. SR P 60 SD Petani

29. TK P 69 SD Tidak bekerja


(83)

Dari tabel 9 dapat diketahui bahwa terdapat 30 lansia yang mengikuti TPA Al-Quran, hanya ada enam lansia yang tidak tamat SD serta tujuh tidak bekerja. Berdasarkan tabel 8 dan tabel 9 maka dapat dirumuskan hal-hal pada tabel 10:

Tabel 10. Kelompok Lansia Berdasarkan Usia

No. Usia Jumlah Presentasi

1. 60-65 28 75.7%

2. 66-70 7 18.9%

3. 71 ke atas 2 5.4%

Dari tabel 10 menunjukkan bahwa lansia yang masih aktif dalam mengikuti pemberdayaan lansia yaitu lansia yang berusia antar 60-65 yaitu sebanyak 75.7%. Hal tersebut menunjukkan bahwa usia mempengaruhi frekuensi keaftifan seorang lansia dalam mengikuti kegiatan.

Tabel 11. Kelompok Lansia Berdasarkan Tingkat Pendidikan No. Pendidikan Jumlah Presentasi

1. Tamat SD 29 78.4%

2. Tidak tamat SD 8 21.6%

Berdasarkan tabel 11 menunjukkan bahwa lansia yang mengikuti pemberdayaan lansia di Dusun Gatak mayoritas adalah lansia yang tamat SD yaitu sebanyak 78.4%. Tingkat pendidikan berpengaruh pada kemampuan belajar para lansia dikarenakan lansia yang kesulitan membaca atau mengingat-ingat huruf hijaiyah dapat membaca terjemahan huruf abjad yang sudah ada. Sehingga jika lansia yang tidak tamat SD


(84)

dapat mengalami kesulitan dalam belajar atau mengingat-ingat materi yang telah disampaikan.

Tabel 12. Kelompok Lansia Berdasarkan Jenis Pekerjaan No. Jenis Pekerjaan Jumlah Presentasi

1. Petani 27 73%

2. Pedagang 1 2.7%

3. Tidak Bekerja 9 24.3%

Dari tabel 12 maka dapat diketahui bahwa sebagian besar lansia yang mengikuti pemberdayaan lansia di Dusun Gatak bekerja sebagai petani dengan presentasi sebanyak 73%. Sementara itu lansia tidak bekerja sebanyak 24.3%, dan lansia yang bekerja sebagai pedagang sebanyak 2.7%.

Berdasarkan ketiga data di atas menunjukkan bahwa lansia yang berusia 60-65, tamat SD, dan aktif bekerja lebih mempunyai semangat belajar dan kemampuan belajar yang tebih tinggi. Bekerja pada usia lanjut dapat menjadikan lansia mempunyai komunikasi dengan teman sesama pekerjaan. Komukasi tersebut dapat menciptakan keakraban dan rasa nyaman bagi lansia. Rasa nyaman dapat membuat lansia terhindar dari stress diusia lanjut dan mempunyai semangat tinggi dalam menjalani hidup.


(85)

2. Deskripsi Pemberdayaan Lansia Melalui Kegiatan Keagamaan a. Jenis Kegiatan yang Diselenggarakan

Kegiatan-kegiatan yang diselenggarakan dalam pemberdayaan lansia di Dusun Gatak yaitu:

1) Taman Pendidikan Al-Quran (TPA)

TPA merupakan kelompok masyarakat yang menyelenggarakan pendidikan non formal dalam bidang keagamaan Islam, bertujuan untuk memberikan pengajaran membaca Al-Quran beserta dasar-dasar hukum atau tata cara membaca Al-Quran. TPA dapat diikuti oleh semua orang dari kelompok usia manapun, tidak terkecuali lansia.

2) Yasinan

Yaitu kegiatan kelompok masyarakat yang dilakukan dengan cara membaca Surat Yasin bersama-sama dipimpin oleh seseorang yang telah ditunjuk. Yasinan dapat diadakan pada hari yang telah disepakati kelompok masyarakat tertentu, atau dapat dilaksanakan untuk memenuhi hajat tertentu. Yasinan merupakan tradisi lama yang telah dilaksanakan oleh masyarakat muslim di Indonesia secara turun temurun dan menjadi pemererat tali silaturahim antar umat muslim.

3) Kajian

Kajian merupakan kegiatan ceramah dan diskusi yang diselenggarakan oleh kelompok tertentu dengan membahas


(86)

berbagai hal dan permasalahan dipandang dari sudut pandang agama dengan dipimpin oleh seorang narasumber. Tujuan dari kegiatan kajian keagamaan ini adalah untuk memperluas wawasan keagamaan.

B. Data Hasil Penelitian

1. Pemberdayaan Lansia Melalui Kegiatan Keagamaan a. Latar Belakang Pembentukan Pemberdayaan

Hal yang melatarbelakangi dibentuknya pemberdayaan lansia yaitu pengurus masjid sebagai perwakilan dari masyarakat menginginkan masjid menjadi ramai, masyarakat dapat rajin berjamaah di masjid kemudian dibentuklah kegiatan pemberdayaan. Seperti yang diungkapkan oleh RW selaku takmir masjid Al-Iman Dusun Gatak:

“Waktu itu pas rapat pengurus masjid kan kami membicarakan tentang gimana ini kok masjidnya masih sepi. Kami akhirnya membuat kegiatan pengajian, untuk ibu-ibu muda sama lansia....” (CW.3.1, hal:150)

Diperkuat oleh pernyataan AN selaku perwakilan remaja masjid:

“….waktu ada pertemuan pengurus ada yang usul bagaimana kalau mengadakan kegiatan di masjid biar masjidnya rame gitu. Kan kebetulan disini memang belum ada kegiatan-kegiatan pengajian mbak terus akhirnya kami adakan ….” (CW.4.1, hal:156)

Bagi pengurus, keputusan untuk membuat pemberdayaan lansia melalui kegiatan keagamaan adalah terobosan yang cukup besar di Dusun Gatak. Belajar diusia lanjut mempunyai kesulitan tersendiri dibandingkan diusia lain, namun baik pengurus maupun para lansia merasa hal ini adalah tantangan. RW mengungkapkan bahwa:


(87)

“….dan ini kan juga kami mengadakan TPA, jarang –jarang lho mbak ada TPA lansia. Soalnya kan ngajari lansia beda sama kalau kita ngajar anak muda, padahal kan lansia juga belum bisa mereka juga pengen bisa pengen belajar” (CW.3.12, hal:153)

Diperkuat oleh pernyataan SD:

“Kulo pengene pengen ngaji pengen saget, beno tahunan tapi nggeh mboten nopo-nopo seng penting usaha. Pun tuwo nek saget kan nggeh saget ngaji sitik-sitik mbak” (CW6.1, hal:164)

Pemberdayaan lansia dilakukan melalui kegiatan keagamaan karena banyak lansia di Dusun Gatak yang belum bisa membaca Al-Quran. Selain itu para lansia juga mempunyai keinginan untuk memperdalami agama, seperti yang dikatakan oleh salah seorang ustadzah yaitu LI,:

“Iya mbak mereka merasa terfasilitasi, dulu kan belum ada ngaji kayak gini mbak belum ada TPA dan saya rasa pemahaman tentang agama juga belum banyak” (CW.4.12, hal:158)

Diperkuat dengan pendapat RW:

“….ternyata kebanyakan mereka belum bisa semua mbak. Dari 50 orang mungkin baru 15% yang bisa”(CW.3.3, hal:151)

Selain itu pendapat dari salah satu lansia yaitu SM mengatakan bahwa:

“Dereng nate kulo mbak, wong kulo niki mbiyen sekolahe ora ono ngajine. Kulo niku blas dereng saget moco Al-Quran mbak. Nung rong taun sinau iqro niku nggeh urung iso-iso. Sagete lekas Al-Quran nggeh cedak-cedak niki. Wong tuwo nek umpomo mung seminggu pisan lek moco niku nek ora ono seng mulang lak yo tetep kangelan to” (CW.7.3, hal:171)

Selain itu yang menjadi latar belakang dibentuknya pemberdayaan lansia melalui kegiatan keagamaan adalah untuk mewujudkan Kampung Al-Quran. Dusun Gatak telah mendapatkan julukan Kampung Al-Quran sejak tiga tahun yang lalu. Masyarakat juga berkeinginan untuk mewujudkan julukan tersebut dengan cara mengikuti kegiatan keagamaan. Diungkapkan oleh SY bahwa:


(88)

“….Selain itu disini Desa kami yang sudah mendapat julukan Kampung Al-Quran ini supaya bisa menjadi kampung Al-Quran yang sebenarnya”(CW.5.1, hal:161)

Diperkuat oleh pernyataan RW:

“…saya rasa ya sudah sesuai dengan kebutuhan mereka, apalagi disini kan sudah mendapatkan julukan Kampung Quran. Mosok Kampung Al-Quran warganya masih banyak yang belum bisa baca Al-Al-Quran”(CW.3.4, hal:151)

Dari wawancara di atas dapat diketahui bahwa latar belakang dibentuknya pemberdayaan lansia melalui kegiatan keagamaan adalah pengurus menginginkan warga menjadi rajin berjamaah di masjid agar masjid menjadi ramai. Selain itu para lansia sendiri menginginkan adanya kegiatan keagamaan, dikarenakan kebanyakan dari para lansia belum bisa membaca Al-Quran. Selain itu memang di Dusun Gatak belum ada kegiatan keagamaan yang dikhususkan bagi lansia, padahal jumlah lansia di Dusun tersebut sangat banyak. Hal lain yang melatar belakangi dibentuknya pemberdayaan lansia adalah julukan Dusun Gatak sebagai Kampung Al-Quran. Dusun Gatak telah mendapat julukan kampung Al-Quran sejak tiga tahun yang lalu, baik pengurus maupun lainsia ingin mewujudkan Kampung Al-Quran tersebut secara nyata dengan cara meminimalisir jumlah masyarakat yang belum bisa membaca Al-Quran. Oleh karena itu pengurus ingin memfasilitasi para lansia dalam belajar melalui pemberdayaan lansia melalui kegiatan keagamaan.

Dari hasil pengamatan, diketahui bahwa latar belakang dibentuknya pemberdayaan lansia adalah karena para lansia belum pernah mengikuti kegiatan keagamaan seperti TPA, dan sebelumnya belum ada kegiatan keagamaan di Dusun Gatak.


(89)

b. Pelaksanaan Pemberdayaan Lansia Melalui Kegiatan Keagamaan

Pemberdayaan lansia di Dusun Gatak dibentuk secara musyawarah olah pengurus masjid dan perwakilan remaja. Pemberntukan tersebut tidak luput dari proses perencanaan. Perencanaan kegiatan dilakukan secara bertahap dan sederhana dari kumpulan ide-ide yang ada. Dijelaskan oleh RW selaku takmir masjid:

“Kami pihak pengurus musyawarah waktu itu terus dipertemuan selanjutnya kami mulai koordinasi lebih lanjut dengan wakil remaja dan beberapa pihak lalu kami tawarkan kalau ada yang mau membantu mengajar”(CW.3.3, hal:151)

Diungkapkan juga oleh AN bahwa:

“Kami perencanaannya ga mendetail sih mbak kan kami suga dananya sukarela, ustadnya ga dibayar, dan ga pakai konsumsi juga. Dana untuk pelaksanaan kami ambilkan dari infaq masjid dan sosial mbak. Kami waktu itu dapet ide kemudian di rapat selanjutnya kami dapat pengajar dan kesepakatan waktu sudah gitu aja” (CW.4.3, hal:157)

Pada umumnya masyarakat desa masih memegang tradisi atau kebiasaan yang ada, seperti halnya gotong royong antar warga, musyawarah maupun tradisi-tradisi adat. Masyarakat di Dusun Gatak masih mempertahankan tradisi-tradisi tersebut. Banyak hal dilakukan untuk kebaikan bersama dan secara suka rela begitu juga dengan pemberdayaan lansia. Pembentukan dibuat secara musyawarah, ustadz/ustadzah yang mengajar juga menawarkan diri secara suka rela.

Seperti yang diungkapkan oleh BI:

“Saya kan ikut pembetukan dulu itu, saya ditawari untuk ngajar ya kemudian saya ikut berpartisipasi gitu mbak. Disini kan masih banyak yang belum bisa baca Al-Quran, itung-itung ikut membantulah”(CW.1.1, hal:140)


(90)

Didukung oleh pernyataan RW:

“Yang ngajar ya dari kami warga kami sendiri, kan dulu ditawarkan siapa yang mau sukarela ngajar ngaji dan tidak dibayar gitu mbak terus Alhamdulillah ada yang mau”(CW.3.6, hal:151)

Lansia tidak dilibatkan secara langsung dalam perencanaan pemberdayaan. Perencanaan sengaja dibentuk terlebih dahulu oleh pengurus dan perwakilan remaja, akan tetapi setelah pemberdayaan mulai berjalan para lansia dapat berpartisipasi dalam pengampilan keputusan. Dapat dilihat dari penuturan AN: “Kegiatan, tempat dan hari kami yang tentukan sih mbak tapi setelah bisa berjalan ya kami serahkan sama mereka yang menjalani mau bagaimana. Kami sebagai fasilitator sama, manut kan mereka juga sudah bisalah ya maksudnya kalau disuruh bikin keputusan sendiri”(CW.4.3, hal:157) Diperkuat oleh pernyataan RW:

“Enggak sih mbak itu yang ikut musyawarah itu pengurus sama perwakilan remaja, warga ngikut aja gitu”(CW.3.4, hal:151)

Dalam pemberdayaan yang diselenggarakan bersifat umum untuk warga Dusun Gatak. Kegiatan tersebut juga tidak mensyarakatkan apapun saat perekrutan peserta pemberdayaan. Seperti yang dijelaskan oleh RW:

“Kami mengumumkan lewat pengeras suara masjid mbak, kami juga pengajian rutin tiap bulan. Biasa kalau di dusun gini kan gethok tular mbak, dari mulut kemulut gitu diomongin kalau ada kegiatan TPA dan lain-lain”(CW.3.2, hal:151)

Didukung oleh pendapat AN:

“Kami mengumumkan di masjid kalau ada kegiatan-kegiatan gitu mbak, kan memang kalau disini pengumuman ya ngumuminnya lewat pengeras suara di masjid. Terus warga yang mau ikut tinggal dateng gitu mbak”(CW.4.2, hal:156)

Beberapa paparan di atas dapat disimpulkan bahwa pemberdayaan lansia di Dusun Gatak terbentuk dari proses perencanaan. Perencanaan


(91)

Perencanaan dilakukan selama beberapa tahap dengan menentukan jenis kegiatan, tujuan, waktu, tempat dan biaya. Pemberdayaan ini dilakukan secara bersama-sama dan menggunakan dana sukarela sehingga tidak memberatkan para lansia.

Pemberdayaan lansia terdiri dari beberapa kegiatan keagamaan yaitu TPA, yasinan, dan kajian yangn dilaksanakan rutin satu minggu sekali. Seperti yang diungkapkan oleh salah ustadzah LI:

“Disini ada beberapa kegiatan mbak yang TPA itu ada dua, TPA Al-Quran setiap malam Minggu dan TPA iqro’ setiap malam Jumat. Ada lagi yaitu kajian setiap malam Selasa dan yasinian setiap malam Jumat bada isya. Ada lagi pengajian setiap sebulan sekali kalau itu untuk umum semua boleh ikut tidak hanya yang lansia” (CW.2.2, hal:144) Didukung oleh pernyataan SD:

“TPA Iqro’ niku malem jumat bar magriban dugi isya’ kan damel jamaah, enten TPA kangge seng pun Al-quran niku malem minggu nggeh sami bar maghrib dugi isya’, kajian kaleh Bu Yola niku malem selasa nggeh bar maghrib dugi isya’, enten maleh yasinan malem jumat bada isya’ kadang dugi jam sepuluh”. (CW.6.6, hal:167)

Sesuai dengan yang dikatakan oleh AN:

“Disini TPA yang iqro itu malem Jumat, kalau yang Al-Quran malem Minggu. Kajiannya malem Selasa, yasinan malem Jumat bada isya’” (CW.4.6, hal:174)

Sedangkan SD mengungkapkan:

“Nek seng TPA nggeh moco iqro’ mbak, nek kajian kaleh Bu YL niku kulo jarang mangkat terus nek yasinan ngoten nggeh mung moco yasin terus diisi lain-lain nek enten seng ajeng dirembug ngoten”. (CW.6.4, hal:167)

Setiap kegiatan mempunyai pengampu dan penanggung jawab sendiri-sendiri, untuk TPA iqro’ diampu oleh ustadz BI dan ustadzah LI. TPA Al-Quran diampu oleh ustadz WN, kajian oleh ustadzah YL, dan yasinan dibimbing oleh


(92)

Pak Rakun. Pelaksanaan kegiatan pembelajaran di TPA maupun di yasinan dan kajian pada menggunakan empat tahap yaitu tahap persiapan, pembukaan, inti, dan penutup. Dilihat dari penuturan RW:

“Tahap pelaksanaan pembelajarannya itu kan pertama persiapan tempat, terus pembukaan, baca doa, kemudian nanti ngaji, setelah itu penutup” (CW.3.5, hal:152)

Hal ini juga disampaikan oleh SY:

“Bar jamaah sholat maghrib niku nata meja buat TPA niku terus ngaji. Dibuka terus baca al-fatihah terus baca doa mau belajar terus ngaji satu-satu sma gurunya. Kalo satu-satu orang lagi ngaji terus yang lain niku baca sendiri ngoten mbak. Bar niku pun, ditutup baca doa penutup majlis terus wangsul. Nek sing yasinan niku dibuka teru baca yasin, doa, terus istirahat lain-lain terus pun. Nek kajian kaleh bu YL nggeh sami tapi khusus yang perempuan”. (CW.5.8, hal:162)

Sedangkan LI mengatakan bahwa:

“Pembukaan mbak setelah itu baca doa mau belajar, kemudian mulai belajarnya satu-satu sambil nunggu giliran mbah-mbahnya belajar sendiri dulu. Kalau yang yasinan ya sama, dibuka dulu baca Al-Fatihah terus baca yasin terus ada sesi lain-lain untuk berdiskusi. Kalau kajian itu setelah dibuka, kami kasih materi dengan ceramah. Setelah selesai, mereka boleh tanya. Kalau udah selesai ditutup pakai doa penutup majlis”. (CW.2.7, hal:146)

Penuturan tersebut sejalan dengan penuturan SM:

“Kados wingi kino bar sholat maghrib njuk nata meja, mic, Al-Quran, tikar. Bar niku njuk dibuka karo Mas WN kui, soko mburi karo ono seng mbagekke snek. Bar dibuka kan moco doa bar kuwi diwarahi sikek karo Mas WN cara mocone piye. Nek wes terus siji-siji kon moco nganggo mic nek salah yo dibenerke. Bar kuwi nek Mas WN ora sibuk kyo wingi kae iso diwoco artine, biasane sampe setengan sepuluh nek isya’ yo sholat sek. Nek karo Pak GL sak ayat kudu bener. Wes rampung ngaji njuk ditutup moco doa, bar kwi ngresiki ngon terus do ngekke sosial sak ikhlase mbak”. (CW.7.8, hal:172)

Didukung oleh keterangan dari WJ:

“Riyen awal masuk dites riyen diken maos iqro’ 1 saget nopo mboten. Nek pas TPAne niku pertamane dibukak terus baca doa ngoten terus do


(93)

ngaji kaleh gurune njuk mangkeh gurune nyatet teng buku prestasi niko, nggeh mung ngoten mbak. Nek yasinan niko radi benten, enten lain-laine soale kan mboten teng masjid terus wektune kan mboten ketabrak isya’ dadi saget tekan jam 21.30 kadang jam 22.00. Yasinan niko biasane dibukak kaleh Pak Rakun terus nggeh moco-moco dungo ngoten niko terus moco yasin niku”. (CW.8.8, hal:212)

Jumlah lansia yang mengikuti pemberdayaan lansia ini adalah sebanyak 50 orang. Lansia tersebut terbagi dalam kelompok-kelompok yaitu kelompok TPA iqro’ dan TPA Al-Quran. Dapat dilihat dari pernyataan AN:

“….waktu pertama pertemuan itu sampai sekitar 50 orang….” (CW.4.4, hal:157)

Sedangkan LI menuturkan :

“Kalau yang Al-Quran itu banyak mbak 30 lebih, kalau yang iqro’ itu yang aktif hanya tujuh, kajian itu jugabanyak mbak kebanyakan yang dateng itu yang dari Al-Quran sekitar 20 orang. Kalau yang yasinan 40 lebih mbak kan campur itu”. (CW.2.9, hal:146)

Diperkuat oleh pernyataan BS:

“Dulu waktu awal-awal itu banyak mbak. Sekarang TPA malem jumat yang aktif biasanya 7 kadang 5. Kalau yang Al-Quran itu juga banyak wong kalau buat snace aja sampe 40 katanya”. (CW.1.9, hal:142)

Dari hasil wawancara tersebut dapat disimpulkan bahwa pemberdayaan lansia di Dusun Gatak melakukan perencanaan program pemberdayaan secara sederhana dan secara musyawarah yang melibatkan pengurus Masjid, serta perwakilan remaja. Lansia tidak dilibatkan secara langsung dalam perencanaan program pemberdayaan, akan tetapi lansia diberikan kebebasan berpendapat maupun berpartisipasi saat pemberdayaan sudah berjalan. Perekrutan pengajar atau ustadz/ustadzah dilakukan dengan cara mengajukan diri secara suka rela dan tidak menerima imbalan sama sekali. Pemberdayaan lansia di Dusun Gatak mencakup tiga kegiatan yaitu TPA, yasinan, dan kajian.


(94)

TPA dibagi menjadi dua kelompok yaitu kelompok Al-Quran dan kelompok iqro’. TPA Al-Quran dilaksanakan pada pukul 18.30 WIB atau bada maghrib setiap hari Sabtu di Masjid Al-Iman. TPA iqro dilaksanakan pada pukul 18.30 WIB atau bada maghrib setiap hari Kamis di Masjid Al-Iman. Kegiatan yasinan dilaksanakan pada pukul 19.30 WIB atau bada isya’ di hari Kamis bertempat di rumah warga secara bergilir. Sedangkan kajian dilakukan pada pukul 18.30 WIB atau bada maghrib setiap hari Senin. Jumlah lansia yang mengikuti kegiatan ini adalah sebanyak 50 orang Tahap pelaksanaannya yaitu terdiri dari tahap persiapan, pembukaan, inti, dan penutup.

Menurut hasil pengamatan, jumlah lansia yang mengikuti TPA Al-Quran adalah sebanyak 30 orang, sedangkan TPA iqro’ sebanyak 7 orang. Yasinan, dan kajian diikuti oleh lansia dari kedua kelompok tersebut, jadi total lansia yang aktif dalam pemberdayaan ini yaitu sebanyak 37 orang.

c. Metode Pemberdayaan Lansia

Pemberdayaan yang menjadikan lanjut usia sebagai garapan utama membutuhkan metode khusus dan penanganan yang lebih dibandingkan dengan pemberdayaan dengan sasaran usia lain yang lebih muda. Metode yang digunakan haruslah metode dapat mudah diterima dan diikuti oleh para lansia. Pelaksanaan pembelajaran menggunakan metode ceramah, dan praktek. Seperti yang dikatakan oleh ustadz BI:

“Ya TPA pembelajarannya pakai iqro’. Dulu kan juga sempat kerjasama dengan Fan Tahsin, tapi kan mereka belum bisa baca sama sekali mbak jadi agak kurang pas dengan itu ya terus cuma ngisi berapa kali gitu terus udah dilanjut iqro. Kalau kajian jelas kami menggunakan metode ceramah dalam penyampaiannya”. (CW.1.4, hal:141)


(95)

Diperkuat oleh pernyataan AN:

“Pakai apa ya mbak kayaknya pakai iqro kalau yang TPA itu, yang mudah buat menula yang ga muda lagi”. (CW.4.7, hal:157)

Sedangkan RW menyampaikan bahwa:

“Kami dulu nyoba pakai metode dari FAN Tahsin mbak tapi ada beberapa kelompok tidak bisa mengikuti karena itu belajarnya cepet kan. Kalau mbah-mbah yang belum begitu tua gitu masih bisa mengikuti dan sekarang sudah Al-Quran. Tapi kalau yang 70 tahun keatas agak kesulitan akhirnya mereka pakai yang metode iqro”. (CW.3.7, hal:152)

Hal ini sesuai dengan penuturan LI:

“Pakai iqro mbak karena kami pikir itu lebih mudah. Kalau yang sudah Al-Quran itu dulunya mereka pakai metode yang berbeda jadi cepet bisa. Awalnya mau kami samakan pakai metode itu semua tapi yang di kelompok malem Jumat itu si mbah-mbahnya banyak yang sudah sepuh nanti malah tambah kesulitan”. (CW.2.4, hal:145)`

Dalam pelaksanaan kegiatan keagamaan ustadz/ustadzah menggunkanan media buku iqro’ Al-Quran, hadits, dan juga buku yasin disaat kegiatan yasinan. Seperti yang diungkapkan oleh BS:

“Medianya ya pakai buku iqro’ itu mbak, kalo yasinan ya buku yasin. Kalau yang Al-Quran sama kajian itu kadang juga ustadnya pakai hadits buat ngisi materinya”. (CW.1.5, hal:141)

Diperjelas oleh pernyataan LI:

“Kami hanya pakai iqro’ itu mbak jadi mbak-mbahnya itu nanti baca satu-satu kami yang koreksi. Kalau yang Al-Quran itu beda lagi mbak, karena sudah Al-Quran jadi mereka bacanya Cuma satu ayat per orang tapi nanti semua di ajarin dulu sama ustadnya. Yang yasinan itu ya cuma baca yasin. Kajian itu juga nanti ustadzahnya menyampaikan materi secara lisan gitu nanti mbah-mbahnya bisa tanya”. (CW.2.5, hal:145)

Kelancaran dalam sebuat kegiatan didukung dengan adanya sarana dan prasarana yang memadahi. Pelaksanaan pemberdayaan lansia di Dusun Gatak juga tidak luput dari dukungan sarana dan prasarana yang ada. Sarana dan


(96)

prasarana tersebut berupa ruangan masjid, meja, tikar, media pembelajaran, microfone, dan juga almari. Hal ini disampaikan oleh AN:

“Di masjid sudah kami siapkan semua mbak, ada meja, tikar, iqro’, Al-Quran, ada lemari tempat kayak kertas absen itu, ada mic”. (CW. 4.8, hal:157)

Sedangkan BS menyampaikan:

“Tempatnya masjid itu, ada meja, papan tulis juga ada mbak tapi jarang digunakan. Ada iqro’, Al-Quran, buku prestasi, lemari juga ada. Sarpras dapat dari takmir itu dana dari infaq”. (CW.1.6, hal:141)

Didukung oleh pernyataan LI:

“Di Masjid itu sudah ada meja, tikar, rak tempat iqro, kayak buku prestasi itu, Al-Quran, microfone. Sebenarnya di Masjid itu juga ada papantulis mbak tapi tidak kami gunakan karena menurut kami lebih efektif kalau diajarin pakai iqro’ langsung. Kalau yang Al-Quran juga ada snaknya mereka inisiatif iuran sendiri karena orangnya lebih banyak mbak”. (CW.2.6, hal:145)

Pemberdayaan yang mencakup berbagai kegiatan memberikan kesempatan kepada lansia untuk dapat selalui aktif dan juga berkumpul dengan seusianya, meskipun para lansia masih bekerja di sawah. Hal ini disampaikan oleh SY:

“Nek kulo mesti tak usahakke mangkat mbak. Wong nggeh mboten tau libur paling nek Ustade mboten saget, paling mung moco bareng-bareng ngoten. Soale kan wes gae snek mbak, nek ora yo ono Pak Rakun kae” (CW.7.5, hal:172)

Hal ini juga disampaikan oleh LI:

“Mereka termotivasi mbak wong hujan aja mereka tetep berangkat, kalau pas deres banget gitu bisanya mereka minta diganti malem Sabtu…” (CW.2.15, hal:148)

Sedangkan WI mengungkapkan bahwa:

“Mboten mesti mbak, nek nembe repot nggeh mboten. Kulo wingi mboten mangkat pun rongjumat wong nembe enten keperluan 40 dinten tiang sepah” (CW.8.5, hal:176)


(97)

“Geh sok-sok mboten mlampah kan kulo taseh kagungan mbah, dados kulo ngurus mbahe kulo niku. Kan mbahe pun mboten saget nopo-nopo kiambak, teng dalem nggeh entene mung kulo dados nggeh kulo seng ngurus”. (CW.6.5, hal:167)

Berdasarkan hasil wawancara di atas dapat diketahui bahwa metode penyampaian pembelajaran yaitu dengan metode ceramah, dan praktek. Dalam kegiatan kajian materi disampaikan dengan metode ceramah, sedangkan TPA dan yasin dilakukan dengan metode praktek yaitu membaca secara langsung. Media yang digunakan yaitu buku iqro’, Al-Quran, hadits, dan buku yasin. Pelaksanaan kegiatan didukung oleh sarana dan prasarana yaitu ruangan masjid, microfone, meja, tikar, papan tulis, iqro’, Al-Quran, dan almari.

Dari hasil pengamatan peneliti menemukan bahwa pemberdayaan lansia dilakukan dengan metode kelompok, dimana dalam penyampaian pembelajaran disampaikan menggunakan metode cerahan dan praktek. Kajian disampaikan dengan metode ceramah, TPA Al-Quran menggunakan metode praktek. Ustadz terlebih dahulu menuntun dan memberi petunjuk kepada para lansia untuk membaca ayat tersebut dengan benar, lalu para lansia mengikuti. Setelah diberikan petunjuk kemudian para lansia membaca dengan keras menggunakan microfone satu orang satu ayat untuk dikoreksi kebenarannya oleh ustadz yang mengajar.

d. Materi Pemberdayaan Lansia

Lansia yang sudah mengalami banyak penurunan kemampuan fisik menjadikan pertimbangan tersendiri untuk pengurus dalam memilih materi. Banyaknya kegiatan dan juga tingkat kesulitan mempengaruhi kelancaran jalannya pemberdayaan, maka pengurus memilih tiga kegiatan khusus dalam


(98)

pemberdayaan lansia ini yang masing-masing mempunyai materi berbeda. Materi yang diberikan dalam pemberdayaan lansia melalui kegiatan keagamaan di Dusun Gatak yaitu cara membaca iqro’, Al-Quran dan terjemah, kajian, serta yasinan. Hal ini disampaikan oleh SM:

“TPA niku seng Al-Quran nggeh moco Quran mbak nggko diartikke karo Mas WN, nek kajian Bu YL kwi bahas berita-berita seng anyar ngono kae barang. Koyo wingi kae bahas LGBT aku ngeri banget krungune”. (CW.7.4, hal:172)

Didukung dengan penuturan SY:

“….kajian itu juga bisa tahu perkembangan informasi dan aturan-aturan yang ada di Al-Quran” (CW.5.11, hal:163)

Sedangkan RW mengungkapkan bahwa:

“….Kalaupun dibuatkan kegiatan yang macem-macem itu takutnya malah memberatkan mbak soalnya kebanyakan dari mereka masih di sawah” (CW.3.9, hal:152)

Dikuatkan oleh pernyataan SD:

“….Wong nek geh ajeng diisi kathah-khatah wong pun do tuwo-tuwo nggeh radi kangelan nek menurute kulo. Kan geh taseh sok do teng sawah”. (CW.6.7, hal:167)

Pemilihan materi tersebut sudah sesuai dengan kebutuhan lansia, walaupun saat penentuan materi lansia tidak dilibatkan secara langsung namun berdasarkan pertimbangan dan musyawarah antar pengurus dan perwakilan remaja materi tersebut sudah disesuaikan dengan kebutuhan dan kemampuan para lansia.

Sesuai dengan pernyataan yang disampaikan oleh SM:

“Pun sesuai niku mbak wong seng dereng saget nggeh katah. Pas awal TPA niko mangkat kathah mbak mbok wong 50 wae ono neng omahe Mas RD niku nengo kok terus do jeleh. Seng bertahan nggeh kantun niko ming ora wingi kae 20-30 mbak. Nek gawe snek 40 wongan”. (CW.7.7, hal:172)


(99)

Diperjelas oleh WJ:

“Nggeh pun mbak, kan kathah seng dereng saget, nek wes tuwo ki lak yo butuh to mbak” (CW.8.7, hal:177)

Hal tersebut dikuatkan oleh Ustadz BS:

“Iya sudah, warga juga merindukan ada kegiatan keagamaan. Orang kalau sudah sepuh-sepuh ya saya kira yang lebih dibutuhkan adalah lebih mendekatkan diri kepada Seng Kuasa. Ya menurut saya sudah pas kegiatan ini”. (CW.1.3, hal:140)

Seperti yang diungkapkan oleh Ustadzah LI:

“Pada awal dulu dibentuknya itu banyak sekali yang ikut dan mereka memang belum bisa membaca Al-Quran jadi saya rasa materinya sudah sesuai dan juga kajian itu diisi dengan perkembangan berita terkini atau ya yang lagi ngetren apa gitu mbak”. (CW.2.3, hal:144)

Saat pembelajaran, lansia mempunyai tinggat pemahaman dan perkembangan yang berbeda-beda, oleh karena itu keaktifan lansia dalam bertanya menjadi hal yang sangat penting. Lansia yang mengikuti pemberdayaan lansia di Dusun Gatak tidak segan-segan untuk bertanya tentang materi yang kurang dipahami atau permasalahan yang sedang dihadapi. Seperti yang diungkapkan oleh BS:

“Kalau tanya tentang materi ya pasti pernah mbak mereka tanya cara bacanya gimana gitu. Kadang juga ada yang tanya masalah lain kayak sholat atau puasa gitu. Ya saya jawab mbak, saya malah seneng kalau mereka bertanya, artinya kan mereka juga tertarik untuk lebih banyak tahu”. (CW.1.10, hal:142)

Dikuatkan oleh pernyataan LI:

“Ya mereka kalau ga bisa ya tanya mbak, kalau huruf yang bunyinya agak sama gitu mereka mesti keliru jadi kadang waktu ketemu sama huruf itu diam dulu karena takut kebalik. pernah waktu itu kami belajar sambil mereka meme gabah di depan rumah”. (CW.2.10, hal:146)


(100)

Nggeh niku mbak. Mboten usah isen nek kados kulo ngeten. Kados Mbak NH niku salah dibenerke, wedi nek kulo kan mboten. Nek mboten saget, seng bener niku pripun. Seng marai sero digetakko kulo mboten wedi. Nek ora iso terus dinengke wae yo kapan leh iso? Diomongke mawon kaleh Mas BS seng mboten saget pundi ngoten”. (CW.8.18, hal:179)

Hal yang sama dikatakan oleh SD:

“Nggeh mbak nek kangelan ngoten kulo matur, nek mung meneng ngeh kapan isane. Nek riyen-riyen nggeh nate isin tapi sak niki pun mboten. Sak niki nek mboten saget nggeh tangklet ngoten”. (CW.6.18, hal:169)

Selain lansia yang aktif dalam pembelajaran, lansia juga diberikan kewenangan dan kebebasan untuk menyampaikan pendapatnya berkaitan dengan kegiatan-kegiatan yang ada dalam pemberdayaan lansia di Dusun Gatak. Seperti yang diungkapkan oleh SD:

“Geh nek enten seng ajeng dirembug geh kulo urun rembug, kados nek teng yasina ngoten niko kan dirembug bareng-bareng. Terus mangkeh hasile nopo nek enten perubahan ngoten gari disanjangke kaleh gurune ngoten” (CW.6.9, hal:167)

Dikuatkan oleh pernyataan WJ:

“Nggeh mbak, nek enten seng pengen diusulke nggeh ngomong kaleh gurune ngoten mbak. Misale jawoh terus diganti malem sabtu ngoten” (CW.8.9, hal:177)

Didukung dengan penuturan SM:

“Mesti nek kuwi mbak, nek ono opo-opo mesti musyawarahke kabeh melu usul piye apike ngoten. Koyo pas pak GL lungo ra gelem mulang kae terus do laporan to terus pie wong tuwo-tuwo ki? Nek ora ono seng do mimpin tetep ra iso mlaku nek ora ono ustade ngono to. Terus akhire mas WN ki berjuang pie carane gen iso tetep berjalan kegiatanane, bar ono Mas WN kwi lagi gelem mbak” (CW.7.9, hal:173)

Berdasarkan wawancara di atas dapat disimpulkan bahwa materi yang disampaikan dalam pemberdayaan lansia adalah cara membaca iqro’, Al-Quran, mengkaji ayat-ayat Al-Al-Quran, membaca surat yasin, dan kajian yang


(101)

tidak dilibatkan dalam penentuan materi akan tetapi materi tersebut sudah disesuaikan dengan kebutuhan dan kemampuan para lansia, serta lansia juga dapat mengikuti kegiatan-kegiatan dalam pemberdayaan secara rutin. Saat pembelajaran berlansung, para lansia juga menyampaikan kesulitan dalam belajar kepada ustadz/ustadzah yang mengajar.

Dari hasil pengamatan peneliti memperoleh informasi bahwa ada lansia yang tidak berangkat secara rutin. Lansia yang aktif rutin mengikuti pemberdayaan tersebut sekitar 80%, dan 20% adalah lansia yang mengikuti pemberdayaan lansia akan tetapi belum berangkat secara rutin. Saat pembelajaran memang para lansia masih banyak yang lupa sehingga bertanya kepada ustadz/ustadzah, akan tetapi ustadz/ustadzah meminta para lansia untuk berusaha mengingat-ingat terlebih dahulu.

2. Hasil Pemberdayaan Lansia Melalui Kegiatan Keagamaan

Kegiatan TPA dapat memberikan hasil berupa pengetahuan dan kemampuan lansia dalam membaca iqro’ sampai dengan Al-Quran. Ustadz/ustadzah membimbing dan mengikuti perkembangan kemampuan lansia saat pelaksanaan pembelajaran. Dapat dilihat dari penjelasan BS:

“Waktu ngaji kan kelihatan mbak. Kalau ada materi yang sudah lewat tapi kok lupa, lha itu berarti mereka belum paham sepenuhnya mungkin baru ditahap menghafal”. (CW.1.12, hal:142)

Selain itu ada penuturan lain dari LI:

“Kami pakai EBTA mbak, di halaman terakhir setiap jilid di iqro itu kana da EBTA. Nah kalau misal belum lulus itu ya belum naik jilid selanjutnya gitu”. (CW.2.12, hal:146)


(102)

Lansia juga terbuka dalam menyampaikan kesulitan, kritik maupun saran kepada ustadz/ustadzah dan juga pengurus. Keterbukaan tersebut menumbuhkan interaksi yang baik antara lansia, pengurusa maupun Ustadz/ustadzah. Hal ini diungkapkan oleh RW:

“Terbuka mbak mereka itu, kalau mau ada perubahan atau apa ya itu mereka musyawarah nanti bilang ke kami. Kalau mereka ada kesulitan mereka juga tanya”. (CW.3.15, hal:154)

Hal yang sama diungkapkan oleh AN:

“Ya terbuka mbak disini kan masih apa ya istilahnya desa gitu lho mbak jadi sama tetangga disini mbasih bagus, gotong royongnya juga masih bagus. Sini biasa rembukan mbak sudah biasa menyampaikan keluhan dan ide tu”. (CW.4.15, hal:159)

Selama beberapa tahun mengikuti pemberdayaan lansia melalui kegiatan keagamaan yang diselenggarakan, lansia telah mendapatkan perubahan dalam kemampuannya membaca iqro’ dan Al-Quran. Seperti yang disampaikan oleh BS:

“Beberapa diantara mereka jadi sering jamaah di Masjid mbak saya sering ketemu. Masjid sekarang jadi lumayan rame Alhamdulillah ya sedikit-sedikit ada kemajuan mbak”. (CW.1.13, hal:142)

Diperkuat oleh pernyataan LI:

“Kalau perubahan itu ya pelan-pelan ya mbak ga bisa dilihat secara cepat. Dulu di sini itu banyak yang pelihara anjing dan yang melihara itu malah yang muslim. Katanya anjing itu gedenya cepet jadi cepet bisa dijual gitu mbak. Tapi sekarang sudah berkurang, ya memang masih ada tapi sudah berkurang. Kalau sedang ketemu ngaji bareng gitu suka saya srempetin gitu kalau anjing itu najis. Dulu juga waktu saya masih awal pindah di sini kalau ada yang meninggal itu yang mensucikan dan mandiin itu Pak Rakun mbak. Baik yang peningal perempuan ataupun laki-laki semua yang mandiin Pak Rakun, kan harusnya yang boleh mandiin kan yang semahromnya kan”. (CW.2.13, hal:147)


(103)

“Perubahannya yang jelas kegiatan keagamaan sekarang jadi banyak mbak dengan kata lain warga disini lansia pun juga masih belajar dan mereka rajin. Mereka juga lebih sering jamaah di masjid sekarang kayak mbah HJ itu subuh pun jamaah di Masjid lho itu mbak. Ya karena kegiatannya adalah TPA mereka ya sedikit-sedikit bisalah iqro dan Al-Quran”. (CW.3.11, hal:153)

Didukung oleh pernyataan WJ:

“Kulo dados ngertos sekedik bab agama kados poso, kados sedekah niku. Senajan awake dewe wong ra duwe, tapi yo nek iso sedekah. Kulo riyen blas dereng saget ngaji sakniki pun iqro’ 6 nggeh Alhamdulillah alon-alon. Geh sekedik-sekedik mbuh ditompo nopo mboten seng penting pun usaha lak ngoten”. (CW.8.12, hal:178)

Perubahan dan peningkatan kemampuan membaca iqro’, Al-Quran maupun pengetahuan tentang agama yang didapat oleh lansia menjadi cerminan bahwa para lansia merasa terfasilitasi dengan adanya pemberdayaan lansia yang ada. Dapat dilihat dari pernyataan WJ:

“Kegiatan ini bermanfaat. Kemarin saya tanya pada Mas BS tentang puasa kalau tidak sahur puasanya batal atau tidak. Setelah mendapat jawaban saya menjadi tidak ragu lagi, saya tahu dasarnya”. (CW.8.11, hal:187) Hal yang sama diungkapkan oleh SD:

“Geh bermanfaat sanget mbak wong nek pun tuwo ngeten niki nopo maleh seng perlu digolekki mbak lak nggeh sangu damel ngenjeng. Nek kulo sok ajar moco surat pendek mbak”. (CW.6.11, hal:198)

Sedangkan AN menyampaikan:

“Iya mbak saya rasa terfasilitasi dulu kan ga ada kegiatan kayak gini. Kayak mbah saya itu, dulu kan mbahe tinggalnya masih di rumahnya sana kana da kegiatan ngajinya kan dekat sama pesantren terus pindah sini dulu ga ada ya pengen ngaji lagi katanya”. (CW.4.12, hal:158)

Lansia merasa terfasilitasi dan telah mendapatkan hasil berupa meningkatnya kemampuan membaca iqro sampai dengan Al-Quran. Dengan adanya hasil tersebut belum tentu pemberdayaan tersebut telah berjalan dengan efektif dan efisien. Dipaparkan oleh BS:


(104)

“Kalau dibilang sudah efektif dan efisien kok juga belum cukup saya rasa. Ya sudah tapi sedikit-sedikit soalnya dari pengajar juga kadang ada kegitan penting jadi tidak bisa datang. Sedangkan pesertanya kan sudah lansia jadi juga agak special dibandingkan dengan yang lain” (CW.1.16, hal:142)

Ditegaskan oleh LI:

“Ya gimana ya mbak berhubung yang belajar itu simbah-simbah ya belum bisa efektif dan efisien. Misalkan kami ngajar sudah memberikan permisalan juga tapi kalau mereka belum bisa nangkep kan otomatis mereka belum bisa lanjut ke halaman berikutnya mbak. Kami juga yang ngajar kan gantian, kalau misalkan saya ga bisa ya nanti ada Pak BS kadang ya yang lain, kalau memang semua tidak bisa ya sudah kan terpaksa mereka belajar sendiri mbak”. (CW.2.16, hal:148)

Dalam pelaksanaan sebuah kegiatan dibutuhkan evaluasi untuk membuat sebuah kemajuan dalam kegiatan yang akan datang. Pemberdayaan lansia yang ada di Dusun Gatak khususnya pada kegiatan TPA, para ustadz/ustadzah melakukan evaluasi pembelajaran menggunakan EBTA dalam iqro’. Berikut penuturan BS:

“Tidak ada evaluas mbak, adanya ya pakai EBTA itu di iqro”. (CW.1.11, hal:141)

Hal yang saja juga dingkapkan oleh RW:

“Evaluasi kalau dari kami yang menyelenggarakan belum ada mbak paling sama yang ngajar itu kami kalau ada masalah apa atau mau diganti apanya gitu kami serahkan ke para lansia kok. Lansia pengennya gimana terus kami tinggal terima ngikut aja kan kegiatannya udah jalan”. (CW.3.10, hal:152)

Dipertegas oleh pernyataan AN:

“Dari kami pengurus tidak ada evaluasi mbak sejauh ini belum ada tu, mungkin diadakannya sama gurunya yang ngajar mbak kan kami sebatas penyelenggara nanti kalau ada laporan apa gitu kami baru bertindak”. (CW.4.10, hal:158)


(105)

untuk mengikuti kegiatan-kegiatan dalam pemberdayaan yang diselenggarakan. Hal ini disampaikan oleh SM:

“Nggeh mbak terus niku. Wong mbiyen Pak GL wegah mulang kae wae terus dibingung do berjuang pokokke piye carane kudu ngajine ki tetep mlaku kok. Jaman saiki nek ora ngaji ki wes ra iso mbak” (CW.7.14, hal:174)

Pernyataan yang sama juga disampaikan oleh SY:

“Nggeh mbak biarpun tidak sekolah tapi nek saget ngaji itu bisa sedikit-sedikitlah, sudah tua ngeten nggeh nopo maleh seng dipadosi mbak” (CW.5.14, hal:163)

Diungkapan oleh AN:

“Kelihatannya termotivasi mbak wong waktu ada masalah pengajarnya ga mau datang mereka juga ikut ngurusin pokoknya kegiatan ini harus jalan terus gitu mbak” (CW.4.13, hal:158)

Pemberdayaan lansia yang memfasilitasi lansia dalam berkegiatan merupakan hal yang diharapkan oleh lansia, kerena sebelumnya belum ada kegiatan yang diperuntukkan bagi lansia. Lansia merasa lebih termotivasi untuk melalukan kegiatan apabila dilakukan bersama-sama dengan banyak teman seusia.

Berdasarkan hasil wawancara di atas dapat disimpulkan bahwa hasil dari pemberdayaan lansia melalui kegiatan keagamaan yaitu meningkatnya kemampuan lansia dalam membaca iqro’ maupun Al-Quran, para lansia menjadi rajin berjamaah di Masjid, bertambahnya wawasan keagamaan yang dimiliki lansia, dan lansia terbuka dengan adanya perkembangan informasi terbaru.


(106)

3. Faktor Pendorong dan Penghambat Pemberdayaan Lansia Melalui Kegiatan Keagamaan

a. Faktor Pendorong

Dari hasil penelitian terdapat beberapa faktor pendukung pemberdayaan lansia melalui kegiatan keagamaan, seperti yang diungkapkan oleh BS:

“Pendukungnya salah satunya ada fasilitas. Terus dari mbah-mbahnya juga semangat, mereka merasa butuh. Kalau di pengajarnya sendiri sebisa mungkin meluangkan waktu malem Jumat. Kadang yang ngajar ada yng diajar ga ada kadang sebaliknya” (CW.1.17, hal:143)

Selain itu LI juga mengatakan bahwa:

“Yang mendukung itu semangat dari si mbah-mbahnya itu mbak, mereka semangat sekali walaupun ya bisa dibilang banyak yang lupa atau salah gitu ya. Kalau yang masih umur itu 70 kebawah masih mending sekarang sudah ada yang iqro’ 6 tapi kalau yang 70 ke atas ya harus sabar mbak. Kadangan mereka semangat malah kami yang sibuk”. (CW.2.17, hal:148) Sedangkan RW menyapaikan bahwa:

“Faktor pendorongnya itu warganya sendiri juga gampang digerakkan mereka semangat mbak walaupun awalnya itu banyak sekali tapi terus jadi separonya ya kan sudah lumayan. Terus disini yang ngajar juga mau meluangkan waktu walaupun tidak dibayar itu lho mbak”. (CW.3.16 hal:154)

Hal tersebut didukung oleh pernyataan SD:

“Pengen saget ngoten mbak wong nek dipikir wong urip pisan bondo donyo ra digowo nggeh to? Kulo nggeh pun iqro’ enem pun ajeng rampung kan nggeh pengene cepet saget. Geh mugi-mugi lancar saget tumut rencange moco Al-Quran”. (CW.8.19, hal:179)

Sejalan dengan penuturan SM:

“Yo pengen iso wae mbak. Mbiyen arep sinau ngaji urung ono TPA, lha saiki wes digawekke TPA lak yo kepenak garek mangkat mbak”. (CW.7.19, hal:174)


(107)

Dari pernyataan-pernyataan di atas, dapat disimpulkan bahwa faktor pendukung yang membantu kelancaran berjalannya pemberdayaan lansia melalui kegiatan keagamaan, antara lain adalah:

1) Faktor sumber daya manusia

Adanya pemberdayaan lansia di Dusun Gatak merupakan wujud dari kepedulian seluruh warga terutama pengurus terhadap lansia. Pengurus yang berusaha memfasilitasi lansia dengan kegiatan-kegiatan keagamaan sesuai dengan kebutuhan lansia. Ustadz/ustadzah yang suka rela mengajar, sabar, dan berkenan meluangkan waktu untuk lansia di kegiatan TPA, kajian, maupun di kegiatan yasinan.

2) Faktor peserta didik

Faktor ini merupakan faktor yang penting dalam berjalannya proses pemberdayaan lansia. Para lansia sebagai peserta didik mempunyai semangat yang tinggi, walaupun para lansia mengalami beberapa kesulitan belajar. Lansia di Dusun Gatak umumnya masih bekerja di sawah, jika dilihat dari usia dan juga rutinitas tersebut sudah menyita waktu dan tenaga akan tetapi para lansia masih mau meluangkan waktu serta berusaha belajar.

3) Sarana dan prasarana

Lancarnya sebuah kegiatan pasti tidak luput dari sarana dan prasarana pendukung kelancaran kegiatan hingga tercapainya tujuan yang diharapkan. Dalam pemberdayaan ini sarana dan prasarana yang disediakan oleh pengurus adalah berupa tempat dan kelengkapan


(108)

pembelajaran. Sarana dan prasarana tersebut juga disediakan secara gratis oleh pengurus diambilakan dari uang infaq dan sosial agar tidak memberatkan para lansia.

4) Faktor lingkungan masyarakat

Lingkungan merupakan salah satu faktor pendukung pemberdayaan ini dikarenakan lingkungan yang ada ikut membantu kelancaran kegiatan. Warga masyarakat yang terbuka dengan adanya pemberdayaan membantu memberikan dukungan kepada lansia. Dukungan tersebut berbentuk respon yang baik dan juga membantu proses belajar para lansia saat di rumah. Bersedia menyediakan tempat yang akan digunakan sebagai tempat dilaksanakannya kegiatan yasinan setiap Kamis malam bada isya’.

b. Faktor Penghambat

Pemberdayaan yang dilaksanakan tidak hanya mempunyai faktor pendukung, akan tetapi juga mempunyai faktor penghambat. Faktor penghambat tersebut berasal dari diri lansia maupun dari luar diri lansia. Seperti yang diungkapkan oleh LI:

“Penghambatnya mungkin waktu kami semua yang ngajar punya kesibukan kali ya mbak, kan kami biasanya gantian ngajarnya tapi kalau pas ga bisa semua ya mau tidak mau harus libur atau diundur malem Sabtu. Terus Si mbah-mbahnya sering lupa jadi kami kan belum bisa meluluskan halaman itu jadi diulang-ulang terus”. (CW.2.18, hal:148) Sedangkan RW menjelaskan bahwa:

“….Terus masalah waktu mbak, yang ikut kan sudah tua, bekerja lagi kan ya pasti sibuk ada waktu cuma malam itu saja pasti capek makannya kami adakan seminggu sekali habis isya dimalam Jumat sama malem minggu kalau yang TPA”. (CW.3.17, hal:154)


(109)

Didukung dengan pernyataan AN yaitu:

“Kalau dilihat dari kondisinya usianya kan sudah lansia kan ya mbak jadi yang paling kelihatan kan fisik mereka sudah tidak sekuat kita. Jadi kalau belajar dengan kondisi yang capek kan ya nangkepnya jadi susah dan lagi mereka mungkin agak lupa-lupa gitu mbak kalau dari warganya”. (CW.4.19, hal:160)

Hal ini juga disampaikan oleh salah seorang lansia yaitu SD:

“Kadang sok kesel niku mbak dados kadang nggeh mboten mangkat. Nek enten ayat seng gandeng-gandeng dowo ngoten kulo sok lalai mocone”. (CW.6.21, hal:170)

Dari hasil wawancara di atas dapat disimpulkan bahwa terdapat beberapa hambatan yang ada dalam pemberdayaan lansia melalui kegiatan keagamaan, yaitu sebagai berikut:

1) Kondisi fisik lansia

Memasuki usia lanjut kondisi fisik lansia mengalami penurunan seperti daya ingat, daya tangkap belajar, struktur gigi yang sudah tidak lengkap, dan daya tahan tubuh. Dalam belajar lansia mudah lupa, dan kesulitan dalam mengucapkan huruf dengan benar. Aktifitas yang dimiliki lansia di pagi sampai dengan sore hari menjadikan lansia merasa kelelahan dan dapat menghambat konsentrasi lansia dalam belajar. Usia yang sudah berlanjut juga membuat lansia lebih lambat mengikuti pembelajaran yang ada.

2) Faktor sumber daya manusia

Sumber daya manusia menjadi faktor pendorong dan juga dapat menjadi faktor penghambat. Ustadz/ustadzah yang mengajar mempunyai kesibukan masing-masing dengan pekerjaan yang dimiliki.


(110)

Jumlah pengajar yang terbatas dan kesibukan yang dimiliki menjadi hambatan dalam pelaksanaan pembelajaran. Saat semua Ustadz/ustadzah mempunyai kesibukan di luar maka pembelajar terpaksa di ganti pada keesokan harinya atau bahkan diliburkan.

3) Keterbatasan waktu

Baik para lansia maupun Ustadz/ustadzah masing-masing mempunyai kesibukan dipagi hari sampai sore hari. Waktu luang yang dimiliki hanya malam hari, sedangkan di malam hari kondisi badan sudah lelah. Waktu yang digunakan dalam pemberdayaan ini adalah bada maghrib sampai dengan isya’ dan ada yang setelah isya’. TPA dilaksanakan bada maghrib sampai dengan isya’ sedangkan lansia yang mengikuti kegiatan ini sangat banyak, jadi pembelajaran belum bisa berjalan efektif dan efisien


(111)

C. Pembahasan

1. Pemberdayaan Lansia Melalui Kegiatan Keagamaan a. Pelaksanaan

Pemberdayaan yang dilakukan di Dusun Gatak merupakan pemberdayaan di bidang pendidikan yaitu melalui kegiatan kegamaan. Sesuai dengan kebijakan Kementrian Sosial yang mengemukaan bahwa usia lanjut mempunyai kebutuhan fisik, psikis, sosial, dan spiritual. Kebutuhan spiritual lansia diwujudkan dangan adanya pemberdayaan lansia melalui kegiatan keagamaan yaitu dibidang pendidikan. Berdasarkan pendapat Onny (1996:72), pada hakikatnya proses pemberdayaan di bidang pendidikan merupakan pendekatan holistik yang meliputi pemberdayaan sumber daya manusia, sistem belajar mengajar, instruksi atau lembaga pendidikan dengan segala sarana dan prasarana pendukungnya. Pemberdayaan yang diselenggarakan tidak lepas dari proses perencanaan yang dilakukan bersama-sama antara pengurus masjid dan perwakilan remaja.

Pemberdayaan lansia melalui kegiatan keagamaan diselenggarakan oleh pengurus Masjid Al-Iman Dusun Gatak. Proses perencanaan diawali dengan musyawarah yang melibatkan pengurus Masjid dan perwakilan remaja. Permusyawarahan tersebut membahas tentang permasalahan yang ada di Dusun Gatak seperti halnya kondisi Masjid yang sepi akan kegiatan dan juga jamaah yang hadir saat waktu sholat tiba. Ditambah lagi banyak lansia di Dusun Gatak masih banyak yang belum bisa membaca Al-Quran, padahal Dusun Gatak sendiri telah mendapat julukan sebagai Kampung Al-Quran.


(112)

Proses perencanaan tersebut dilakukan secara musyawaran dan menghasilkan keputusan untuk membuat pemberdayaan untuk para lansia yang dilakukan melalui kegiatan keagamaan. Pengurus kemudian menentukan berbagai macam kegiatan yang akan diadakan yaitu TPA, yasinan, dan kajian.

Penentuan kegiatan di dalam pemberdayaan tersebut didasarkan pada kapasitas kemampuan pengurus dan juga lansia sebagai sasaran program. Pengurus dan ustadz/ustadzah mempertimbangkan jenis kegiatan serta banyak kegiatan yang diadakan, karena lansia di Dusun Gatak masih mempunyai kegiatan di sawah disiang hari, sehingga pada waktu mengikuti kegiatan pemberdayaan lansia dalam keadaan lelah. Selain itu pengurus dan ustadz/ustadzah juga menghawatirkan kondisi fisik lansia yang mudah lelah, sehingga kegiatan dalam pemberdayaan dibatasi hanya tiga kegiatan. Jika terlalu banyak kegiatan ditakut akan memberatkan lansia, maka akhirnya dibentuklah tiga kegiatan yaitu TPA, yasinan, dan kajian.

Pengurus dan juga perwakilan remaja memilih untuk mengadakan kegiatan TPA, yasinan, dan kajian dengan berbagai pertimbangan. Tujuan diadakannya kegiatan TPA adalah agar lansia yang belum bisa membaca Al-Quran dapat belajar membaca Al-Al-Quran, serta memahami kandungan dari ayat-ayat Al-Quran. Adanya kegiatan yasinan diadakan di rumah-rumah warga secara bergantian bertujuan untuk mempererat tali silarurahim antar lansia. Pelaksanaan yasinan dilakukan di rumah-rumah warga juga bertujuan untuk menciptakan ikatan sosial yang erat antar lansia, sehingga hasil dari pemberdayaan ini tidak hanya berupa kognitif akan tetapi juga perubahan


(113)

perilaku sosial lansia. Seperti halnya jika ada lansia yang sedang sakit, maka para lansia yang mengikuti pemberdayaan lansia di Dusun Gakat menjenguk lansia tersebut secara bersama-sama. Selain itu lansia juga saling memberikan semangat untuk selalu mengikuti pemberdayaan lansia secara rutin. Sedangkan kegiatan kajian bertujuan untuk memberikan wawasan keagamaan kepada para lansia, dan juga menjadikan lansia terbuka dengan informasi serta fenomena terbaru yang terjadi di masyarakat dilihat dari sudut pandang agama.

Sesuai dengan pendapat Yudrik (2011:246) mengenai ciri-ciri lansia yang berkaitan dengan penyesuaian pribadi dan sosial yaitu sebagai berikut: 1) perubahan yang menyangkut kemampuan motorik, 2) kekuatan fisik, 3) perubahan dalam fungsi psikologis, 4) perubahan dalam sistem saraf, dan 5) penampilan. Berdasarkan ciri-ciri tersebut dapat diketahui bahwa keputusan pengurus untuk membatasi kegiatan dengan alasan kondisi fisik lansia adalah keputusan yang tepat. Lansia yang memasuki usia lanjut sudah mengalami berbagai penurunan fisik.

Pada saat jenis kegiatan sudah ditentukan, pengurus menawarkan kepada peserta musyawarah yang hadir untuk menjadi tenaga pengajar dengan suka rela. Selain itu juga dibahas mengenai waktu, tempat serta biaya. Pada awalnya kegiatan TPA dilakukan di Rumah Bapak Takmir Masjid, dan disana ada 50 orang lansia yang mengikuti. Saat pertama kali diadakan pemberdayaan tersebut pengurus merasa kualahan, dikarenakan jumlah lansia yang hadir sebanyak 50 orang sedangkan ustadz/ustadzah yang ada hanya


(114)

enam orang. Setelah pertemuan pertama selesai, para pengurus beserta ustadz/ustadzah melakukan evaluasi dan koordinasi lebih lanjut. Evaluasi tersebut menghasilkan keputusan yaitu membagi lansia kedalam beberapa kelompok agar pembelajaran dapat berjalan sesuai dengan harapan, efektif, dan efisien. Setiap kelompok terdiri dari 10 orang dan diampu oleh satu ustadz/ustdzah. Proses perencanaan dilakukan secara bertahap dan bermusyawarah menjadikan terbentuknya program pemberdayaan yang sesuai dengan kebutuhan saran program dan juga dapat berjalan efektif efisien.

Menurut Lawrence dalam Mardikanto (Burhanudin, 2008:47), menyatakan bahwa perencanaan program pemberdayaan menyangkut perumusan tentang: 1) proses perencanaan program, 2) penulisan perencanaan program, 3) rencana kegiatan, 4) pelaksanaan program kegiatan, dan 5) rencana evaluasi hasil pelaksanaan program. Berdasarkan hasil penelitian, proses perencanaan yang telah dilaksanakan di Dusun Gatak mencakup perencanaan program, penulisan perencanaan, rencana kegiatan, dan pelaksanaan program.

Terdapat perbedaaan antara konsep Lawrence dengan perencanaan yang telah dilaksanakan di Dusun Gatak, yaitu tahap perencanaan program pemberdayaan di Dusun Gatak tidak mengadakan rencana evaluasi hasil pelaksanaan program. Setelah terbentuk dan dapat berjalan pengurus maupun pengajar atau ustadz/ustadzah tidak melakukan evaluasi hasil pelaksanaan program, akan tetapi pengajar hanya melakukan evaluasi pembelajaran saja yaitu menggunakan EBTA di bagian iqro’ pada kegiatan TPA.


(115)

Pelaksanaan pemberdayaan lansia dilakukan secara rutin selama satu minggu sekali yaitu: 1) TPA Al-Quran pada Sabtu malam, 2) TPA iqro’ pada Kamis malam, 3) yasinan pada Kamis malam bada isya, dan 4) kajian pada Senin malam. Pelaksanaan pemberdayaan dilakukan secara rutin agar tujuan pemberdayaan dapat tercapai. Pemberdayaan yang dilakukan secara rutin dan terus menerus akan dapat membentuk pola kebiasaan perilaku dan kebiasaan melakukan aktifitas keagamaan. Melalui pembiasaan tersebut dapat mengubah pola kebiasaan lansia sehari hari yaitu meningkatnya kualitas keagamaan yang dimiliki oleh lansia. Hal tersebut merupakan salah satu tujuan pemberdayaan lansia di Dusun Gatak. tujuan yang dapat terwujud apabila proses pemberdayaan diikuti secara rutin atau terus menerus.

Pemberdayaan merupakan sebuah proses yang tidak dapat diukur secara matematis menggunakan batasan waktu dan dana, dengan kata lain pemberdayaan harus dilakukan secara terus menerus. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Suparjan (2003:44), bahwa indikator keberhasilan pemberdayaan hanya dapat dilihat dengan adanya community awareness, yaitu kesadaran dari masyarakat.

Tahap pelaksanaan keempat kegiatan tersebut secara garis besar terdiri dari tahap persiapan, pembukaan, inti, dan penutup. TPA Al-Quran terlebih dahulu para lansia bersama-sama menata tempat. Setalah itu pembelajaran dimulai dengan pembukaan, kemudian pada tahap inti Ustadz terlebih dahulu menuntun dan memberi petunjuk kepada para lansia untuk membaca ayat tersebut dengan benar, lalu para lansia mengikuti. Setelah diberikan petunjuk


(116)

kemudian para lansia membaca dengan keras menggunakan microfone satu orang satu ayat untuk dikoreksi kebenarannya oleh ustadz yang mengajar. Setelah semua lansia sudah membaca Ustadz kemudia mengkaji arti dari ayat yang telah dibaca. Berbeda dengan TPA iqro, pada TPA iqro’ para lansia hanya membaca iqro yang juga dinilai oleh Ustadz/ustadzah tidak mendapatkan pengkajian ayat.

Pada teori lain menurut Ambar (2004:83), menyebutkan bahwa pemberdayaan dilakukan secara bertahap. Tahap-tahap tersebut meliputi:

1) Tahap penyadaran dan pembentukan perilaku,

2) Tahap transformasi kemampuan berupa wawasan pengetahuan, dan 3) Tahap peningkatan kemampuan intelektual.

Sesuai dengan pemberdayaan lansia di Dusun Gatak juga dilaksanakan secara bertahap. Pemberdayaan dilakukan melalui kegiatan keagamanaan, dimana melalui kegiatan keagamaan tersebut lansia menjadi mempunyai kegiatan rutin yang diikuti. Dengan kata lain bahwa lansia mempunyai kebiasaan baru baik saat megikuti kegiatan secara rutin maupun menjadi rajin untuk berjamaah ke Masjid. Lansia juga belajar membaca Al-Quran serta mengikuti kajian, dimana dalam kajian tersebut lansia diberikan wawasan mengenai perkembangan berita terkini serta hukum Islam. Hal itu berarti ada transformasi kemampuan berupa penambahan wawasan pengetahuan keagamaan lansia yang berujung pada peningkatan kemampuan intelektual.

Pemberdayaan lansia dengan berbagai proses mulai dari perencanaan, pelaksanaa, hingga evaluasi dapat membentuk suatu model pemberdayaan.


(117)

Model pemberdayaan yang ada di Dusun Gatak dapat digambarkan dalam gambar II:

Gambar II. Model Pemberdayaan Dusun Gatak

Pada bagan II menggambarkan model pemberdayaan yang ada di Dusun Gatak diawali dengan tahap koordinasi yang dilakukan oleh pengurus Masjid, perwakilan remaja, dan perwakilan dari masyarakat setempat yang mewakili para lansia. Koordinasi dilakukan di Masjid membahas tentang awal akan dibentuknya pemberdayaan lansia di Dusun Gatak. Pada tahap planning membahas tentang perencanaan pemberdayaan secara keseluruhan meliputi jenis kegiatan, pengajar, frekuensi kegiatan, tempat, sarana prasarana, dan juga anggaran biaya. Setelah planning selesai kemudian tahap pelaksanaan lansia mengikuti pemberdayaan lansia yang terdiri dari tiga kegiatan yaitu TPA, yasinan, dan kajian. Adanya kegiatan-kegiatan tersebut kemudian

Pengembangan Kegiatan

Lansia

Koordinasi

Perencanaan

Pelaksanaan:

- TPA

- Yasinan - Kajian Pemanfaatan


(118)

terbentuk suatu kegiatan yang bersiklus yaitu yasinan yang dilaksanakan di rumah-rumah warga secara bergiliran. Hal tersebut bertujuan untuk mempererat tali silaturahim antar lansia. Kegiatan-kegiatan dalam pemberdayaan kemudian memberikan hasil yang positif bagi lansia yang dapat dimanfaatkan secara langsung dalam kehidupan sehari-hari.

b. Metode Pemberdayaan Lansia

Penyelenggaraan pemberdayaan lansia dilaksanakan pada malam hari yaitu saat para lansia mempunyai waktu luang untuk mengikuti kegiatan. Pembelajaran juga dilaksanakan setelah maghrib sampai dengan isya’ dengan kata lain waktu penyelenggaraan tidak begitu lama. Saat kegiatan pembelajaran tidak menggunakan alat peraga karena pembelajaran yang dilakukan adalah belajar membaca Al-Quran,kajian, dan yasinan.

Menurut Mardikanto (2015:211), pemilihan metode pemberdayaan harus selalu mempertimbangkan tiga hal yaitu: 1) waktu penyelenggaraan yang tidak terlalu mengganggu kegiatan/pekerjaan pokok lansia, 2) waktu penyelenggaraan sesingkat mungkin, dan 3) lebih banyak menggunakan alat peraga. Hal yang ditemukan di lapangan sesuai dengan dua poin dari teori yang disampaikan oleh Mardikanto. Hal tersebut adalah waktu penyelenggaraan yang tidak terlalu mengganggu kegiatan/pekerjaan pokok lansia yaitu dilaksanakan pada malam hari. Waktu penyelenggaraan juga dilakukan sesingkat mungkin yaitu dari jam 18.15-18.45 WIB. Sedangkan untuk point ketiga yaitu lebih banyak menggunakan alat peraga tidak diterapkan dalam pemberdayaan lansia di Dusun Gatak, karena materi yang


(119)

disampaikan tidak memerlukan alat peraga materi yang diberikan adalah cara membaca iqro’ dan Al-Quran, membaca surat yasin, dan kajian.

Pemberdayaan lansia di Dusun Gatak dilakukan menggunakan metode kelompok. Pelaksanaan kegiatan TPA dilakukan dengan cara membentuk kelompok-kelompok kecil, setiap kelompok terdiri dari 10 orang. Pada awal setelah terbentuknya pemberdayaan lansia, pelaksanaan kegiatan dilaksanakan bersama-sama dengan semua lansia yaitu sebanyak 50 orang. Saat kegiatan pembelajaran berlangsung terlihat bahwa pembelajaran belum dapat efektif dan efisien dikarenakan para lansia membutuhkan bimbingan khusus, cara lansa dalam belajar juga berbeda-beda. Setelah pengalaman pertama tersebut kemudian ustadz/ustadzah dan juga pengurus memutuskan untuk membagi lansia menjadi beberapa kelompok.

Kelompok yang sudah terbentuk kemudian diberikan satu ustadz/ustadzah yang bertanggung jawab mengampu para lansia. Dengan adanya pembagian kelompok tersebut memudahkan lansia maupun ustadz/ustadzah dalam pembelajaran. Ustadz/ustadzah dapat memahani dan memantau perkembangan lansia secara mendetail sehingga lansia dapat terbantu dengan mudah, karena para lansia di Dusun Gatak masih belum bisa membaca Al-Quran dan juga data ingan serta daya berfikir lansia sudah menurun. Penyampaian pembelajaran harus disampaikan secara berulang-ulang.

Pemberdayanaan memang dapat dilakukan secara individu maupun kelompok. Pemberdayaan yang dilakukan secara berkelompok dapat membangun semangat dari para sasaran pemberdayaan dan menciptakan rasa


(120)

saling mendukungan antar anggota kelompok. Pemberdayaan di Dusun Gatak diselenggarakan secara berkelompok yaitu kelompok TPA iqro’, kelompok TPA Al-Quran yang keduanya bersama-sama mengikuti kegiatan yasinan, dan kajian. Pada awal pembentukan, pemberdayaan lansia dilakukan menjadi satu kelompok. Pertemuan tersebut berjalan tidak efektif dan ustadz/ustadzah merasa kualahan. Kemudian dibuatkan kelompok-kelompok kecil agar pembelajaran dapat berjalan efektif dan efisien. Seperti pendapat yang dikemukakan oleh Friedman tentang pemberdayaan yang dapat dilakukan secara berkelompok, yaitu:

Proses pemberdayaan dapat dilakukan secara individual maupun kolektif (kelompok). Tetapi karena proses ini merupakan wujud perubahan sosial yang menyangkut relasi atau hubungan antara lapisan sosial atau status hirarki lain yang dicirikan dengan adanya polarisasi ekonomi, maka kemampuan individu “senasib” untuk saling berkumpul dalam suatu kelompokcenderung dinilai sebagai bentuk pemberdayaan yang paling efektif. Di dalam kelompok terjadi suatu dialogical encounter yang menumbuhkan dan memperkuat kesadaran dan solidaritas kelompok. Anggota kelompok menumbuhkan identitas seragam dan mengenali kepentingan kita bersama. (Onny, 1996:138)

Kegiatan-kegiatan yang ada dalam pemberdayaan lansia di Dusun Gatak dilakukan dengan pendampingan secara terus-menerus. Ustadz/ustadzah memberikan arahan dan pendampingan disetiap kegiatan, sehingga lansia akan lebih mudah menerima materi pemberdayaan. Proses pemberdayaan ini juga tidak hanya melibatkan ustadz/ustadzah dan para lansia akan tetapi juga melibatkan msyarakat sekitar. Masyarakat ikut membantu dalam perencanaan pemberdayaan serta dukungan dalam penyelenggaraan pemberdayaan. Serta kegiatan yang dilakukan menggunakan pendekatan secara kelompok sehingga


(121)

dapat menumbuhkan rasa memiliki, saling mendukung, dan solidaritas dalam kelompok.

Hal tersebut sesuai dengan pendapat Kartasamita dalam Mardikanto (2015:163) tentang tiga pendekatan yang harus dilakukan dalam proses pemberdayaan yaitu; 1) upaya harus terarah, 2) program harus melibatkan masyarakat, dan 3) menggunakan pendekatan kelompok. Ketiga pendekatan tersebut telah dilakukan dalam pemberdayaan lansia melalui kegiatan keagamaan di Dusun Gatak.

Pemberdayaan lansia yang dilakukan secara kelompok dapat menumbuhkan kesadaran dan solidaritas lansia dalam kelompok. Adanya interaksi yang baik antar lansia dalam proses pemberdayaan dapat membangun rasa saling memiliki sehingga dapat menjadi semangat tersendiri bagi lansia untuk mengikuti pemberdayaan secara kelompok. Adanya rasa saling memiliki juga menumbuhkan kepedulian antar sesama dan tidak lepas juga dengan kepedulian pemberdayaan lansia yang diikuti. Lansia di Dusun Gatak terbuka dengan masukan dan permasalaan yang ada. Para lansia biasa berdiskusi jika terdapat suatu permasalahan berkaitan dengan pelaksanaan pemberdayaan. Pengurus serta para Ustadz/ustadzah memberikan keleluasaan bagi lansia untuk ikut memajukan pamberdayaan lansia di Dusun Gatak melalui saran dan kritik yang ingin disampaikan. Lansia sebagai sasaran dalam pemberdayaan perlu dilibatkan langsung dalam proses pemberdayaan tersebut. Melibatkan lansia secara langsung dalam proses pemberdayaan merupakan langkah yang tepat, dikarenakan lansia merupakan seseorang yang sudah


(122)

melewati masa dewasa sehingga sudah mempunyai konsep diri, dapat mengembangkan diri, dan juga mempunyai pengalaman. Lansia mempunyai kebebasan untuk menentukan adapa yang ingin dilakukan untuk kebaikan dirinya. Memberikan kebebasan bagi lansia untuk melakukan keinginan dan memenuhi kebutuhan lansia juga merupakan pokok atau tujuan dari adanya pemberdayaan lansia.

c. Materi Pemberdayaan Lansia Melalui Kegiatan Keagamaan

M. Utsman (2002:10), mengemukanakan bahwa untuk memperoleh derajat ketaqwaan dan bukti dari keberimanan adalah dengan melakukan ibadah seperti sholat, puasa, zakat, dan haji yang berfungsi sebagai pendidik pribadi manusia, membersihkan jiwanya, mengajarkan banyak hal-hal terpuji dan bermanfaat yang dapat membantu menanggung beban hidup serta membentuk kepribadian yang harmonis dan sehat jiwanya.

Sedangkan menurut H. Alamsyah, manusia membutuhkan bimbingan dan petunjuk yang benar-benar bernilai mutlak untuk kebahagiaan di dunia dan di alam sesudah mati, sesuatu yang mutlak pula, yaitu Allah SWT. Melalui pemberdayaan lansia di Dusun Gatak, lansia diberikan kesempatan untuk meningkatkan pengetahuan keagamaan. Pendidikan keagamaan sangat diperlukan oleh lansia sebagai bekal hidup dimasa yang akan datang.

Pemberdayaan lansia di Dusun Gakat meliputi beberapa kegiatan diantaranya yaitu TPA, yasinan, dan kajian. Menurut Kemendikbud (2010:13), menyebutkan contoh kegiatan keagamaan adalah: 1) Mustabaqoh tilawatil Qu’an, 2) ceramah pengajian mingguan, 3) peringatan hari besar, 4)


(123)

kunjungan ke museum, ziarah ke makan Islam, 5) seni kaligrafi, 6) penyelenggaraan shalat jumat, shalat tarawih, 7) cinta alam.

Lansia di Dusun Gatak mayoritas belum bisa membaca Al-Quran dan belum pernah mengikuti kegiatan kegamaan sebelumnya, saat masih muda maupun ketika sudah lansia seperti sekarang. Menurut Zakiah Daradjat (http://eprints.ums.ac.id/), bahwa kegiatan keagamaan seseorang dipengaruhi oleh beberapa hal yaitu:

Pada umumnya agama seseorang ditentukan oleh pendidikan, pengalaman, dan latihan-latihan yang dilaluinya pada masa kecilnya. Seorang yang pada waktu kecilnya tidak pernah mendapatkan pendidikan agama, maka pada masa dewasanya nanti ia akan merasa pentingnya agama dalam hidupnya. Lain halnya dengan orang yang waktu kecilnya mempunyai pengalaman agaman, misalnya kedua orangtuanya tahu tentang agama, ditambah pula pendidikan agamaan, secara sengaja di rumah, di sekolah, dan masyarakat. Maka orang-orang itu akan dengan sendirinya mempunyai kecenderungan kepada hidup dalam aturan-aturan agama, terbiasa menjalankan ibadah, takut melangkahi larangan-larangan agama dan dapat merasakan betapa nikmatnya hidup beragama.

Beberapa jenis kegiatan keagamaan yang diadakan di masyarakat pada umumnya mempunyai kesamaan jenis, karena ada di beberapa daerah yang memang sudah mempunyai tradisi kegiatan keagamaan yang dilakukan secara turun temurun. Pemberdayaan lansia melalui kegiatan keagamaan di Dusun Gatak dilakukan secara rutin satu minggu sekali. Kegiatan TPA dibagi menjadi dua kelompok yaitu kelompok Al-Quran dan kelompok iqro’. TPA Al-Quran dilaksanakan pada pukul 18.15 WIB – 18.45 WIB atau bada maghrib sampai waktu isya’ setiap hari Sabtu di Masjid Al-Iman. TPA iqro dilaksanakan pada pukul 18.15 WIB – 18.45 WIB setiap hari Kamis di Masjid Al-Iman. Kegiatan yasinan dilaksanakan pada pukul 19.30 WIB – 21.00 di


(124)

hari Kamis bertempat di rumah warga secara bergilir. Sedangkan kajian dilakukan pada pukul 18.15 WIB – 18.45 WIB setiap hari Senin.

Materi yang disampaikan adalah cara membaca iqro’ dan Al-Quran, dilanjutkan dengan mengkaji ayat Al-Quran yang telah dibaca. Pengkajian ayat tersebut dilakukan oleh ustadz yang mengampu TPA Al-Quran. Sedangkan pada kegiatan yasinan, lansia membaca surat Yasin bersama-sama. Ada hal yang menarik dari kegiatan yasinan ini, para lansia melaksanakan kegiatan tersebut di rumah-rumah lansia secara bergiliran. Menurut hasil wawancara, hal tersebut dilakukan agar para lansia dapat saling bersilaturahim antar lansia. Keadaan tersebut menunjukkan adanya interaksi yang terjalin baik antar lansia, adanya kepedulian, dan rasa saling memiliki. Dalam pemberdayaan ini juga dapat menumbuhkan hubungan sosial yang baik antar lansia.

Pada kegiatan kajian, lansia diberikan materi tentang hukum agama. Ustadzah menyampaikan materi tentang hukum agama dengan diberikan contoh dari kehidupan sehari-hari atau peristiwa yang sedang terjadi di mayarakat luas. Dari materi tersebut lansia dapat bertanya maupun menyampaikan pendapatnya berhubungan dengan materi yang telah disampaikan.

2. Hasil Pemberdayaan Lansia Melalui Kegiatan Keagamaan

Dalam pemberdayaan lansia di Dusun Gatak ustadz/ustadzah mendampingi lansia secara terus menerus dalam kegiatan TPA, kajian, maupun yasinan. Selain mendampingi ustadz/ustadzah juga memberikan


(125)

arahan kepada lansia, sehingga ustadz/ustadzah mengetahui perubahan positif dari para lansia sebelum dan sesudah mengikuti pemberdayaan lansia. Perubahan tersebut merupakan hasil dari pemberdayaan yang telah diikuti secara rutin.

Pendampingan yang dilakukan secara terus menerus disertai dengan pengamatan perkembangan lansia telah sesuai pendapat Kartasasmitas, yaitu untuk mengetahui seberapa jauh pemberdayaan telah berhasil, perlu ada pemantauan dan penetapan sasaran, sejauh mungkin yang dapat diukur untuk dibandingkan (Mardikanto, 2015:290).

Berdasarkan hasil penelitian ditemukan bahwa hasil pemberdayaan lansia melalui kegiatan keagamaan yaitu berupa perubahan kognitif, perubahan perilaku, dan implementatif. Secara rinci yaitu sebagai berikut:

a. Perubahan kognitif

Perubahan kognitif yaitu perubahan berupa peningkatan pengetahuan dan kemampuan lansia dalam membaca iqro’ maupun Al-Quran. Pada awal dibentuknya pemberdayaan lansia di Dusun Gatak, terdapat 50 orang lansia yang masih belum bisa membaca Al-Quran. Setelah mengikuti pemberdayaan secara rutin sekarang para lansia sudah bisa membaca Al-Quran dan masih ada yang masih iqro’. Jumlah lansia yang sudah bisa membaca Al-Quran yaitu kurang lebih 30 orang, sedangkan lansia yang masih iqro’ ada tujuh orang.

Selain berupa peningkatan pengetahuan dan kemampuan lansia dalam membaca iqro’ maupun Al-Quran, wawasan keagamaan yang dimiliki lansia juga bertambah, dan lansia terbuka dengan adanya perkembangan informasi


(126)

terbaru. Melalui kegiatan kajian lansia diberikan wawasan keagamaan mulai dari hukum agama sampai dengan perkembangan terkini dipandang dari sudut pandang Islam. Sebelum mengikuti kegitan-kegiatan pemberdayaan lansia di Dusun Gatak, lansia hanya mempunyai rutinitas bekerja di sawah dan belum terfasilitasi dengan pendidikan lansia. Adanya pemberdayaan ini lansia diberikan wawasan keagamaan sehingga lansia dapat berwawasan keagamaan sebagai bekal dalam kehidupan. Seperti yang dilakukan oleh beberapa lansia yang bertanya mengenai permasalahan dan kebingungan lansia mengenai hukum agama dalam hal puasa, dan sholat. Hal tersebut menandakan hasil dari pemberdayaan lansia ini dapat diaplikasikan langsung dalam kehidupan sehari-hari lansia.

Selain wawasan keagamaan mengenai hukum agama, lansia juga diberikan pengetahuan tentang berita-berita perkembangan terkini. Dalam kajian lansia diberikan pengetahuan dan pengertian permasalahan yang terjadi saat ini jika dipandang dari sudut pansang hukum Islam. Hal tersebut bertujuan agar para lansia juga terbuka dengan perkembangan terkini dan tidak merasa tabu. Berbekal pengetahuan tersebut lansia juga dapat memperkaya pengetahuan diri sendiri, dan juga dapat berbagi pengetahuan dengan cara menasehati anggota keluarga dalam hal agama.

b. Perubahan perilaku

Perubahan perilaku yaitu perubahan berupa tindakan yang dilakukan lansia sebelum mengikuti pemberdayaan dan setelah mengikuti pemberdayaan. Perubahan perilaku lansia setelah mengikuti pemberdayaan lansia yaitu


(127)

sebelum mengikuti pemberdayaan lansia, para lansia jarang berjamaah di Masjid, setelah mengikuti kegiatan-kegiatan dalam pemberdayaan menjadi rajin berjamaah di Masjid. Salah satu dari tujuan dibentuknya pemberdayaan lansia ini adalah membuat masyarakat khususnya lansia menjadi rajin berjamaah di Masjid sehingga Masjid dapat ramai oleh jamaah. Dengan adanya pemberdayaan ini kesadaran lansia semakin meningkat sehingga sering mengikuti jamaah di Masjid.

Keberhasilan pemberdayaan berupa perilaku juga dapat dilihat dari kemandirian para lansia. Pada saat Ustadz/ustadzah tidak dapat hadir secara mendadak untuk mengajar dan mendampingi, para lansia tetap melaksanakan kegiatan secara mandiri. Dalam kegiatan TPA, para lansia melakukan pembelajaran secara mandiri yaitu dengan cara membaca iqro’ sendiri-sendiri, dan membaca Al-Quran bersama-sama pada TPA Al-Quran, begitu juga pada kegiatan yasinan.

c. Perubahan

Perubahan yang bersifat implementatif yaitu pengaplikasian hasil belajar dari pemberdayaan lansia atau dengan kata lain menerapan hasil belajar dalam kehidupan sehari-hari lansia. Perubahan tersebut adalah berkurangnya keluarga lansia yang memelihara anjing. Sebelum ada pemberdayaan lansia, masyarakat muslim di Dusun Gatak banyak yang memelihara anjing untuk dijual. Menurut masyarakat, anjing lebih dapat tumbuh besar dengan cepat sehingga tidak butuh waktu lama untuk kemudian menjual anjing-anjing tersebut. Setelah adanya pemberdayaan lansia melalui kegiatan keagamaan,


(128)

Ustadz/ustadzah memberikan pengertian dan penjelasan mengenai hukum seorang muslim menyentuh anjing apalagi memelihara hewan tersebut. Seiring berjalannya waktu, saat ini masyarakat muslim di Dusun Gatak khususnya keluarga lansia yang memelihara anjing sudah berkurang.

Perubahan selanjutnya yaitu tatacara memandikan jenazah. Sebelum diadakannya pemberdayaan lansia di Dusun Gatak, ketika ada masyarakat yang meninggal perempuan maupun laki-laki yang memandikan jenazah adalah Pak Rakun. Melalui pemberdayaan lansia ustadz/ustadzah memberikan pengertian bahwa yang boleh memandikan jenazah adalah mahromnya. Seiring berjalannya waktu kebiasaan masyarakat Dusun Gatak tersebut mulai berubah. Hingga saat ini masyarakat sudah menerapkan aturan yang boleh memandikan jenazah adalah orang yang semahromnya atau sesama laki-laki jika jenazahnya laki-laki dan perempuan yang memandikan jenazah perempuan.

Dick dan Reiser (dalam Sumarno, 2011:26), mengemukakan bahwa hasil belajar merupakan kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa sebagai hasil kegiatan pembelajaran, yang terdiri atas empat jenis, yaitu: 1) pengetahun, 2) keterampilan intelektual, 3) keterampilan motor, dan 4) sikap. Dalam hal ini pembelajaran berlangsung dalam pemberdayaan dan siswa dalam teori tersebut dapat diartikan sebagai lansia peserta pemberdayaan. Dalam pemberdayaan lansia di Dusun Gatak mempunyai hasil belajaran berupa perubahan kognitif dari yang belum bisa membaca iqro’ dan Al-Quran, menjadi bisa membaca. Keterampilan intelektual juga didapatkan oleh lansia


(129)

berupa meningkatnya pengetahuan keagamaan.hasil belajar dari lansia. Perubahan lain adalah perubahan perilaku dan perubahan yang bersifat implementatif yang dapat merubah sikap dari lansia itu sendiri. Keterampilan motorik dari teori Dick dan Reiser tidak ada dalam pemberdayaan lansia di Dusun Gatak.

Hasil pemberdayaan dapat dilihat dari indikator keberhasilan pemberdayaan. Dilihat dari jumlah lansia yang nyata tertarik mengikuti pemberdayaan lansia mencapai 37 orang, hal ini menunjukkan keberhasilan pemberdayaan lansia di Dusun Gatak dilihat dari ketertarikan lansia. Frekuensi kehadiran lansia dalam mengikuti setiap kegiatan dalam pemberdayaan selalu tetapi, hanya ada beberapa lansia yang tidak masuk karena ada kepentingan di rumah. Para lansia juga diberikan kemudahan dalam menyampaikan ide maupun kritik dan saran mengenaik pemberdayaan yang berlangsung. Pelaksanaan pemberdayaan lansia juga tidak meminta dana dari para lansia, akan tetapi dari dana sosial masyarakat sehingga tidak memberatkan para lansia. Ustadz/ustadzah juga selalui mendampingi para lansia disetiap jalannya kegiatan sehingga lansia tidak merasa kesulitan dalam belajar.

Menurut Soeharto (www.jurnal.unlam.ac.id), ada empat tingkatan indikator keberdayaan yaitu:

a. Tingkat kesadaran dan keinginan untuk berubah (power to)

b. Tingkat kemampuan meningkatkan kapasitas untuk memperoleh akses (power within)

c. Tingkat kemampuan menghadapi hambatan (power over) d. Tingkat kemampuan kerjasama dan solidaritas (power with)


(130)

Berdasarkan pendapat di atas, pemberdayaan lansia melalui kegiatan keagamaan di Dusun Gatak telah memenuhi keempat tingkatan indikator tersebut. Pada tingkat kesadaran dan keinginan untuk berubah dapat dilihat dari kenyataan bahwa lansia di Dusun Gatak dulu belum bisa membaca Al-Quran dan belum mempunyai wawasan yang luar mengenai keagamaan. Setelah diadakannya pemberdayaan lansia, para lansia ingin terlepas dari ketidaktahuannya dibidang keagamaan. Lansia tetap mau belajar meskipun sudah di usia renta, dan banyak mengalami kesulitan belajar karena merasa butuh serta menyadari bahwa dirinya belum bisa.

Lansia di Dusun Gatak juga telah mencapai tingkat kemampuan meningkatkan kapasitas untuk memperoleh akses (power within). Dapat diketahui bahwa Ustadz/ustadzah yang mengisi kegiatan dalam pemberdayan lansia di Dusun Gatak sangat terbatas. Pada awal dibentuknya pemberdayaan lansia, sempat ada Ustadz yang tidak mau mengajar. Dengan adanya permasalahan tersebut, para lansia kemudian bermusyawarah untuk menemukan solusi. Para lansia ingin pemberdayaan lansia tetap berjalan, dan tetap membutuhkan bimbingan dari para Ustadz/ustadzah.

Pada tingkat kemampuan menghadapi hambatan (power over), dan tingkat kemampuan kerjasama serta solidaritas (power with) juga sudah dicapai oleh lansia dalam mengikuti pemberdayaan lansia melalui kegiatan keagamaan. Lansia yang mudah lupa dan juga mudah lelah tetap berusaha untuk mengikuti kegiatan-kegiatan dalam pemberdayaan lansia. Para lansia juga mempunyai solidaritas yang tinggi dilihat dari kebiasaan para lansia yaitu jika ada lansia


(131)

yang sakit para lansia bersama-sama datang untuk menjenguk dan saling memberikan semangat.

3. Faktor Pendorong dan Penghambat Pemberdayaan Lansia Melalui Kegiatan Keagama

a. Faktor Pendorong

1) Faktor motivasi lansia

Faktor ini merupakan faktor yang penting dalam berjalannya proses pemberdayaan lansia. Para lansia sebagai peserta didik mempunyai semangat yang tinggi, walaupun para lansia mengalami beberapa kesulitan belajar. Lansia di Dusun Gatak umumnya masih bekerja di sawah, jika dilihat dari usia dan juga rutinitas tersebut sudah menyita waktu dan tenaga akan tetapi para lansia masih mau meluangkan waktu serta berusaha belajar.

2) Sarana dan prasarana

Lancarnya sebuah kegiatan pasti tidak luput dari sarana dan prasarana pendukung kelancaran kegiatan hingga tercapainya tujuan yang diharapkan. Dalam pemberdayaan ini sarana dan prasarana yang disediakan oleh pengurus adalah berupa tempat dan kelengkapan pembelajaran. Sarana dan prasarana tersebut juga disediakan secara gratis oleh pengurus diambilakan dari uang infaq dan sosial agar tidak memberatkan para lansia.


(132)

3) Faktor lingkungan masyarakat

Lingkungan di Dusun Gatak mendukung adanya pemberdayaan, dan juga ikut membantu kelancaran proses pemberdayaan. Warga masyarakat yang terbuka dengan adanya pemberdayaan membantu memberikan dukungan kepada lansia. Dukungan tersebut berbentuk respon yang baik dan juga membantu proses belajar para lansia saat di rumah. Bersedia menyediakan tempat yang akan digunakan sebagai tempat dilaksanakannya kegiatan yasinan setiap Kamis malam bada isya’.

Lingkungan masyarakat menjadi pendukung bagi pemberdayaan melalui kegiatan kegamaan. Sesuai dengan pendapat Mardikanto (2013:206), kegiatan pemberdayaan akan lebih efisien jika diterapkan hanya kepada beberapa warga masyarakat, terutama yang diakui oleh lingkungannya sebagai “panutan” yang baik. Lingkungan membawa pengaruh pada masyarakat yang mengikuti pemberdayaan, seperti halnya pemberdayaan di Dusun Gatak.

b. Faktor Penghambat 1) Kondisi fisik lansia

Memasuki usia lanjut kondisi fisik lansia mengalami penurunan seperti daya ingat, daya tangkap belajar, struktur gigi yang sudah tidak lengkap, dan daya tahan tubuh. Dalam belajar lansia mudah lupa, dan kesulitan dalam mengucapkan huruf dengan benar. Aktifitas yang dimiliki lansia di pagi sampai dengan sore hari menjadikan lansia merasa kelelahan dan dapat menghambat konsentrasi lansia dalam belajar. Usia yang sudah


(133)

berlanjut juga membuat lansia lebih lambat mengikuti pembelajaran yang ada.

Kondisi fisik dari lansia menjadi salah satu penghambat bagi kelancaran pemberdayaan lansia di Dusun Gatak. Sesuai dengan teori dari Santrock (2002:578), perubahan psikologis pada lansia sejalan dengan perubahan secara fisiologis. Masalah psikologis ini pertama kali mengenai sikap lansia terhadap kemunduran fisiknya (disengagement theory) yang berati adanya penarikan diri dari masyarakat dan dari diri pribadinya satu sama lain. Lansia dianggap terlalu lamban dengan daya reaksi yang lambat, kesigapan dan kecepatan bertindak dan berfikir.

Lansia di Dusun Gatak sudah mengalami banyak perubahan berupa, kemampuan motorik dapat dilihat dari gerak lansia yang berjalan pelan-pelan. Perubahan kekuatan fisik lansia menjadikan kegiatan pemberdayaan dibatasi, karena dengan fisik yang sudah menurun dapat menyebabkan lansia mudah capek dan sakit. Perubahan psikologis lansia di Dusun Gatak berupa penurunan daya ingat lansia sehingga ustadz/ustadzah harus belaku mengingatkan lansia tentang materi pemberlajaran di minggu sebelumnya. Perubahan dalam sistem saraf lansia juga menjadi penghambat pelaksanaan pemberdayaan. Perubahan tersebut seperti perlambatan data tangkap belajar lansia, sehingga ustatdz/ustadzah harus selalu membimbing secara berlahan dan bertahap agar lansia mudah memahami materi yang diberikan.


(134)

Sesuai dengan pendapat Yudrik (2011:246), masa usia lanjut mempunyai ciri-ciri yang berkaitan dengan penyesuaian pribadi dan sosial yaitu sebagai berikut: 1) perubahan yang menyangkut kemampuan motorik, 2) kekuatan fisik, 3) perubahan dalam fungsi psikologis, 4) perubahan dalam sistem saraf, dan 5) penampilan. Diantara kelima ciri-ciri tersebut yang menjadi faktor penghambat adalah perubahan yang menyangkut kemampuan motorik, kukuatan fisik, perubahan dalam fungsi psikologis, dan perubahan dalam sistem saraf lansia.

2) Faktor sumber daya manusia

Sumber daya manusia menjadi faktor pendorong dan juga dapat menjadi faktor penghambat. Ustadz/ustadzah yang mengajar mempunyai kesibukan masing-masing dengan pekerjaan yang dimiliki. Jumlah pengajar yang terbatas dan kesibukan yang dimiliki menjadi hambatan dalam pelaksanaan pembelajaran. Saat semua Ustadz/ustadzah mempunyai kesibukan di luar maka pembelajar terpaksa diganti pada keesokan harinya atau bahkan diliburkan.

Gardono dalam Onny (1996:142), berpendapat bahwa fungsi pendamping sangat krusial dalam membina aktivitas kelompok. Pendamping bertugas menyertai proses pembentukan dan penyelenggaraan kelompok sebagai fasilitator (pemandu), komunikator (penghubung), dan dinamisator (penggerak).


(135)

Baik para lansia maupun Ustadz/ustadzah masing-masing mempunyai kesibukan dipagi hari sampai sore hari. Waktu luang yang dimiliki hanya malam hari, sedangkan di malam hari kondisi badan sudah lelah. Waktu yang digunakan dalam pemberdayaan ini adalah bada maghrib sampai dengan isya’ dan ada yang setelah isya’. TPA dilaksanakan bada maghrib sampai dengan isya’ sedangkan lansia yang mengikuti kegiatan ini sangat banyak, jadi pembelajaran belum bisa berjalan efektif dan efisien.

Marikanto (2013:233) mengatakan bahwa hal dapat menjadikan sumber permasalah baru adalah fasilitator yang kurang memahami saran program, dan waktu pemberdayaan yang terbatas. Keterbatasan waktu menjadi penghambat dalam pelaksanaan pemberdayaan karena waktu kegiatan hanya dari pukul 18.15-18.45 WIB.


(136)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti di lapangan baik melalui observasi, wawancara, maupun dokumentasi yang didapatkan berkaitan dengan permasalahan dalam penelitian, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa:

1. Pemberdayaan lansia melalui kegiatan keagamaan

a. Pemberdayaan lansia di Dusun Gatak mencakup tiga kegiatan yaitu TPA, yasinan, dan kajian. TPA dibagi menjadi dua kelompok yaitu kelompok Al-Quran dan kelompok iqro’. Jumlah lansia yang mengikuti kegiatan ini adalah sebanyak 37 orang Tahap pelaksanaannya yaitu terdiri dari tahap persiapan, pembukaan, inti, dan penutup.

b. Metode yang digunakan dalam pemberdayaan lansia di Dusun Gatak adalah metode ceramah, dan praktek. Dalam kegiatan kajian materi disampaikan dengan metode ceramah, sedangkan TPA dan yasin dilakukan dengan metode praktek yaitu membaca secara langsung. Media yang digunakan yaitu buku iqro’, Al-Quran, hadits, dan buku yasin.

c. Materi yang disampaikan dalam pemberdayaan lansia adalah cara membaca iqro’, Al-Quran, mengkaji ayat-ayat Al-Quran, membaca


(137)

surat yasin, dan kajian yang membahas perkembangan terkini dipandang dari sudut pandang Islam.

2. Pemberdayaan lansia yang diselenggarakan di Dusun Gatak memberikan hasil yaitu meningkatnya kemampuan lansia dalam membaca iqro’ dan Al-Quran, bertambahnya wawasan keagamaan yang dimiliki lansia, serta lansia menjadi terbuka dengan adanya perkembangan informasi terbaru. Selain itu para lansia juga menjadi rajin berjamaah di Masjid, berkurangnya keluarga lansia yang memelihara anjing, penerapan hukum agama tentang tatacara memandikan jenazah yang harus dilakukan oleh mahromnya.

3. Faktor pendorong dalam pemberdayaan lansia di Dusun Gatak adalah: motivasi lansia yang tinggi, sarana dan prasarana yang lengkap, dan lingkungan masyarakat yang mendukung. Sedangkan faktor penghambat dalam pelaksanaan pemberdayaan lansia yaitu: kondisi lansia yang sudah mengalami penurunan fungsi fisik, jumlah Ustadz/ustadzah yang sedikit, dan keterbatasan waktu.

B. Saran

Berdasarkan kesimpulan yang telah didapatkan dari hasil penelitian, maka peneliti memberikan saran-saran sebagai serikut:

1. Sarana dan prasarana yang disediakan oleh pengurus Masjid sudah lengkap, akan tetapi belum digunakan secara maksimal seperti whiteboard. Saat pembelajaran ustadz/ustadzah dapat memanfaatkan whiteboard tersebut untuk menerangkan materi yang disampaikan.


(138)

2. Hasil yang telah didapat dari pemberdayaan lansia di Dusun Gatak sudah dapat dirasakan langsung oleh para lansia, akan tetapi proses pemberdayaan memerlukan pemantauan atau evaluasi rutin. Selama ini evaluasi pembelajaran yang dilakukan hanya dengan menggunakan EBTA, akan tetapi pada kegiatan lain belum ada evaluasi. Evaluasi dapat dilakukan dengan cara memantau hasil kegiatan secara rutin dan mengadakan diskusi dengan para lansia terkait dengan pemantauan hasil tersebut, guna mendapatkan perbaikan untuk proses ke depannya.

3. Salah satu faktor penghambat dalam pemberdayaan lansia melalui kegiatan keagamaan di Dusun Gatak adalah faktor sumber daya manusia. Dalam pemberdayaan ini hanya mempunyai lima orang ustadz/ustadzah yang benar-benar rutin mengisi kegiatan. Ketika para ustadz/ustadzah berhalangan, pembelajaran terpaksa diliburkan atau lansia belajar sendiri padahal setiap kegiatan dalam pemberdayaan ini hanya dilaksanakan satu minggu sekali. Berdasarkan keadaan tersebut perlu adanya perekrutan ustadz/ustadzah lagi, semakin banyak yang mengajar maka lansia semakin mudah dalam belajar secara rutin.


(139)

DAFTAR PUSTAKA

Alfitri. 2011. Community Development: Teori dan Aplikasi. Yogyakarta: PustakaPelajar

Ambar. 2004. Kemitraan dan Model-Model Pemberdayaan.Yogyakarta: Gava Media

Anichiatur Rohmah. Studi Fenomenologi Kesejahteraan Subjektif Lansia di Paguyuban Wredo Kudumo. Skripsi SI. UNY

Anwar. 2007. Manajemen Pemberdayaan Perempuan. Bandung: Alfabeta

Biastika Nur. 2014. Pemberdayaan Lansia potensial melalui program bantuan sosial di kelurahan wirobrajan kota Yogyakarta. Skripsi SI . UNY

Burhanudin. 2008. Perencanaan Program Pemberdayaan Menuju Perubahan Dalam Masyarakat. Jurnal Artikel. Fakultas Ekonomi Universitas Islam Batik Surakarta

E Diane. 2015. Menyelami Merkembangan Manusia. Jakarta: Salemba Humanika Darmojo. 2004. Beberapa AspekGerontologi dan Pengantar Geriatrik. Jakarta:

EGC

Dartanto. 2014. Pengelolaan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Miskin Perkotaan (PNPM-MP) Dalam Rangka Penanggulangan Kemiskinan di Kecamatan Nanggalo. Jurusan Administrasi Pendidikan Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Padang. Diakses melalui: http://ejournal.unp.ac.id/index.php/bahana/article/download/3740/2975 pada Rabu , 7 September 2016 pukul 07.17

Fitri Fausiah, dkk. 2007. Psikologi Abnormal. Jakarta: UI-Press

Fredian Tonny. 2014. Pengembangan Masyarakat. Ed.I- Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia

Glosarium Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial. Diakses dari: https://kemsos.go.id/modules.php?name=glosariumkesos. Pada 17 April 10.09 Ife Jim, Frank. 2014. Alternatif Pengembangan Masyarakat di Era Globalisasi.


(140)

Kesi Widjanti. 2011. Model Pemberdayaan Masyarakat. Jurnal. Fakultas Ekonomi Universitas Semarang diakses melalui. http://journals.ums.ac.id/ index.php/JEP/article/viewFile/202/189 pada Rabu, 7 September 2016 pukul 06.50

Masalah Psikososial Pada Lanjut Usia. 2008. Diakses dari: http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/132/jtptunimus-gdl-ridlawatir-6596-5-daftarp-w.pdf, pada 19 Maret 2016 pukul 23.12

Miradj, Safri;, Sumarno. Pemberdayaan Masyarakat Miskin, Melalui Proses Pendidikan Nonformal, Upaya Meningkatkan Kesejahteraan Sosial Di Kabupaten Halmahera Barat. Jurnal Pendidikan dan Pemberdayaan Masyarakat, [S.l.], v. 1, n. 1, p. 101 - 112, mar. 2014. ISSN 2477-2992.

Available at:

<http://journal.uny.ac.id/index.php/jppm/article/view/2360/1959>. Date accessed: 30 Maret. 2016

Miranda Nova. 2011. Preferensi Manula Terhadap Jenis Lampu, Studi Kasus di Panti Wreda Hanna Yogyakarta. Yogyakarta: jurnal

Nugroho. 2008. Keperawatan Gerontik dan Geriatrik. Jakarta: EGC

Onny Prijono. 1996. PEMBERDAYAAN, konsep, Kebijakan dan Implementasi. Jakarta: Centre of Stage and International Studies (CSIS)

Pengaruh Self-Esteem. 2010. Diakses dari: http://repository.usu.ac.id/bitstream/ 123456789/19782/4/Chapter%20I.pdf. Pada 19 Maret 2016 pukul 21.45 Peraturan Pemerintah RI Nomor 43 Tahun 2004 Tentang Pelaksanaan Upaya

Peningkatan Kesejahteraan Sosial Lanjut Usia

Rita Eka, dkk. 2008. Perkembangan Peserta Didik. Yogyakarta: UNY Press Santrock, J.W. (2002). Life Span Development, Perkembangan Masa Hidup. Jilid

II. Jakarta: Erlangga

Siti Maryam, dkk. 2011. Mengenal Usia Lanjut dan Perawatannya. Jakarta: Salemba Medika

Sri Widayanti. 2012. Pemberdayaan Masyarakat. Jurnal pdf

Sugiyono. 2012. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeta Sugiyono. 2014. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta


(141)

Suharta, RB. Pendekatan Inklusif Dan Deliberatif Dalam Perencanaan Pendidikan Kecakapan Hidup Dan Pemberdayaan Masyarakat Miskin. Jurnal Pendidikan Luar Sekolah, [S.l.], v. 6, n. 11, oct. 2015. ISSN 0854-896X. Available at: <http://journal.uny.ac.id/index.php/diklus/article/view/5778/ 4992>. Date accessed: 07 September. 2016

Sumodiningrat. 2002. Memberdayakan Masyarakat. Jakarta: Perencana Kencana Nusadwina

Sungkono, dkk. 2009. Majalah Ilmiah Pembelajaran. Jurusan Kurikulum dan Teknologi Pendidikan. Yogyakarta

Suparjan, Hempri. 2003. Pengembangan Masyarakat dari Pembangunan Sampai Pemberdayaan. Yogyakarta: Aditya Media

Totok Mardikanto, dkk. 2015. Pemberdayaan Masyarakat. Bandung: A lfabeta UU RI No. 13 tahun 1998 Tentang Kesejahteraan Lansia

Utami Munandar. 2001. Bunga Rampai PSIKOLOGI PERKEMBANGAN PRIBADI dari bayi sampai lanjut usia. Jakarta: UI PRESS

Usman. 1994. Menjadi Guru Profesional. Bandung: PT Remaja Rosda Karya Wasisto. 1998. Pemberdayaan Aparatur Daerah. Bandung: Abdi Praja

Yudrik. 2011. Psikologi Perkembangan. Jakarta: Kencana Prenadamedia group Zubaedi. 2013. Pengembangan Masyarakat. Jakarta: KENCANA


(142)

(143)

Lampiran 1. Pedoman Observasi Penelitian

PEDOMAN OBSERVASI Tgl. Observasi : ….

Pukul : ….

Tempat Observasi : ….

Aspek yang diamati Deskripsi 1. Lokasi Penelitian

a. Lokasi dan alamat

b. Keadaan lingkungan sekitar 2. Pelaksanaan pemberdayaan lansia

a. Pelaksanaan pemberdayaan

b. Metode dan strategi pemberdayaan c. Materi pemberdayaan

3. Hasil pemberdayaan lansia melalui kegiatan keagamaan

4. Faktor pendorong dan penghambat pemberdayaan

a. Faktor pendorong pemberdayaan b. Faktor penghambat pemberdayaan


(144)

Lampiran 2. Pedoman Wawancara

PEDOMAN WAWANCARA USTADZ/USTADZAH I. IDENTITAS

Nama :

Jenis Kelamin :

Umur :

Pendidikan Terakhir :

Pekerjaan :

Alamat :

II. PERTANYAAN

A. PEMBERDAYAAN LANSIA MELALUI KEGIATAN KEAGAMAAN

1. Apa latar belakang dibentuknya pemberdayaan lansia melalui kegiatan keagamaan?

2. Kapan pemberdayaan lansia melalui kegiatan tersebut diadakan? 3. Apakah menurut anda materi yang diberikan sudah sesuai dengan

kebutuhan para lansia?

4. Apa metode yang anda gunakan dalam menyampaikan materi kegiatan?

5. Apa media pembelajaran yang anda gunakan saat kegiatan berlangsung?

6. Apa sarana dan prasarana yang digunakan dalam kegiatan pemberdayaan lansia?

7. Bagaimana tahap pelaksanaan kegiatan keagamaan yang dilaksanakan? 8. Apakah para lansia dapat menerima materi yang anda sampikan

dengan baik?

9. Berapa jumlah lansiayang mengikuti program pemberdayaan lansia ini?


(145)

10. Apakah para lansia pernah bertanya tentang materi atau permasalahan yang dihadapi? Bagaimana tanggapan anda?

B. HASIL KEGIATAN PEMBERDAYAAN LANSIA MELALUI KEGIATAN KEAGAMAAN

1. Apakah anda melakukan evaluasi pembelajaran dalam pelakasanaan pemberdayaan lansia ini?

2. Bagaimana cara anda mengetahui tingkat pemahaman lansia terhadap materi yang disampaikan?

3. Apa saja perubahan yang terjadi pada lansia saat sebelum dan sesudah mengikuti kegiatan ini?

4. Apakah para lansia merasa terfasilitasi dengan adanya kegiatan pemberdayaan lansia ini?

5. Apakah para lansia termotivasi mengikuti kegiatan tersebut? Bagaimana anda memberikan motivasi?

6. Apakah menurut anda kegiatan ini sudah berjalan dengan efektif dan efisien? Mengapa?

C. FAKTOR PENDORONG DAN FAKTOR PENGHAMBAT

1. Apa saja faktor pendorong atau pendukukng dalam pelaksanaan pembelajaran tersebut?

2. Apa sajakah faktor penghambat dalam pelaksanaan pembelajaran tersebut?

3. Bagaimana cara mengatasi faktor penghambat pelaksanaan pembelajaran tersebut?


(146)

PEDOMAN WAWANCARA PENGURUS

I. IDENTITAS

Nama :

Jenis Kelamin :

Umur :

Pendidikan Terakhir :

Pekerjaan :

Alamat :

II. PERTANYAAN

A. PEMBERDAYAAN LANSIA MELALUI KEGIATAN KEAGAMAAN

1. Apa latar belakang dari penyelenggaraan kegiatan pemberdayaan lansia melalui kegiatan keagamaan di Dusun Gatak ini?

2. Bagaimana cara perekrutan warga belajar dalam pemberdayaan lansiadi Dusun Gatak ini?

3. Bagaimana perencanaan pemberdayaan lansia diselenggarakan?

4. Apakah permberdayaan tersebut sudah sesuai dengan kebutuhan lansia?

5. Bagaimana tahap pelaksanaan kegiatan keagamaan yang dilaksanakan? 6. Kapan pemberdayaan lansia melalui kegiatan tersebut diadakan? 7. Apa metode yang digunakan dalam menyampaikan materi

pemberdayaan lansia melalui kegiatan keagamaan?

8. Apa saja sarana dan prasarana yang digunakan dalam pelaksanaan kegiatan pemberdayaan lansia tersebut?

9. Apakah ada tindak lanjut dari pemberdayaan lansia tersebut?

B. HASIL KEGIATAN PEMBERDAYAAN LANSIA MELALUI KEGIATAN KEAGAMAAN

1. Apakah anda melakukan evaluasi dalam pelakasanaan pemberdayaan lansia ini?


(147)

2. Apa saja perubahan yang terjadi pada lansia saat sebelum dan sesudah mengikuti pemberdayaan lansia ini?

3. Apakah lansia merasa terfasilitasi dengan adanya kegiatan pemberdayaan lansia di Dusun Gatak ini?

4. Apakah lansia termotivasi untuk meningkatkan pengetahuan setelah mengikuti kegiatan ini?

5. Bagaiamana interaksi antara lansia dengan pengurus kegiatan pemberdayaan lansia ini?

6. Apakah lansia terbuka dalam menyampaikan pendapat atau kritik dan saran?

C. FAKTOR PENDORONG DAN FAKTOR PENGHAMBAT

1. Apa saja faktor pendorong dalam pelaksanaan pemberdayaan lansia ini?

2. Apa sajakah faktor penghambat dalam pelaksanaan pemberdayaan lansia ini?

3. Bagaimana cara mengatasi faktor penghambat pelaksanaan tersebut? 4. Apa sajakah faktor penghambat yang berasal dari para lansia saat


(148)

PEDOMAN WAWANCARA LANSIA

I. IDENTITAS

Nama :

Jenis Kelamin :

Umur :

Pendidikan Terakhir : PekerjaanTerakhir :

Alamat :

II. PERTANYAAN

A. PEMBERDAYAAN LANSIA MELALUI KEGIATAN KEAGAMAAN

1. Apakah alasan anda mengikuti pemberdayaan lansia ini?

2. Apa metode penyampaian yang digunakan dalam kegiatan keagamaan tersebut?

3. Pernahkan sebelumnya anda mengikuti kegiatan pemberdayaan lansia? 4. Kegiatan apa saja yang ada dalam pemberdayaan lansia ini?

5. Apakah anda mengikuti kegiatan pemberdayaan ini secara rutin? 6. Kapan dan dimana diadakannya kegiatan pemberdayaan lansia

tersebut?

7. Apakah materi yang disampaikan sudah sesuai dengan kebutuhan anda?

8. Bagaimana tahap pelaksanaan kegiatan keagamaan yang dilaksanakan? 9. Apakah anda terlibat dalam pengambilan keputusan terkait dengan

kegiatan yang akan diselenggarakan?

B. HASIL KEGIATAN PEMBERDAYAAN LANSIA MELALUI KEGIATAN KEAGAMAAN

1. Apakah anda merasa mendapat penambahan ilmu tentang keagamaan setelah mengikuti kegiatan pemberdayaan lansia ini?

2. Apakah kegiatan pemberdayaan lansia yang anda ikuti dapat bermanfaat bagi kehidupan anda? Berikan contoh.


(149)

3. Apa saja perubahan yang anda dapatkan setelah mengikuti kegiatan pemberdayaan lansia ini?

4. Apakah anda menyalurkan ilmu yang anda dapat kepada orang lain? 5. Apakah anda termotivasi untuk terus belajar tentang keagamaan untuk

memupuk keimanan?

6. Bagaimana cara anda untuk mengaplikasikan hasil belajar dalam kehidupan sehari-hari?

7. Bagaimana respon keluarga ketika anda mengikuti kegiatan pemberdayaan lansia ini?

C. FAKTOR PENDORONG DAN FAKTOR PENGHAMBAT

1. Apa saja kendala yang anda alami dalam memahami informasi yang disampaikan saat kegiatan berlangsung?

2. Apakah anda mengkomunikasikan kesulitan anda kepada orang lain dalam kegiatan tersebut?

3. Apa faktor pendorong dari diri anda untuk mengikuti kegiatan pemberdayaan lansia ini?

4. Apa faktor pendorong dari luar diri anda untuk dapat mengikuti kegiatan pemberdayaan lansia ini?

5. Apa sajakah faktor penghambat dalam diri anda untuk mengikuti pemberdayaan lansia ini?

6. Bagaimana cara anda mengatasi penghambat tersebut?

7. Apa saja faktor penghambat dari luar diri anda untuk mengikuti kegiatan pemberdayaan lansia ini?


(150)

Lampiran 3. Pedoman Dokumentasi

PEDOMAN DOKUMENTASI 1. Melalui Arsip Tertulis

a. Data kependudukan Desa Wukirsari Kecamatan Cangkrin

b. Presensi kegiatan keagamaan kelompok lansia Dusun Gatak, Desa Wukirsari, Kecamatan Cangkringan

2. Melalui Foto

a. Gedung atau fisik tempat pelaksanaan pemberdayaan lansia di Dusun Gatak, Wukirsari, Kecamatan Cangkringan

b. Sarana dan prasarana yang digunakan untuk pemberdayaan lansia di Dusun Gatak, Wukirsari, Kecamatan Cangkringan

c. Pelaksanaan pemberdayaan melalui kegiatan keagamaan di Dusun Gatak, Wukirsari, Kecamatan Cangkringan

d. Keadaan masyarakat sekitar yang secara tidak langsung bersangkutan dengan lansia Dusun Gatak, Wukirsari, Kecamatan Cangkringan


(151)

136 Lampiran 4. Hasil Observasi

HASIL OBSERVASI Tgl. Observasi : 10 dan 12 Mei 2016

Pukul : 17.30-18.30

Tempat Observasi : Masjid Al-Iman

Aspek yang diamati Deskripsi

1. Lokasi Penelitian

a. Lokasi dan alamat Dusun Gatak/Cancangan, Wukirsari, Cangkringan, Sleman

b. Keadaan lingkungan sekitar Lingkungan Desa yang tenang dan banyak tumbuhan hujau khas pedesaan. Jarak rumah warga satu dengan yang lain saling berdekatan. Masjid berada di pinggir jalan raya yang mudah diakses oleh warga.

2. Pelaksanaan pemberdayaan lansia

a. Pelaksanaan pemberdayaan Pemberdayaan lansia melalui kegiatan keagamaan meliputi kegiatan TPA, yasinan, dan kajian. Kegiatan tersebut dilaksanakan pada hari Kamis malam, Sabtu malam, dan Senin malam. Jumlah lansia yang mengikuti kegiatan tersebut yaitu sebanyak 37 orang diantaranya 30 orang di TPA Al-Quran, dan 7 orang di TPA iqro’. Sarana dan prasarananya adalah ruangan masjid, meja, mic, tikar, papan tulis, buku prestasi, dan almari. Al-Quran. Pelaksanaan TPA dan kajian berada di Masjid Al-Iman sedangkan yasinan dilaksanakan di rumah warga secara bergantian untuk


(152)

menyambung tali silaturahim. Ustadz/ustadzah yang mengajar yaitu Pak BS, Pak WN, Bu LI, dan Bu YL, dibantu oleh Pak Rakun. Tahap pembelajaran yang dilakukan adalah tahap persiapan, pembukaan, inti, dan penutup. b. Metode dan strategi

pemberdayaan

Pemberdayaan lansia di Dusun Gatak dilakukan secara berkelompok dan metode yang digunakan dalam pembelajaran adalah metode iqro’ pada TPA iqro, sedangkan TPA Al-Quran disampaikan menggunakan metode ceramah dan praktek, yasinan dilaksanakan menggunakan metode praktek, dan kajian menggunakan metode ceramah. Media yang digunakan adalah iqro’ dan. Strategi yang dipakai adalah berpusat pada peserta didik. Saat pembelajaran beberapa lansia bertanya kepada ustadz/ustadzah mengenai kesulitan yang dialami.

c. Materi pemberdayaan Materi yang disampaikan cara membaca iqro’ dan Al-Quran, membaca surat yasin, dan kajian mengenai hukum agama Islam.

3. Hasil pemberdayaan lansia melalui kegiatan keagamaan

Hasil pemberdayaan melalui kegiatan keagamaan ini adalah kemampuan para lansia dalam membaca iqro’ dan Al-Quran, para lansia mempunyai kegiatan yang diikuti secara rutin, lansia menjadi rajin berjamaan di Masjid. 4. Faktor pendorong dan penghambat kegiatan

a. Faktor pendorong Yang menjadi faktor pendorong dalam pemberdayaan lansia ini adalah fasilitas yang


(153)

138

mendukung, lansia yang mempunyai semangat tinggi dalam belajar, pengajar yang mau meluangkan waktu dan sabar membimbing lansia dalam belajar, lansia yang saling memberikan semangat kepada lansia lain, dan keluarga yang mendukung.

b. Faktor penghambat Hal yang menjadi faktor penghambat dalam pemberdayaan lansia adalah waktu pembelajaran yang terbatas, lansia yang sering lupa, dan kondisi fisik yang menyebabkan kesulitan mengucapkan kalimat dengan benar.


(154)

Lampiran 5. Catatan Wawancara

CATATAN WAWANCARA 1 I. IDENTITAS

Nama : BS

Jenis Kelamin : Laki-laki

Umur : 37 tahun

Pendidikan Terakhir : S1

Pekerjaan : Guru TK

Alamat : Dusun Gatak

II. PERTANYAAN

A. PEMBERDAYAAN LANSIA MELALUI KEGIATAN KEAGAMAAN 1. “Kami pengen warga banyak yang jamaah di masjid biar masjidnya

ramai, lalu kami bikin kegiatan pengajian untuk lansia itu Saya kan ikut pembetukan dulu itu, saya ditawari untuk ngajar ya kemudian saya ikut berpartisipasi gitu mbak. Disini kan masih banyak yang belum bisa baca Al-Quran, itung-itung ikut membantulah”. (CW.1.1)

2. “Ada yasinan tapi campur semua ibu-ibu malem Senin paling. Yang iqro’ ada malem Minggu sama malem Jumat. Malem Selasa itu kajian sama Bu YL”. (CW.1.2)

3. “Iya sudah, warga juga merindukan ada kegiatan keagamaan. Orang kalau sudah sepuh-sepuh ya saya kira yang lebih dibutuhkan adalah lebih


(155)

140

mendekatkan diri kepada Seng Kuasa ya ga? Ya menurut saya sudah pas kegiatan ini”. (CW.1.3)

4. “Ya TPA pembelajarannya pakai metode iqro’. Dulu kan juga sempat kerjasama dengan Fan Tahsin, tapi kan mereka belum bisa baca sama sekali mbak jadi agak kurang pas dengan itu ya terus cuma ngisi berapa kali gitu terus udah dilanjut iqro. Kalau kajian jelas kami menggunakan metode ceramah dalam penyampaiannya”. (CW.1.4)

5. “Medianya ya pakai buku iqro’ itu mbak, kalo yasinan ya buku yasin. Kalau yang Al-Quran sama kajian itu kadang juga ustadnya pakai hadits buat ngisi materinya”. (CW.1.5)

6. “Tempatnya masjid itu, ada meja, papan tulis juga ada mbak tapi jarang digunakan. Ada iqro’, al-quran, buku prestasi, lemari juga ada. Sarpras dapat dari takmir itu dana dari infaq”. (CW.1.6)

7. “Tahapnya seperti biasa kokmbak ya waktu mulai itu baca doa mau belajar terus abis itu ya langsung belajar urut satu-satu gitu kalau sudah selesai terus membaca doa penutup majelis itu. Kegiatan yang dibuat tidak banyak takutnya mereka yang kualahan kasihan”. (CW.1.7)

8. ”Ya ada yang langsung bisa ada yang tidak mbak. Ya itu kan sudah pada tidak lengkap giginya jadi kalau ngucapin huruf itu belum bisa jelas”. (CW.1.8)


(156)

9. “Dulu waktu awal-awal itu banyak mbak. Sekarang TPA malem jumat yang aktif biasanya 7 kadang 5. Kalau yang Al-Quran itu juga banyak wong kalau biat snace aja sampe 40 katanya”. (CW.1.9)

10. “Kalau tanya tentang materi ya pasti pernah mbak mereka tanya cara bacanya gimana gitu. Kadang juga ada yang tanya masalah lain kayak sholat atau puasa gitu. Ya saya jawab mbak, saya malah seneng kalau mereka bertanya, artinya kan mereka juga tertarik untuk lebih banyak tahu”. (CW.1.10)

B. HASIL KEGIATAN PEMBERDAYAAN LANSIA MELALUI

KEGIATAN KEAGAMAAN

1. “Tidak ada evaluas mbak, adanya ya pakai ebta itu di iqro”. (CW.1.11) 2. “Waktu ngaji kan kelihatan mbak. Kalau ada materi yang sudah lewat tapi

kok lupa, lha itu berarti mereka belum paham sepenuhnya mungkin baru ditahap menghafal”. (CW.1.12)

3. “Beberapa diantara mereka jadi sering jamaah di Masjid mbak saya sering ketemu. Masjid sekarang jadi lumayan rame Alhamdulillah ya sedikit-sedikit ada kemajuan mbak”. (CW.1.13)

4. “Iya mbak, mereka sudah lama merindukan kegiatan-kegiatan seperti ini”. (CW.1.14)

5. “Ya termotivasi mbak kalau yang ikut terus itu mereka saja kadang minta ganti hari kalau misalkan pada ga bisa ya sudah tua juga mbak kan


(157)

142

gampang capek. Cara memotivasinya biasanya saya ya tak bilangin kita yang penting usaha mbah masalah bisanya kapan itu nanti dulu, kalau kita usaha kan Allah pasti juga kasih kemudahan”. (CW.1.15)

6. “Kalau dibilang sudah efektif dan efisien kok juga belum cukup saya rasa. Ya sudah tapi sedikit-sedikit soalnya dari pengajar juga kadang ada kegitan penting jadi tidak bisa datang. Sedangkan pesertanya kan sudah lansia jadi juga agak special dibandingkan dengan yang lain”. (CW.1.16) C. FAKTOR PENDORONG DAN FAKTOR PENGHAMBAT

1. “Pendukungnya salah satunya ada fasilitas. Terus dari mbah-mbahnya juga semangat, mereka merasa butuh. Kalau di pengajarnya sendiri sebisa mungkin meluangkan waktu malem Jumat. Kadang yang ngajar ada yng diajar ga ada kadang sebaliknya”. (CW.1.17

2. “Kadang kedua pengajar tidak bisa ngajar, tapi kadang ada juga sih teman yang gantin ngajar”. (CW.1.18)

3. “Kalau pas ga ada yang ngajar ya kadang diganti hari atau mereka belajar sendiri. Kami juga memberikan pengertian mbak misalkan gini, kalau mereka jarang berangkat nanti pelajaran yang lain lupa lagi nanti jadi tidak lanjut-lanjut gitu”. (CW.1.19)


(158)

CATATAN WAWANCARA 2 I. IDENTITAS

Nama : Li

Jenis Kelamin : Perempuan

Umur : 34 tahun

Pendidikan Terakhir : S1

Pekerjaan : Guru

Alamat : Dusun Gatak

II. PERTANYAAN

A. PEMBERDAYAAN LANSIA MELALUI KEGIATAN KEAGAMAAN 1. “Disini masih banyak yang belum bisa baca Al-Quran. Kalau saya itu dulu

sebelum pindah disini pernah juga ngisi pengajian di Desa saya mbak jadi saya tahu rasanya manfaatnya. Kalau saya bisa walaupun cuman sedikit kan lebih baik ilmu itu ditularkan kepada orang lain biar bisa bermanfaat mbak”. (CW.2.1)

2. “Disini ada beberapa kegiatan mbak yang TPA itu ada dua, TPA Al-Quran setiap malam Minggu dan TPA iqro’ setiap malam Jumat. Ada lagi yaitu kajian setiap malam Selasa dan yasinian setiap malam Jumat bada isya. Ada lagi pengajian setiap sebulan sekali kalau itu untuk umum semua boleh ikut tidak hanya yang lansia”. (CW.2.2)


(159)

144

3. “Pada awal dulu dibentuknya itu banyak sekali yang ikut dan mereka memang belum bisa membaca Al-Quran jadi saya rasa materinya sudah sesuai dan juga kajian itu diisi dengan perkembangan berita terkini atau ya yang lagi ngetren apa gitu mbak”. (CW.2.3)

4. “Pakai metode iqro mbak karena kami pikir itu lebih mudah. Kalau yang sudah Al-Quran itu dulunya mereka pakai metode yang berbeda jadi cepet bisa. Awalnya mau kami samakan pakai metode itu semua tapi yang di kelompok malem Jumat itu si mbah-mbahnya banyak yang sudah sepuh banget kayak Mbah HR itu sudah 84 umurnya mbak nanti malah tambah kesulitan”. (CW.2.4)

5. “Kami hanya pakai iqro’ itu mbak jadi mbak-mbahnya itu nanti baca satu-satu kami yang koreksi. Kalau yang Al-Quran itu beda lagi mbak, karena sudah Al-Quran jadi mereka bacanya Cuma satu ayat per orang tapi nanti semua di ajarin dulu sama ustadnya. Yang yasinan itu ya cuma baca yasin. Kajian itu juga nanti ustadzahnya menyampaikan materi secara lisan gitu nantu mbah-mbahnya bisa tanya”. (CW.2.5)

6. “Di Masjid itu sudah ada meja, tikar, rak tempat iqro, kayak buku prestasi itu, Al-Quran, microfone. Sebenarnya di Masjid itu juga ada papantulis mbak tapi tidak kami gunakan karena menurut kami lebih efektif kalau diajarin pakai iqro’ langsung. Kalau yang Al-Quran juga ada snaknya


(160)

mereka inisiatif iuran sendiri karena orangnya lebih banyak mbak”. (CW.2.6)

7. “Pembukaan mbak setelah itu baca doa mau belajar, kemudian mulai belajarnya satu-satu sambil nunggu giliran mbah-mbahnya belajar sendiri dulu. Kalau yang yasinan ya sama, dibuka dulu baca Al-Fatihah terus baca yasin terus ada sesi lain-lain untuk berdiskusi. Kalau kajian itu setelah dibuka, kami kasih materi dengan ceramah. Setelah selesai, mereka boleh tanya. Kalau udah selesai ditutup pakai doa penutup mejlis”. (CW.2.7)

8. “Ya ada yang langsung bisa nangkep apa yang kami maksud ada juga yang lama mbak namanya juga sudah sepuh kan. Ada juga yang sudah kami ulang-ulang itu tapi si mbahnya tetap belum bisa ya sudah kami maklum mbak saya sampai bilang gini, nggeh pun mbah mboten nopo-nopo Gusti Allah ngertos kok seng jenengan maksud kulo sampe gitu mbak”. (CW.2.8)

9. “Kalau yang Al-Quran itu banyak mbak 30 lebih, kalau yang iqro’ itu yang aktif hanya tujuh, kajian itu jugabanyak mbak kebanyakan yang dateng itu yang dari Al-Quran sekitar 20 orang. Kalau yang yasinan 40 lebih mbak kan campur itu”. (CW.2.9)

10. “Ya mereka kalau ga bisa ya tanya mbak, kalau huruf yang bunyinya agak sama gitu mereka mesti keliru jadi kadang waktu ketemu sama huruf itu


(161)

146

diam dulu karena takut kebalik. pernah waktu itu kami belajar sambil mereka meme gabah di depan rumah”. (CW.2.10)

B. HASIL KEGIATAN PEMBERDAYAAN LANSIA MELALUI

KEGIATAN KEAGAMAAN

1. “Kalau evaluasi secara rutin kami belum ada mbak”. (CW.2.11)

2. “Kami pakai EBTA mbak, di halaman terakhir setiap jilid di iqro itu kan ada EBTA. Nah kalau missal belum lulus itu ya belum naik jilid selanjutnya gitu”. (CW.2.12)

3. “Kalau perubahan itu ya pelan-pelan ya mbak ga bisa dilihat secara cepat. Dulu di sini itu banyak yang pelihara anjing dan yang melihara itu malah yang muslim. Katanya anjing itu gedenya cepet jadi cepet bisa dijual gitu mbak. Tapi sekarang sudah berkurang, ya memang masih ada tapi sudah berkurang. Kalau sedang ketemu ngaji bareng gitu suka saya srempetin gitu kalau anjing itu najis”. (CW.2.13)

4. “Iya mbak mereka merasa terfasilitasi, dulu kan belum ada ngaji kayak gini mbak belum ada TPA dan saya rasa pemahaman tentang agama juga belum banyak. Dulu waktu saya masih awal pindah di sini kalau ada yang meninggal itu yang mensucikan dan mandiin itu Pak Rakun mbak. Baik yang peningal perempuan ataupun laki-laki semua yang mandiin Pak Rakun, kan harusnya ynag boleh mandiin kan yang semahromnya kan”. (CW.2.14)


(162)

5. “Mereka termotivasi mbak wong hujan aja mereka tetep berangkat, kalau pas deres banget gitu bisanya mereka minta diganti malem Sabtu. Saya ngasih motivasi biasanya dengan ya misalnya saya bilang kalau belajar ngaji kit abaca satu ayat aja ada pahalanya lho gitu”. (CW.2.15)

6. “Ya gimana ya mbak berhubung yang belajar itu simbah-simbah ya belum bisa efektif dan efisien. Misalkan kami ngajar sudah memberikan permisalan juga tapi kalau mereka belum bisa nangkep kan otomatis mereka belum bisa lanjut ke halam berikutnya mbak. Kami juga yang ngajar kan gentian, kalau misalkan saya ga bisa ya nanti ada Pak BS kadang ya yang lain, kalau memang semua tidka bisa ya sudah kan terpaksa mereka belajar sendiri mbak”. (CW.2.16)

C. FAKTOR PENDORONG DAN FAKTOR PENGHAMBAT

1. “Yang mendukung itu semangat dari si mbah-mbahnya itu mbak, mereka semangat sekali walaupun ya bisa dibilang banyak yang lupa atau salah gitu ya. Kalau yang masih umur itu 70 kebawah masih mending sekarang sudah ada yang iqro’ 6 tapi kalau yang 70 ke atas ya harus sabar mbak. Kadangan mereka semangat malah kami yang sibuk”. (CW.2.17)

2. “Penghambatnya mungkin waktu kami semua yang ngajar punya kesibukan kali ya mbak, kan kami biasanya gantian ngajarnya tapi kalau pas ga bisa semua ya mau tidak mau harus libur atau diundur malem


(163)

148

Sabtu. Terus si mbah-mbahnya sering lupa jadi kami kan belum bisa meluluskan halaman itu jadi diulang-ulang terus”. (CW.2.18)

3. “Kalau masalah kesibukan ya kami berusaha ganti hari misal diganti malam Sabtu gitu tapi kami menawarkan dulu sama si mbah-mbahnya mau ga gitu mbak. Kan rumahnya juga deket-deket jadi enak ngomongnya. Kalau masalah lupa nah itu agak sulit mbak, kami sudah melakukan beberapa cara seperti membuat permisalan bentuknya kayak hewan apa gitu. Terus waktu ngaji itu kadang saya belum buka buku prestasinya itu si mbah-mbahnya sudah buka iqro’ dulu jadi saya kan tahunya emang sampai situ, tapi ternyata halamannya salah kan jadi ngulang lagi mbak”. (CW.2.19)


(164)

CATATAN WAWANCARA 3

I. IDENTITAS

Nama : RW

Jenis Kelamin : Laki-laki

Umur : 35 Tahun

Pendidikan Terakhir : SMK

Pekerjaan : Petani

Alamat : Dusun Gatak

II. PERTANYAAN

A. PEMBERDAYAAN LANSIA MELALUI KEGIATAN KEAGAMAAN 1. “Waktu itu pas rapat pengurus masjid kan kami membicarakan tentang

gimana ini kok masjidnya masih sepi, masjid kami kan Alhamdulillah dapet bantuan pembangunan mbak sekarang masih dalam taham pembangunan juga terus kami ingin buat banyak kegiatan di masjid. Kami akhirnya membuat kegiatan pengajian, nah pengajiannya itu ada untuk ibu-ibu muda sama lansia kalau anak-anak kan memang sudah ada mbak. Dengan maksud nantinya saat di pengajian kami juga mau ajak-ajak supaya mereka mau rajin jamaah di masjid sukur-sukur ngajak keluarganya gitu mbak. Setelah jalan kok banyak lansia yang ikut


(165)

150

akhirnya ya sudah kami fasilitasi, mereka kan juga ingin belajar”. (CW.3.1)

2. “Kami mengumumkan lewat pengeras suara masjid mbak, kami juga pengajian rutin tiap bulan. Biasa kalau di dusun gini kan gethok tular mbak, dari mulut kemulut gitu diomongin kalau ada kegiatan TPA dan lain-lain”. (CW.3.2)

3. “Kami pihak pengurus musyawarah waktu itu terus dipertemuan selanjutnya kami mulai koordinasi lebih lanjut dengan wakil remaja dan beberapa pihak lalu kami tawarkan kalau ada yang mau membantu mengajar. Ya terus ada Mas WN, Mas BS dan lail-lain itu mbak sampai sekarang. Waktu diawal itu ustadnya ngasih tes iqro’ dulu untuk tahu mereka bisanya nyampe mana dan ternyata kebanyakan mereka belum bisa semua mbak. Dari 50 orang mungkin baru 15% yang bisa”. (CW.3.3) 4. “Disini memang waktu itu kegiatan keagamaan masih sedikit mbak dan

waktu dites itu ternyata masih banyak yang belum bisa baik yang ibu-ibu muda maupun lansia. Jadi saya rasa ya sudah sesuai dengan kebutuhan mereka, apalagi disini kan sudah mendapatkan julukan Kampung Al-Quran. Mosok Kampung Al-Quran warganya masih banyak yang belum bisa baca Al-Quran. Lama-kelamaan eh yang ibu-ibu muda itu macet mbak sekarang tinggal yang lansia malahan”. (CW.3.4)


(166)

5. “Tahap pelaksanaan pembelajarannya itu kan pertama persiapan tempat, terus pembukaan, baca doa, kemudian nanti ngaji, setelah itu penutup”. (CW.3.5)

6. “TPA itu malam Jumat sama malam Minggu, yasinan itu malem Jumat bada isya, kajian itu malam Selasa di masjid”. (CW.3.6)

7. “Kami dulu nyoba pakai metode An-Nur mbak tapi ada beberapa kelompok tidak bisa mengikuti karena itu belajarnya cepet kan. Kalau mbah-mbah yang belum begitu tua gitu masih bisa mengikutu dan sekarang sudah Al-Quran tapi kalau yang 70 tahun keatas agak kesulitan akhirnya mereka pakai yang metode iqro”. (CW.3.7)

8. “Di masjid sudah tersedia semua mbak tikar, mica da, Al-Quran, iqro’, lemari, papan tulis, meja itu sudah ada”. (CW.3.8)

9. “Tindak lanjutnya belum ada mbak karena kan ya perkembangannya itu ya namanya lansia kan pelan-pelan mbak. Kalaupun dibuatkan kegiatan yang macem-macem itu takutnya malah memberatkan mbak soalnya kebanyakan dari mereka masih di sawah”. (CW.3.9)

B. HASIL KEGIATAN PEMBERDAYAAN LANSIA MELALUI

KEGIATAN KEAGAMAAN

1. “Evaluasi kalau dari kami yang menyelenggarakan belum ada mbak paling sama yang ngajar itu kami kalau ada masalah apa atau mau diganti


(167)

152

apnya gitu kami serahkan ke warga kok. Warga pengennya gimana terus kami tinggal terima ngikut aja kan kegiatannya udah jalan”. (CW.3.10) 2. “Perubahannya yang jelaskegiatan keagamaan sekarang jadi banyak

mbak dengan kata lain warga disini lansia pun juga masih belajar dan mereka rajin. Mereka juga lebih sering jamaah di masjid sekarang kayak mbah HJ itu subuh pun jamaah di masjid lho itu mbak. Ya karena kegiatannya adalah TPA mereka ya sedikit-sedikit bisalah iqro dan Al-Quran”. (CW.3.11)

3. “Ya terfasilitasi mbak kan dulu beluam ada kegiatan kayak gini tu dulu adanya kan Cuma pengajian barenga-bareng yang satu bulan sekali itu. Dan ini kan juga kami mengadakan TPA, jarang –jarang lho mbak ada TPA lansia. Soalnya kan ngajari lansia beda sama kalau kita ngajar anak muda, padahal kan lansia juga belum bisa mereka juga pengen bisa pengen belajar”. (CW.3.12)

4. “Kalau menurut saya dari sekian kelompok yang dulu ada dan sekarang tinggan dua kelompok itu, mereka yang masih berangkat itu termotivasi mbak mereka semangat-semangat”. (CW.3.13)

5. “Kalau interaksi dengan pengurus itu, kan kami pengurus tidak turun langsung dalam kegiatan itu ya mbak jadi ya interaksinya kalau dibandingankan dengan ustadnya ya lebih akrab dengan ustadnya apa ya


(168)

lebih dekat dengan ustadnyalah, kalau dengan kami kan tetangga jadi ya bisa mbak kalau ketemu tanya gitu”. (CW.3.14)

6. “Terbuka mbak mereka itu, kalau mau ada perubahan atau apa ya itu mereka musyawarah nanti bilang ke kami. Kalau mereka ada kesulitan mereka juga tanya”. (CW.3.15)

C. FAKTOR PENDORONG DAN FAKTOR PENGHAMBAT

1. “Faktor pendorongnya itu warganya sendiri juga gampang digerakkan mereka semangat mbak walaupun awalnya itu banyak sekali tapi terus jadi separonya ya kan sudah lumayan. Terus disini yang ngajar juga mau meluangkan waktu walaupun tidak dibayar itu lho mbak”. (CW.3.16) 2. “Kalau penghambat dari penyelenggaraan dulu ya berarti itu waktu

bentuknya? Dulu malah kami kualahan mbak karena banyak banget yang ikut jadi kurang pengajarnya makannya kami bentuk kelompok-kelompok. Terus masalah waktu mbak, yang ikut kan sudah lua, bekerja lagi kan ya pasti sibuk ada waktu cuma malam itu saja pasti capek makannya kami adakan seminggu sekali habis isya dimalam Jumat sma malem minggu kalau yang TPA”. (CW.3.17)

3. “Kalau masalah pengajar kami bagi waktu bergiliran dan dibagi kelompok-kelompok itu mbak jadi kalau ada yang ngajar itu enam orang misalahnya satu orang pegang satu kelompok soalnya mereka kan mulai dari awal mbak jadi harus dibentuk kelompok biasr yang ngajarin


(169)

154

gampang. Kalau masalah waktu ya itu kami bikin seminggu sekali”. (CW.3.18)

4. “Sudah tua mereka agak sulit menangkap apa yang kami sampaikan mbak mungkin lebih tepatnya masalah mengingat. Mereka lupa-lupa mbak, udah diajarkan kemarin tapi lupa lagi kan jadinya kami harus mengulang lagi”. (CW.3.19)


(170)

CATATAN WAWANCARA 4

I. IDENTITAS

Nama : AN

Jenis Kelamin : Laki-laki

Umur : 22 Tahun

Pendidikan Terakhir : SMA

Pekerjaan : Mahasiswa

Alamat : Dusun Gatak

II. PERTANYAAN

A. PEMBERDAYAAN LANSIA MELALUI KEGIATAN KEAGAMAAN 1. “Di Dusun kami ini warganya lumayan mbanyak dan Alhamdulillah

mudah digerakkan mbak. Nah waktu ada pertemuan pengurus ada yang usul bagaimana kalau mengadakan kegiatan di masjid biar masjidnya rame gitu. Kan kebetulan disini memang belum ada kegiatan-kegiatan pengajian mbak terus akhirnya kami adakan TPA, kajian, yasinan. Dikegiatan itu melibatkan ibu-ibu, lansia dan bapak-bapak tapi sampai sekarang yang jalan malah yang lansia”. (CW.4.1)

2. “Kami mengumumkan di masjid kalau ada kegiatan-kegiatan gitu mbak, kan memang kalau disini pengumuman ya ngumuminnya lewat pengeras


(171)

156

suara di masjid. Terus warga yang mau ikut tinggal dating gitu mbak”. (CW.4.2)

3. “Kami perencanaannya ga mendetail sih mbak kan kami suga dananya sukarela, ustadnya ga dibayar, dan ga pakai konsumsi juga. Dana untuk pelaksanaan kami ambilkan dari infaq masjid dan sosial mbak. Kami waktu itu dapet ide kemudian di rapat selanjutnya kami dapat pengajar dan kesepakatan waktu sudah gitu aja”. (CW.4.3)

4. “Menurut saya sudah sesuai mbak, disini belum ada kegiatan kemudian kami mengadakan ini, warga juga banyak yang belum bisa baca Al-Quran wong waktu pertama pertemuan itu sampai sekitar 50 orang lho mbak. Karena itu kami memfasilitasi dengan kegiatan ini”. (CW.4.4)

5. “Pelaksanaannya itu kan ngangkatin meja dulu bareng-bareng terus dibuka, baca doa, belajar, ditutup gitu aja mbak”. (CW.4.5)

6. “Disini TPA yang iqro itu malem Jumat, kalau yang Al-Quran malem Minggu. Kajiannya malem Selas, yasinan malem Jumat bada isya’”. (CW.4.6)

7. “Pakai apa ya mbak kayaknya pakai iqro kalau yang TPA itu, yang mudah buat menula yang ga muda lagi”. (CW.4.7)

8. “Di masjid sudah kami siapkan semua mbak, ada meja, tikar, iqro’, Al-Quran, ada lemati tempat kayak kertas absen itu, ada mic”. (CW.4.8)


(172)

9. “Tindak lanjut belum ada mbak, ya ngaji-ngaji biasa gitu aja yang penting warga tergerak jadi rajin, masjid juga ramai dengan kegiatan”. (CW.4.9)

B. HASIL KEGIATAN PEMBERDAYAAN LANSIA MELALUI

KEGIATAN KEAGAMAAN

1. “Dari kami pengurus tidak ada evaluasi mbak sejauh ini belum ada tu, mungkin diadakannya sama gurunya yang ngajar mbak kan kami sebatas penyelenggara nanti kalau ada laporan apa gitu kami baru bertindak”. (CW.4.10)

2. “Perubahan dari warga itu apa ya? Rumah saya kan dekat dengan masjid mbak kalau waktunya jamaah itu banyak yang datang sekarang mbak mbah saya juga sekarang jadi tambah rajin jaah terus, kalau magrib gitu mbahe di masjid sampai isya baru pulang”. (CW.4.11)

3. “Iya mbak saya rasa terfasilitasi dulu kan ga ada kegiatan kayak gini. Kayak mbah saya itu, dulu kan mbahe tinggalnya masih di rumahnya sana kana da kegiatan ngajinya kan dekat sama pesantren terus pindah sini dulu ga ada ya pengen ngaji lagi katanya”. (CW.4.12)

4. “Kelihatannya termotivasi mbak wong waktu ada masalah pengajarnya ga mau datang mereka juga ikut ngurusin pokoknya kegiatan ini harus jalan terus gitu mbak”. (CW.4.13)


(173)

158

5. “Interaksi kami ya seperti biasa mbak, mereka kan tahu kalau saya yang biasanya ngasih pengunuman dan saya juga ikut dikegiatan-kegiatan besar. Mereka kalao ketemu saya suka tanya nanti ngaji ga gitu mbak”. (CW.4.14)

6. “Ya terbuka mbak disini kan masih apa ya istilahnya desa gitu lho mbak jadi sama tetangga disini mbasih bagus, gotong royongnya juga masih bagus. Sini biasa rembukan mbak sudah biasa menyampaikan keluhan dan ide tu”. (CW.4.15)

C. FAKTOR PENDORONG DAN FAKTOR PENGHAMBAT

1. “Pendorong pelaksanaannya karena kami mau meramaikan masjid itu kali ya mbak, kami ingi warga kami juga rajin. Dusun kami ini juga dapet julukan Kampung Al-Quran soalnya, jadi kami juga rasa-rasanya harus pempertanggung jawabkan julukan itu gitu. Masak kampong Al-Quran warganya masih banyak yang belum bisa baca Al-Quran. Warga kami juga gampang digerakkan mbak dan juga terbuka jadi kami juga semangat”. (CW.4.16)

2. “Penghambatnya itu pengajarnya sama waktu mbak. Berhubung yang ngajar itu sedikit dan sibuk juga makannya kadang mereka juga ga bisa datang. Dan masalah waktu kan warga juga selonya malam mbak dan kalau malam kan pasti juga sudah capek lha itu tantangan kami disitu”. (CW.4.17)


(174)

3. “Ya pengajarnya gantian mbak kalau emang ga bisa semua ya ada yang usul ganti hari biasanya, kepepetnya ya belajar sendiri mereka mbak. Kalau masalah waktu itu udah ga bisa diapa-apain lagi kayaknya mbak ga dipungkiri semua juga sudah sibuk. Ya kami pelan-pelan saja asalah bisa berjalan terus”. (CW.4.18)

4. “Kalau dilihat dari kondisinya usianya kan sudah lansia kan ya mbak jadi yang paling kelihatan kan fisik mereka sudah tidak sekuat kita. Jadi kalau belajar dengan kondisi yang capek kan ya nangkepnya jadi susah dan lagi mereka mungkin agak lupa-lupa gitu mbak kalau dari warganya”. (CW.4.19)


(175)

160

CATATAN WAWANCARA 5

I. IDENTITAS

Nama : SY

Jenis Kelamin : Perempuan

Umur : 61 tahun

Pendidikan Terakhir : SMP Pekerjaan Terakhir : Buruh

Alamat : Dusun Gatak

II. PERTANYAAN

A. PEMBERDAYAAN LANSIA MELALUI KEGIATAN KEAGAMAAN 1. “Pokoknya kepengen bisa. Kalo bisa itu ngajak sodara-sodara yang lain

biar bisa ngajari anak cucu gitu mbak. Jaman sekarang ini kan apa itu jenenge mbak, teknologi. Nah niku kan semakin canggih mbak anak-anak kan butuh dikandani dan dibekali nopo maleh masalah agama. Disini kan dapet kampung Al-Quran itu mbak. Pengennya kalo ikut ngaji ngeten niki biar bisa jadi kampong Al-Quran yang sebenarnya ngoten mbak.” (CW.5.1)


(176)

3. “Dulu saya pernah ikut tapi nggeh belum bisa, terus saya ikut TPA niki mau mendalami. Mendalami biar bisa betul mbak ininya cara bacanya yang bener.” (CW. 5.3)

4. “Enten TPA malem jumat kaleh malem minggu. Yasinan malem jumat, malem selasa kajian mbak.” (CW.5.4)

5. “Nggeh Alhamdulillah kula saget rutin, wong udan deres mawon kulo mangkat mbak. Kadang nek mboten mangkat niku pas enten ewuh.” (CW.5.5)

6. “TPA lansia itu malem jumat sama malem minggu mbak. Malem senen wage sebulan sepindah nek niku satu Dusun. Kalau yasinan itu seminggu sekali juga dinten minggu. Ada kegiatan kajian sama Bu YL niku malem senin mbak.” (CW.5.6)

7. “Nggeh pun mbak, wong tuwo-tuwo mriki kan kathah seng dereng saget mbak nyatane waktu diken TPA niku nggeh do mbaleni saking iqro’ 1 kok. Kajian niku nggeh sae niku mbak soale Bu Yola niku mbahas tentang kehidupan sehari-hari.” (CW.5.7)

8. “Bar jamaah sholat maghrib niku nata meja buat TPA niku terus ngaji. Dibuka terus baca al-fatihah terus baca doa mau belajar terus ngaji satu-satu sma gurunya. Kalo satu-satu orang lagi ngaji terus yang lain niku baca sendiri ngoten mbak. Bar niku pun, ditutup baca doa penutup majlis terus wangsul. Nek sing yasinan niku dibuka teru baca yasin, doa, terus istirahat


(177)

162

lain-lain terus pun. Nek kajian kaleh bu YL nggeh sami tapi khusus yang perempuan.” (CW.5.8)

9. “TPA Al-Quran kaleh Om WN, TPA Iqro’ kaleh Pak BS, nek kajian niku bu YL, kadang bu LI sama pak rakun mbak.” (CW.5.9)

B. HASIL KEGIATAN PEMBERDAYAAN LANSIA MELALUI

KEGIATAN KEAGAMAAN

1. “Iya mbak saya dulu belum bisa sekarang bisa. Saya juga seneng banyak temennya.” (CW.5.10)

2. “Iya mbak bermanfaat sekali karena dulu saya belum tau car a baca iqro’ yang bener terus kajian itu juga bisa tahu perkembangan informasi terus aturan-aturan yang ada di Al-Quran juga.” (CW.5.11)

3. “Saya ya sedikit-sedikit tahu car abaca iqro’ yang benar tajwid terus saya kalo mau belajar sendiri di rumah juga jadi semangat.” (CW.5.12)

4. “Ya kalau bisa kalau kita tahu itu kan kita ngasih tahu ke orang lain mbak. Tapi kalau saya paling ya nasehatin anak, cucu biar belajar agama gitu mbak sebisa saya” (CW.5.13)

5. “Nggeh mbak biarpun tidak sekolah tapi nek saget ngaji itu bisa sedikit-sedikitlah, sudah tua ngeten nggeh nopo maleh seng dipadosi mbak.” (CW.5.14)

6. “Nek ngaji niku kan nggeh soal agama nggeh damel ibadah mbak. Sekarang bisa tadarus sedikit-sedikit di rumah, kalau jadian itu bisa tahu


(178)

permasalah perbaru terus mangkeh tahu penjelasane menurut Islam nggeh ngoten mbak.” (CW.5.15)

7. “Saya disuruh suami saya mba. Saya itu nembe setahun mbk ikut TPA ini, kelompok terakhir kulo niku. Soale kelompoke kulo bubar njuk kula gabung kaleh seng malem jumat niku. saya .” (CW.5.16)

C. FAKTOR PENDORONG DAN FAKTOR PENGHAMBAT

1. “Kalau saya Alhamdulillah tidak ada mbak, paling kalau cara mengucapkan huruf itu kan agak sulit kayak dho sma gho gitu mbak menirukannya susah.” (CW.5.17)

2. “Nek sing teng yasinan niku musyawarah mba dados enten waktu sendiri, mananya sesi lain-lain. Lha teng mriku mangkeh kadang dibahas nek enten usulan nopo ngoten. Nek pas TPA nek kesulitan nggeh langsung takon kaleh Pak BS.” (CW.5.18)

3. “Ya saya semangat gitu aja mbak, wong pun tuwo nggeh sitik-sitik ajeng sinau ngoten. Kulo nggeh sok belajar teng griyo dewe ngoten niku.” (CW.5.19)

4. “Saya dulu pernah berlajar iqro’ sedikit tapi carane niku benten mbak. Mbiyen mboten enten tulisan-tulisan hurufe niku lho mba dadi angel. Terus saya ikut TPA niku kan pake iqro’ yang ada keterangan petunjuk latin di belakangnya itu mbak jadi saya mau belajar sendiri di rumah


(179)

164

nggeh lumayan membantu. Suami saya kan ikut mbak, yo kadang ngajakki.” (CW.5.20)

5. “Itu mbak kalau mau mengucapkan huruf dengan benar itu agak sulit, kalau belajar sendiri gitu yo rumangsane sudah bener tapi setelah maju eh ternyata salah semua.” (CW.5.21)

6. “Ya belajar terus mbak walaupun salah-salah terus ya biarin gitu haha. Yang penting kan kita sudah berusaha.” (CW.5.22)

7. “Gak ada mbak, paling ya dulu itu mau ngaji tapi kelompoknya bubar, tapi kan sekarang udah gabung sama kelompok lain.” (CW.5.23)

8. “Saya bilang sama Pak BS kalau saya gabung aja ke kelompok yang malem Jumat gitu mbak.” (CW.5.24)


(180)

CATATAN WAWANCARA 6

I. IDENTITAS

Nama : SD

Jenis Kelamin : Perempuan

Umur : 64 tahun

Pendidikan Terakhir : SD Pekerjaan Terakhir : Buruh

Alamat : Dusun Gatak

II. PERTANYAAN

A. PEMBERDAYAAN LANSIA MELALUI KEGIATAN KEAGAMAAN 1. “Kulo pengene pengen ngaji pengen saget, beno tahunan tapi nggeh

mboten nopo-nopo seng penting usaha. Pun tuwo nek saget kan nggeh saget ngaji sitik-sitik mbak.” (CW.6.1)

2. “Waktu niku pas maghriban terus diumumke nek ajeng enten TPA kangge seng tuwo-tuwo ngoten. Kulo nderekke kentun seng malem jumat niku. Lha riyen dereng karep, dadose kulo nderekke nggeh nembe-nembe niki.” (CW.6.2)

3. “Dereng nate mbak. “Dereng nate mbak. Kulo geh saking nol mbak wong dereng nate. Jaman mbiyen kan nek sekolah nggeh mung sekolah


(181)

166

dereng kados jaman sak niki. Riyen mung apalah, nek a ba ta sa dereng saget.” (CW.2.3)

4. “Nek seng TPA nggeh moco iqro’ mbak, nek kajian kaleh Bu YL niku kulo jarang mangkat terus nek yasinan ngoten nggeh mung moco yasin terus diisi lain-lain nek enten seng ajeng dirembug ngoten.” (CW.6.4) 5. “Geh sok-sok mboten mlampah kan kulo taseh kagungan mbah, dados

kulo ngurus mbahe kulo niku. Kan mbahe pun mboten saget nopo-nopo kiambak dados nggeh kulo seng ngurus.” (CW.6.5)

6. “TPA Iqro’ niku malem jumat bar magriban dugi isya’ kan damel jamaah, enten TPA kangge seng pun Al-quran niku malem minggu nggeh sami bar maghrib dugi isya’, kajian kaleh Bu YL niku malem selasa nggeh bar maghrib dugi isyua’, enten maleh yasinan malem jumat bada isyak kadang dugi jam sepuluh”. (CW.6.6)

7. “Sampun mbak. Wong nek geh ajeng diisi kathah-khatah wong pun do tuwo-tuwo nggeh radi kangelan nek menurute kulo. Kan geh taseh sok do teng sawah.” (CW.6.7)

8. “Nopo nggeh mung bar sholat maghrib niko terus mulai berdoa. Terus do moco kiambak-kiambak riyen kaleh nunggu giliran. Bar niku nek mpun nggeh berdoa lanjut jamaah isya’ mbak. Nek kados seng kajian niko nggeh sami, dibuka terus mirengke kajiane Bu YL terus nek ajeng enteng seng ditagkletke mangkeh saget tangklet ngoten.” (CW.6.8)


(182)

9. “Seng ngajar TPA biasane Pak BS kaleh Bu LI. Nek kadang geh Pak Rakun nek riyen pas dereng sibuk enten Bu SR tapi wingi niko putrane sek dawah dados dereng nate ngajar maleh. Nek seng Al-Quran seng ngajar Pak WN. Nek seng kajian niku Bu YL.” (CW.6.9)

B. HASIL KEGIATAN PEMBERDAYAAN LANSIA MELALUI

KEGIATAN KEAGAMAAN

1. “Nggeh mbak wong kulo riyen daring saget blas kok, sak niki Alhamdulillah pun sitik-sitik.” (CW.6.10)

2. “Geh bermanfaat sanget mbak wong nek pun tuwo ngeten niki nopo maleh seng perlu digolekki mbak lak nggeh sangu damel ngenjeng. Nek kulo sok ajar moco surat pendek mbak.” (CW.6.11)

3. “Sakniki kulo pun saget iqro’ sitik-sitik mbak, pun ngertos moco yasin nek pas nopo niko pas malem jumat wingi nuku lho? Pas tutup tahun niko. Nggeh Alhamdulillah ngertos bab agomo sitik-sitik.” (CW.6.12)

4. “Geh seneng mbak kathah kancane saget sinau nggeh seneng, nek riyen lak dereng enten ngaji ngeten niki. Enten tapi tebeh mriko mboten ngaji iqro’ ngajine apalah doa-doa.” (CW.6.13)

5. “Geh mbak, kulo niku seneng nek kon ngaji damel sangu mbenjeng.” (CW.6.14)

6. “Damel ngapalke surat-surat pendek dalem sholat niku mbak. Kadang nek bar ngaji ngoten kan Bu LI nggeh sok ngandan-ngandani misale nek


(183)

168

sholat jamaah niku pahalane luwih kathah timbang sholat kiambak ngoten, kulo dados pengen sholat jamaah terus.” (CW.6.15)

7. “Nggeh sae mbak, riyen pas awal iqro’ niko kulo sok ken ngajari putu kulo. Terus nek enten bab nopo seng dereng pahal kulo tanglet kaleh epe kulo, tiyange lak nggeh sok ngaji teng pundi-pundi ngoten dados kulo sok tangklet deknene.” (CW.6.16)

C. FAKTOR PENDORONG DAN FAKTOR PENGHAMBAT

1. “Nggeh nek dikandani cara mocone ngoten kadang kangelan seng nirokke mbak, ilat tuwo nggeh ngeten niki. Kadang nek dimoco kiambak niku rumangsane pun bener tapi bar ngaji kaleh gurune jebule salah kabeh haha nggeh ngoten mbak sitik-sitik.” (CW.6.17)

2. “Nggeh mbak nek kangelan ngoten kulo matur, nek mung meneng ngeh kapan isane. Nek riyen-riyen nggeh nate isin tapi sak niki pun mboten. Sak niki nek mboten saget nggeh tangklet ngoten.” (CW.6.18)

3. “Kepeng saget geh mung ngoten mbak wong pun umur-umur sementen. Wong kanca-kancane pun do saget, kulo nggeh kepengen saget.” (CW.6.19)

4. “Bu LI kadang nggeh sok ajak-ajak ken TPA terus. Gurune kan nggeh pun nglegakke mosok seng ajeng diwarahi malah do mboten mangkat lak ngoten marang. Kadang kaleh koncone nggeh sok kangsenan mangkat yo goten.” (CW.6.20)


(184)

5. “Kadang sok kesel niku mbak dados kadang nggeh mboten mangkat. Nek enten ayat seng gandeng-gandeng dowo ngoten kulo sok lalai mocone.” (CW.6.21)

6. “Nggeh kulo alon-alon nek moco kaleh tak bolan-baleni mbak. Nek lali, pas ngaji ngoten niko kulo tangklet kaleh Pak BS.” (CW.6.22)

7. “Nggeh niku wau ngurus mbah kulo, kadang nggeh udan nopo enten acara ngoten. Nek enten kegiatan nopo ngoten nggeh sok libur. Wingi niko seng ngajar nembe mboten enten seng ngajar dados nggeh libur, belajar kiambak.” (CW.6.23)

8. “Nggeh nek ngurus mbah kulo ngoten kan pancen mboten saget ditinggal nggeh pripun malem mbak. Nek pas udan ngoten niko sok diganti malem sabtu ngajine. Nek mboten enten seng ngajar nggeh belajar kiambak mbak, nek enten seng lali nggeh takon kancane, nek taseh mboten saget nggeh nek ngaji sesokke ditangkletke kaleh gurune ngoten.” (CW.6.24)


(185)

170

CATATAN WAWANCARA 7

I. IDENTITAS

Nama : SM

Jenis Kelamin : Perempuan

Umur : 61 tahun

Pendidikan Terakhir : SD

Pekerjaan Terakhir : Buka Warung

Alamat : Dusun Gatak

II. PERTANYAAN

A. PEMBERDAYAAN LANSIA MELALUI KEGIATAN KEAGAMAAN 1. “Pengen iso mbak mbiyen sekolah tapi ora ono ngajine. Nek ngaji enek

kancane akeh ngene kan seneng mbak nggehan.” (CW.7.1)

2. “Diumumke teng Masjid kok niki mbak, diumumke nek enteng kegiatan ngaji. Terus waktu yasinan juga diajak TPA gitu.” (CW.7.2)

3. “Dereng nate kulo mbak, wong kulo niki mbiyen sekolahe ora ono ngajine. Kulo niku blas dereng saget moco Al-Quran mbak. Nung rong taun sinau iqro niku nggeh urung iso-iso. Sagete lekas al-quan nggeh cedak-cedak niki. Wong tuwo nek umpomo mung seminggu pisan lek moco niku nek ora ono seng mulang lak yo tetep kangelan to.” (CW.7.3)


(186)

4. “TPA niku, kajian Bu Yola malem Selasa, yasinan malem Jumat.” (CW.7.4)

5. “Nek kulo mesti tak usahakke mangkat mbak. Wong nggeh mboten tau libur paling nek Ustade mboten saget, paling mung moco bareng-bareng ngoten. Soale kan wes gae snek mbak, nek ora yo ono Pak Rakun kae.” (CW.7.5)

6. “TPA niku malem Jumat kaleh malem Minggu, enten yasinan malem Jumat, kajian malem Selasa.” (CW.7.6)

7. “Pun sesuai niku mbak wong seng dereng saget nggeh katah. Pas awal TPA niko mangkat kathah mbak mbok wong 50 wae ono neng omahe Mas RD niku nengo kok terus do jeleh. Seng bertahan nggeh kantun niko ming ora wingi kae 20-30 mbak. Nek gawe snek 40 wongan.” (CW.7.7)

8. “Kados wingi kino bar sholat maghrib njuk nata meja, mic, Al-Quran, tikar. Bar niku njuk dibuka karo Mas WN kui, soko mburi karo ono seng mbagekke snek. Bar dibuka kan moco doa bar kuwi diwarahi sikek karo Mas WN cara mocone piye. Nek wes terus siji-siji kon moco nganggo mic nek salah yo dibenerke. Bar kuwi nek Mas WN ora sibuk kyo wingi kae iso diwoco artine, biasane sampe setengan sepuluh nek isya’ yo sholat sek. Nek karo Pak GL sak ayat kudu bener. Wes rampung ngaji njuk ditutup moco doa, bar kwi ngresiki ngon terus do ngekke sosial sak ikhlase mbak.” (CW.7.8)


(187)

172

9. “Nek TPA Al-Quran ki karo Mas WN, kadang Pak GL nek pas do sibuk yo kadang Pak Rakun. Awale ki Mas RD karo bojone Mas RD nikuriyen nggeh ngajar neng yo do nandur timun dadi do sayah.” (CW.7.9)

B. HASIL KEGIATAN PEMBERDAYAAN LANSIA MELALUI

KEGIATAN KEAGAMAAN

1. “Nggeh nambah ilmune mbak nek kandani mbiyen ki kulo dereng saget blas kok sakniki Alhamdulillah pun Al-Quran. Nek kajian bu YL brang kan akeh seng dibahas mbak.” (CW.7.10)

2. “Bermanfaat banget mbak dadi ngerti hadits, artine Al-Quran senajan urung kabeh. Nek jenenge ngaji ki lah yo ora ono luluse to. Ora mesti awake dewe ngerti. Pengajian buYL khusus ibu-ibu do tak kon mangkat ki do ra mangkat seng mangkat ki yo seng TPA tok kui. Seng nom-nom ki nek iso iki mendalami ilmu agama barang gen iso ngandani anake. Nek jaman saiki ora ngaji yo ngunu kwi mbak ngeri mbak nek kyo neng berita ngunu kwi wae aku wedi dicritani bu YL.” (CW.7.11)

3. “Sak iki dadi ngerti berita-berita seng ngandani bu YL kae mbak, saiki aku waspada anakku yo sok tak elekke tak kandan-kandani.” (CW.7.12) 4. “Anak kulo niku sok tak kandani nek wes kerjo ojo lali sholate. Nek neng

kota ki lak yo pergaulane medeni to mbak koyo seng ceritakke Bu YL kae ngeri aku. Nek neng kono ki tak kon melu kajian-kajian lak ono to.” (CW.7.13)


(188)

5. “Nggeh mbak terus niku. Wong mbiyen Pak GL wegah mulang kae wae terus dibingung do berjuang pokokke piye carane kudu ngajine ki tetep mlaku kok. Jaman saiki nek ora ngaji ki wes ra iso mbak.” (CW.7.14) 6. “Nggeh dalem ngaji mbak mbiyen niku lak nek yasinan seng diwoco

latine udu arabe, saiki wes iso Al-Quran dadi seng diwoco arabe.” (CW.7.15)

7. “Anak kulo ndukung mbak, wong anak kulo niku lak ngajar TPA cah cilik-cilik niku nggehan.” (CW.7.16)

C. FAKTOR PENDORONG DAN FAKTOR PENGHAMBAT

1. “Leh moco kwi lho mbak lak ayate dowo-dowo to nek Al-Quran ki, sok lali piye mau dowo banget ayate. Lha yo kui nek tuwo-tuwo kayo aku kui tegese lakyo ora nganti lanyahe to. Nek koyo sak njenengan ngoten saget nganti lanyah.” (CW.7.17)

2. “Nek teng TPA niku, Pak GL teliti banget mbak nek salah yo dibenerke sampe bener, tapi yo kadang ustade do sibuk kwi mbak gandeng do duwe kegiatan dewe-dewe to.” (CW.7.18)

3. “Yo pengen iso wae mbak. Mbiyen arep sinau ngaji urung ono TPA, lha saiki wes digawekke TPA lak yo kepenak garek mangkat mbak.” (CW.7.19)

4. “Mbiyen ki arep ngaji kangelan mbak, ndadak tekan adoh saiki lak ming garek neng masjid. Ngaji ki lak penting to mbak.” (CW.7.20)


(189)

174

5. “Nek koyo aku ki wes Al-Quran tapi yo rung lancar mbak, lha piye yo nek neg omah hayo ra mesti sinau dewe wong kesibukan werno-werno ngeten niki, neng omah wes mikir golek ekonomi mbak. Ra iso mbak, paling nek moco delok-delok. Kene ki yo ra ono seng nganggur ki mbak kayane do sibuk.” (CW.7.21)

6. “Yo wes piye mbak, seng penting TPA kuwi tak usahakke mangkat teruh tak utamake pokokke. Nek urung iso yo pokokke mangkat terus nggko lak yo diwarahi.” (CW.7.22)

7. “Seng ngajar koyo Pak WN, Bu YL, Pak BS kan tegese do sibuk to mbak dadi kadang ngajine yo mung tekan isya urung dikaji artine wes kudu rampung. Kadang ustade ra iso mangkat sibuk dadi ngaji dewe.” (CW.7.23)

8. “Nek pas ngaji ora ono gurune y owes ngaji dewe-dewe mbak nek ora iso yo takon kancane seng iso.” (CW.7.24)


(190)

CATATAN WAWANCARA 8

I. IDENTITAS

Nama : WJ

Jenis Kelamin : Perempuan

Umur : 62 Tahun

Pendidikan Terakhir : SD Pekerjaan Terakhir : Buruh

Alamat : Dusun Gatak

II. PERTANYAAN

A. PEMBERDAYAAN LANSIA MELALUI KEGIATAN KEAGAMAAN 1. “Kulo kepengen iso tenan. Kulo mboten sekolah, ming SD kulo deren tau

ngaji. Weruh kancane do iso ngaji njuk kulo pengen”. (CW.81) 2. “Geh niku nggeh takmire masjid niku seng nyanjangi”. (CW.8.2) 3. “Dereng nate kulo mbak”. (CW.8.3)

4. “TPA, kajian Bu Yola, yasinan niku. Mriki nggeh Kampung Al-Quran riyen mbak”. (CW.8.4)

5. “Mboten mesti mbak, nek nembe repot nggeh mboten. Kulo wingi mboten mangkat pun rongjumat wong nenmbe enten keperluan 40 dinten tiang sepah”. (CW.8.5)


(191)

176

6. “TPA niku malem jumat kaleh malem minggu. Nek sing malem jumat niku seng kangge iqro’ nek malem Minggu niku kangge seng pun Al-Quran. Kulo niku diken teng al-quran tapi kulo teseh dereng saget kulo terus mboten purun. Kulo riyen tumut ping pinten ngoten terus pun. Lha rencange pun lancar kulo taseh plegak-pleguk geh mulo tumut seng kentun mawon. Yasinan niko malem jumat bada isyak, kajian Bu Yola malem selasa”. (CW.8.6)

7. “Nggeh pun mbak, kan kathah seng dereng saget”. (CW.8.7)

8. “Riyen awal masuk dites riyen diken maos iqro’ 1 saget nopo mboten. Nek pas TPAne niku pertamane dibukak terus baca doa ngoten terus do baca kiambak-kiambak kaleh nunggu giliran nek pun nggeh ditutup. Pas ngaji kaleh gurune njuk mangkeh gurune nyatet teng buku prestasi niko, nggeh mung ngoten mbak. Nek yasinan niko radi benten, enten lain-laine soale kan mboten teng masjid terus wektune kan mboten ketabrak isya’ dadi saget tekan jam 21.30 kadang jam 22.00. Yasinan niko biasane dibukak kaleh Pak Rakun terus nggeh moco-moco dungo ngoten niko terus moco yasin niku”. (CW.8.8)


(192)

B. HASIL KEGIATAN PEMBERDAYAAN LANSIA MELALUI KEGIATAN KEAGAMAAN

1. “Nggeh mbak wong kulo niku nggeh katah seng mboten ngertos bab agama. Kan amal seng mboten tau pedhot niku kan enten tiga, amal jariyah, doa anak sholeh kaleh ilmu seng manfaat”. (CW.8.10)

2. “Nggeh bermanfaat mbak. Kados wingi niko kulo tangklet Mas Bashori masalah poso nek mboten sahur niku turene batal nggeh nopo mboten ngoten. Kulo kan sok mboten sahur nek poso niku, tapi nggeh tetep kuat tetep nyambut gawe nek kulo mboten poso wah getun kulo malahan mbak. Ngoten kan kulo dasos mantep, dados ngetos dasare”. (CW.8.11)

3. “Kulo dados ngetos sekedik bab agama kados poso, kados sedekah niku. Senajan awake dewe wong ra duwe, tapi yo nek iso sedekah. Kulo riyen blas dereng saget ngaji sakniki pun iqro’ 6 nggeh Alhamdulillah alon-alon. Geh sekedik-sekedik mbuh ditompo nopo mboten seng penting pun usaha lak ngoten”. (CW.8.12)

4. “Nggeh nek enteng seng dikandani nggeh dikandani, sok ngandani anakke, senajan wes gedhe tapi kan wong tua tetep ngandani mbak” (CW.8.13)

5. “Geh kulo pengen sinau terus mbak damel sangu”. (CW.8.14)

6. “Nek iqro’ geh damel moco Al-Quran, nek yasinan ngoten niko kulo sok kirim dungo damel seng mboten enten. Nek niku mriki niki enten seng


(193)

178

dislameti enten seng mboten, tapi kulo taseh sok yasinan nyameti seng pun pejah. Kulo niku disanjangi wong tapi nggeh kemantepane kiambak-kiambak”. (CW.8.15)

7. “Nek mriki wong ngomah niku nggeh monggo ngoten mboten patek do, nggeh pokokke terserah ngoten. Kan ngaji niku nggeh apek kangge awake dewe damel pedoman urip lak ngoten nggeh to”. (CW.8.16)

C. FAKTOR PENDORONG DAN FAKTOR PENGHAMBAT

1. “Kulo niku taseh sok salah teng cara mocone niku lak kudu bener mbak nek kadosظkaleh ض, غkaleh خkudu jelas bedone”. (CW.8.17)

2. “Nggeh niku mbak. Mboten usah isen nek kados kulo ngeten. Kados Mbak NH niku salah dibenerke, wedi nek kulo kan mboten. Nek mboten saget, seng bener niku pripun. Seng marai sero digetakko kulo mboten wedi. Nek ora iso terus dinengke wae yo kapan leh iso? Diomongke mawon kaleh Mas BS seng mboten saget pundi ngoten”. (CW.8.18) 3. “Pengen saget ngoten mbak wong nek dipikir wong urip pisan bondo

donyo ra digowo nggeh to? Kulo nggeh pun iqro’ emen pun ajeng rampung kan nggeh pengene cepet saget. Geh mugi-mugi lancar saget tumut rencange moco Al-Quran”. (CW.8.19)

4. ”Riyen-riyen kulo dereng kagungan krenteg terus ngertos kanca-kancane do iso terus kulo kepengen. Wong gurune nggeh pun nyanggupi ngajar”. (CW.8.20)


(194)

5. “Nek pas sayah ngoten niko bar nyambut damel ngoten niko mbak nopo pas enten acara teng pundi ngoten”. (CW.8.21)

6. “Nggeh teng omah sinau kiambak ben nek pas ngaji niko saget lancar terus saget katah ngajine”. (CW.8.22)

7. “Nopo nggeh mbak? Paling nek pas gurune mboten tindak niku kan dadose belajar kiambak, nek belajar kiambak kan rumangsane bener tapi nek salah kan nggeh mboten ngertos, mboten enten seng mbenerke”. (CW.8.23)

8. “Kadang nggeh ganti malem Sabtu ngajine mbak. Nek ngoten niku biasane sok do rembugan riyen terus diganti dinone damel gantine malem Jumat”. (CW.8.24)


(195)

Lampiran 6. Analisis Data Hasil Wawancara Ustadz/ustadzah

Analisis Data Hasil Wawancara Ustadz/Ustadzah Pertanyaan

1. Apa latar belakang dibentuknya kegiatan pemberdayaan lansia melalui kegiatan keagamaan?

Narasumber Jawaban Reduksi Deskripsi

BS “Kami pengen warga banyak yang jamaah di masjid biar masjidnya ramai, lalu kami bikin kegiatan pengajian untuk lansia itu . Saya kan ikut pembetukan dulu itu, saya ditawari untuk ngajar ya kemudian saya ikut berpartisipasi gitu mbak. Disini kan masih banyak yang belum bisa baca Al-Quran, itung-itung ikut membantulah”. (CW.1.1)

“Kami pengen warga banyak yang jamaah di masjid biar masjidnya ramai, lalu kami bikin kegiatan pengajian untuk lansia itu. Saya kan ikut pembetukan dulu itu, saya ditawari untuk ngajar ya kemudian saya ikut berpartisipasi gitu mbak. Disini kan masih banyak yang belum bisa baca Al-Quran, itung-itung ikut membantulah” (CW.1.1)

Hal-hal yang melatarbelakangi ustadz/ustadzah menjadi pengajar yaitu ingin berpartisipasi dalam kegiatan di Dusun, ingin ilmunya bermanfaat dengan mengajarkannya ke orang lain.

LI “Disini masih banyak yang belum bisa baca Al-Quran. Kalau saya itu dulu sebelum pindah disini pernah juga ngisi pengajian di Desa saya mbak jadi saya tahu rasanya manfaatnya. Kalau saya bisa walaupun cuman sedikit kan lebih baik ilmu itu ditularkan kepada orang lain biar bisa bermanfaat mbak”. (CW.2.1)

“Disini masih banyak yang belum bisa baca Al-Quran Kalau saya itu dulu sebelum pindah disini pernah juga ngisi pengajian di Desa saya mbak jadi saya tahu rasanya manfaatnya. Kalau saya bisa walaupun cuman sedikit kan lebih baik ilmu itu ditularkan kepada orang lain biar bisa bermanfaat mbak” (CW.2.1)

2. Kapan kegiatan pemberdayaan lansia tersebut diadakan? BS “Ada yasinan tapi campur semua

ibu-ibu malem Senin paling. Yang iqro’ ada malem Minggu sama malem Jumat. Malem Selasa itu

“Ada yasinan tapi campur semua ibu-ibu malem Senin paling. Yang iqro’ ada malem Minggu sama malem Jumat. Malem Selasa itu kajian sama Bu YL”.

Kegiatan pemberdayaan lansia yang ada yaitu TPA Al-Quran setiap Sabtu malam, TPA iqro’ Kamis malam, kajian setiap Senin malam,


(196)

LI “Disini ada beberapa kegiatan mbak yang TPA itu ada dua, TPA Al-Quran setiap malam Minggu dan TPA iqro’ setiap malam Jumat. Ada lagi yaitu kajian setiap malam Selasa dan yasinian setiap malam Jumat bada isya. Ada lagi pengajian setiap sebulan sekali kalau itu untuk umum semua boleh ikut tidak hanya yang lansia”. (CW.2.2)

“Disini ada beberapa kegiatan mbak yang TPA itu ada dua, TPA Al-Quran setiap malam Minggu dan TPA iqro’ setiap malam Jumat. Ada lagi yaitu kajian setiap malam Selasa dan yasinian setiap malam Jumat bada isya. Ada lagi pengajian setiap sebulan sekali kalau itu untuk umum semua boleh ikut tidak hanya yang lansia”. (CW.2.2)

isya’ yang pesertanya adalah campuran dari TPA Al-Quran dan TPA iqro’, lansia juga bisa mengikuti kegiatan pengajian bulanan yang terbuka untuk umum.

3. Apakah menurut anda materi yang diberikan sudah sesuai dengan kebutuhan para lansia? BS “Iya sudah, warga juga merindukan

ada kegiatan keagamaan. Orang kalau sudah sepuh-sepuh ya saya kira yang lebih dibutuhkan adalah lebih mendekatkan diri kepada Seng Kuasa ya ga? Ya menurut saya sudah pas kegiatan ini”. (CW.1.3)

“Iya sudah, warga juga merindukan ada kegiatan keagamaan. Orang kalau sudah sepuh-sepuh ya saya kira yang lebih dibutuhkan adalah lebih mendekatkan diri kepada Seng Kuasa. Ya menurut saya sudah pas kegiatan ini”. (CW.1.3)

Menurut ustadz/ustadzah materi yang diberikan sudah sesuai dengan kebutuhan para lanisa karena diusia lanjut para lansia lebih membutuhkan kegiatan keagamaan untuk lebih mendekatkan diri kepada Tuhan, selain itu lansia di Dusun Gatak masih banyak yang belum bisa membaca Al-Quran, lansia juga diberikan pengetahuan tentang perkembangan terkini agar tahu perkembangan yang sudah ada. LI “Pada awal dulu dibentuknya itu

banyak sekali yang ikut dan mereka memang belum bisa membaca Al-Quran jadi saya rasa materinya sudah sesuai dan juga kajian itu diisi dengan perkembangan berita terkini atau ya yang lagi ngetren apa gitu mbak”. (CW.2.3)

“Pada awal dulu dibentuknya itu banyak sekali yang ikut dan mereka memang belum bisa membaca Al-Quran jadi saya rasa materinya sudah sesuai dan juga kajian itu diisi dengan perkembangan berita terkini atau ya yang lagi ngetren apa gitu mbak”. (CW.2.3)

4. Apa metode yang anda gunakan dalam menyampaikan materi kegiatan? BS “Ya pakai metode iqro’ itu. Dulu

kan juga sempat kerjasama dengan Fan Tahsin itu, tapi kan mereka belum bisa baca sama sekali mbak

“Ya TPA pembelajarannya pakai metode iqro’. Dulu kan juga sempat kerjasama dengan Fan Tahsin, tapi kan mereka belum bisa baca sama sekali

Metode yang digunakan dalam menyampaikan materi adalah metode iqro’, dulu pernah menggunakan metode lain dari Fan


(197)

terus cuma ngisi berapa kali gitu terus udah dilanjut iqro”. (CW.1.4)

ya terus cuma ngisi berapa kali gitu terus udah dilanjut iqro. Kalau kajian jelas kami menggunakan metode ceramah dalam penyampaiannya”. (CW.1.4)

merasa kesulitan.

LI “Pakai metode iqro mbak karena kami pikir itu lebih mudah. Kalau yang sudah Al-Quran itu dulunya mereka pakai metode yang berbeda jadi cepet bisa. Awalnya mau kami samakan pakai metode itu semua tapi yang di kelompok malem Jumat itu si mbah-mbahnya banyak yang sudah sepuh banget kayak Mbah HR itu sudah 84 umurnya mbak nanti malah tambah kesulitan”. (CW.2.4)

“Pakai metode iqro mbak karena kami pikir itu lebih mudah. Kalau yang sudah Al-Quran itu dulunya mereka pakai metode yang berbeda jadi cepet bisa. Awalnya mau kami samakan pakai metode itu semua tapi yang di kelompok malem Jumat itu si mbah-mbahnya banyak yang sudah sepuh nanti malah tambah kesulitan”. (CW.2.4)

5. Apa media pembelajaran yang anda gunakan saat kegiatan berlangsung? BS “Medianya ya pakai buku iqro’ itu

mbak, kalo yasinan ya buku yasin. Kalau yang Al-Quran sama kajian itu kadang juga ustadnya pakai hadits buat ngisi materinya”. (CW.1.5)

“Medianya ya pakai buku iqro’ itu mbak, kalo yasinan ya buku yasin. Kalau yang Al-Quran sama kajian itu kadang juga ustadnya pakai hadits buat ngisi materinya”. (CW.1.5)

Media yang digunakan adalah buku iqro’, Al-Quran, hadits. Di TPA iqro’ lansia membaca iqro dan dikoreksi oleh ustadz, di TPA Al-Quran ustadz terlebih dahulu memberikan contoh cara membaca ayat tersebut diikuti oleh para lansia, lansia hanya membaca satu ayat dan akan dikoreksi oleh ustadz. Dalam kegiatan yasinan lansia bersama-sama membaca surat yasin kemudian dilanjutkan dengan sesi lain-lain. Pada kajian ustadzah menyampaikan materi dengan metode ceraham kemudian lansia boleh bertanya. LI “Kami hanya pakai iqro’ itu mbak

jadi mbak-mbahnya itu nanti baca satu-satu kami yang koreksi. Kalau yang Al-Quran itu beda lagi mbak, karena sudah Al-Quran jadi mereka bacanya Cuma satu ayat per orang tapi nanti semua di ajarin dulu sama ustadnya. Yang yasinan itu ya cuma baca yasin. Kajian itu juga nanti

“Kami hanya pakai iqro’ itu mbak jadi mbak-mbahnya itu nanti baca satu-satu kami yang koreksi. Kalau yang Al-Quran itu beda lagi mbak, karena sudah Al-Quran jadi mereka bacanya Cuma satu ayat per orang tapi nanti semua di ajarin dulu sama ustadnya. Yang yasinan itu ya cuma baca yasin. Kajian itu juga nanti ustadzahnya


(198)

secara lisan gitu nantu mbah-mbahnya bisa tanya”. (CW.2.5)

nantu mbah-mbahnya bisa tanya”. (CW.2.5)

6. Apa sarana dan prasarana yang digunakan dalam kegiatan pemberdayaan lansia? BS “Tempatnya masjid itu, ada meja,

papan tulis juga ada mbak tapi jarang digunakan. Ada iqro’, Al-Quran, buku prestasi, lemari juga ada. Sarpras dapat dari takmir itu dana dari infaq”. (CW.1.6)

“Tempatnya masjid itu, ada meja, papan tulis juga ada mbak tapi jarang digunakan. Ada iqro’, Al-Quran, buku prestasi, lemari juga ada. Sarpras dapat dari takmir itu dana dari infaq”. (CW.1.6)

Sarana dan prasarana yang digunakan dalam kegiatan yaitu ruangan masjid, meja, tikar, buku iqro’, buku prestasi untuk mencatatat hasil belajar, almari, Al-Quran, dan microfone.

LI “Di Masjid itu sudah ada meja, tikar, rak tempat iqro, kayak buku prestasi itu, Al-Quran, microfone. Sebenarnya di Masjid itu juga ada papantulis mbak tapi tidak kami gunakan karena menurut kami lebih efektif kalau diajarin pakai iqro’ langsung. Kalau yang Al-Quran juga ada snaknya mereka inisiatif iuran sendiri karena orangnya lebih banyak mbak”. (CW.2.6)

“Di Masjid itu sudah ada meja, tikar, rak tempat iqro, kayak buku prestasi itu, Al-Quran, microfone. Sebenarnya di Masjid itu juga ada papantulis mbak tapi tidak kami gunakan karena menurut kami lebih efektif kalau diajarin pakai iqro’ langsung. Kalau yang Al-Quran juga ada snaknya mereka inisiatif iuran sendiri karena orangnya lebih banyak mbak”. (CW.2.6)

7. Bagaimana tahap pelaksanaan kegiatan keagamaan yang dilaksanakan? BS “Tahapnya seperti biasa kokmbak ya

waktu mulai itu baca doa mau belajar terus abis itu ya langsung belajar urut satu-satu gitu kalau sudah selesai terus membaca doa penutup majelis itu. Kegiatan yang dibuat tidak banyak takutnya mereka yang kualahan kasihan” (CW.1.7)

“Tahapnya seperti biasa kok mbak ya waktu mulai itu baca doa mau belajar terus abis itu ya langsung belajar urut satu-satu gitu kalau sudah selesai terus membaca doa penutup majelis itu. Kegiatan yang dibuat tidak banyak takutnya mereka yang kualahan kasihan” (CW.1.7)

Tahap pelaksanaan:

- TPA: Pembukaan, baca doa belajar, bembelajaran, penutup - Yasinan: Pembukaan, baca

Al-Fatihah, acara inti yaitu membaca yasin, lain-lai, penutup

- Kajian: Pembukaan, penyampaian materi, tanya jawab, penutup

LI “Pembukaan mbak setelah itu baca doa mau belajar, kemudian mulai

“Pembukaan mbak setelah itu baca doa mau belajar, kemudian mulai


(199)

giliran mbah-mbahnya belajar sendiri dulu. Kalau yang yasinan ya sama, dibuka dulu baca Al-Fatihah terus baca yasin terus ada sesi lain-lain untuk berdiskusi. Kalau kajian itu setelah dibuka, kami kasih materi dengan ceramah. Setelah selesai, mereka boleh tanya. Kalau udah selesai ditutup pakai doa penutup mejlis”. (CW.2.7)

giliran mbah-mbahnya belajar sendiri dulu. Kalau yang yasinan ya sama, dibuka dulu baca Al-Fatihah terus baca yasin terus ada sesi lain-lain untuk berdiskusi. Kalau kajian itu setelah dibuka, kami kasih materi dengan ceramah. Setelah selesai, mereka boleh tanya. Kalau udah selesai ditutup pakai doa penutup majlis”. (CW.2.7)

8. Apakah para lansia dapat menerima materi yang anda sampikan dengan baik? BS ”Ya ada yang langsung bisa ada

yang tidak mbak. Ya itu kan sudah pada tidak lengkap giginya jadi kalau ngucapin huruf itu belum bisa jelas”. (CW.1.8)

”Ya ada yang langsung bisa ada yang tidak mbak. Ya itu kan sudah pada tidak lengkap giginya jadi kalau ngucapin huruf itu belum bisa jelas”. (CW.1.8)

Menurut ustadz/ustadzah karakteristik para lansia berbeda-beda ada yang mudah menerima materi ada yang agak sulit dikarenakan keadaan fisik yang sudah menurun, struktur gigi yang sudah berubah menyebabkan kesulitan mengucapkan huruf dengan benar, kesulitan memahami apa yang sudah disampaikan oleh ustadzah.

LI “Ya ada yang langsung bisa nangkep apa yang kami maksud ada juga yang lama mbak namanya juga sudah sepuh kan. Ada juga yang sudah kami ulang-ulang itu tapi si mbahnya tetap belum bisa ya sudah kami maklum mbak saya sampai bilang gini, nggeh pun mbah mboten nopo-nopo Gusti Allah ngertos kok seng jenengan maksud kulo sampe gitu mbak”. (CW.2.8)

“Ya ada yang langsung bisa nangkep apa yang kami maksud ada juga yang lama mbak namanya juga sudah sepuh kan. Ada juga yang sudah kami ulang-ulang itu tapi si mbahnya tetap belum bisa ya sudah kami maklum mbak saya sampai bilang gini, nggeh pun mbah mboten nopo-nopo Gusti Allah ngertos kok seng jenengan maksud kulo sampe gitu mbak”. (CW.2.8)

9. Berapa jumlah lansi yang mengikuti program pemberdayaan lansia ini? BS “Dulu waktu awal-awal itu banyak

mbak. Sekarang TPA malem jumat yang aktif biasanya 7 kadang 5. Kalau yang Al-Quran itu juga

“Dulu waktu awal-awal itu banyak mbak. Sekarang TPA malem jumat yang aktif biasanya 7 kadang 5. Kalau yang Al-Quran itu juga banyak wong

Jumlah lansia yang mengikuti kegiatan ini yaitu 5-7 orang untuk TPA iqro’, sekitar 30 orang di TPA Al-Quran, untuk kegiatan kajian


(200)

banyak wong kalau buat snace aja sampe 40 katanya”. (CW.1.9)

kalau buat snace aja sampe 40 katanya”. (CW.1.9)

lansia ynag datang sekitar 20 orang, dan sekitar 40 orang di kegiatan yasinan.

LI “Kalau yang Al-Quran itu banyak mbak 30 lebih, kalau yang iqro’ itu yang aktif hanya tujuh, kajian itu jugabanyak mbak kebanyakan yang dateng itu yang dari Al-Quran sekitar 20 orang. Kalau yang yasinan 40 lebih mbak kan campur itu”. (CW.2.9)

“Kalau yang Al-Quran itu banyak mbak 30 lebih, kalau yang iqro’ itu yang aktif hanya tujuh, kajian itu jugabanyak mbak kebanyakan yang dateng itu yang dari Al-Quran sekitar 20 orang. Kalau yang yasinan 40 lebih mbak kan campur itu”. (CW.2.9)

10. Apakah para lansia pernah bertanya tentang materi atau permasalahan yang dihadapi? Bagaimana tanggapan anda? BS “Kalau tanya tentang materi ya pasti

pernah mbak mereka tanya cara bacanya gimana gitu. Kadang juga ada yang tanya masalah lain kayak sholat atau puasa gitu. Ya saya jawab mbak, saya malah seneng kalau mereka bertanya, artinya kan mereka juga tertarik untuk lebih banyak tahu”. (CW.1.10)

“Kalau tanya tentang materi ya pasti pernah mbak mereka tanya cara bacanya gimana gitu. Kadang juga ada yang tanya masalah lain kayak sholat atau puasa gitu. Ya saya jawab mbak, saya malah seneng kalau mereka bertanya, artinya kan mereka juga tertarik untuk lebih banyak tahu”. (CW.1.10)

Para lansia bertanya kepada ustadz/ ustadzah ketika merasa kesulitan dalam membaca iqro’ maupun masalah agama dalam kehidupan sehari-hari. Ustadz/ustadzah merasa senang jika ada lansia yang bertanya karena hal tersebut menandakan adanya keingintahuan yang lebih dari lansia.

LI “Ya mereka kalau ga bisa ya tanya mbak, kalau huruf yang bunyinya agak sama gitu mereka mesti keliru jadi kadang waktu ketemu sama huruf itu diam dulu karena takut kebalik. pernah waktu itu kami belajar sambil mereka meme gabah di depan rumah”. (CW.1.10)

“Ya mereka kalau ga bisa ya tanya mbak, kalau huruf yang bunyinya agak sama gitu mereka mesti keliru jadi kadang waktu ketemu sama huruf itu diam dulu karena takut kebalik. pernah waktu itu kami belajar sambil mereka meme gabah di depan rumah”. (CW.2.10)

B. HASIL KEGIATAN PEMBERDAYAAN LANSIA MELALUI KEGIATAN KEAGAMAAN 1. Apakah anda melakukan evaluasi pembelajaran dalam pelakasanaan pemberdayaan lansia ini?


(201)

adanya ya pakai EBTA itu di iqro”. (CW.1.11)

EBTA di iqro’. LI “Kalau evaluasi secara rutin kami

belum ada mbak”. (CW.2.11)

“Kalau evaluasi secara rutin kami belum ada mbak”. (CW.2.11)

2. Bagaimana cara anda mengetahui tingkat pemahaman lansia terhadap materi yang disampaikan? BS “Waktu ngaji kan kelihatan mbak.

Kalau ada materi yang sudah lewat tapi kok lupa, lha itu berarti mereka belum paham sepenuhnya mungkin baru ditahap menghafal”. (CW.1.12)

“Waktu ngaji kan kelihatan mbak. Kalau ada materi yang sudah lewat tapi kok lupa, lha itu berarti mereka belum paham sepenuhnya mungkin baru ditahap menghafal”. (CW.1.12)

Cara mengetahui tingkat pemahaman lansia yaitu dengan mencermati perkembangan lansia saat mengaji dan juga menggunakan EBTA. Jika pada halaman tersebut lansia masih kesulitan membaca maka belum bisa lanjut ke halaman selanjutnya. LI “Kami pakai EBTA mbak, di

halaman terakhir setiap jilid di iqro itu kana da EBTA. Nah kalau misal belum lulus itu ya belum naik jilid selanjutnya gitu”. (CW.2.12)

“Kami pakai EBTA mbak, di halaman terakhir setiap jilid di iqro itu kana da EBTA. Nah kalau misal belum lulus itu ya belum naik jilid selanjutnya gitu”. (CW.2.12)

3. Apa saja perubahan yang terjadi pada lansia saat sebelum dan sesudah mengikuti kegiatan ini? BS “Beberapa diantara mereka jadi

sering jamaah di Masjid mbak saya sering ketemu. Masjid sekarang jadi lumayan rame Alhamdulillah ya sedikit-sedikit ada kemajuan mbak”. (CW.1.13)

“Beberapa diantara mereka jadi sering jamaah di Masjid mbak saya sering ketemu. Masjid sekarang jadi lumayan rame Alhamdulillah ya sedikit-sedikit ada kemajuan mbak”. (CW.1.13)

Perubahan yang terjadi pada peserta saat sebelum dan sesudah mengikuti kegiatan yaitu beberapa lansia menjadi rajin berjamaah, Masjid menjadi ramai dengan kegiatan, berkurangnya keluarga lansia yang memelihara anjing, dan ada kebiasaan Dusun yang diubah berdasarkan peraturan agama yang benar seperti saat memandikan jenazah.

LI “Kalau perubahan itu ya pelan-pelan ya mbak ga bisa dilihat secara cepat. Dulu di sini itu banyak yang pelihara anjing dan yang melihara itu malah yang muslim. Katanya anjing itu gedenya cepet jadi cepet bisa dijual gitu mbak. Tapi sekarang sudah berkurang, ya memang masih ada tapi sudah berkurang. Kalau sedang ketemu ngaji bareng gitu suka saya

“Kalau perubahan itu ya pelan-pelan ya mbak ga bisa dilihat secara cepat. Dulu di sini itu banyak yang pelihara anjing dan yang melihara itu malah yang muslim. Katanya anjing itu gedenya cepet jadi cepet bisa dijual gitu mbak. Tapi sekarang sudah berkurang, ya memang masih ada tapi sudah berkurang. Kalau sedang ketemu ngaji bareng gitu suka saya srempetin gitu


(202)

srempetin gitu kalau anjing itu najis. Dulu juga waktu saya masih awal pindah di sini kalau ada yang meninggal itu yang mensucikan dan mandiin itu Pak Rakun mbak. Baik yang peningal perempuan ataupun laki-laki semua yang mandiin Pak Rakun, kan harusnya ynag boleh mandiin kan yang semahromnya kan”. (CW.2.13)

kalau anjing itu najis. Dulu juga waktu saya masih awal pindah di sini kalau ada yang meninggal itu yang mensucikan dan mandiin itu Pak Rakun mbak. Baik yang peningal perempuan ataupun laki-laki semua yang mandiin Pak Rakun, kan harusnya yang boleh mandiin kan yang semahromnya kan”. (CW.2.13)

4. Apakah para lansia merasa terfasilitasi dengan adanya kegiatan pemberdayaan lansia ini? BS “Iya mbak, mereka sudah lama

merindukan kegiatan-kegiatan seperti ini”. (CW.2.14)

“Iya mbak, mereka sudah lama merindukan kegiatan-kegiatan seperti ini”. (CW.2.14)

Menurut ustadz/ustadzah para lansia merasa terfasilitasi karena pada awalnya Dusun Gatak belum ada kegiatan keagamaan lebih-lebih untuk lansia.

LI “Iya mbak mereka merasa

terfasilitasi, dulu kan belum ada ngaji kayak gini mbak belum ada TPA dan saya rasa pemahaman tentang agama juga belum banyak”. (CW.2.14)

“Iya mbak mereka merasa terfasilitasi, dulu kan belum ada ngaji kayak gini mbak belum ada TPA dan saya rasa pemahaman tentang agama juga belum banyak”(CW.2.14)

5. Apakah para lansia termotivasi mengikuti kegiatan tersebut? Bagaimana cara anda memberikan motivasi? BS “Ya termotivasi mbak kalau yang

ikut terus itu mereka saja kadang minta ganti hari kalau misalkan pada ga bisa ya sudah tua juga mbak kan

gampang capek. Cara

memotivasinya biasanya saya ya tak bilangin kita yang penting usaha mbah masalah bisanya kapan itu nanti dulu, kalau kita usaha kan Allah pasti juga kasih kemudahan”.

“Ya termotivasi mbak kalau yang ikut terus itu mereka kadang minta ganti hari kalau misalkan pada ga bisa ya sudah tua juga mbak kan gampang capek. Cara memotivasinya biasanya saya ya tak bilangin kita yang penting usaha mbah masalah bisanya kapan itu nanti dulu, kalau kita usaha kan Allah pasti juga kasih kemudahan”. (CW.1.15)

Para lansia termotivasi mengikuti kegiatan ini, jika mereka berhalangan untuk datang mereka biasa meminta ganti hari untuk tetap belajar, para ustadz/ustadzah memotivasi dengan cara memberikan dorongan, dukungan serta dalil yang menyatakan adanya pahala yang berlimpah bagi orang-orang yang mau belajar.


(203)

LI “Mereka termotivasi mbak wong hujan aja mereka tetep berangkat, kalau pas deres banget gitu bisanya mereka minta diganti malem Sabtu. Saya ngasih motivasi biasanya dengan ya misalnya saya bilang kalau belajar ngaji kita baca satu ayat aja ada pahalanya lho gitu”. (CW.2.15)

“Mereka termotivasi mbak wong hujan aja mereka tetep berangkat, kalau pas deres banget gitu bisanya mereka minta diganti malem Sabtu. Saya ngasih motivasi biasanya dengan ya misalnya saya bilang kalau belajar ngaji kita baca satu ayat aja ada pahalanya lho gitu”. (CW.2.15)

6. Apakah menurut anda kegiatan ini sudah berjalan dengan efektif dan efisien? Mengapa? BS “Kalau dibilang sudah efektif dan

efisien kok juga belum cukup saya rasa. Ya sudah tapi sedikit-sedikit soalnya dari pengajar juga kadang ada kegitan penting jadi tidak bisa datang. Sedangkan pesertanya kan sudah lansia jadi juga agak special dibandingkan dengan yang lain” (CW.1.16)

“Kalau dibilang sudah efektif dan efisien kok juga belum cukup saya rasa. Ya sudah tapi sedikit-sedikit soalnya dari pengajar juga kadang ada kegitan penting jadi tidak bisa datang. Sedangkan pesertanya kan sudah lansia jadi juga agak special dibandingkan dengan yang lain” (CW.1.16)

Menurut ustadz/ustadzah kegiatan ini belum bisa efektif dan efisien dikarenakan waktu TPA yang terbatas, kondisi lansia yang mengalami beberapa kesulitan dan mudah lupa, serta ustadz/ustadzah yang mempunyai kesibukan.

LI “Ya gimana ya mbak berhubung yang belajar itu simbah-simbah ya belum bisa efektif dan efisien. Misalkan kami ngajar sudah memberikan permisalan juga tapi kalau mereka belum bisa nangkep kan otomatis mereka belum bisa lanjut ke halaman berikutnya mbak. Kami juga yang ngajar kan gentian, kalau misalkan saya ga bisa ya nanti ada Pak BS kadang ya yang lain, kalau memang semua tidak bisa ya sudah kan terpaksa mereka belajar

“Ya gimana ya mbak berhubung yang belajar itu simbah-simbah ya belum bisa efektif dan efisien. Misalkan kami ngajar sudah memberikan permisalan juga tapi kalau mereka belum bisa nangkep kan otomatis mereka belum bisa lanjut ke halaman berikutnya mbak. Kami juga yang ngajar kan gantian, kalau misalkan saya ga bisa ya nanti ada Pak BS kadang ya yang lain, kalau memang semua tidak bisa ya sudah kan terpaksa mereka belajar sendiri mbak”. (CW.2.16)


(204)

C. FAKTOR PENDORONG DAN FAKTOR PENGHAMBAT

1. Apa saja faktor pendorong atau pendukung dalam pelaksanaan pemberdayaan lansia tersebut? BS “Pendukungnya salah satunya ada

fasilitas. Terus dari mbah-mbahnya juga semangat, mereka merasa butuh. Kalau di pengajarnya sendiri sebisa mungkin meluangkan waktu malem Jumat. Kadang yang ngajar ada yng diajar ga ada kadang sebaliknya” (CW.1.17)

“Pendukungnya salah satunya ada fasilitas. Terus dari mbah-mbahnya juga semangat, mereka merasa butuh. Kalau di pengajarnya sendiri sebisa mungkin meluangkan waktu malem Jumat. Kadang yang ngajar ada yng diajar ga ada kadang sebaliknya” (CW.1.17)

Faktor pendorong dalam pelaksanaan pembelajaran adalah fasilitas yang mendukung, semangat dari para lansia, kesabaran dari ustadz/ustadzah.

LI “Yang mendukung itu semangat dari si mbah-mbahnya itu mbak, mereka semangat sekali walaupun ya bisa dibilang banyak yang lupa atau salah gitu ya. Kalau yang masih umur itu 70 kebawah masih mending sekarang sudah ada yang iqro’ 6 tapi kalau yang 70 ke atas ya harus sabar mbak. Kadangan mereka semangat malah kami yang sibuk”. (CW.2.17)

“Yang mendukung itu semangat dari si mbah-mbahnya itu mbak, mereka semangat sekali walaupun ya bisa dibilang banyak yang lupa atau salah gitu ya. Kalau yang masih umur itu 70 kebawah masih mending sekarang sudah ada yang iqro’ 6 tapi kalau yang 70 ke atas ya harus sabar mbak. Kadangan mereka semangat malah kami yang sibuk”. (CW.2.17)

2. Apa sajakah faktor penghambat dalam pelaksanaan pemberdayaan tersebut? BS “Kadang kedua pengajar tidak bisa

ngajar, tapi kadang ada juga sih teman yang gantin ngajar”. (CW.1.18)

“Kadang kedua pengajar tidak bisa ngajar”. (CW.1.18)

Faktor penghambat dalam pelaksanaan pembelajaran yaitu saat pengajar yang sibuk dan tidak ada pengganti, para lansia yang sering lupa.

LI “Penghambatnya mungkin waktu kami semua yang ngajar punya kesibukan kali ya mbak, kan kami biasanya gantian ngajarnya tapi kalau pas ga bisa semua ya mau tidak mau harus libur atau diundur

“Penghambatnya mungkin waktu kami semua yang ngajar punya kesibukan kali ya mbak, kan kami biasanya gantian ngajarnya tapi kalau pas ga bisa semua ya mau tidak mau harus libur atau diundur malem Sabtu. Terus si


(205)

belum bisa meluluskan halaman itu jadi diulang-ulang terus”. (CW.2.18)

jadi diulang-ulang terus”. (CW.2.18) 3. Bagaimana cara mengatasi faktor penghambat pelaksanaan pemberdayaan tersebut?

BS “Kalau pas ga ada yang ngajar ya kadang diganti hari atau mereka belajar sendiri. Kami juga memberikan pengertian mbak misalkan gini, kalau mereka jarang berangkat nanti pelajaran yang lain lupa lagi nanti jadi tidak lanjut-lanjut gitu”. (CW.1.19)

“Kalau pas ga ada yang ngajar ya kadang diganti hari atau mereka belajar sendiri. Kami juga memberikan pengertian mbak misalkan gini, kalau mereka jarang berangkat nanti pelajaran yang lain lupa lagi nanti jadi tidak lanjut-lanjut gitu”. (CW.1.19)

Cara mengatasi faktor penghambat pelaksanaan pembelajaran yaitu dengan cara bergantian atau membuat jadwal mengajar, memberikan pengertian kepada lansia untuk terus belajar agar cepat bisa, memberi permisalan huruf iqro’ dengan hewan agar mudah diingat, dan memantau perkembangan belajar lansia menggunakan buku prestasi.

LI “Kalau masalah kesibukan ya kami berusaha ganti hari misal diganti malam Sabtu gitu tapi kami menawarkan dulu sama si mbah-mbahnya mau ga gitu mbak. Kan rumahnya juga deket-deket jadi enak ngomongnya. Kalau masalah lupa nah itu agak sulit mbak, kami sudah melakukan beberapa cara seperti membuat permisalan bentuknya kayak hewan apa gitu. Terus waktu ngaji itu kadang saya belum buka buku prestasinya itu si mbah-mbahnya sudah buka iqro’ dulu jadi saya kan tahunya emang sampai situ, tapi ternyata halamannya salah kan jadi ngulang lagi mbak” (CW.2.19)

“Kalau masalah kesibukan ya kami berusaha ganti hari misal diganti malam Sabtu gitu tapi kami menawarkan dulu sama si mbah-mbahnya mau ga gitu mbak. Kan rumahnya juga deket-deket jadi enak ngomongnya. Kalau masalah lupa nah itu agak sulit mbak, kami sudah melakukan beberapa cara seperti membuat permisalan bentuknya kayak hewan apa gitu. Terus waktu ngaji itu kadang saya belum buka buku prestasinya itu si mbah-mbahnya sudah buka iqro’ dulu jadi saya kan tahunya emang sampai situ, tapi ternyata halamannya salah kan jadi ngulang lagi mbak” (CW.2.19)


(206)

Lampiran 7. Analisis Data Hasil Wawancara Pengurus

Analisis Data Hasil Wawancara Pengurus A. Pemberdayaan Lansia Melalui Kegiatan Keagamaan

Pertanyaan

1. Apa latar belakang dari penyelenggaraan kegiatan pemberdayaan lansia melalui kegiatan keagamaan di Dusun Gatak?

Narasumber Jawaban Reduksi Deskripsi

RW “Waktu itu pas rapat pengurus masjid kan kami membicarakan tentang gimana ini kok masjidnya masih sepi, masjid kami kan Alhamdulillah dapet bantuan pembangunan mbak sekarang masih dalam taham pembangunan juga terus kami ingin buat banyak kegiatan di masjid. Kami akhirnya membuat kegiatan pengajian, nah pengajiannya itu ada untuk ibu-ibu muda sama lansia kalau anak-anak kan memang sudah ada mbak. Dengan maksud nantinya saat di pengajian kami juga mau ajak-ajak supaya mereka mau rajin jamaah di masjid sukur-sukur ngajak keluarganya gitu mbak. Setelah jalan kok banyak lansia yang ikut akhirnya ya sudah kami fasilitasi, mereka kan juga ingin belajar” (CW3.1).

“Waktu itu pas rapat pengurus masjid kan kami membicarakan tentang gimana ini kok masjidnya masih sepi. Kami akhirnya membuat kegiatan pengajian, nah pengajiannya itu ada untuk ibu-ibu muda sama lansia. Dengan maksud nantinya saat di pengajian kami juga mau ajak-ajak supaya mereka mau rajin jamaah di masjid sukur-sukur ngajak keluarganya gitu mbak. Setelah jalan kok banyak lansia yang ikut akhirnya ya sudah kami fasilitasi, mereka kan juga ingin belajar” (CW3.1).

Pada awalnya penyelenggara membuat kegiatan keagamaan untuk meramaikan masjid dengan berbagai kegiatan keagamaan agar warga juga rajin berjamaah, kegiatan tersebut dibagi menjadi dua kelompok yaitu ibu-ibu muda dan lansia. Kelompok yang masih berjalan adalah kelompok lansia, akhirnya pihak penyelenggara memfasilitasi para lansia untuk mengikuti kegiatan keagamaan. Penyelenggara juga membagi para lansia menjadi beberapa kelompok dengan ustadz/ustadzah yang sudah disiapkan.


(207)

digerakkan mbak. Nah waktu ada pertemuan pengurus ada yang usul bagaimana kalau mengadakan kegiatan di masjid biar masjidnya rame gitu. Kan kebetulan disini memang belum ada kegiatan-kegiatan pengajian mbak terus akhirnya kami adakan TPA, kajian, yasinan. Dikegiatan itu melibatkan ibu-ibu, lansia dan bapak-bapak tapi sampai sekarang yang jalan malah yang lansia” (CW4.1)

digerakkan mbak. Nah waktu ada pertemuan pengurus ada yang usul bagaimana kalau mengadakan kegiatan di masjid biar masjidnya rame gitu. Kan kebetulan disini memang belum ada kegiatan-kegiatan pengajian mbak terus akhirnya kami adakan TPA, kajian, yasinan. Dikegiatan itu melibatkan ibu-ibu, lansia dan bapak-bapak tapi sampai sekarang yang jalan malah yang lansia”(CW4.1).

2. Bagaimana cara perekrutan warga belajar dalam pemberdayaan lansia Dusun Gatak ini? RW “Kami mengumumkan lewat pengeras

suara masjid mbak, kami juga pengajian rutin tiap bulan. Biasa kalau di dusun gini kan gethok tular mbak, dari mulut kemulut gitu diomongin kalau ada kegiatan TPA dan lain-lain”. (CW.3.2)

“Kami mengumumkan lewat pengeras suara masjid mbak, kami juga mengumumkan dikegiatan pengajian rutin tiap bulan. Biasa kalau di dusun gini kan gethok tular mbak, dari mulut kemulut gitu diomongin kalau ada kegiatan TPA dan lain-lain” (CW.3.2)

Cara perekrutan warga belajar yaitu dengan cara mengumumkan melalui pengeras suara Masjid dan juga mengumumkan di kegiatan-kegiatan lain serta memberi tahu dari mulut-kemulut. Setelah diumumkan kemudian warga datang di waktu dan tempat yang sudah ditetapkan.

AN “Kami mengumumkan di masjid kalau ada kegiatan-kegiatan gitu mbak, kan memang kalau disini pengumuman ya ngumuminnya lewat pengeras suara di masjid. Terus warga yang mau ikut tinggal dateng gitu mbak” (CW.4.2).

“Kami mengumumkan di masjid kalau ada kegiatan-kegiatan gitu mbak, kan memang

kalau disini pengumuman ya

ngumuminnya lewat pengeras suara di masjid. Terus warga yang mau ikut tinggal dateng gitu mbak”(CW.4.2).

3. Bagaimana perencanaan kegiatan pemberdayaan lansia diselenggarakan?


(208)

kami mulai koordinasi lebih lanjut dengan wakil remaja dan beberapa pihak lalu kami tawarkan kalau ada yang mau membantu mengajar. Ya terus ada Mas WN, Mas BS dan lail-lain itu mbak sampai sekarang. Waktu diawal itu ustadnya ngasih tes iqro’ dulu untuk tahu mereka bisanya nyampe mana dan ternyata kebanyakan mereka belum bisa semua mbak. Dari 50 orang mungkin baru 15% yang bisa”. (CW.3.3)

mulai koordinasi lebih lanjut dengan wakil remaja dan beberapa pihak lalu kami tawarkan kalau ada yang mau membantu mengajar. Ya terus ada Mas WN, Mas BS dan lail-lain itu mbak sampai sekarang. Waktu diawal itu ustadnya ngasih tes iqro’ dulu untuk tahu mereka bisanya nyampe mana dan ternyata kebanyakan mereka belum bisa semua mbak. Dari 50 orang mungkin baru 15% yang bisa”(CW.3.3).

pengurus Masjid secara berkala. Para pengurus melakukan koordinasi lebih lanjut dengan perwakilan remaja dan pihak lain dalam membentuk kegiatan. Setelah ditentukan jenis kegiatan dan juga pengajar, penyelenggara merencanakan tempat kegiatan dan juga dana untuk sarana dan prasarana yang akan digunakan. Dana yang digunakan diambil dari dana sosial dan infaq masjid.

Metode yang digunakan

ditentukan oleh pengajar, pengurus tidak ikut menentukan.

AN “Kami perencanaannya ga mendetail sih mbak kan kami suga dananya sukarela, ustadnya ga dibayar, dan ga pakai konsumsi juga. Dana untuk pelaksanaan kami ambilkan dari infaq masjid dan sosial mbak. Kami waktu itu dapet ide kemudian di rapat selanjutnya kami dapat pengajar dan kesepakatan waktu sudah gitu aja”. (CW.4.3).

“Kami perencanaannya ga mendetail sih mbak kan kami suga dananya sukarela, ustadnya ga dibayar, dan ga pakai konsumsi juga. Dana untuk pelaksanaan kami ambilkan dari infaq masjid dan sosial mbak. Kami waktu itu dapet ide kemudian di rapat selanjutnya kami dapat pengajar dan kesepakatan waktu sudah gitu aja” (CW.4.3).

4. Apakah kegiatan tersebut sudah sesuai dengan kebutuhan lansia? RW “Disini memang waktu itu kegiatan

keagamaan masih sedikit mbak dan waktu dites itu ternyata masih banyak yang belum bisa baik yang ibu-ibu muda maupun lansia. Jadi saya rasa ya sudah sesuai dengan kebutuhan mereka, apalagi

“Disini memang waktu itu kegiatan keagamaan masih sedikit mbak dan waktu dites itu ternyata masih banyak yang belum bisa baik yang ibu-ibu muda maupun lansia. Jadi saya rasa ya sudah sesuai dengan kebutuhan mereka, apalagi disini

Menurut penyelenggara, kegiatan ini sudah sesuai dengan kebutuhan warga terutama lansia yang masih berjalan karena banyak lansia yang masih belum bisa membaca Al-Quran dan ingin belajar, dan saat


(209)

Kampung Al-Quran. Mosok Kampung Al-Quran warganya masih banyak yang belum bisa baca Al-Quran. Lama-kelamaan eh yang ibu-ibu muda itu macet mbak sekarang tinggal yang lansia malahan”. (CW.3.4)

Al-Quran. Mosok Kampung Al-Quran warganya masih banyak yang belum bisa baca Al-Quran. Lama-kelamaan eh yang ibu-ibu muda itu macet mbak sekarang tinggal yang lansia malahan”(CW.3.4)

mencapai 50 orang hal tersebut menandakan adanya antusiasme dan semangat dari para lansia.

AN “Menurut saya sudah sesuai mbak, disini belum ada kegiatan kemudian kami mengadakan ini, warga juga banyak yang belum bisa baca Al-Quran wong waktu pertama pertemuan itu sampai sekitar 50 orang lho mbak. Karena itu kami memfasilitasi dengan kegiatan ini”. (CW.4.4)

“Menurut saya sudah sesuai mbak, disini belum ada kegiatan kemudian kami mengadakan ini, warga juga banyak yang belum bisa baca Al-Quran wong waktu pertama pertemuan itu sampai sekitar 50 orang lho mbak. Karena itu kami memfasilitasi dengan kegiatan ini”. (CW.4.4)

5. Bagaimana tahap pelaksanaan kegiatan keagamaan yang dilaksanakan? RW “Tahap pelaksanaan pembelajarannya itu

kan pertama persiapan tempat, terus pembukaan, baca doa, kemudian nanti ngaji, setelah itu penutup” (CW.3.5)

“Tahap pelaksanaan pembelajarannya itu kan pertama persiapan tempat, terus pembukaan, baca doa, kemudian nanti ngaji, setelah itu penutup” (CW.3.5)

Tap pelaksanaan pembelajaannya yaitu pesriapan, pembukaan, inti dan penutup.

AN “Pelaksanaannya itu kan ngangkatin meja dulu bareng-bareng terus dibuka, baca doa, belajar, ditutup gitu aja mbak” (CW.4.5)

“Pelaksanaannya itu kan ngangkatin meja dulu bareng-bareng terus dibuka, baca doa, belajar, ditutup gitu aja mbak.” (CW.4.5) 6. Kapan pemberdayaan lansia melalui kegiatan tersebut diadakan?

RW “TPA itu malam Jumat sama malam Minggu, yasinan itu malem Jumat bada isya, kajian itu malam Selasa di masjid.

“TPA itu malam Jumat sama malam Minggu, yasinan itu malem Jumat bada isya, kajian itu malam Selasa di masjid”

Pengajar atau narasumber berasalah dari warga Dusun Gatak sendiri dan direkrut secara suka


(210)

(CW.3.6) (CW.3.6) rela. AN “Disini TPA yang iqro itu malem Jumat,

kalau yang Al-Quran malem Minggu. Kajiannya malem Selas, yasinan malem Jumat bada isya’” (CW.4.6)

“Disini TPA yang iqro itu malem Jumat, kalau yang Al-Quran malem Minggu. Kajiannya malem Selas, yasinan malem Jumat bada isya’” (CW.4.6)

7. Apa metode yang digunakan dalam menyampaikan materi kegiatan pemberdayaan lansia melalui kegiatan keagamaan? RW “Kami dulu nyoba pakai metode An-Nur

mbak tapi ada beberapa kelompok tidak bisa mengikuti karena itu belajarnya cepet kan. Kalau mbah-mbah yang belum begitu tua gitu masih bisa mengikutu dan sekarang sudah Al-Quran tapi kalau yang 70 tahun keatas agak kesulitan akhirnya mereka pakai yang metode iqro”. (CW.3.7)

“Kami dulu nyoba pakai metode FAN Tahsin mbak tapi ada beberapa kelompok tidak bisa mengikuti karena itu belajarnya cepet kan. Kalau mbah-mbah yang belum begitu tua gitu masih bisa mengikuti dan sekarang sudah Al-Quran tapi kalau yang 70 tahun keatas agak kesulitan akhirnya mereka pakai yang metode iqro”. (CW.3.7)

Metode yang digunakan adalah metode iqro’ akan tetapi sebelumnya pernah menggunakan An-Nur akan tetapi banyak lansia yang kesulitan dan belum bisa mengikuti dan akhirnya sampai sekarang menggunakan metode iqro.

AN “Pakai apa ya mbak kayaknya pakai iqro kalau yang TPA itu, yang mudah buat menula yang ga muda lagi”. (CW.4.7)

“Pakai apa ya mbak kayaknya pakai iqro kalau yang TPA itu, yang mudah buat menula yang ga muda lagi”. (CW.4.7)

8. Apa saja sarana dan prasarana yang digunakan dalam pelaksanaan kegiatan pemberdayaan lansia tersebut? RW “Di masjid sudah tersedia semua mbak

tikar, mica da, Al-Quran, iqro’, lemari, papan tulis, meja itu sudah ada”. (CW.3.8)

“Di masjid sudah tersedia semua mbak tikar, mic ada, Al-Quran, iqro’, lemari, papan tulis, meja itu sudah ada”. (CW.3.8)

Sarana dan prasarana yang digunakan dalam pelaksanaan kegiatan pemberdayaan lansia yaitu tikar, microfone, Al-Quran, iqro’, lemari, papan tulis, dan meja.

AN “Di masjid sudah kami siapkan semua mbak, ada meja, tikar, iqro’, Al-Quran, ada lemati tempat kayak kertas absen itu,

“Di masjid sudah kami siapkan semua mbak, ada meja, tikar, iqro’, Al-Quran, ada lemari tempat kayak kertas absen itu, ada


(211)

9. Apakah ada tindak lanjut dari program kegiatan pemberdayaan lansia tersebut? RW “Tindak lanjutnya belum ada mbak

karena kan ya perkembangannya itu ya namanya lansia kan pelan-pelan mbak. Kalaupun dibuatkan kegiatan yang macem-macem itu takutnya malah memberatkan mbak soalnya kebanyakan dari mereka masih di sawah”. (CW.3.9)

“Tindak lanjutnya belum ada mbak karena kan ya perkembangannya itu ya namanya lansia kan pelan-pelan mbak. Kalaupun dibuatkan kegiatan yang macem-macem itu takutnya malah memberatkan mbak soalnya kebanyakan dari mereka masih di sawah”. (CW.3.9)

Belum ada tindak lanjut dari kegiatan pemberdayaan lansia ini karena melihat dari kondisi lansia Dusun Gatak dan juga pengajar yang sama-sama mempunyai kesibukan ditakutkan lansia akan merasa kelelahan dan kegiatan menjadi tidak efektif.

AN “Tindak lanjut belum ada mbak, ya ngaji-ngaji biasa gitu aja yang penting warga tergerak jadi rajin, masjid juga ramai dengan kegiatan”. (CW.4.9)

“Tindak lanjut belum ada mbak, ya ngaji-ngaji biasa gitu aja yang penting warga tergerak jadi rajin, masjid juga ramai dengan kegiatan”. (CW.4.9)

B. HASIL KEGIATAN PEMBERDAYAAN LANSIA MELALUI KEGIATAN KEAGAMAAN Pertanyaan

1. Apakah anda melakukan evaluasi dalam pelakasanaan pemberdayaan lansia ini?

RW “Evaluasi kalau dari kami yang

menyelenggarakan belum ada mbak paling sama yang ngajar itu kami kalau ada masalah apa atau mau diganti apanya gitu kami serahkan ke warga kok. Warga pengennya gimana terus kami tinggal terima ngikut aja kan kegiatannya udah jalan”. (CW.3.10)

“Evaluasi kalau dari kami yang menyelenggarakan belum ada mbak paling sama yang ngajar itu kami kalau ada masalah apa atau mau diganti apanya gitu kami serahkan ke para lansia kok. Lansia pengennya gimana terus kami tinggal terima ngikut aja kan kegiatannya udah jalan”. (CW.3.10)

Belum ada evaluasi pelaksanaan kegiatan, evaluasi hanya dilakukan oleh pengajar. Pihak pengurus bertindak hanya saat mendapat laporan dari lansia, masalah mekanisme pelaksanaan sudah diserahkan keada para lansia dan pengajar.

AN “Dari kami pengurus tidak ada evaluasi mbak sejauh ini belum ada tu, mungkin diadakannya sama gurunya yang ngajar mbak kan kami sebatas penyelenggara

“Dari kami pengurus tidak ada evaluasi mbak sejauh ini belum ada tu, mungkin diadakannya sama gurunya yang ngajar mbak kan kami sebatas penyelenggara


(212)

baru bertindak”. (CW.4.10) bertindak”. (CW.4.10)

2. Apa saja perubahan yang terjadi pada lansia saat sebelum dan sesudah mengikuti pemberdayaan lansia ini? RW “Perubahannya yang jelas kegiatan

keagamaan sekarang jadi banyak mbak dengan kata lain warga disini lansia pun juga masih belajar dan mereka rajin. Mereka juga lebih sering jamaah di masjid sekarang kayak mbah HJ itu subuh pun jamaah di masjid lho itu mbak. Ya karena kegiatannya adalah TPA mereka ya sedikit-sedikit bisalah iqro dan Al-Quran”. (CW.3.11)

“Perubahannya yang jelas kegiatan keagamaan sekarang jadi banyak mbak dengan kata lain warga disini lansia pun juga masih belajar dan mereka rajin. Mereka juga lebih sering jamaah di masjid sekarang kayak mbah HJ itu subuh pun jamaah di masjid lho itu mbak. Ya karena kegiatannya adalah TPA mereka ya sedikit-sedikit bisalah iqro dan Al-Quran”. (CW.3.11)

Perubahan yang terjadi pada lansia yaitu lansia menjadi rajin ke Majis mengikuti kegiatan, rajin mengikuti jamaah, dan lansia bisa membaca iqro’ serta Al-Quran.

AN “Perubahan dari warga itu apa ya? Rumah saya kan dekat dengan masjid mbak kalau waktunya jamaah itu banyak yang datang sekarang mbak mbah saya juga sekarang jadi tambah rajin jaah terus, kalau magrib gitu mbahe di masjid sampai isya baru pulang”. (CW.4.11)

“Perubahan dari warga itu apa ya? Rumah saya kan dekat dengan masjid mbak kalau waktunya jamaah itu banyak yang datang sekarang mbak mbah saya juga sekarang jadi tambah rajin jaah terus, kalau magrib gitu mbahe di masjid sampai isya baru pulang”. (CW.4.11)

3. Apakah lansia merasa terfasilitasi dengan adanya kegiatan pemberdayaan lansia di Dusun Gatak ini? RW “Ya terfasilitasi mbak kan dulu beluam

ada kegiatan kayak gini tu dulu adanya kan cuma pengajian barenga-bareng yang satu bulan sekali itu. Dan ini kan juga kami mengadakan TPA, jarang –jarang lho mbak ada TPA lansia. Soalnya kan

“Ya terfasilitasi mbak kan dulu beluam ada kegiatan kayak gini tu dulu adanya kan cuma pengajian barenga-bareng yang satu bulan sekali itu. Dan ini kan juga kami mengadakan TPA, jarang –jarang lho mbak ada TPA lansia. Soalnya kan ngajari lansia

Warga belajar merasa terfasilitasi

dengan adanya kegiatan

pemberdayaan ini karena dulu belum ada kegiatan keagamaan untuk lansia sedangkan lansia juga belum bisa dan mempunyai


(213)

anak muda, padahal kan lansia juga belum bisa mereka juga pengen bisa pengen belajar”(CW.3.12).

padahal kan lansia juga belum bisa mereka

juga pengen bisa pengen

belajar”(CW.3.12). AN “Iya mbak saya rasa terfasilitasi dulu kan

ga ada kegiatan kayak gini. Kayak mbah saya itu, dulu kan mbahe tinggalnya masih di rumahnya sana kana da kegiatan ngajinya kan dekat sama pesantren terus pindah sini dulu ga ada ya pengen ngaji lagi katanya”. (CW.4.12)

“Iya mbak saya rasa terfasilitasi dulu kan ga ada kegiatan kayak gini. Kayak mbah saya itu, dulu kan mbahe tinggalnya masih di rumahnya sana kana da kegiatan ngajinya kan dekat sama pesantren terus pindah sini dulu ga ada ya pengen ngaji lagi katanya”. (CW.4.12)

4. Apakah para lansia termotivasi untuk meningkatkan pengetahuan setelah mengikuti kegiatan ini? RW “Kalau menurut saya dari sekian

kelompok yang dulu ada dan sekarang tinggan dua kelompok itu, mereka yang masih berangkat itu termotivasi mbak mereka semangat-semangat”. (CW.3.13)

“Kalau menurut saya dari sekian kelompok yang dulu ada dan sekarang tinggal dua kelompok itu, mereka yang masih berangkat itu termotivasi mbak mereka semangat-semangat”. (CW.3.13)

Para lansia merasa termotivasi dalam mengikuti kegiatan ini dapat dilihat dari intensitas pembelajaran yang diikuti oleh para lanisa dan dapat dilihat juga dari partisapasi dari lansia saat ada pengajar yang bermasalah.

AN “Kelihatannya termotivasi mbak wong waktu ada masalah pengajarnya ga mau datang mereka juga ikut ngurusin pokoknya kegiatan ini harus jalan terus gitu mbak”. (CW.4.13)

“Kelihatannya termotivasi mbak wong waktu ada masalah pengajarnya ga mau datang mereka juga ikut ngurusin pokoknya kegiatan ini harus jalan terus gitu mbak”. (CW.4.13)

5. Bagaiamana interaksi antara lansia dengan pengurus kegiatan pemberdayaan lansia tersebut? RW “Kalau interaksi dengan pengurus itu,

kan kami pengurus tidak turun langsung dalam kegiatan itu ya mbak jadi ya interaksinya kalau dibandingankan dengan ustadnya ya lebih akrab dengan

“Kalau interaksi dengan pengurus itu, kan kami pengurus tidak turun langsung dalam kegiatan itu ya mbak jadi ya interaksinya kalau dibandingankan dengan ustadnya ya lebih akrab dengan ustadnya apa ya lebih

Interaksi penyelenggara dengan lansia tidak seakrab jika dibandingkan dengan pengajar. Penyelenggara hanya sebatas fasilitator dan penyelenggara yang


(214)

ustadnya apa ya lebih dekat dengan ustadnyalah, kalau dengan kami kan tetangga jadi ya bisa mbak kalau ketemu tanya gitu”. (CW.3.14)

dekat dengan ustadnyalah, kalau dengan kami kan tetangga jadi ya bisa mbak kalau ketemu tanya gitu”. (CW.3.14)

intens bertemu dengan para lansia.

AN “Interaksi kami ya seperti biasa mbak, mereka kan tahu kalau saya yang biasanya ngasih pengunuman dan saya juga ikut dikegiatan-kegiatan besar. Mereka kalao ketemu saya suka tanya nanti ngaji ga gitu mbak”. (CW.4.14)

“Interaksi kami ya seperti biasa mbak, mereka kan tahu kalau saya yang biasanya ngasih pengunuman dan saya juga ikut dikegiatan-kegiatan besar. Mereka kalao ketemu saya suka tanya nanti ngaji ga gitu mbak”. (CW.4.14)

6. Apakah para lansia terbuka dalam menyampaikan pendapat atau kritik dan saran? RW “Terbuka mbak mereka itu, kalau mau

ada perubahan atau apa ya itu mereka musyawarah nanti bilang ke kami. Kalau mereka ada kesulitan mereka juga tanya”. (CW.3.15)

“Terbuka mbak mereka itu, kalau mau ada perubahan atau apa ya itu mereka musyawarah nanti bilang ke kami. Kalau mereka ada kesulitan mereka juga tanya”. (CW.3.15)

Para lansia terbuka dengan

penyelenggara dalam

menyampaikan kritik, saran maupun kesulitan yang dialama. Para lansia biasa melakukan musyawarah dalam menentukan jalan keluar dari sebuah masalah yang mereka hadapi bersama dalam kegiatan pemberdayaan ini. AN “Ya terbuka mbak disini kan masih apa

ya istilahnya desa gitu lho mbak jadi sama tetangga disini mbasih bagus, gotong royongnya juga masih bagus. Sini biasa rembukan mbak sudah biasa menyampaikan keluhan dan ide tu”. (CW.4.15)

“Ya terbuka mbak disini kan masih apa ya istilahnya desa gitu lho mbak jadi sama tetangga disini mbasih bagus, gotong royongnya juga masih bagus. Sini biasa

rembukan mbak sudah biasa

menyampaikan keluhan dan ide tu”. (CW.4.15)

C. FAKTOR PENDORONG DAN FAKTOR PENGHAMBAT Pertanyaan


(215)

semangat mbak walaupun awalnya itu banyak sekali tapi terus jadi separonya ya kan sudah lumayan. Terus disini yang ngajar juga mau meluangkan waktu walaupun tidak dibayar itu lho mbak”. (CW.3.16)

semangat mbak walaupun awalnya itu banyak sekali tapi terus jadi separonya ya kan sudah lumayan. Terus disini yang ngajar juga mau meluangkan waktu walaupun tidak dibayar itu lho mbak”. (CW.3.16)

dari para lansia, pengajar yang mau meluangkan waktu untuk mengajar dan juga mengajar secara suka rela, mewujudkan

Kampung Al-Quran yang

sebenarnya, serta keinginan warga bersama-sama untuk meramaikan masjid.

AN “Pendorong pelaksanaannya karena kami mau meramaikan masjid itu kali ya mbak, kami ingi warga kami juga rajin. Dusun kami ini juga dapet julukan Kampung Al-Quran soalnya, jadi kami juga rasa-rasanya harus pempertanggung jawabkan julukan itu gitu. Masak kampong Al-Quran warganya masih banyak yang belum bisa baca Al-Quran. Warga kami juga gampang digerakkan mbak dan juga terbuka jadi kami juga semangat”. (CW.4.16)

“Pendorong pelaksanaannya karena kami mau meramaikan masjid itu kali ya mbak, kami ingi warga kami juga rajin. Dusun kami ini juga dapet julukan Kampung Al-Quran soalnya, jadi kami juga rasa-rasanya harus pempertanggung jawabkan julukan itu gitu. Masak kampoeng Al-Quran warganya masih banyak yang belum bisa baca Al-Quran. Warga kami juga gampang digerakkan mbak dan juga terbuka jadi kami juga semangat”. (CW.4.16)

2. Apa sajakah faktor penghambat dalam pelaksanaan pemberdayaan lansia melalui kegiatan keagamaan yang anda selenggarakan?

RW “Kalau penghambat dari

penyelenggaraan dulu ya berarti itu waktu bentuknya? Dulu malah kami kualahan mbak karena banyak banget yang ikut jadi kurang pengajarnya makannya kami bentuk kelompok-kelompok. Terus masalah waktu mbak, yang ikut kan sudah lua, bekerja lagi kan

“Kalau penghambat dari penyelenggaraan dulu ya berarti itu waktu bentuknya? Dulu malah kami kualahan mbak karena banyak banget yang ikut jadi kurang pengajarnya makannya kami bentuk kelompok-kelompok. Terus masalah waktu mbak, yang ikut kan sudah tua, bekerja lagi kan ya pasti sibuk ada waktu cuma malam itu

Faktor penghambat dalam pelaksanaan adalah kurangnya pengajar karena banyak lansia yang mengikuti kegiatan, lansia yang hanya mempunyai waktu luang di malam hari dan sudah lelah dari bekerja.


(216)

saja pasti capek makannya kami adakan seminggu sekali habis isya dimalam Jumat sama malem minggu kalau yang TPA”. (CW.3.17)

seminggu sekali habis isya dimalam Jumat sama malem minggu kalau yang TPA”. (CW.3.17)

AN “Penghambatnya itu pengajarnya sama waktu mbak. Berhubung yang ngajar itu sedikit dan sibuk juga makannya kadang mereka juga ga bisa datang. Dan masalah waktu kan warga juga selonya malam mbak dan kalau malam kan pasti juga sudah capek lha itu tantangan kami disitu”. (CW.4.17)

“Penghambatnya itu pengajarnya sama waktu mbak. Berhubung yang ngajar itu sedikit dan sibuk juga makannya kadang mereka juga ga bisa datang. Dan masalah waktu kan warga juga selonya malam mbak dan kalau malam kan pasti juga sudah capek lha itu tantangan kami disitu”. (CW.4.17)

3. Bagaimana cara mengatasi faktor penghambat pelaksanaan tersebut? RW “Kalau masalah pengajar kami bagi

waktu bergiliran dan dibagi kelompok-kelompok itu mbak jadi kalau ada yang ngajar itu enam orang misalahnya satu orang pegang satu kelompok soalnya mereka kan mulai dari awal mbak jadi harus dibentuk kelompok biasr yang ngajarin gampang. Kalau masalah waktu ya itu kami bikin seminggu sekali”. (CW.3.18)

“Kalau masalah pengajar kami bagi waktu bergiliran dan dibagi kelompok-kelompok itu mbak jadi kalau ada yang ngajar itu enam orang misalahnya satu orang pegang satu kelompok soalnya mereka kan mulai dari awal mbak jadi harus dibentuk kelompok biasr yang ngajarin gampang. Kalau masalah waktu ya itu kami bikin seminggu sekali”. (CW.3.18)

Cara mengatasi faktor penghambat pelaksanaan yaitu dengan mengatur jadwal pengajar dalam kelompok-kelopmpok lansia yang sudah dibentuk atau mengganti waktu belajar dengan hari lain.

AN “Ya pengajarnya gantian mbak kalau emang ga bisa semua ya ada yang usul ganti hari biasanya, kepepetnya ya

“Ya pengajarnya gantian mbak kalau emang ga bisa semua ya ada yang usul ganti hari biasanya, kepepetnya ya belajar


(217)

apain lagi kayaknya mbak ga dipungkiri semua juga sudah sibuk. Ya kami pelan-pelan saja asalah bisa berjalan terus”. (CW.4.18)

kayaknya mbak ga dipungkiri semua juga sudah sibuk. Ya kami pelan-pelan saja asalah bisa berjalan terus”. (CW.4.18) 4. Apa sajakah faktor penghambat yang berasal dari para lansia saat pelaksanaan kegiatan?

RW “Sudah tua mereka agak sulit menangkap apa yang kami sampaikan mbak mungkin lebih tepatnya masalah mengingat. Mereka lupa-lupa mbak, udah diajarkan kemarin tapi lupa lagi kan jadinya kami harus mengulang lagi”.

“Sudah tua mereka agak sulit menangkap apa yang kami sampaikan mbak mungkin lebih tepatnya masalah mengingat. Mereka lupa-lupa mbak, udah diajarkan kemarin tapi lupa lagi kan jadinya kami harus mengulang lagi”.

Faktor penghambat yang bersal dari para lansia yaitu daya ingat lansia sudah menurun sehingga harus mengulang halam tersebut berkali-kali, kesibukan lansia menimbulkan rasa lelah saat belajar sehingga mengurangi koonsentrasi.

AN “Kalau dilihat dari kondisinya usianya kan sudah lansia kan ya mbak jadi yang paling kelihatan kan fisik mereka sudah tidak sekuat kita. Jadi kalau belajar dengan kondisi yang capek kan ya nangkepnya jadi susah dan lagi mereka mungkin agak lupa-lupa gitu mbak kalau dari warganya”. (CW.4.19)

“Kalau dilihat dari kondisinya usianya kan sudah lansia kan ya mbak jadi yang paling kelihatan kan fisik mereka sudah tidak sekuat kita. Jadi kalau belajar dengan kondisi yang capek kan ya nangkepnya jadi susah dan lagi mereka mungkin agak lupa-lupa gitu mbak kalau dari warganya”. (CW.4.19)


(218)

Lampiran 8. Analisis Data Hasil Wawancara Lansia

Analisis Data Wawancara Lansia Pertanyaan

1. Apakah alasan anda mengikuti pemberdayaan lansia melalui kegiatan keagamaan ini?

Narasumber Jawaban Reduksi Deskripsi

SY “Pokoknya kepengen bisa. Kalo bisa itu ngajak sodara-sodara yang lain biar bisa ngajari anak cucu gitu mbak. Jaman sekarang ini kan apa itu jenenge mbak, teknologi. Nah niku kan semakin canggih mbak anak-anak kan butuh dikandani dan dibekali nopo maleh masalah agama. Disini kan dapet kampung Al-Quran itu mbak. Pengennya kalo ikut ngaji ngeten niki biar bisa jadi kampong Al-Quran yang sebenarnya ngoten mbak”. (CW.5.1.)

Alasan mengikuti kegiatan ini adalah ingin bisa mengaji. Ilmu agama itu sangat penting apalagi di jaman teknologi yang semakin canggih. Kalau tahu ilmu agama maka bisa menjadi contoh bagi anak cucu dan juga bisa memberikan arahan. Selain itu disini Desa kami yang sudah mendapat julukan Kampung Al-Quran ini supaya bisa menjadi kampong Al-Quran yang sebenarnya” (CW.5.1.)

Alasan para lansia mengikuti kegiatan pemberdayaan melalui kegiatan keagamaan ini yaitu memasuki usia lanjut ingin mendalami ilmu agama, di jaman teknologi yang semakin canggih ini dirasa perlu memberikan arahan dan bekal ilmu agama kepada anak cucu maka dari itu perlu mempelajari ilmu agama lebih dalam.

SD “Kulo pengene pengen ngaji pengen saget, beno tahunan tapi nggeh mboten nopo-nopo seng penting usaha. Pun tuwo nek saget kan nggeh saget ngaji sitik-sitik mbak”. (CW6.1)

“Saya pengen bisa ngaji, walaupun bertahun-tahun tidak apa-apa yang penting usaha. Sudah tua kalau bisa ya bisa ngaji walaupun sedikit-sedikit” (CW6.1)

SM “Pengen iso mbak mbiyen sekolah tapi ora ono ngajine. Nek ngaji enek kancane akeh ngene kan seneng mbak nggehan”.

“Ingin bisa mbak, dulu di sekolah tidak ada pelajaran mengaji. Kalau ngaji banyak teman kan juga senang”(CW.7.1).


(219)

WJ “Kulo kepengen iso tenan. Kulo mboten sekolah, ming SD kulo deren tau ngaji. Weruh kancane do iso ngaji njuk kulo pengen”. (CW.8.1)

“Ingin benar-benar bisa mengaji. Saya tidak sekolah, hanya SD belum pernah ngaji. Lihat temannya bisa ngaji saya jadi pengen”. (CW.8.1)

2. Apa metode penyampaian yang digunakan dalam kegiatan keagamaan tersebut? SY “Nggeh ngagem iqro’ niku mbak terus

diwoco mangkeh nek salah njuk dibenerke Pak BS. Tapi kadang Pak BS niku nek enten seng mboten saget ngoten ken mikir riyen mboten langsung dibenerke diwarahi ngoten”. (CW.5.2)

“Metodenya pakai metode iqro’, kami disuruh baca kalau salah nanti baru dibenarkan. Kalau dengan Pak BS, sebisa kami harus membaca sendiri tanpa bantuan ustadnya kalau benar-benar tidak bisa baru diberi tahu”. (CW.5.2)

Informasi mengenai adanya kegiatan pemberdayaan lansia didapatkan dari pengemuman yang disampaikan dari Masjid oleh Takmir masjid dan juga diumumkan di kegiatan yasinan.

SD “Nek TPA niku ngageme iqro’ niku mbak, penak nek ngagem iqro’ kan enten latine teng wingking dados saget belajar kiambak”. (CW.6.2)

“Kalau di TPA pakainya iqro’, kalau pakai iqro’ dibelakangnya ada cara bacanya jadi bisa untuk belajar sendiri”. (CW.6.2)

SM “Mbiyen ki kae ngajine modele koyo TPA model iqro’ seng pirang jam langsung iso kae lho mbak. Neng lak do raiso, neng ustade ki sopo kae lali. Terus iqro’ sampe Al-Quran karo Mas WN kui mbak”. (CW.7.2)

“Dulu pakai metode beberapa jam bisa membaca kemudian para lansia tidak bisa mengikuti. Kemudian pakai iqro’ dengan Mas WN”. (CW.7.2)

WJ “Ngagem iqro’ niku mbak. Nek iqro’ mburi niko lak enten tulisan latine, lha niko dipadakke kaleh arabe ngoten dados saget cepet”. (CW.8.2)

“Pakai metode iqro. Kalau pakai iqro’ bisa cepat karena dibelakangnya ada cara bacanya”. (CW.8.2)

3. Pernahkan sebelumnya anda mengikuti kegiatan pemberdayaan lansia melalui kegiatan keagmaan?


(220)

mendalami. Mendalami biar bisa betul mbak ininya cara bacanya yang bener”. (CW.5.3)

mendalami agar bisa betul cara baca Al-Quran yang benar”. (CW.5.3)

pemberdayaan melalui kegiatan keagamaan yang memberikan pengajaran mulai dari dasar. Lansia yang pernah mengikuti kegiatan mengaji akan tetapi hanya menggunakan metode hafalan bukan belajar dasar membaca Al-Quran atau iqro’, jadi hanya hafal surat atau doa tertentu namun belum bisa membaca.

SD “Dereng nate mbak. Kulo geh saking nol mbak wong dereng nate. Jaman mbiyen kan nek sekolah nggeh mung sekolah dereng kados jaman sak niki. Riyen mung apalan, nek a ba ta sa dereng saget”. (CW.6.3)

“Belum pernah mengkuti kegiatan seperti ini. Dulu saat sekolah belum ada pelajaran mengaji. Dulu kalau ada mengaji itu tidak belajar cara membaca iqro’ tapi hanya hafalan saja”. (CW.6.3)

SM “Dereng nate kulo mbak, wong kulo niki mbiyen sekolahe ora ono ngajine. Kulo niku blas dereng saget moco Al-Quran mbak. Nung rong taun sinau iqro niku nggeh urung iso-iso. Sagete lekas al-quan nggeh cedak-cedak niki. Wong tuwo nek umpomo mung seminggu pisan lek moco niku nek ora ono seng mulang lak yo tetep kangelan to”. (CW.7.3)

“Saya belum pernah mengikuti kegiatan seperti ini. Dulu sekolah tidak diajarkan cara mengaji, jadi saya benar-benar belum bisa membaca Al-Quran. Saya disini waktu belajar iqro’ dua tahun belum bisa-bisa. Kalau untuk lansia yang belum bisa baca iqro’, kemudian tidak ada yang guru mengajar kan tetap kesulitan” (CW.7.3)

WJ “Dereng nate kulo mbak. Kulo niku mlebete pun gelombang dua niki sareng-sareng wingi niko”. (CW.8.3).

“Belum pernah mengikuti kegiatan seperti ini. Mengikuti kegiatan ini sudah gelombang kedua”. (CW.8.3).

4. Kegiatan apa saja yang ada dalam pemberdayaan lansia ini? SY “Enten kegiatan TPA malem jumat kaleh

malem minggu. Yasinan malem jumat, malem selasa kajian mbak” (CW.5.4)

“Kegiatan yang ada adalah TPA kelompok Malam Jumat, TPA Malam Minggu, yasinan, dan kajian”. (CW.5.4)

Kegiatan yang ada dalam pemberdayaan lansia di Dusun Gatak adalah TPA, kajian dan yasinan, selain itu Dusun Gatak juga menjadi Kampung Al-SD “Nek seng TPA nggeh moco iqro’ mbak,

nek kajian kaleh Bu YL niku kulo jarang

“Kalau yang TPA ya membaca iqro’ mbak, kalau kajian Bu YL saya jarang ikut, kalau


(221)

mung moco yasin terus diisi lain-lain nek enten seng ajeng dirembug ngoten”. (CW.6.4)

lain kalau ada yang mau didiskusikan”. (CW.6.4)

kegiatan untuk masyarakat luar yang ingin mengkikuti berbagai kegiatan keagamaan. TPA dibagi menjadi dua kelompok yaitu TPA iqro’ dan Al-Quran. Ada lansia dari kelompok TPA iqro’ yang sudah memasuki iqro’ 6 disarankan untuk mengikuti TPA Al-Quran, lanisa tersebut merasa minder atau kurang percaya diri karena merasa belum lancar membaca Al-Quran.

SM “TPA niku seng Al-Quran nggeh moco Quran mbak nggko diartikke karo Mas WN, nek kajian Bu YL kwi bahas berita-berita seng anyar ngono kae barang. Koyo wingi kae bahas LGBT aku ngeri banget krungune”. (CW.7.4)

“TPA kalau yang Al-Quran ya baca Al-Quran terus dikaji artinya, kalau kajian sama Bu YL membahas tentang berita terkini seperti LGBT”. (CW.7.4)

WJ “TPA, kajian Bu YL, yasinan niku. Mriki nggeh Kampung Al-Quran riyen mbak. Kampung Al-Quran niku nggeh ngadakke kegiatan ngaji ngoten niko mbak, riyen nate enten cah saking sekolah ndeker kegiatan teng mriki nggeh isine ngaji teng masjid terus serene teng omahe warga ngoten. Kulo niku diken teng Al-Quran tapi kulo teseh dereng saget kulo terus mboten purun. Kulo riyen tumut ping pinten ngoten terus pun. Lha rencange pun lancar kulo taseh plegak-pleguk geh mulo tumut seng kentun mawon”. (CW.8.4)

“Kegiatan yang ada adalah TPA, kajian, yasinan. Disini juga merupakan Kampung Al-Quran yaitu, serangkaian kegiatan pengajian yang diadakan di Masjid dan menginap di rumah warga. Saya sudah disuruh ikut yang Al-Quran tapi saya masih belum bisa jadi saya tidak mau. Dulu pernah ikut beberapa kali tapi terus berhenti dan kembali ke TPA iqro’ karena belum lancar, sedangkan yang lain sudah lancar”. (CW.8.4)

5. Apakah anda mengikuti kegiatan pemberdayaan ini secara rutin? SY “Nggeh Alhamdulillah kula saget rutin,

wong udan deres mawon kulo mangkat mbak. Kadang nek mboten mangkat niku pas enten ewuh”. (CW.5.5)

“Alhamdulillah saya bisa mengikuti kegiatan ini secara rutin, hujan deras saja tetap berangkat. Saya tidak berangkat kalau di rumah sedang ada acara”. (CW.5.5)

Para lansia mengusahakan untuk selalu berangkat mengaji, mereka tidak berangkat disaat ada keperluan keluarga seperti


(222)

taseh kagungan mbah, dados kulo ngurus mbahe kulo niku. Kan mbahe pun mboten saget nopo-nopo kiambak, teng dalem nggeh entene mung kulo dados nggeh kulo seng ngurus”. (CW.6.5)

merawat nenek yang sudah tidak bisa apa-apa sendiri, di rumah juga hanya ada saya jadi saya yang merawat”. (CW.6.5)

neneknya, jika tidak ada ustad yang mengajar mereka belajar bersama-sama.

SM “Nek kulo mesti tak usahakke mangkat mbak. Wong nggeh mboten tau libur paling nek Ustade mboten saget, paling mung moco bareng-bareng ngoten. Soale kan wes gae snek mbak, nek ora yo ono Pak Rakun kae”. (CW.7.5)

“Kalau saya pasti mengusahakan berangkat mbak. TPA ini juga tidak pernah libur karena kami juga sudah membuat snack, kalaupun tidak ada Ustad yang mengajar kami membaca Al-Quran bersama-sama”. (CW.7.5)

WJ “Mboten mesti mbak, nek nembe repot nggeh mboten. Kulo wingi mboten mangkat pun rongjumat wong nembe enten keperluan 40 dinten tiang sepah”. (CW.8.5)

Tidak pasti, saya tidak berangkat kalau sedang ada acara. Saya kemarin sudah dua kali tidak berangkat karena ada hajatan”. (CW.8.5)

6. Kapan dan dimana diadakannya kegiatan pemberdayaan lansia tersebut? SY “TPA lansia itu malem jumat sama

malem minggu mbak. Malem senen wage sebulan sepindah nek niku satu Dusun. Kalau yasinan itu seminggu sekali juga dinten minggu. Ada kegiatan kajian sama bu YL niku malem Selasa mbak” (CW.5.6)

“TPA lansia diadakan setiap hari Kamis malam dan Sabtu malam. Minggu malam wage setiap satu bulan sekali ada pengajian Dusun. Yasinan diadakan setiap Minggu malam. Kajin setiap Senin Malam”. (CW.5.6)

Kegiatan pemberdayaan lansia diadakan setiap hari Kamis malam untuk TPA iqro’, Sabtu malam untuk TPA A-Quran, Senin malam kajian, Kamis malam bada isya yasinan. SD “TPA Iqro’ niku malem jumat bar

magriban dugi isya’ kan damel jamaah, enten TPA kangge seng pun Al-quran

“TPA iqro’ setiap Kamis malam, TPA Al-Quran setiap Sabtu malam, kajian setiap Senin malam, dan yasinan setiap Kamis


(223)

maghrib dugi isya’, kajian kaleh Bu Yola niku malem selasa nggeh bar maghrib dugi isya’, enten maleh yasinan malem jumat bada isya’ kadang dugi jam sepuluh”. (CW.6.6)

SM “TPA niku malem Jumat kaleh malem Minggu, enten yasinan malem Jumat, kajian malem Selasa”. (CW.7.6)

“TPA setiap Kamis malam dan setiap Sabtu malam, yasinan setiap Kamis malam, dan kajian setiap Senin malam”. (CW.7.6)

WJ “TPA niku malem jumat kaleh malem minggu. Nek sing malem jumat niku seng kangge iqro’ nek malem Minggu niku kangge seng pun Al-Quran. Yasinan niko malem jumat bada isyak, kajian Bu YL malem selasa. (CW.8.6)

“TPA setiap Kamis malam untuk iqro’ dan Sabtu malam untuk Al-Quran. Yasinan setiap Kamis malam, dan kajian setiap Senin malam”. (CW.8.6)

7. Apakah materi yang disampaikan sudah sesuai dengan kebutuhan anda? SY “Nggeh pun mbak, wong tuwo-tuwo

mriki kan kathah seng dereng saget mbak nyatane waktu diken TPA niku nggeh do mbaleni saking iqro’ 1 kok. Kajian niku nggeh sae niku mbak soale Bu YL niku mbahas tentang kehidupan sehari-hari”. (CW.5.7)

“Banyak lansia yang belum bisa membaca Al-Quran, saat diadakan TPA banyak lansia yang datang dan semua mulai dari iqro satu, jadi saya rasa materinya sudah sesuai. Kajian juga membahas tentang permasalahan kehidupan sehari-hari”. (CW.5.7)

Menurut para lansia materi yang disampaikan sudah sesuai dengan kebutuhan lansia dikarenakan banyak lansia yang belum bisa membaca Al-Quran, karena merasa sudah tua jadi mereka ingin mendalami agama, jika ditambah dengan materi lain lansia akan merasa kesulitan dikarenakan faktor usia dan mayoritas masih bekerja disawah.

SD “Sampun mbak. Wong nek geh ajeng diisi kathah-khatah wong pun do tuwo-tuwo nggeh radi kangelan nek menurute kulo. Kan geh taseh sok do teng sawah”. (CW.6.7)

“Materinya sudah sesuai dengan kebutuhan, kalaupun mau diisi banyak kegiatan lansia akan mengalami kesulitan karena kebanyakan masih bekerja”. (CW.6.7)


(224)

saget nggeh katah. Pas awal TPA niko mangkat kathah mbak mbok wong 50 wae ono neng omahe Mas RD niku nengo kok terus do jeleh. Seng bertahan nggeh kantun niko ming ora wingi kae 20-30 mbak. Nek gawe snek 40 wongan”. (CW.7.7)

dikarenakan banyak lansia yang masih belum bisa membaca Al-Quran. Waktu awal pembentukan ada 50 lansia yang mengikuti kemudian sekarang tinggal 20-30 orang”. (CW.7.7)

WJ “Nggeh pun mbak, kan kathah seng dereng saget, nek wes tuwo ki lak yo butuh to mbak”. (CW.8.7)

“Sudah sesuai karena banyak lansia yang belum bisa. Kalau sudah tua itu membutuhkan kegiatan seperti ini” (CW.8.7)

8. Bagaimana tahap pelaksanaan kegiatan keagamaan yang dilaksanakan? SY “Bar jamaah sholat maghrib niku nata

meja buat TPA niku terus ngaji. Dibuka terus baca al-fatihah terus baca doa mau belajar terus ngaji satu-satu sma gurunya. Kalo satu orang lagi ngaji terus yang lain niku baca sendiri ngoten mbak. Bar niku pun, ditutup baca doa penutup majlis terus wangsul. Nek sing yasinan niku dibuka terus baca yasin, doa, terus istirahat lain-lain terus pun. Nek kajian kaleh bu YL nggeh sami tapi khusus yang perempuan”. (CW.5.8)

“Sesudah jamaah sholat maghrib para lansia dan ustad mempersiapkan tempat dengan menata meja untuk TPA. Kemudian pembukaan dengan membaca doa, tahap inti yaitu belajar. Lansia melakukan tadarus dahulu sebelum nantinya mengaji dengan ustadnya. Setelah itu tahap penutup yaitu dengan membaca doa penutup majlis. Sama halnya dengan kegiatan yasinan dan kajian, hanya saja ditambah dengan sesi istirahat dan lain-lain”. (CW.5.8)

Pada awal pelaksanaan TPA, Ustad melakukan tes kepada lansia untuk mengetahui sejauh mana kemampuan yang sudah dimiliki. Pelaksanaan kegiatan keagamaan dilakukan dengan empat tahap yaitu tahap persiapan, pembukaan, inti dan penutup. Pada kegiatan TPA Al-Quran tahap persiapan para lansia dan ustad mempersiapkan meja, microfone, Al-Quran, dan tikar. Dilanjutkan pembukaan membaca doa kemudian ustad memberi contoh cara membaca pada ayat tersebut diikuti oleh SD “Nopo nggeh mung bar sholat maghrib

niko terus mulai berdoa. Terus do moco kiambak-kiambak riyen kaleh nunggu giliran. Bar niku nek mpun nggeh berdoa

“Setelah sholat maghrib kemudian dimulai dengan doa kemudian lansia tadarus dahulu sambil menunggu giliran. Setelah selesai mengaji kemudian ditutup dan dilanjutkan


(225)

seng kajian niko nggeh sami, dibuka terus mirengke kajiane Bu YL terus nek ajeng enteng seng ditagkletke mangkeh saget tangklet ngoten”. (CW.6.8)

pertama adalah pembukaan kemudian mendengarkan kajian, setelah itu sesi tanya jawab dan penutup”. (CW.6.8)

lanisa membaca satu orang satu ayat menggunakan microfone, selanjutnya yaitu pengkajian ayat dilanjutkan dengan penutup, merapikan tempat dan iuran sosial. Perbedaan dengan TPA iqro’ berada pada tahap inti yaitu lansia melakukan tadarus sendiri sambil menunggu giliran mengaji disimak oleh ustad, ustad juga mencatat hasil belajar di buku prestasi setelah selesai kemudia ditutup dan merapikan tempat. Saat kajian dan yasinan terdapat sesi tanya jawab atau lain-lain sehingga lansia dapat bertanya tentang permasalahan yang dihadapi atau tetang topic yang sedang dikaji.

SM “Kados wingi kino bar sholat maghrib njuk nata meja, mic, Al-Quran, tikar. Bar niku njuk dibuka karo Mas WN kui, soko mburi karo ono seng mbagekke snek. Bar dibuka kan moco doa bar kuwi diwarahi sikek karo Mas WN cara mocone piye. Nek wes terus siji-siji kon moco nganggo mic nek salah yo dibenerke. Bar kuwi nek Mas WN ora sibuk kyo wingi kae iso diwoco artine, biasane sampe setengan sepuluh nek isya’ yo sholat sek. Nek karo Pak GL sak ayat kudu bener. Wes rampung ngaji njuk ditutup moco doa, bar kwi ngresiki ngon terus do ngekke sosial sak ikhlase mbak”. (CW.7.8)

“Tahapannya adalah pelaksanaannya adalah persiapan, pembukaan, acara inti, dan penutup. Persiapan tempat berupa menata meja, microfone, Al-Quran, dan tikar. Setelah itu dibuka oleh ustad dan ada yang bertugas membagikan snack. Ustad memandu cara membaca yang benar diikuti oleh semua lansia, setelah itu lansia membaca satu orang satu ayat menggunakan mic. Jika masih memiliki banyak waktu ustad akan mengkaji arti dari ayat-ayat tersebut. Setelah selesai ditutup dengan doa kemudian merapikan tempat dan iuran sosial”. (CW.7.8)

WJ “Riyen awal masuk dites riyen diken maos iqro’ 1 saget nopo mboten. Nek pas TPAne niku pertamane dibukak terus baca doa ngoten terus do baca kiambak-kiambak kaleh nunggu giliran nek pun nggeh ditutup. Pas ngaji kaleh gurune njuk mangkeh gurune nyatet teng buku prestasi niko, nggeh mung ngoten mbak. Nek yasinan niko radi benten, enten

lain-“Awal masuk TPA dilakukan tes oleh ustad untuk mengetahui tingkat pemahaman lanisa. Tahapan pelaksanaan kegiatan yang pertama yaitu pembukaan dengan doa kemudian kami tadarus sendiri-sendiri sambil menunggu giliran, setelah selesai kemudian ditutup. Guru juga mencatat hasil belajar di kartu prestasi. Kalau yasinan ada sesi lain-lain, karena dilaksanakan di rumah warga jadi ada


(226)

laine soale kan mboten teng masjid terus wektune kan mboten ketabrak isya’ dadi saget tekan jam 21.30 kadang jam 22.00. Yasinan niko biasane dibukak kaleh Pak Rakun terus nggeh moco-moco dungo ngoten niko terus moco yasin niku”. (CW.8.8)

banyak waktu untuk berdiskusi”. (CW.8.8)

9. Apakah anda terlibat dalam pengambilan keputusan terkait dengan kegiatan yang akan diselenggarakan? SY “Nggeh nek enteng kesulitan ngoten

nggeh langsung matur kaleh seng ngajar langusung mangkeh dirembuk bareng ngoten”. (CW.5.9)

“Kalau ada kesulitan langsung dibicarakan dengan ustadnya nanti dimusyawarahkan bagaimana solusinya”. (CW.5.9)

Narasumber yang masih aktif menyampaikan materi dalam kegiatan TPA iqro’ adalah Pak BS dan Bu LI sedangkan TPA Al-Quran yaitu Pak WN, Pak GL dan Pak Rakun dilakukan secara bergantian akan tetapi yang utama adalah Pak WN, kajian dinarasumberi oleh Bu YL.

SD “Geh nek enten seng ajeng dirembug geh kulo urun rembug, kados nek teng yasina ngoten niko kan dirembug bareng-bareng. Terus mangkeh hasile nopo nek enten perubahan ngoten gari disanjangke kaleh gurune ngoten”. (CW.6.9)

“Ya kalau ada yang akan dimusyawarahkan saya ikut berpartisipasi, seperti saat di yasinan disana juga musyawarah bersama. Hasil musyawarah nanti diumumkan” (CW.6.9)

SM “Mesti nek kuwi mbak, nek ono opo-opo mesti musyawarahke kabeh melu usul piye apike ngoten. Koyo pas pak GL lungo ra gelem mulang kae terus do laporan to terus pie wong tuwo-tuwo ki? Nek ora ono seng do mimpin tetep ra iso mlaku nek ora ono ustade ngono to. Terus akhire mas WN ki berjuang pie carane gen iso tetep berjalan

“Saya pasti tertibat dalam pengambilan keputusan karena setiap ada permasalahan pasti dimusyawarahkan dengan warga. Seperti saat Pak GL tidak mau mengajar, kami juga bermusyawarah bagaimana baiknya. Kalau lansia disuruh mengaji sendiri tidak ada yang mengarahkan kan tidak bisa. Kemudian akhirnya Mas WN yang menggantikan Pak GL untuk mengajar agar kegiatan tetap


(227)

gelem mbak.” (CW.7.9)

WJ “Nggeh mbak, nek enten seng pengen diusulke nggeh ngomong kaleh gurune ngoten mbak. Misale jawoh terus diganti malem sabtu ngoten”. (CW.8.9)

“Ya saya terlibat, kalau ada yang ingin diusulkan langsung saja disampaikan kepada ustadnya. Misalkan hujan kemudian TPA diganti Jumat malam” (CW.8.9)

B. HASIL KEGIATAN PEMBERDAYAAN LANSIA MELALUI KEGIATAN KEAGAMAAN Pertanyaan

1. Apakah anda merasa mendapat penambahan ilmu tentang keagamaan setelah mengikuti kegiatan pemberdayaan lansia ini? SY “Iya mbak saya dulu belum bisa sekarang

bisa. Saya juga seneng banyak temennya”. (CW.5.10)

“Iya mbak saya dulu belum bisa sekarang bisa. Saya juga senang banyak temannya”. (CW.5.10)

Para lansia merasa senang dan mendapatkan tambahan ilmu dari kegiatan keagamaan yang telah diikuti, dari belum bisa sama sekali kemudian sekarang sudah ada yang sampai Al-Quran, dan juga mendapatkan informasi baru dari kajian dengan Bu YL.

SD “Nggeh mbak wong kulo riyen dering saget blas kok, sak niki Alhamdulillah pun sitik-sitik”. (CW.6.10)

“Iya, dulu saya belum bisa sama sekali sekarang sudah bisa sedikit-sedikit”.

(CW.6.10)

SM “Nggeh nambah ilmune mbak nek

kandani mbiyen ki kulo dereng saget blas kok sakniki Alhamdulillah pun Al-Quran. Nek kajian bu YL brang kan akeh seng dibahas mbak”. (CW.7.10)

“Iya mendapat tambahan ilmu, dulu saya belum bisa tapi sekarang sudah Al-Quran. Kajian dengan Bu YL juga mendapatkan banyak yang dibahas”. (CW.7.10)

WJ “Nggeh mbak wong kulo niku nggeh katah seng mboten ngertos bab agama. Kan amal seng mboten tau pedhot niku kan enten tiga, amal jariyah, doa anak sholeh kaleh ilmu seng manfaat”. (CW.8.10)

“Iya mbak, saya masih kurang dalam pengetahuan tentang agama. Kan amal yang tidak putus itu ada tiga, amal jariyah, doa anak sholeh dan ilmu yang bermanfaat”. (CW.8.10)


(228)

saya belum tau cara baca iqro’ yang bener terus kajian itu juga bisa tahu perkembangan informasi terus aturan-aturan yang ada di Al-Quran juga”. (CW.5.11)

belum tau cara baca iqro’ yang benar kemudian kajian itu juga bisa tahu perkembangan informasi dan aturan-aturan yang ada di Al-Quran”. (CW.5.11)

pemberdayaan lansia ini bermanfaat bagi kehidupan mereka. Awalnya yang belum bisa membaca iqro’ sekarang sudah ada yang sampai bisa

Al-Quran sehingga dapat

digunakan untuk menghafal surat-surat pendek, mengetahui perkembangan dan masalah terkini dan solusinya berdasarkan Al-Quran dan hadits, serta menemukan permasalahan dalam kehidupan sehari-hari dapat ditanyakan kepada ustad yang mengajar. SD “Geh bermanfaat sanget mbak wong nek

pun tuwo ngeten niki nopo maleh seng perlu digolekki mbak lak nggeh sangu damel ngenjeng. Nek kulo sok ajar moco surat pendek mbak”. (CW.6.11)

“Iya sangat bermanfaat, sudah tua seperti ini apa lagi yang perlu dicari untuk bekal besok. Saya juga kadang belajar membaca surat pendek”. (CW.6.11)

SM “Bermanfaat banget mbak dadi ngerti hadits, artine Al-Quran senajan urung kabeh. Nek jenenge ngaji ki lah yo ora ono luluse to. Ora mesti awake dewe ngerti. Pengajian buYL khusus ibu-ibu do tak kon mangkat ki do ra mangkat seng mangkat ki yo seng TPA tok kui. Seng nom-nom ki nek iso iki mendalami ilmu agama barang gen iso ngandani anake. Nek jaman saiki ora ngaji yo ngunu kwi mbak ngeri mbak nek kyo neng berita ngunu kwi wae aku wedi dicritani bu YL” (CW.7.11)

“Bermanfaat sekali, jadi tahu tentang hadits, artinya Al-Quran walaupun belum semua. Saya itu menyuruh ibu-ibu muda untuk mengikuti kajian Bu YL, tapi mereka tidak mau. Pikir saya mereka agar belajar tentang agama agar bisa menasehati anak-anaknya. Saya saja mendengarkan kajian dari bu YL jadi takut sendiri”. (CW.7.11)

WJ “Nggeh bermanfaat mbak. Kados wingi niko kulo tangklet Mas BS masalah poso nek mboten sahur niku turene batal nggeh nopo mboten ngoten. Kulo kan

“Iya bermanfaat. Kemarin saya tanya pada Mas BS tentang puasa kalau tidak sahur puasanya batal atau tidak. Setelah mendapat jawaban saya menjadi tidak ragu lagi, saya


(229)

nggeh tetep kuat tetep nyambut gawe nek kulo mboten poso wah getun kulo malahan mbak. Ngoten kan kulo dasos mantep, dados ngetos dasare”. (CW.8.11)

3. Apa saja perubahan yang anda dapatkan setelah mengikuti kegiatan pemberdayaan lansia ini? SY “Saya ya sedikit-sedikit tahu cara baca

iqro’ yang benar tajwid terus saya kalo mau belajar sendiri di rumah juga jadi semangat”. (CW.5.12)

Saya sedikit-sedikit tahu cara baca iqro’ yang benar, kalo mau belajar sendiri di rumah juga jadi semangat. (CW.5.12)

Perubahan yang didapatkan para lansia dari kegiatan ini

adalah meningkatnya

pengetahuan tentang cara baca iqro dan yasin, meningkatnya pengetahuan pengetahuan tentang puasa dan sedekah sehingga dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari serta meningkatnya kesadaran akan belajar ilmu agama.

SD “Sakniki kulo pun saget iqro’ sitik-sitik mbak, pun ngertos moco yasin nek pas malem jumat wingi nuku lho? Pas tutup tahun niko. Nggeh Alhamdulillah ngertos bab agomo sitik-sitik”. (CW.6.12)

“Saya sudah bisa baca iqro’ dan yasin waktu malam Jumat itu. Waktu tutup tahun itu. Ya Alhamdulillah tahu tentang agama sedikit-sedikit”. (CW.6.12)

SM “Sak iki dadi ngerti berita-berita seng ngandani bu YL kae mbak, saiki aku waspada anakku yo sok tak elekke tak kandan-kandani”. (CW.7.12)

“Saya jadi tahu berita terkini lewat Bu YL, sekarang saya jadi waspada dan memberi tahu anak saya”. (CW.7.12)

WJ “Kulo dados ngertos sekedik bab agama kados poso, kados sedekah niku. Senajan awake dewe wong ra duwe, tapi yo nek iso sedekah. Kulo riyen blas dereng saget ngaji sakniki pun iqro’ 6 nggeh Alhamdulillah alon-alon. Geh sekedik-sekedik mbuh ditompo nopo mboten seng penting pun usaha lak ngoten”. (CW.8.12)

“Saya jadi tahu masalah agama seperti puasa, sedekah. Walalupun orang tidak punya, tapi kalau bisa ya sedekah. Dulu saya sama sekali belum bisa baca iqro’ tapi sekarang sudah iqro’ 6. Sedikit-sedikit asal berusaha”. (CW.8.12)


(230)

SY “Ya kalau bisa kalau kita tahu itu kan kita ngasih tahu ke orang lain mbak. Tapi kalau saya paling ya nasehatin anak, cucu biar belajar agama gitu mbak sebisa saya”. (CW.5.13)

“Ya kalau bisa, kalau kita tahu sebaiknya memberi tahu ke orang lain mbak. Tapi kalau saya paling ya menasehati anak, cucu agar belajar agama”. (CW.5.13)

Para lansia menyalurkan ilmunya dengan cara memberi nasehat kepada anak, cucu mereka mengenai agama. Para lansia mendapat wawasan dari kegiatan keagamaan mengenai

hukum agama dan juga

perkembangan permasalahan yang ada saat ini, hal tersebut menumbuhkan kekhawatiran lanisa pada generasi muda yang sangat terbuka dengan perkembangan teknologi

informasi sedangkan

pengetahuan tentang agama masih kurang.

SD “Kulo nek enten putu kulo niku nggeh sok kulo kandan-kandani bab agama. Bocah jaman sakniki niku lak pun ngertos sembarang-barang to mbak ngaji nggeh jarang ibune nggeh kerja. Kulo sok ngandani nek wayahe maghrib ki bali sholat ojo dolan terus sok kulo ngotenke. Nek dolan bocah niku pun mboten ngertos wayah”. (CW.6.13)

“Saya menasehati cucu saya tentang agama. Anak jaman sekarang sudah tahu banyak hal tapi ngajinya jarang dan ibunya juga kerja. Saya sering memberi tahu kalau sudah maghrib harus pulang sholat, jangan main terus”. (CW.6.13)

SM “Anak kulo niku sok tak kandani nek wes kerjo ojo lali sholate. Nek neng kota ki lak yo pergaulane medeni to mbak koyo seng ceritakke Bu YL kae ngeri aku. Nek neng kono ki tak kon melu kajian-kajian lak ono to”. (CW.7.13)

“Saya menasehati anak saya kalu sudah bekerja jangan lupa sholat. Kalau di Kota pergaulannya menakutkan seperti yang diceritakan Bu YL. Saya suruh dia ikut kajian kalau disana ada” (CW.7.13)

WJ “Nggeh nek enten seng dikandani nggeh dikandani, sok ngandani anakke, senajan wes gedhe tapi kan wong tua tetep ngandani mbak”. (CW.8.13)

“Ya saya nasehati anak saya mbak, walaupun sudah besar tapi kan orang tua tetap memberi nasehat”. (CW.8.13)

5. Apakah anda termotivasi untuk terus belajar tentang keagamaan untuk memupuk keimanan? SY “Nggeh mbak biarpun tidak sekolah tapi

nek saget ngaji itu bisa sedikit-sedikitlah,

“Iya mbak biarpun tidak sekolah tapi kalau bisa ngaji itu bisa sedikit-sedikitlah, sudah tua

Para lansia termotivasi untuk memupuk keimanan dengan


(231)

dipadosi mbak”. (CW.5.14) karena mereka merasa sudah tua membutuhkan bekal untuk kehidupan sekanjutnya, dan juga adanya kekhawatiran lansia akan kehidupan saat ini. SD “Geh mbak, kulo niku seneng nek kon

ngaji damel sangu mbenjeng”. (CW.6.14)

“Iya mbak, saya senang kalau disuruh ngaji untuk bekal kelak”. (CW.6.14)

SM “Nggeh mbak terus niku. Wong mbiyen Pak GL wegah mulang kae wae terus dibingung do berjuang pokokke piye carane kudu ngajine ki tetep mlaku kok. Jaman saiki nek ora ngaji ki wes ra iso mbak”. (CW.7.14)

“Iya mbak termotivasi. Dulu waktu Pak GL tidak mau mengajar saja pada bingung, kami berjuang bagaimana caranya agar tetap bisa mengaji. Jaman sekarang mengaji itu sangat penting”. (CW.7.14)

WJ “Geh kulo pengen sinau terus mbak damel sangu”. (CW.8.14)

“Iya saya ingin belajar terus untuk bekal”. (CW.8.14)

6. Bagaimana cara anda untuk mengaplikasikan hasil belajar dalam kehidupan sehari-hari? SY “Nek ngaji niku kan nggeh soal agama

nggeh damel ibadah mbak. Sekarang bisa tadarus sedikit-sedikit di rumah, kalau kajian itu bisa tahu permasalah perbaru terus mangkeh tahu penjelasane menurut Islam nggeh ngoten mbak”. (CW.5.15)

“Ngaji itu kan masalah agama ya untuk beribadah mbak. Sekarang bisa tadarus sedikit-sedikit di rumah, kalau kajian itu bisa tahu permasalah perbaru terus nanti tahu penjelasannya menurut Islam”. (CW.5.15)

Para lansia mempunyai cara yang cenderung sama dalam mengaplikasikan hasil belajar

yaitu dengan cara

menggunakannya untuk

menghafal surat pendek, untuk membaca yasin dan juga meningkatakan kualitas ibadah seperti sholat berjamaah.

SD “Damel ngapalke surat-surat pendek dalem sholat niku mbak. Kadang nek bar ngaji ngoten kan Bu LI nggeh sok ngandan-ngandani misale nek sholat jamaah niku pahalane luwih kathah timbang sholat kiambak ngoten, kulo dados pengen sholat jamaah terus”. (CW.6.15)

“Untuk menghafalkan surat-surat pendek untk sholat. Bu LI pernah memberitahu kalau sholat jamaah itu pahalanya lebih banyak dari sholat sendiri, saya jadi ingin sholat jamaah terus”. (CW.6.15)


(232)

arabe, saiki wes iso Al-Quran dadi seng diwoco arabe”. (CW.7.15)

sekarang sudang bisa Al-Quran jadi yang dibaca arabnya”. (CW.7.15)

WJ “Nek iqro’ geh damel moco Al-Quran, nek yasinan ngoten niko kulo sok kirim dungo damel seng mboten enten. Nek niku mriki niki enten seng dislameti enten seng mboten, tapi kulo taseh sok yasinan nyameti seng pun pejah. Kulo niku disanjangi wong tapi nggeh kemantepane kiambak-kiambak”. (CW.8.15)

“Kalau iqro’ untuk membaca Al-Quran, membaca yasin untuk kirim doa. Disini ada yang kirim doa ada yang tidak, kalau saya masih pakai. Ya kepercayaannya masing-masing mbak”. (CW.8.15)

7. Bagaimana respon keluarga ketika anda mengikuti kegiatan pemberdayaan lansia ini? SY “Saya disuruh suami saya mbak. Saya itu

nembe setahun mbk ikut TPA ini, kelompok terakhir kulo niku. Soale kelompoke kulo bubar njuk kula gabung kaleh seng malem jumat niku”. (CW.5.16)

“Saya disuruh suami saya mbak. Saya baru setahun ikut TPA ini, saya ikut kelompok terakhir. Soale kelompok saya bubar terus saya gabung kelompok malem jumat”. (CW.5.16)

Respon keluarga para lansia yaitu mempersilahkan lansia mengikuti kegiatan tersebut bahkan ada disuruh oleh suaminya untuk mengikuti kegitan tersebut, lansia juga mendapat dukungan dari keluarga dengan cara dibantu untuk belajar saat di rumah. SD “Nggeh sae mbak, riyen pas awal iqro’

niko kulo sok ken ngajari putu kulo. Terus nek enten bab nopo seng dereng pahal kulo tanglet kaleh epe kulo, tiyange lak nggeh sok ngaji teng pundi-pundi ngoten dados kulo sok tangklet deknene”. (CW.6.16)

“Responnya baik mbak, dulu waktu awal iqro’ saya diajari sama cucu saya. Kalau ada bab yang saya belum paham saya tanya ke adek ipar saya, dia kan sering pergi ngaji kemana-mana jadi saya sering tanya dengan dia”. (CW.6.16)

SM “Anak kulo ndukung mbak, wong anak kulo niku lak ngajar TPA cah cilik-cilik

“Anak saya mendukung mbak, anak saya kan ikut mengajar TPA anak-anak”. (CW.7.16)


(233)

WJ “Nek mriki wong ngomah niku nggeh monggo ngoten mboten patek do, nggeh pokokke terserah ngoten. Kan ngaji niku nggeh apek kangge awake dewe damel pedoman urip lak ngoten nggeh to”. (CW.8.16)

“Disni orang rumah mempersilahkan, ya pokoknya terserah gitu. Mengaji itu kan baik untuk diri kita, untuk pedoman hidup”. (CW.8.16)

C. FAKTOR PENDORONG DAN FAKTOR PENGHAMBAT Pertanyaan

1. Apa saja kendala anda dalam memahami informasi yang disampaikan saat kegiatan berlangsung? Mengapa? SY “Kalau saya Alhamdulillah tidak ada

mbak, paling kalau cara mengucapkan huruf itu kan agak sulit kayak dho sma gho gitu mbak menirukannya susah”. (CW.5.17)

“Kalau saya Alhamdulillah tidak ada mbak, paling kalau cara mengucapkan huruf itu kan agak sulit kayak dho sma gho gitu mbak menirukannya susah”. (CW.5.17)

Kendala yang dialami dalam memahami informasi yang disampaikan adalah kesulitan menirukan tahsin yang

diajarkan oleh ustad

dikarenakan struktur gigi yang sudah tidak lengkap sehingga sulit mengucapkan bacaan dengan benar, kesulitan dalam mengingat cara membaca jika ada ayat yang panjang.

SD “Nggeh nek dikandani cara mocone ngoten kadang kangelan seng nirokke mbak, ilat tuwo nggeh ngeten niki. Kadang nek dimoco kiambak niku rumangsane pun bener tapi bar ngaji kaleh gurune jebule salah kabeh haha nggeh ngoten mbak sitik-sitik”. (CW.6.17)

“Ya kalau diberi tahu cara membacanya kadang kesulitan menirukan, lidah orangtua ya begini mbak. Kadang kalau dibaca sendiri rasanya sudah benar tapi sama ustadnya ternyata masih salah”.

(CW.6.17)

SM “Leh moco kwi lho mbak lak ayate dowo-dowo to nek Al-Quran ki, sok lali piye mau dowo banget ayate. Lha yo kui nek tuwo-tuwo kayo aku kui tegese lakyo ora nganti lanyahe to. Nek koyo sak njenengan ngoten saget nganti lanyah”.

“Cara membacanya itu mbak, kan kalau Al-Quran ayatnya panjang-panjang, kadang lupa cara bacanya. Kalau sudah tua seperti saya kan tidak sampai benar-benar bisa. Kalau seperti anda kan masih bisa”. (CW.7.17)


(234)

(CW.7.17)

WJ “Kulo niku taseh sok salah teng cara mocone niku lak kudu bener mbak nek kados ظ kaleh ض , غ kaleh خ kudu jelas bedone”. (CW.8.17)

“Saya masih sering salah cara membacanya seperti ظ kaleh ض , غ nda harus jelas bedanya”. (CW.8.17)

2. Apakah anda mengkomunikasikan kendala atau kesulitan anda kepada orang lain dalam kegiatan tersebut SY “Nek sing teng yasinan niku musyawarah

mba dados enten waktu sendiri, mananya sesi lain-lain. Lha teng mriku mangkeh kadang dibahas nek enten usulan nopo ngoten. Nek pas TPA nek kesulitan nggeh langsung takon kaleh Pak BS”. (CW.5.18)

“Kalau di yasinan itu musyawarah mbak jadi ada waktunya sendiri, mananya sesi lain-lain. Kalau ada usulan nanti dibahas bersama. Kalau di TPA, kesulitan langsung dikomunikasikan dengan Pak BS”. (CW.5.18)

Dalam kegiatan yasinan para lansia mengemukakan kendala ataupun usulan secara langsung dalam sesi lain-lain didampingi oleh ustad. Pada kegiatan TPA, para lansia menyampaikan kendalanya secara langsung kepada ustad yang mengampu tetapi ada yang masih malu dan takut untuk menyampaikannya. SD “Nggeh mbak nek kangelan ngoten kulo

matur, nek mung meneng ngeh kapan isane. Nek riyen-riyen nggeh nate isin tapi sak niki pun mboten. Sak niki nek mboten saget nggeh tangklet ngoten”. (CW.6.18)

“Kalau ada kesulitan saya bilang, kalau cuma diam ya kapan bisanya. Kalau dulu pernah malu kalau sekarang sudah tidak. Sekarang kalau tidak bisa ya langsung tanya”. (CW.6.18)

SM “Nek teng TPA niku, Pak GL teliti banget mbak nek salah yo dibenerke sampe bener, tapi yo kadang ustade do sibuk kwi mbak gandeng do duwe kegiatan dewe-dewe to”. (CW.7.18)

“Kalau di TPA, Pak GL sangat teliti kalau salah ya dibenarkan sampai benar, tetapi kadang ustadnya sibuk kan punya kesibukan masing-masing”. (CW.7.18)

WJ “Nggeh niku mbak. Mboten usah isen nek kados kulo ngeten. Kados Mbak NH niku salah dibenerke, wedi nek kulo kan

“Iya mbak. Tidak usah malu seperti Mbak NH ini salah kasih tahu yang benar malah takut. Kalau tidak bisa kan nanti dikasih tahu yang


(235)

niku pripun. Seng marai sero digetakko kulo mboten wedi. Nek ora iso terus dinengke wae yo kapan leh iso? Diomongke mawon kaleh Mas BS seng mboten saget pundi ngoten”. (CW.8.18)

Mas BS”. (CW.8.18)

3. Apa faktor pendorong dari diri anda untuk mengikuti kegiatan pemberdayaan lansia ini? SY “Ya saya semangat gitu aja mbak, wong

pun tuwo nggeh sitik-sitik ajeng sinau ngoten. Kulo nggeh sok belajar teng griyo dewe ngoten niku”. (CW.5.19)

“Ya saya semangat gitu aja mbak, saya sudah tua ya kalau bisa sedikit-sedikit mau belajar. saya juga kadang belajar sendiri di rumah” (CW.5.19)

Faktor pendorong dari dalam diri untuk mengikuti kegiatan pemberdayaan lansia melalui kegiatan keagamaan adalah faktor usia, karena merasa sudah tua dan membutuhkan pendalaman mengenai ilmu agama. Ketika dulu ingin belajar mengaji tetapi belum ada fasilitas namun sekarang sudah ada fasilitas, mereka merasa sudah diberi jalan kemudahan.

SD “Kepeng saget geh mung ngoten mbak wong pun umur-umur sementen. Wong kanca-kancane pun do saget, kulo nggeh kepengen saget”. (CW.6.19)

“Ingin bisa karena sudah umur-umur sigini. Teman-teman yang lain sudah bisa, saya juga kepengen”. (CW.6.19)

SM “Yo pengen iso wae mbak. Mbiyen arep sinau ngaji urung ono TPA, lha saiki wes digawekke TPA lak yo kepenak garek mangkat mbak”. (CW.7.19)

“Ingin bisa aja mbak. Dulu mau belajar ngaji belum ada TPA, sekarang sudah dibuatkan TPA kan sudah enak tinggal berangkat”. (CW.7.19)

WJ “Pengen saget ngoten mbak wong nek dipikir wong urip pisan bondo donyo ra digowo nggeh to? Kulo nggeh pun iqro’ enem pun ajeng rampung kan nggeh pengene cepet saget. Geh mugi-mugi lancar saget tumut rencange moco Al-Quran”. (CW.8.19)

“Ingin bisa mbak kalau dipikir hidup satu kali harta dunia tidak dibawa ya kan? Saya juga sudah iqro’ enam sudah mau selesai ingin cepat Al-Quran. Ya semoga lancar bisa ikut temannya baca Al-Quran”. (CW.8.19)

4. Apa faktor pendorong dari luar diri anda untuk dapat mengikuti kegiatan pemberdayaan lansia ini?


(236)

mboten enten tulisan-tulisan hurufe niku lho mba dadi angel. Terus saya ikut TPA niku kan pake iqro’ yang ada keterangan petunjuk latin di belakangnya itu mbak jadi saya mau belajar sendiri di rumah nggeh lumayan membantu. Suami saya kan ikut mbak, yo kadang ngajakki”. (CW.5.20)

tulisan-tulisan hurufnya jadi sulit. Kemudian saya ikut TPA kan pakai iqro’ yang ada keterangan petunjuk latin di belakangnya itu jadi saya mau belajar sendiri di rumah ya lumayan membantu. Suami saya juga ikut TPA, kadang juga mengajak saya berangkat” (CW.5.20)

belajar yang lebih mudah, tempat yang dekat, ustad yang selalu memotivasi, teman yang bisa diajak mengaji bersama, termotivasi melihat teman-teman lain yang sudah bisa membaca Al-Quran, serta anggota keluarga yang mendukung untuk mengikuti kegiatan tersebut.

SD “Bu LI kadang nggeh sok ajak-ajak ken TPA terus. Gurune kan nggeh pun nglegakke mosok seng ajeng diwarahi malah do mboten mangkat lak ngoten barang. Kadang kaleh koncone nggeh sok kangsenan mangkat yo goten”. (CW.6.20)

“Bu LI dangan suka mengajak ke TPA terus. Ustad yang lain kan sudah meluangkan waktu masak yang mau diajar tidak pada berangkat. Kadang juga suka janjian sama teman-teman mau berangkat bareng gitu”. (CW.6.20)

SM “Mbiyen ki arep ngaji kangelan mbak, ndadak tekan adoh saiki lak ming garek neng masjid. Ngaji ki lak penting to mbak”. (CW.7.20)

“Dulu mau mengaji saja susah mbak, harus sampai jauh tempatnya sekarang hanya perlu datang ke masjid. Ngaji itu kan penting mbak”. (CW.7.20)

WJ ”Riyen-riyen kulo dereng kagungan krenteg terus ngertos kanca-kancane do iso terus kulo kepengen. Wong gurune nggeh pun nyanggupi ngajar”. (CW.8.20)

“Dulu-dulu saya belum punya niatan kemudian tahu teman-temannya sudah bisa saya jadi pengen. Ustadnya juga sudah mau mengajar“.(CW.8.20)

5. Apa sajakah faktor penghambat dalam diri anda untuk mengikuti kegiatan pemberdayaan lansia ini? SY “Itu mbak kalau mau mengucapkan huruf

dengan benar itu agak sulit, kalau belajar

“Kalau mau mengucapakan huruf dengan benar itu agak sulit, kalau belajar sendiri gitu

Faktor penghambat dari dalam diri para lansia yaitu kesulitan


(237)

tapi setelah maju eh ternyata salah semua” (CW.5.21)

ternyata salah semua”. (CW.5.21) dengan benar, terlalu lelah bekerja sehingga tidak berangkat TPA, sering lupa, masih sibuk mencari nafkah jadi tidak bisa belajar sendiri di rumah secara rutin.

SD “Kadang sok kesel niku mbak dados kadang nggeh mboten mangkat. Nek enten ayat seng gandeng-gandeng dowo ngoten kulo sok lalai mocone”. (CW.6.21)

“Kadang suka capek mbak jadi kadang ya tidak berangkat. Kalau ada ayat yang sambung panjang saya kadang lupa cara bacanya”. (CW.6.21)

SM “Nek koyo aku ki wes Al-Quran tapi yo rung lancar mbak, lha piye yo nek neg omah hayo ra mesti sinau dewe wong kesibukan werno-werno ngeten niki, neng omah wes mikir golek ekonomi mbak. Ra iso mbak, paling nek moco delok-delok. Kene ki yo ra ono seng nganggur ki mbak kayane do sibuk”. (CW.7.21)

“Saya ini sudah Al-Quran tapi ya belum lancar, ya gimana kalau di rumah belum tentu belajar karena kesibukannya macam-macam seperti ini, di rumah sudah mikir cari ekonomi mbak. Tidak bisa mbak, paling membaca sebentar. Disini tidak ada yang menganggur mbak sepertinya sibuk semua”. (CW.7.21)

WJ “Nek pas sayah ngoten niko bar nyambut damel ngoten niko mbak nopo pas enten acara teng pundi ngotene kulo nggeh mboten ngaji”. (CW.8.21)

“Kalau waktu capek habis bekerja atau waktu saya ada acara ya tidak brangkat”. (CW.8.21)

6. Bagaimana cara anda mengatasi penghambat tersebut? SY “Ya belajar terus mbak walaupun

salah-salah terus ya biarin gitu haha. Yang penting kan kita sudah berusaha”. (CW.5.22)

“Ya belajar terus mbak walaupun salah-salah terus ya biarkan saja yang pentingkan sudah berusaha”. (CW.5.22)

Cara para lansia mengatasi hambatan tersebut adalah dengan cara berusaha mengikuti TPA secara rutin, belajar sendiri di rumah secara rutin, dan kalau ada kesulitan langsung disampaikan kepada ustad yang SD “Nggeh kulo alon-alon nek moco kaleh

tak bolan-baleni mbak. Nek lali, pas ngaji

“Ya saya pelan-pelan membacanya dan diulang-ulang. Kalau lupa,waktu ngaji saya


(238)

(CW.6.22) mengajar. SM “Yo wes piye mbak, seng penting TPA

kuwi tak usahakke mangkat teruh tak utamake pokokke. Nek urung iso yo pokokke mangkat terus nggko lak yo diwarahi”. (CW.7.22)

“Ya mau gimana lagi mbak, yang penting saya berusaha ikut TPA terus pokoknya saya utamakan. Kalau belum bisa pokoknya berangkat terus saja nanti kan juga diajarin”. (CW.7.22)

WJ “Nggeh teng omah sinau kiambak ben nek pas ngaji niko saget lancar terus saget katah ngajine”. (CW.7.22)

“Ya kalau di rumah belajar sendiri biar waktu ngaji bisa lancar terus bisa banyak”. (CW.8.22)

7. Apa saja faktor penghambat dari luar diri anda untuk mengikuti kegiatan pemberdayaan lansia ini? SY “Gak ada mbak, paling ya dulu itu mau

ngaji tapi kelompoknya bubar, tapi kan sekarang udah gabung sama kelompok lain”. (CW.5.23)

“Tidak ada mbak, paling ya dulu itu mau ngaji tapi kelompoknya bubar, tapi kan sekarang sudah gabung dengan kelompok lain”. (CW.5.23)

Penghambat yang berasal dari luar diri para lansia yaitu ada beberapa kelompok TPA yang bubar sehingga anggota yang tersisa harus bergabung kelompok lain, merawat anggota keluarga sehingga tidak bisa datang, ustad yang kadang sibuk dan tidak ada yang menggantikan sedangkan para lansia kesulitan dalam bejar sendiri.

SD “Nggeh niku wau ngurus mbah kulo, kadang nggeh udan nopo enten acara ngoten. Nek enten kegiatan nopo ngoten nggeh sok libur. Wingi niko nembe mboten enten seng ngajar dados nggeh libur, belajar kiambak”. (CW.6.23)

“Ya itu tadi merawat nenek saya, kadang ya hujan atau ada acara. Kalau ada kegiatan seperti itu saya kadang libur. Kemarin itu baru tidak ada yang ngajar jadi ya libur, belajar sendiri”. (CW.6.23)

SM “Seng ngajar koyo Pak WN, Bu YL, Pak BS kan tegese do sibuk to mbak dadi kadang ngajine yo mung tekan isya urung dikaji artine wes kudu rampung. Kadang ustade ra iso mangkat sibuk dadi ngaji dewe”. (CW.7.23)

“Yang mengajar seperti koyo Pak WN, Bu YL, Pak BS kan sibuk jadi kadang ngajinya hanya sampai isya, belum dikaji artinya sudah harus selesai. Kdang ustanya tidak bisa datang jadi ngaji sendiri”. (CW.7.23)


(239)

belajar kiambak, nek belajar kiambak kan rumangsane bener tapi nek salah kan nggeh mboten ngertos, mboten enten seng mbenerke”. (CW.8.23)

belajar sendiri kan rasanya sudah benar kalau salah kan tidak tahu, tidak ada yang membenarkan”. (CW.8.23)

8. Bagaimana cara anda mengatasi penghambat tersebut? SY “Saya bilang sama Pak BS kalau saya

gabung aja ke kelompok yang malem Jumat gitu mbak”. (CW.5.24)

Saya bilang kepada Pak BS kalau saya gabung saja dengan kelompok yang Kamis malam gitu mbak. (CW.5.24)

Cara para lansia mengatasi hambatan tersebut yaitu ketika tidak dapat kelompok lansia tersebut

mengkomunikasikannya dengan ustad untuk bergabung dengan kelompok lain, jika ustad tidak bisa datang mereka belajar sendiri dan saling memberi tahu jika ada kesulitan yang dialami, para lansia bermusyawarah jika ada perubahan jadwal.

SD “Nggeh nek ngurus mbah kulo ngoten kan pancen mboten saget ditinggal nggeh pripun maleh mbak. Nek pas udan ngoten niko sok diganti malem sabtu ngajine. Nek mboten enten seng ngajar nggeh belajar kiambak mbak, nek enten seng lali nggeh takon kancane, nek taseh mboten saget nggeh nek ngaji sesokke ditangkletke kaleh gurune ngoten”. (CW.6.24)

“Nenek saya tidak bisa ditinggal jadi ya mau gimana lagi. Kalau hujan ngajinya kadang diganti Jumat malam. Kalau tidak ada yang ngajar ya belajar sendiri mbak, kalau ada yang lupa ya tanya temannya, kalau masih belum bisa besok lagi kalau ketemu Pak BS baru ditanyakan”. (CW.6.24)

SM “Nek pas ngaji ora ono gurune y owes ngaji dewe-dewe mbak nek ora iso yo takon kancane seng iso” (CW.7.24)

“Saat tidak ada ustadnya ya ngaji sendiri-sendiri, kalau tidak bisa ya tanya temannya”. (CW.7.24)

WJ “Kadang nggeh ganti malem Sabtu ngajine mbak. Nek ngoten niku biasane sok do rembugan riyen terus diganti dinone damel gantine malem Jumat”. (CW.8.24)

“Kadang ya ganti Jumat malam ngajinya mbak. Kalau begitu kan biasanyanya pada musyawarah dulu mau diganti harinya sebagai ganti Kamis malam”. (CW.8.24)


(240)

Lampiran 9. Triangulasi Sumber

TRIANGULASI SUMBER

A. PEMBERDAYAAN LANSIA MELALUI KEGIATAN KEAGAMAAN

1. Apa latar belakang dari penyelenggaraan kegiatan pemberdayaan lansia melalui kegiatan keagamaan di Dusun Gatak?

Penyelenggara “Waktu itu pas rapat pengurus masjid kan kami membicarakan tentang gimana ini kok masjidnya masih sepi. Kami akhirnya membuat kegiatan pengajian, nah pengajiannya itu ada untuk ibu-ibu muda sama lansia. Dengan maksud nantinya saat di pengajian kami juga mau ajak-ajak supaya mereka mau rajin jamaah di masjid sukur-sukur ngajak keluarganya”

Ustadz/ustadzah “Kami pengen warga banyak yang jamaah di masjid biar masjidnya ramai , lalu kami bikin kegiatan pengajian untuk lansia itu. Saya kan ikut pembetukan dulu itu, saya ditawari untuk ngajar ya kemudian saya ikut berpartisipasi gitu mbak”

Lansia “Disini banyak yang belum bisa membaca Al-Quran mbak, awal kegiatannya dimulai saja semua mulai dari iqro’ satu dites pada belum bisa”

Kesimpulan Latar belakang dibentuknya kegiatan pemberdayaan lansia melalui kegiatan keagamaan adalah pengurus


(241)

menginginkan warga menjadi rajin berjamaah di masjid agar masjid menjadi ramai. Selain itu para lansia menginginkan adanya kegiatan keagamaan, dikarenakan kebanyakan dari para lansia belum bisa membaca Al-Quran. Oleh karena itu pengurus ingin memfasilitasi para lansia dalam belajar keagamaan melalui pemberdayaan lansia melalui kegiatan keagamaan.

2. Bagaimana cara perekrutan warga belajar dalam pemberdayaan lansiadi Dusun Gatak?

Penyelenggara “Kami mengumumkan di masjid kalau ada kegiatan-kegiatan gitu mbak, terus warga yang mau ikut tinggal dateng”

Ustadz/ustadzah “Kami umumkan melalui pengeras suara di masjid dan juga dipertemuan-pertemuan lain. Waktu pertemuan pertama kami tes dulu mereka bisa sampai mana dan ternyata belum bisa semua merekanya”

Lansia “Diumumkan di Masjid kalau ada kegiatan mengaji. Pengumuman juga disampaikan saat acara perkumpulan”

Kesimpulan Perekrutan lansia diadakan dengan cara mengumumkan dan mengundang lansia melalui pengeras suara Masjid dan di kegiatan perkumpulan lain, di awal pertemuan


(242)

para lansia dites terlebih dahulu.

3. Bagaimana perencanaan pemberdayaan lansia melalui kegiatan keagamaan yang diselenggarakan?

Penyelenggara “Kami pihak pengurus musyawarah waktu itu terus dipertemuan selanjutnya kami mulai koordinasi lebih lanjut dengan wakil remaja dan beberapa pihak lalu kami tawarkan kalau ada yang mau membantu mengajar”

Ustadz/ustadzah “Pengurus musyawarah mbak bagaiamana caranya meramaikan masjid, kahirnya dibuat kegiatan-kegiatan dengan memberdayakan lansia”.

Lansia “Semua yang merencanakan itu pengurus mbak, kami tinggal jalan”

Kesimpulan Perencanaan pemberdayaan lansia dilakukan oleh pengurus masjid dan perwakilan remaja kemudian dipilih pengajar, tempat, materi dan juga dana serta kelengkapan untuk kegiatan-kegiatan yang ada di pemberdayaan lansia.

4. Apakah pemberdayaan lansia tersebut sudah sesuai dengan kebutuhan lansia?

Penyelenggara “Disini memang waktu itu kegiatan keagamaan masih sedikit mbak dan waktu dites itu ternyata masih banyak yang belum bisa”


(243)

Ustadz/ustadzah “Pada awal dulu dibentuknya itu banyak sekali yang ikut dan mereka memang belum bisa membaca Al-Quran jadi saya rasa materinya sudah sesuai Pada awal dulu

dibentuknya itu banyak sekali yang ikut dan mereka memang belum bisa membaca Al-Quran jadi saya rasa materinya sudah sesuai”

Lansia “Materi yang disampaikan sudah sesuai dikarenakan banyak lansia yang masih belum bisa membaca Al-Quran. Waktu awal pembentukan ada 50 lansia yang mengikuti” Kesimpulan Pemberdayaan lansia melalui kegiatan keagamaan sudah

sesuai dengan kebutuhan para lansia di Dusun Gatak dikarenakan banyak lansia yang belum bisa membaca Al-Quran dan juga ada keinginan dari para lansia sendiri. 5. Kapan pemberdayaan lansia melalui kegiatan tersebut diadakan?

Penyelenggara “Disini TPA yang iqro itu malem Jumat, kalau yang Al-Quran malem Minggu. Kajiannya malem Selas, yasinan malem Jumat bada isya’”

Ustadz/ustadzah “Disini ada beberapa kegiatan mbak yang TPA itu ada dua, TPA Al-Quran setiap malam Minggu dan TPA iqro’ setiap malam Jumat. Ada lagi yaitu kajian setiap malam Selasa dan yasinian setiap malam Jumat bada isya. Ada lagi pengajian setiap sebulan sekali kalau itu untuk umum semua boleh ikut tidak hanya yang


(244)

lansia”.

Lansia “TPA setiap Kamis malam untuk iqro’ dan Sabtu malam untuk Al-Quran. Yasinan setiap Kamis malam, dan kajian setiap Senin malam”.

Kesimpulan Pemberdayaan lansia melalui kegiatan dilaksanakan pada Kamis malam untuk TPA Iqro’, Sabtu malam untuk TPA Al-Quran, yasinan setiap Kamis malam bada isya dan kajian setipan Selasa malam.

6. Apa metode yang anda gunakan dalam menyampaikan materi kegiatan? Penyelenggara “Kami dulu nyoba pakai metode An-Nur mbak tapi

ada beberapa kelompok tidak bisa mengikuti, akhirnya mereka pakai yang metode iqro”

Ustadz/ustadzah “Ya TPA pembelajarannya pakai metode iqro’. Dulu kan juga sempat kerjasama dengan Fan Tahsin, tapi kan mereka belum bisa baca sama sekali mbak jadi agak kurang pas dengan itu ya terus cuma ngisi berapa kali gitu terus udah dilanjut iqro. Kalau kajian jelas kami menggunakan metode ceramah dalam penyampaiannya”

Lansia “TPA memakai metode iqro’ dan kajian mendengarkan materi dari Bu YL”

Kesimpulan Metode yang saat digunakan dalam TPA adalah metode iqro’, sedangkan kajian menggunakan metode


(245)

ceramah.

7. Apa sarana dan prasarana yang digunakan dalam pemberdayaan lansia? Penyelenggara “Di masjid sudah tersedia semua mbak tikar, mic ada,

Al-Quran, iqro’, lemari, papan tulis, meja”

Ustadz/ustadzah “Di Masjid itu sudah ada meja, tikar, rak tempat iqro, kayak buku prestasi itu, Al-Quran, microfone, papantulis”

Lansia “Menggunakan meja, iqro, Al-Quran, mic, tikar, buku prestasi”

Kesimpulan Sarana dan prasarana yang digunakan dalam pemberdayaan lansia adalah ruangan masjid, tikar, microfone, Al-Quran, iqro’, buku prestasi, almari, papan tulis, meja, yasin.

8. Bagaimana tahap pelaksanaan kegiatan keagamaan yang dilaksanakan? Penyelenggara “Tahap pelaksanaan pembelajarannya itu kan pertama

persiapan tempat, terus pembukaan, baca doa, kemudian nanti ngaji, setelah itu penutup”

Ustadz/ustadzah “Pembukaan, baca doa mau belajar, dan ditutup pakai doa penutup mejlis. Kalau yang yasinan ya sama, dibuka dulu baca Al-Fatihah terus baca yasin, sesi lain-lain untuk berdiskusi. Kalau kajian itu setelah dibuka, kami kasih materi dengan ceramah. Setelah selesai, mereka boleh tanya, dan ditutup pakai doa penutup


(246)

mejlis”

Lansia “Tahapannya adalah pelaksanaannya adalah. Persiapan tempat berupa menata meja, microfone, Al-Quran, dan tikar. Setelah itu dibuka oleh ustad dan ada yang bertugas membagikan snack. Ustad memandu cara membaca yang benar diikuti oleh semua lansia, setelah itu lansia membaca satu orang satu ayat menggunakan mic. Jika masih memiliki banyak waktu ustad akan mengkaji arti dari ayat-ayat tersebut. Setelah selesai ditutup dengan doa kemudian merapikan tempat dan iuran sosial”

Kesimpulan Tahap pelaksanaan kegiatan-kegiatan di pemberdayaan lansia secara garis besar adalah tahap persiapa, pembukaan, inti, dan penutup. Terlebih dahulu mempersiapkan tempat, kemudian dibuka oleh ustadz/ustadzah dan memasuki acara inti yaitu belajar, para lansia dapat bertanya tentang materi pembelajaran setelah selesai ditutup dengan berdoa.

9. Berapa jumlah lansiayang mengikuti pemberdayaan lansia di Kelompok ini?

Penyelenggara “Daftar hadir pertama pertemuan itu sampai sekitar 50 orang yang ikut”


(247)

Kalau yang Al-Quran itu banyak mbak 30 lebih, yasinan 40 lebih mbak kan campur”

Lansia “Waktu awal pembentukan ada 50 lansia yang mengikuti kemudian sekarang tinggal 20-30 orang” Kesimpulan Jumlah lansia yang mengikuti pemberdayaan lansia

yaitu secara keseluruhan sebanyak 40 orang, 20-30 orang dari TPA Al-Quran dan 5-7 orang dari TPA iqro’.

10. Apakah ada tindak lanjut dari pemberdayaan lansia tersebut?

Penyelenggara “Tindak lanjutnya belum ada mbak karena perkembangannya kan pelan-pelan. Kalaupun dibuatkan kegiatan yang macem-macem itu takutnya malah memberatkan”

Ustadz/ustadzah “Tidak ada tindak lanjutnya mbak, sudah pada tua kan kalau kebanyak kegiatan kasihan”

Lansia “Cuma ngaji-ngaji itu, itu aja dari dulu belum lancar-lancar mbak”

Kesimpulan Belum ada tindak lanjut dari pemberdayaan lansia melalui kegiatan keagamaan yang sudah diselenggarakan.

B. HASIL KEGIATAN PEMBERDAYAAN LANSIA MELALUI KEGIATAN KEAGAMAAN


(248)

1. Apakah anda melakukan evaluasi pembelajaran dalam pelakasanaan pemberdayaan lansia ini?

Penyelenggara “Dari kami pengurus tidak ada evaluasi, mungkin diadakannya sama gurunya yang ngajar”

Ustadz/ustadzah “Tidak ada evaluas mbak, adanya ya pakai EBTA itu di iqro”

Lansia “Evaluasinya dari EBTA itu kalau mau naik jilid selanjutnya”

Kesimpulan Evaluasi hanya ada pada kegiatan TPA yaitu Ustad/ustadzah melakukan evaluasi pembelajaran menggunakan halaman EBTA.

2. Apa saja perubahan yang terjadi pada lansia saat sebelum dan sesudah mengikuti kegiatan ini?

Penyelenggara “Perubahannya yang jelas kegiatan keagamaan sekarang jadi banyak, mereka juga lebih sering jamaah di masjid, lansia pun juga masih belajar dan mereka rajin”

Ustadz/ustadzah “Beberapa diantara mereka jadi sering jamaah di Masjid, dulu banyak warga muslim yang pelihara anjing dan sekarang sudah berkurang”

Lansia “Sudah bisa baca iqro’ dan yasin, tahu berita terkini lewat kajian, tahu masalah agama seperti puasa, sedekah, jadi sering ke masjid”


(249)

Kesimpulan Perubahan yang terjadi pada lansia saat sebelum dan sesudah mengikuti beberapa kegiatan di pemberdayaan lansia yaitu lansia menjadi semakin rajin berjamaah di masjid, bisa membaca iqro’ dan Al-Quran, berkurangnya keluarga lansia yang memelihara anjing.

3. Apakah para lansia merasa terfasilitasi dengan adanya kegiatan pemberdayaan lansia ini?

Penyelenggara “Ya terfasilitasi mbak kan dulu beluam ada kegiatan kayak gini, lansia juga belum bisa mengaji, mereka juga pengen bisa dan pengen belajar”

Ustadz/ustadzah “Mereka merasa terfasilitasi, dulu kan belum ada ngaji kayak gini mbak belum ada TPA dan saya rasa pemahaman tentang agama juga belum banyak”

Lansia “Kami senang dengan adanya kegiatan-kegiatan ini, dulu mau belajar ngaji itu susah apalagi kalau sudah tua gini”

Kesimpulan Para lansia merasa terfasilitasi karena dulu di Dusun Gatak belum ada pemberdayaan lansia dan lansia dulu merasa kesulitan untuk belajar karena belum ada yang menfasilitasi”


(250)

4. Apakah para lansia termotivasi mengikuti kegiatan tersebut?

Penyelenggara “Mereka termotivasi mbak dari sekian kelompok yang dulu ada dan sekarang tinggan dua kelompok itu, mereka yang masih berangkat itu termotivasi mbak mereka semangat-semangat”

Ustadz/ustadzah “Para lansia termotivasi mbak kalau yang ikut terus itu mereka kadang minta ganti hari kalau misalkan tidak bisa, hujan saja mereka tetep berangkat”

Lansia “Saya pasti usahakan betul untuk berangkat, ustadznya sudah mau mengajar kok masak yang mau diajari tidak berangkat, kegiatannya kan bermanfaat banget”

Kesimpulan Para lansia termotivasi mengikuti kegiatan dalam pemberdayaan lansia karena mereka merasa butuh dan juga ada banyak pihak yang mendukung mereka.

5. Apakah para lansia terbuka dalam menyampaikan pendapat atau kritik dan saran?

Penyelenggara “Terbuka mbak mereka itu, kalau mau ada perubahan atau apa ya itu mereka musyawarah nanti bilang ke kami”


(251)

Ustadz/ustadzah “Mereka terbuka, suka tanya tentang materi tanya cara bacanya gimana, kadang juga ada yang tanya masalah sholat atau puasa”

Lansia “Kalau ada kesulitan saya bilang, kalau cuma diam ya kapan bisanya, di kajian juga sering tanya masalah yang saya alami, kalau di yasinan itu musyawarah jadi ada waktunya sendiri”

Kesimpulan Para lansia terbuka dalam menyampaikan pendapat, kesulitan, kritik maupun saran kepada ustadz/ustadzah dan juga pengurus.

C. FAKTOR PENDORONG DAN FAKTOR PENGHAMBAT

1. Apa saja faktor pendukung dalam pelaksanaan pemberdayaan lansia tersebut?

Penyelenggara “Faktor pendorongnya itu warganya sendiri juga gampang digerakkan, Dusun kami ini juga mendapat julukan Kampung Al-Quran jadi kami merasa harus pempertanggung jawabkan julukan itu”

Ustadz/ustadzah “Pendukungnya salah satunya ada fasilitas, dari mbah-mbahnya juga semangat, mereka merasa butuh”


(252)

umur-umur sigini juga, teman-teman yang lain sudah bisa, saya juga kepengen

Kesimpulan Faktor pendorong atau pendukung pelaksanaan pemberdayaan lansia adalah fasilitas yang lengkap, semangat dari lansia, motivasi dari keluarga dan teman sesama lansia.

2. Apa sajakah faktor penghambat dalam pelaksanaan pemberdayaan tersebut?

Penyelenggara “Kurang pengajarnya, masalah waktu mereka hanya mempunyai waktu luang di malam hari” Ustadz/ustadzah “Kami semua yang ngajar punya kesibukan

penghambatnya masalah waktu, , mbah-mbahnya sering lupa”

Lansia “Kalau diberi tahu cara membacanya kadang kesulitan menirukan, kadang lupa cara bacanya” Kesimpulan Faktor prnghambat pelaksanaan pemberdayaan

lansia yaitu keterbatasan pengajar, sedikitnya waktu luang yang dimiliki baik lansia maupun pengajarnya, lansia kesulitan menirukan bacaan yang benar dan lansia sering lupa.

3. Bagaimana cara mengatasi faktor penghambat pelaksanaan pemberdayaan tersebut?


(253)

Penyelenggara “Pengajarnya gantian mbak kalau emang ga bisa semua ya ada yang usul ganti hari biasanya, kepepetnya ya belajar sendiri mereka”

Ustadz/ustadzah “Kalau pas ga ada yang ngajar ya kadang diganti hari atau mereka belajar sendiri, masalah lupa itu agak sulit, kami sudah melakukan beberapa cara seperti membuat permisalan bentuknya seperti hewan apa gitu”

Lansia “Ya saya pelan-pelan membacanya dan diulang-ulang kalau lupa,waktu ngaji saya tanyakan”

Kesimpulan Cara mengatasi faktor penghambat pelasanaan pemberdayaan lansia yaitu dengan cara membuat jadwal mengajar dan saling bergantian, memanfaatkan waktu belajar untuk bertanya kesulitan yang dialami, mengganti hari jika dihari tersebut tidak bisa, membuat permisalah hewan atau bentuk lain untuk memudahkan lansia dalam mengingat huruf.


(254)

Lampiran 10. Triangulasi Metode

TRIANGULASI METODE NO. ASPEK YANG

DITELITI

OBSERVASI WAWANCARA DOKUMENTASI KESIMPULAN

1. Pemberdayaan Lansia Melalui Kegiatan Keagamaan

Pemberdayaan lansia melalui kegiatan keagamaan meliputi kegiatan TPA, yasinan, dan kajian. Kegiatan tersebut dilaksanakan pada hari Kamis malam, Sabtu malam, dan Senin malam. Jumlah lansia yang

Berdasarkan wawancara yang dilakukan oleh Peneliti kepada Subyek Penelitian,

pemberdayaan lansia melalui kegiatan keagamaan diadakan dengan latar belakang yaitu berdasarkan musyawarah pengurus

Foto, susunan pengurus masjid Al-Iman

Pemberdayaan lansia melalui kegiatan keagamaan dilatar

belakangi oleh

keinginan untuk meramaikan masjid dengan cara membuat berbagai kegiatan keagamaan.


(255)

mengikuti kegiatan tersebut yaitu sebanyak 37 orang diantaranya 30 orang di TPA Al-Quran, dan 7 orang di TPA iqro’. Metode yang digunakan dalam pembelajaran adalah metode iqro’ pada TPA iqro, sedangkan TPA Al-Quran disampaikan menggunakan metode ceramah dan praktek, yasinan dilaksanakan

masjid beserta

perwakilan remaja

berniat untuk

meramaikan masjid dengan berbagai kegiatan agar warga juga rajin berjamaah. Pengurus kemudian mengumpulkan warga

dan membentuk

kelompok sesuai usia dan ternyata banyak lansia yang tertarik dengan kegiatan

dilaksanakan pada Kamis malam, Sabtu malam, dan Senin malam. Jumlah lansia

yang mengikuti

pemberdayaan yaitu sebanyak 50 orang dengan lansia aktif sebanyak 37 orang.

Metode yang

digunakan adalah ceramah dan praktek. Media yang digunakan adalah iqro’ dan.


(256)

menggunakan metode

praktek, dan kajian menggunakan metode ceramah. Media yang digunakan adalah iqro’ dan. Sarana dan prasarananya adalah ruangan masjid, meja, mic, tikar, papan tulis, buku prestasi, dan almari. Al-Quran. Pelaksanaan TPA dan kajian berada di Masjid Al-Iman sedangkan

tersebut. Akhirnya pengurus memfasilitasi para lansia untuk

belajar dan

membuatkan beberapa kegiatan yaitu TPA, yasinan, dan kajian yang dilaksanakan pada Kamis malam, Sabtu malam, dan Senin malam. Total lansia

yang mengikuti

kegiatan pemberdayaan ini yaitu sebanyak 50

Sarana dan

prasarananya adalah ruangan masjid, meja, mic, tikar, papan tulis, buku prestasi, dan almari.


(257)

yasinan dilaksanakan di rumah warga secara bergantian untuk menyambung tali silaturahim.

Ustadz/ustadzah yang mengajar yaitu Pak BS, Pak WN, Bu LI, dan Bu YL, dibantu oleh Pak

Rakun. Tahap

pembelajaran yang dilakukan adalah tahap persiapan, pembukaan, inti, dan penutup.

orang. Pengajarnya yaitu Pak BS, Pak WN, Bu LI, dan Bu YL, dibantu oleh Pak Rakun.


(258)

2. Hasil Pemberdayaan Lansia Melalui Kegiatan Keagamaan

Hasil pemberdayaan melalui kegiatan keagamaan ini adalah kemampuan para lansia dalam membaca iqro’ dan Al-Quran, para lansia mempunyai kegiatan yang diikuti secara rutin, lansia menjadi rajin berjamaan di Masjid.

Berdasarkan wawancara yang dilakukan oleh Peneliti kepada Subyek Penelitian, hasil pemberdayaan lanisa melalui kegiatan keagamaan adalah berkurangnya warga muslim di Dusun Gatak yang memelihara anjing, bertambahnya pengetahuan lansia

mengenai hukum

agama, para lansia yang

Foto Hasil Pemberdayaan

lansia melalui kegiatan keagamaan yaitu meningkatnya

kemampuan lansia dalam membaca iqro’

dan Al-Quran,

bertambahnya

wawasan keagamaan yang dimiliki oleh lansia, lansia rajin berjamaah di masjid, lansia aktif dalam mengikuti berbagai


(259)

rajin berjamaan,

kemajuan dalam

membaca iqro’ dan Al-Quran.

kegiatan.

3. Faktor Penghambat Hal yang menjadi faktor penghambat dalam pemberdayaan lansia adalah waktu pembelajaran yang terbatas, lansia yang sering lupa, dan kondisi

fisik yang

menyebabkan kesulitan mengucapkan kalimat

Menurut subyek

penelitian yang menjadi faktor penghambat pelaksanaan

pemberdayaan lansia ini adalah kurangnya ustadz/ustadzah yang mengajar, keterbatasan waktu, dan lansia yang sering lupa.

Foto Faktor penghambat

dalam pelaksanaan pemberdayaan lansia ini adalah waktu pembelajaran yang terbatas, lansia yang sering lupa, dan kondisi fisik yang menyebabkan


(260)

dengan benar. mengucapkan kalimat dengan benar, dan kerangnya tenaga pengajar.

4. Faktor Pendorong Yang menjadi faktor pendorong dalam pemberdayaan lansia ini adalah fasilitas yang mendukung, lansia

yang mempunyai

semangat tinggi dalam belajar, pengajar yang mau meluangkan waktu dan sabar membimbing

Menurut subyek

penelitian faktor pendorong

pemberdayaan lansia ini adalah lansia yang mudah digerakkan,

fasilitas yang

memadahi, dan lansia yang semangat.

Foto Faktor pendorong

dalam pemberdayaan

fasilitas yang

mendukung, lansia

yang mempunyai

semangat tinggi dalam belajar, pengajar yang

mau meluangkan

waktu dan sabar membimbing lansia


(261)

lansia dalam belajar, lansia yang saling memberikan semangat kepada lansia lain, dan

keluarga yang

mendukung.

dalam belajar, lansia

yang saling

memberikan semangat kepada lansia lain, dan

keluarga yang


(262)

Lampiran 11. Catatan Lapangan

Catatan Lapangan 1

No : 01

Tanggal : 02 Mei 2016

Waktu : 16.00 WIB – 17.30 WIB

Tempat : Rumah Ibu LI

Kegiatan : Observasi awal Deskripsi

Pada hari Senin, 02 Mei 2016 peneliti melakukan observasi awal di rumah Ibu LI salah satu tutor kegiatan keagamaan di Dusun Gatak. Ibu LI menyambut dengan ramah kedatangan peneliti. Peneliti menyampaikan maksud dari kedatangan peneliti ke rumah Ibu LI. Ibu LI memberitahu bahwa untuk perijinan penelitian lebih baik disampaikan kepada Bapak BS sebagai pengelola. Ibu LI kemudian memberikan nomer telfon Bapak BS untuk mengatur waktu pertemuan. Ibu LI berkenan untuk menceritakan tentang kegiatan keagamaan yang ada di Dusun Gatak. Kegiatan keagamaan tersebut salah satunya yaitu kegiatan keagamaan untuk lansia. TPA Lansia dibagi menjadi dua kelompok, yaitu kelompok lansia yang sudah Al-Qur’an dan kelompok lansia yang masih Iqro’. TPA lansia yang sudah Al-Qur’an dilaksanakan pada hari sabtu malam ba’da maghrib sampai waktu isya’ di Masjid Dusun Gatak. Ibu LI juga menceritakan tentang latar belakang dari terbentuknya TPA Lansia dan kegiatan keagamaan lain yang diadakan di Dusun Gatak. Kegiatan ini diadakan oleh Takmir Masjid berdasarkan dari kebutuhan dan keinginan warga Dusun Gatak sendiri.


(263)

Takmir memberikan kesempatan kepada semua warga Dusun Gatak yang ingin mengikuti kegiatan keagamaan. Ibu LI juga mengungkapkan bahwa kegiatan keagamaan diadakan di Masjid agar semakin banyak warga Dusun Gatak yang berjamaah di Masjid dan dapat mempunyai kesadaran lebih akan wawasan keagamaan. Setelah pembicaraan dilakukan, karena waktu sudah menunjukkan waktu maghrib peneliti memutuskan untuk mengakhiri pertemuan kali ini. Peneliti mengucapkan terimakasih, kemudian berpamitan.


(264)

Catatan Lapangan 2

No. : 02

Tanggal : 04 Mei 2016

Waktu : 11.00 WIB - 12.00 WIB

Tempat : TK IT

Kegiatan : Observasi awal Deskripsi

Pada hari Rabu, 04 Mei 2016 peneliti datang ke TK IT untuk bertemu dengn Bapak BS untuk melakukan observasi awal. Saat peneliti meminta waktu kepada Bapak BS untuk observasi awal beliau sangat sibuk, sehingga beliau menyuruh peneliti untuk datang ke TK IT tempat beliau mengajar. Peneliti dipersilahkan masuk ke ruang guru oleh salah seorang guru dan disuruh menunggu sebentar. Setelah Bapak BS datang, peneliti memperkenalkan diri dan menjelaskan maksud dari kedatangan peneliti untuk melakukan penelitian di Dusun Gatak yaitu tentang pemberdayaan lansia melalui kegiatan keagamaan. Bapak BS menyambut dengan ramah kedatangan peneliti dan mengijinkan peneliti untuk melakukan penelitian.

Bapak BS menjelaskan bahwa di Dusun Gatak mempunyai banyak kegiatan keagamaan. Kegiatan tersebut yaitu kegiatan TPA anak-anak, TPA lansia, TPA ibu-ibu muda, pengajian yasinan dan pengajian senin paingan. Bapak BS juga menceritakan tentang Dusun Gatak yang mempunyai julukan “Kampung Al-Qur’an”. Bakap BS menyarankan peneliti untuk langsung mengamati kegiatan secara langsung pada hari kamis saat kegiatan TPA berlangsung. Peneliti merasa


(265)

sangat senang karena diberikan kemudahan dalam memperoleh data informasi dari pemberdayaan lansia yang ada di Dusun Gatak.

Setelah berbincang cukup lama, peneliti sudah memperoleh izin untuk pengamatan di Dusun Gatak kemudian peneliti mengucapkan banyak terimakasih. peneliti pun segera berpamitan dikarenakan Bapak BS ada kegiatan lagi. Peneliti juga meminta maaf karena sudah mengganggu waktu beliau serta minta maaf apabila banyak kesalahan dalam bertanya, akhirnya penelitipun segera berpamitan.


(266)

Catatan Lapangan 3

No. : 03

Tanggal : 07 Mei 2016

Waktu : 17.00 WIB – 18.00 WIB

Tempat : Rumah Takmir Masjid

Kegiatan : Menyerahkan Surat Izin Penelitian Deskripsi

Peneliti datang ke rumah takmir masjid yaitu Bapak RW dengan tujuan menyerahkan surat izin penelitian. Peneliti datang sesuai dengan waktu yang telah disepakati sebelumnya. Sampai disana peneliti menunggu sebentar karena Bapak RW baru saja pulang dari sawah. Peneliti menyampaikan maksud dari kedatangan peneliti kepada Bapak RW. Bapak RW menerima surat izin penelitian dan juga mempersilahkan peneliti untuk melakukan penelitian di TPA lansia Dusun Gatak. Peneliti kemudian menjelaskan alur penelitian dan juga kebutuhan peneliti dalam penelitian ini kepada Bapak RW.

Bapak RW menyarankan kepada peneliti untuk melakukan wawancara dimalam hari dikarenakan peserta TPA lansia mayoritas masih bekerja di sawah dan baru pulang sore hari. Peneliti sangat senang dengan keterbukaan dan juga saran dari Bapak RW. Setelah dirasa cukup peneliti mengucapkan terimakasih dan segera berpamitan.


(267)

Catatan Lapangan 4

No. : 04

Tanggal : 09 Mei 2016

Waktu : 17.00 WIB – 18.45 WIB

Tempat : Masjid Al-Iman

Kegiatan : Observasi

Deskripsi

Hari Senin, 09 Mei 2016 peneliti melakukan observasi di Masjid Al-Iman Dusun Gatak. peneliti ingin melakukan observasi kegiaatan keagamaan yang dilaksanakan pada hari itu yaitu kajian. Peleniti sampai di Masjid Dusun Gatak pada pukul 17.00 WIB, seperti biasa sambil menunggu waktu kegiatan peneliti mengamati lingkungan sekitar. Suasana Masjid sepi waktu itu dan hanya ada beberapa warga yang berlalulalang pulang dari sawah. Pada observasi kali ini peneliti tidak membuat janji terlebih dahulu dengan ustadz/ustadzah yang akan mengajar pada malam itu.

Sampai tiba waktu maghrib para jamaah berbondong-bondong datang ke Masjid, beberapa dari mereka adalah para lansia. Setelah berjamaah peneliti menghampiri Bu YL dan memperkenalkan diri serta menyampaikan hajat kedapatngan peneliti. Bu YL memberikan izin kepada peneliti untuk melakukan observasi. Kemudian Bu YL dan para lansia menata tempat untuk kajian. Ibu YL membuka kegiatan dengan salam kemudian berdoa bersama dilanjutkan dengan penyampaian materi kajian. Materi pada malam hari itu adalah kajian tentang puasa. Ibu YL menjelaskan tentang hukum puasa Ramadhan dan syarat sah


(268)

berpuasa Ramadhan. Setelah menyampaikan materi, Bu YL mempersilahkan kepada para lansia untuk bertanya. Saat itu lansia yang hadir yaitu sebanyak 17 orang. Ada lansia yang bertanya tentang hukum puasa yang dilakukan tanpa sahur terlebih dahulu. Bu YL kemudian menjelaskan hukum puasa tersebut.

Setelah melakukan pengamatan, adzan isya’ sudah berkumandang kemudian Bu YL mencukupkan kajian pada hari ini. Peneliti kemudian bersama-sama dengan para lansia mengikuti sholat isya’ berjamaan. Setelah jamaah selesai peneliti berpamitan kepada Bu LY dan para lansia.


(269)

Catatan Lapangan 5

No. : 05

Tanggal : 12 Mei 2016

Waktu : 17.30 WIB – 18.45 WIB

Tempat : Masjid Al-Iman

Kegiatan : Observasi

Deskripsi

Pada hari Selasa, 10 Mei 2016 peneliti datang ke Masjid Al-Iman Dusun Gatak untuk melakukan observasi. Peneliti sampai di lokasi pukul 17.00 WIB sambil mengamati keadaan lingkungan. Tiba waktu maghrib warga mulai berbondong-bondong datang ke Masjid untuk berjamaah. Peneliti melihat para lansia juga datang untuk berjamaah meskipun kondisi saat itu masih gerimis. Para jamaah terbiasa dengan saling bersalaman meskipun dengan orang yang belum dikenal.

Setelah jamaah selesai, ustadz BS bersama-sama menata meja untuk kegiatan TPA. Saat itu yang datang di TPA iqro’ ada lima orang lansia. Setelah mempersiapkan tempat kegiatan TPA segera dimulai. Ustadz BS membuka kegiatan dan membimbing para lansia untuk bersama-sama membaca doa sebelum belajar. Setelah berdoa kemudian lansia satu-satu mebaca iqro dengan dinilai oleh ustadz BS. Ketika satu lansia sedang mengaji, lansia lain menunggu sambil berlatih membaca halaman yang akan dibaca nanti dihadapan ustadz BS.

Pada hari itu ustadz yang datang hanya ustadz BS, dan kedua anaknya yang masih kecil ikut ke Masjid. Saat TPA berlangsung anak-anak tersebut


(270)

bermain di ruangan Masjid sehingga menjadi agak bising, akan tetapi terlihat para lansia tidak terganggu dan masih dapat fokus dalam mengaji. Tidak lama kemudian setelah para lansia mengaji satu persatu, ustadz BS mempersilahkan peneliti untuk menyampaikan tujuan kedatangan peneliti. Peneliti memperkenalkan diri dan menyampaikan tujuan kedatangan di TPA lansia tersebut yaitu untuk penelitian. Para lansia merasa senang dan memberikan ijin untuk bekerjasama dan membantu dalam memberikan informasi.


(271)

CATATAN LAPANGAN 6

No. : 06

Tanggal : 16 Mei 2016

Waktu : 16.30 WIB – 17.30 WIB

Tempat : Rumah Ibu SM

Kegiatan : Wawancara dengan lansia Deskripsi

Pada hari Senin tanggal 16 Mei 2016 pukul 16.30 peneliti mengunjungi rumah Ibu SM. Peneliti mencari rumah Ibu SM dengan berpatokan kepada petunjuk yang telah diberikan beberapa hari sebelum kegiatan wawancara. Peneliti sempat bertanya kepada tetangga letak rumah Ibu SM. Setelah menemukan rumah Ibu SM, peneliti disambut dengan ramah oleh Ibu SM, anak perempuannya dan juga adik perempuan dari Ibu SM yang keluar dari dalam rumah. Penetili bersalaman kemudian peneliti dipersilahkan duduk di ruang tamu. Sebagai pembuka pembicaraan peneliti memperkenalkan diri dan menyampaikan tujuan kedatangan peneliti.

Ibu SM menyambut kedatangan peneliti dengan ramah dan berniat membatu memberikan informasi yang dibutuhkan oleh peneliti. Peneliti menanyakan tentang pemberdayaan melalui kegiatan keagamaan di Dusun Gatak. peneliti juga menanyakan tentang hasil yang didapatkan dari kegiatan tersebut. Belum lama berbincang Ibu SM memberikan minum dan makanan ringan. Ibu SM mempersilahkan peneliti untuk menikmati minuman yang disediakan. Setelah itu peneliti melanjutkan pertanyaan mengenai faktor pendorong dan faktor


(272)

penghambat dari kegiatan. Ibu SM mengaku senang mengikuti kegiatan keagamaan yang ada dan juga mendapatkan manfaat bagi kehidupan sehari-hari. Setelah peneliti merasa informasi yang dibutuhkan telah cukup, peneliti berterimakasih dan minta maaf atas kekurangan dan kesalahan kemudian peneliti berpamitan.


(273)

Catatan Lapangan7

No. : 07

Tanggal : 19 Mei 2016

Waktu : 16.30 WIB – 17.30 WIB

Tempat : Rumah Ibu SD

Kegiatan : Wawancara dengan lansia Deskripsi

Pada hari Kamis, 19 Mei 2016 pukul 16.30 peneliti datang ke rumah Ibu SD. Sore itu ibu SD sedang berada di warung dan sedang memotong sayuran untuk dimasak lalu dijual. Saat itu Ibu SD sedang berada di rumah sendirian karena anaknya sedang bekerja dan suaminya sudah meninggal. Ibu SD mempersilahkan peneliti duduk, kemudian peneliti bersalaman dan membicarakan maksud dari kedatangan peneliti. Ibu SD menyambut dengan ramah kedatangan peneliti serta bersedia untuk membantu keperluan dari peneliti.

Peneliti menanyakan seputar kegiatan pemberdayaan lansia yang ada di Dusun Gatak. Ibu SD menceritakan tentang beberapa kegiatan yang diadakan secara rutin di Masjid Dusun Gatak. Ibu SD senang mengikuti kegiatan pemberdayaan tersebut dan merasa bahwa kegiatan tersebut sangat penting untuk diadakan. Sebagai seseorang yang sudah tidak lagi muda Ibu SD merasa perlu memupuk pengetahuan tentang kegamaan. Selain itu Ibu SD juga menceritakan manfaat dari kegiatan pemberdayaan tersebut. Ibu SD menceritakan kekhawatirannya tentang pergaulan anak muda jaman sekarang dan dengan adanya pemberdayaan melalui


(274)

kegiatan keagamaan ini Ibu SD dapat memperoleh banyak ilmu yang akan diajarkan pada anak cucunya.

Ibu SD juga mengatakan bahwa tutor yang sekarang jugamenyenangkan dibandingkan yang dulu. Tutor yang dulu metode belajar yang digunakan lebih sulit dan kalau warga belajar tidak bisa saat maju setoran mengaji, tutor tersebut agak marah dan tidak sabaran. Tutor tersebut kemudian jarang berangkat mengajar dan sekarang digantikan oleh Tutor yang lain.

Setelah peneliti memperoleh informasi yang cukup, peneliti mengucapakan terimakasih kepada Ibu SD. Peneliti berjabat tangan dengan Ibu SD kemudian segera berpamitan untuk pulang.


(275)

Catatan Lapangan 8

No. : 08

Tanggal : 22 Mei 2016

Waktu : 16.00 WIB – 17.30 WIB

Tempat : Rumah Ibu SN

Kegiatan : Wawancara dengan lansia Deskripsi

Pada hari Minggu, 22 Mei 2016 peneliti datang ke rumah Ibu SN untuk melakukan wawancara. Hari itu Ibu SN pulang dari sawah agak cepat dan di waktu sebelumnya peneliti juga sudah mengatur janji sehingga tidak membutuhkan waktu yang lama untuk bertemu. Peneliti disambut gembira oleh Ibu SN beserta keluarga dan mempersilahkan peneliti untuk masuk ke rumah. peneliti bersalaman dan menyampaikan maksud kedatangan peneliti. Ibu SN bersedia membantu memberikan informasi berkaitan dengan tujuan peneliti.

Peneliti menanyakan hal-hal yang berkaitan dengan kegiatan pemberdayaan melalui kegiatan keagamaan yang ada di Dusun Gatak. selain itu peneliti juga menanyakan tentang hasil Ibu SN dalam mengikuti kegiatan tersebut serta faktor pendorong dan penghambat kegiatan tersebut. Ibu SN menjawab dengan baik pertanyaan dari peneliti walaupun Ibu SN belum lama mengikuti kegiatan tersebut yaitu selama satu tahundan juga kadang tidak berangkat. Ibu SN mengaku bahwa hal tersebut dikarenakan Ibu SN merawat ibunya yang sudah berumur 93 tahun dan sudah sakit.


(276)

Lama pembicaraan antara peneliti dengan Ibu SN tidak terasa waktu maghrib telah tiba. Kami kemudian sholat berjamaah bersama, namun suami dari Ibu SN tidak ikut berjamaah melainkan sholat sendiri. Ibu SN mengaku bahwa memang suaminya jarang mau diajak sholat jamaah, suaminya lebih sering memilih sholat sendiri. Ibu SN sudah pernah beberapakali membujuk akan tetapi suaminya belum mau untuk diajak berjamaah bersama. Setelah dirasa cukup, peneliti berterimakasih kepada Ibu SN dan berpamitan untuk pulang.


(277)

Catatan Lapangan 9

No. : 09

Tanggal : 25 Mei 2016

Waktu : 16.30 WIB – 17.30 WIB

Tempat : Rumah Ibu PI

Kegiatan : Wawancara dengan lansia Deskripsi

Hari Rabu, 25 Mei 2016 peneliti datang ke rumah Ibu PI yang berjarak ±100 dari Masjid Al-Iman Gatak. Saat peneliti tiba di rumah Ibu PI, peneliti sudah ditunggu oleh Ibu PI beserta suami di depan rumah. Ibu PI hanya di rumah dengan suaminya karena anak semata wayangnya tinggal bersama suaminya di Bantul. Seperti biasa peneliti bertemu dengan warga belajar disore hari saat rutinitas di sawah sudah selesai.

Peneliti bersalaman dengan Ibu PI yang kemudian dipersilahkan masuk ke rumah. Peneliti menyampaikan tujuan kedatangan peneliti ke rumah Ibu PI. Ibu PI bersedia untuk membantu peneliti untuk mendapatkan informasi tentang kegiatan pemberdayaan di Dusun Gatak. Peneliti kemudian menanyakan hal-hal yang diperlukan dalam penelitian, beberapa yaitu mengenai kegiatan yang diselenggarakan, hasil dari kegiatan dan faktor pendorong serta penghambat dari kegiatan tersebut. Ibu PI mengaku belum bisa membaca Al-Qur’an, tapi beliau terusaha untuk terus mengikuti kegitan tersebut walaupun membutuhkan waktu lama untuk bisa. Ibu PI mengatakan bahwa metode pembelajaran yang digunakan mudah diikuti dan juga tutornya ramah dan sabar.


(278)

Setelah dirasa informasi yang didapatkan telah cukup, peneliti mengucapkan banyak terimakasih kepada Ibu PI karena telah memberi asambutan yang baik kepada peneliti, telah bersedia membantu memeberikan informasi kepada peneliti mengenai pemberdayaan lansia di Dusun Gatak. Peneliti juga meminta maaf apabila selama wawancara terdapat banyak kesalahan, peneliti bersalaman kemudian berpamitan untuk pulang.


(279)

Catatan Lapangan 10

No. : 10

Tanggal : 28 Mei 2016

Waktu : 16.30 WIB – 17.30 WIB

Tempat : Rumah Ibu WJ

Kegiatan : Wawancara dengan lansia Deskripsi

Hari Sabtu, 28 Mei 2016 peneliti datang ke rumah Ibu WJ yang berada tidak jauh dari Masjid. Ibu WJ menyambut kedatangan peneliti dengan ramah dan mempersilahkan masuk. Pada saat itu Ibu WJ berada di rumah dengan kedua anaknya. Kedua anak dari Ibu WJ tidak ikut menyambut peneliti seperti yang peneliti temuai dikeluarga lain. Tidak lama kemudian peneliti menyampaikan maksud kedatangan peneliti ke rumah Ibu WJ. Ibu WJ menerima dengan senang hati tujuan peneliti dan akan membantu memberikan informasi.

Peneliti kemudian mulai memberiakn beberapa pertanyaan terkait dengan penelitian yaitu mengenai kegiatan pemberdayaan melalui kegiatan keagamaan, hasil kegiatan dan faktor pendukung dan penghambat kegiatan. Ibu WJ sekarang sudah iqro’ dan sudah diajak atau diminta untuk bergabung dengan kelompok lansia yang sudah Al-Qur’an. Ibu WJ sudah pernah mencoba bergabung akan tetapi, Ibu WJ merasa minder dan merasa belum bisa. Setelah hari itu Ibu WJ kembali ikut kelompok yang iqro’ selain itu juga karena metode yang dipakai sudah berbeda. Di kelompok iqro’ mengaji dilakukan dengan cara maju satu-persatu dan dinilai, sedangakan kelompok Al-Qur’an tutor terlebih dahulu


(280)

menuntun cara membacanya kemudian warga belajar satu-persatu membaca satu ayat lantang menggunakan microfon dan tidak dinilai seperti di kelompok iqro’.

Setelah lama berbincang peneliti merasa informasi yang diperoleh sudah cukup. Peneliti mengucapakan terimakasih kepas Ibu WJ, bersalaman lalu berpamitan untuk pulang.


(281)

Catatan Lapangan 11

No. : 11

Tanggal : 31 Mei 2016

Waktu : 16.00 WIB – 17.30 WIB

Tempat : Rumah Bapak RW

Kegiatan : Wawancara dengan takmir masjid Deskripsi

Padah hari Selasa, tanggal 31 Mei 2016 peneliti datang ke rumah bapak RW salah satu pengurus Masjid untuk melakukan wawancara. Rumah Bapak RW berada di depan Masjid Al-Iman. Peneliti tiba di Masjid Al-Iman pukul 16.00 WIB dan menunggu Bapak RW pulang dari sawah. Pada pukul 16.30 WIB ketika Bapak RW sudah pulang, peneliti datang ke rumah beliau. Peneliti dipersilahkan masuk, peneliti kemudian menyampaikan maksud kedatang unuk melakukan wawancara mengenai pemberdayaan yang ada di Dusun Gatak. bapak RW bersedia untuk diwawancarai, dan bersedia untuk membantu untuk mendapatkan informasi mengenai pemberdayaan yang diselenggarakan.

Peneliti menanyakan beberapa hal kepada Bapak RW mengenai latar belakang dibentuknya pemberdayaan lansia, proses perencanaa, pelaksanaan pemberdayaan, hasil pemberdayaan, dan faktor pendorong penghambat pemberdayaan lansia di Dusun Gatak. Bapak RW sangat terbuka dan ramah dalam penyambut peneliti. Jawaban yang diberikan kepada penelitipun sangat rinci dan terbuka. Bapak RW mengatakan bahwa dulu di Dusun Gatak ini belum ada kegiatan keagamaan, kemudian diadakan kegiatan yang sudah berjalan sekitar


(282)

lima tahun ini. Pada tahun 2013 Dusun Gatak mendapatkan julukan Kampung Al-Quran. Awalnya salah satu warga mendapatkan informasi bahwa ada lompo untuk mendapatkan julukan kampong Al-Quran, kemudian Dusun Gatak mengikuti lomba tersebut. Setelah beberapa proses dilewati akhirnya Dusun Gatak terpilih menjadi Kampung Al-Quran.

Setelah lama bercerita mengenai pemberdayaan lansia, tidak terasa waktu sudah memasuki waktu maghrib. Setelah informasi yang didapat terasa cukup, peneliti menyampaikan rasa terimakasih kepad Bapak RW karena telah memberikan informasi dan membatun peneliti dalam melakukan penelitian. Peneliti juga meminta maaf apabila terdapat kesalahan ketika melakukan wawancara, kemudian peneliti berpamitan.


(283)

Catatan Lapangan 12

No. : 12

Tanggal : 01 Juni 2016

Waktu : 16.30 WIB – 17.30 WIB

Tempat : Rumah AN

Kegiatan : Wawancara dengan ketua remaja Deskripsi

Pada hari Rabu, 01 Juni 2016 peneliti berkunjung ke rumah salah satu pengurus Masjid yaitu AN untuk melakukan wawancara. Peneliti sebelumnya telah mengatur jadwal pertemuan dengan sodara AN sehingga saat peneliti sampai di rumahnya, sodara AN sudah siap. Rumah sodara AN berasa dekat dengan Masjid dan neneknya yang berusia 84 tahun juga mengikuti pemberdayaan lansia di Dusun Gatak.

Sampai disana peneliti dipersilahkan masuk ke rumah saudara AN, peneliti bersalaman dan menyampaikan tujuan kedatangan peneliti. Saudara AN menyambut dengan baik kedatangan peneliti, dan bersedia membantu untuk mendapatkan informasi mengenai pemberdayaan lansia yang diadakan di Dusun Gatak. Peneliti pun segera melakukan wawancara dengan saudara AN mengenai pemberdayaan yang ada di Dusun Gatak, hasil pemberdayaan, serta faktor pendorong dan penghambat pemberdayaan di Dusun Gatak.

Saudara AN merupakan salah satu perwakilan remaja yang mengikuti pembentukan pemberdayaan lansia yang ada di Dusun Gatak, dan saudara AN merupakan ketua remaja di Dusun Gatak. Saudara AN menyampaikan bahwa


(284)

pemberdayaan di Dusun Gatak terdiri dari kegiatan TPA, kajian, dan yasinan. Pemberdayaan lansia diikuti oleh 50 orang pada awalnya, akan tetapi seiring berjalannya waktu semakin berkurang. Dulu ada lima kelompok sekarang ynag berjalan hanya dua kelompok, satu kelompok iqro’ dan satu lagi kelopok Al-Quran.

Setelah lama berbincang, peneliti merasa informasi yang diperoleh sudah cukup. Peneliti mengucapkan banyak terimakasih kepada saudara AN karena telah bersedia membantu peneliti dan memberikan informasi terkait dengan kebutuhan peneliti di lapangan. Peneliti juga minta maaf apabila selama berjalannya wawancara, peneliti melakukan banyak kesalaha, kemudian penelitipun berpamitan untuk pulang.


(285)

270 Lampiran 12. Dokumentasi

FOTO KEGIATAN

Gambar 1. Suasana TPA Al-Quran

Gambar 2. Kondisi lansia yang sedang menyimak bacaan Al-Quran


(286)

Gambar 4. Suasana TPA Iqro’ yang diampu oleh Ustadz BS

Gambar 5. Ustadz WN yang sedang mengajar di TPA Al-Quran


(287)

(288)

1. Deskripsi Pemberdayaan Lansia Melalui Kegiatan Keagamaan a. Jenis Kegiatan yang Diselenggarakan

Kegiatan-kegiatan yang diselenggarakan dalam pemberdayaan lansia di Dusun Gatak yaitu:

1) Taman Pendidikan Al-Quran (TPA)

TPA merupakan kelompok masyarakat yang menyelenggarakan pendidikan non formal dalam bidang keagamaan Islam, bertujuan untuk memberikan pengajaran membaca Al-Quran beserta dasar-dasar hukum atau tata cara membaca Al-Quran. TPA dapat diikuti oleh semua orang dari kelompok usia manapun, tidak terkecuali lansia.

2) Yasinan

Yaitu kegiatan kelompok masyarakat yang dilakukan dengan cara membaca Surat Yasin bersama-sama dipimpin oleh seseorang yang telah ditunjuk. Yasinan dapat diadakan pada hari yang telah disepakati kelompok masyarakat tertentu, atau dapat dilaksanakan untuk memenuhi hajat tertentu. Yasinan merupakan tradisi lama yang telah dilaksanakan oleh masyarakat muslim di Indonesia secara turun temurun dan menjadi pemererat tali silaturahim antar umat muslim.

3) Kajian

Kajian merupakan kegiatan ceramah dan diskusi yang diselenggarakan oleh kelompok tertentu dengan membahas


(289)

berbagai hal dan permasalahan dipandang dari sudut pandang agama dengan dipimpin oleh seorang narasumber. Tujuan dari kegiatan kajian keagamaan ini adalah untuk memperluas wawasan seorang muslim terhadap ilmu agama.

b. Daftar Lansia yang Mengikuti Pemberdayaan

Lansia yang mengikuti pemberdayaan lansia melalui kegiatan keagamaan di Dusun Gatak yaitu sebanyak 37 orang yang terbagi menjadi dua kelompok pada kegiatan TPA, yaitu TPA Iqro dan TPA Al-Quran. Secara rinci dapat dilihat dari table 6 dan tabel 7:

Tabel 6. Daftar Lansia Iqro’

No. Nama L/P Usia Pendidikan Pekerjaan Jilid

1. SY P 60 SD Petani 6

2. SD P 61 SD Petani 5

3. PN P 60 SD Petani 4

4. WJ P 65 SD Petani 6

5. PI P 61 SD Petani 2

6. HJ P 84 Tidak tamat SD Tidak bekerja 2

7. HD P 72 Tidak tamat SD Tidak bekerja 2

Sumber:Wawancara dan Arsip

Berdasarkan tabel 6 dapat diketahui bahwa lansai yang mengikuti TPA Iqro’ berjumlah tujuh orang dan semuanya adalah perempuan. Lima dari tujuh orang yang ada masih bekerja sebagai petani, dan dua orang lansia tidak bekerja karena kondisi fisik kedua lansia tersebut sudah tidak


(290)

mendukung untuk dapat bekerja lagi. Para lansia tersebut berpendidikan SD dan ada dua yang tidak tamat SD. Dapat disimpulkan bahwa lansia yang mengikuti TPA Iqro’ mempunyai tingkat pendidikan paling tinggi yaitu SD.

Tabel 7. Daftar Lansia TPA Al-Quran

No. Nama L/P Usia Pendidikan Pekerjaan

1. SM P 60 SD Pedagang

2. WR L 67 SD Petani

3. NT L 70 Tidak Tamat SD Petani

4. DM P 61 SD Petani

5. RN P 61 SD Petani

6. GN P 64 SD Petani

7. ST P 60 SD Petani

8. TR P 70 Tidak Tamat SD Tidak bekerja

9. KN L 60 SD Petani

10. GD L 63 Tidak Tamat SD Petani

11. JD L 66 SD Tidak bekerja

12. RL P 60 SD Tidak bekerja

13. SW L 60 SD Petani

14. JM P 62 SD Petani

15. KR P 63 SD Petani


(291)

17. TH P 60 SD Petani

18. WN P 65 SD Petani

19. YT P 61 SD Petani

20. RB P 68 SD Tidak bekerja

21. HN P 67 Tidak Tamat SD Petani

22. PY P 61 Tidak Tamat SD Petani

23. MS P 63 SD Petani

24. TM L 61 SD Tidak bekerja

25. EN P 60 SD Petani

26. SB P 62 Tidak Tamat SD Petani

27. FH P 62 SD Petani

28. SR P 60 SD Petani

29. TK P 69 SD Tidak bekerja

30. UT P 61 SD Petani

Sumber:Wawancara dan Arsip

Berdasarkan tabel 7 diketahui bahwa ada 30 orang yang mengikuti TPA Al-Quran. Ada 24 orang berpendidikan terakhir SD, dan ada enam orang tidak tamat SD. Mayoritas para lansia tersebut masih bekerja sebagai petani dan ada yang bekerja sebagai pedang di toko kelontong, serta ada enam lansia yang tidak bekerja. Hal tersebut menunjukkan bahwa lansia di TPA Al-Quran berpendidikan paling tinggi adalah tingkat SD yang telah dimiliki oleh sebagian besar lansia di Dusun Gatak.


(292)

c. Daftar Ustadz/ustadzah

Ustadz/ustadzah yang berpartisipasi dalam pemberdayaan lansia melalui kegiatan keagamaan di Dusun Gatak berjumlah enam orang. Secara lengkap dapat dilihat dalam tabel 8:

Tabel 8. Daftar Nama Ustadz/ustadzah No. Nama L/

P

Usia Pendidikan terakhir

Pekerjaan Status

1. BS L 37 S1 Guru TK Aktif

2. LI P 35 SMA Ibu rumah

tangga

Aktif

3. WN L 40 S1 Dosen Aktif

4. YL P 36 S1 Guru SD Aktif

5. RN L 45 SMA Petani Aktif

6. SR P 38 SMA Pegawai Tidak aktif

Sumber:Wawancara dan Arsip

Dari tabel 8 maka dapat disumpulkan bahwa Ustadz/ustadzah yang menjadi narasumber dalam pemberdayaan lansia melalui kegiatan keagamaan di Dusun Gatak terdiri dari enam orang. Tiga orang berpendidikan terakhir S1 yaitu BS, WB, dan WN, sedangkan tiga orang berpendidikan terakhir SMA. Lima orang ustadz/ustadzah aktif dalam kegiatan sedangkan ada satu yang tidak aktif yaitu SR.


(293)

Daftar Lansia Iqro’

No. Nama L/P Usia Pendidikan Pekerjaan Jilid

1. SY P 60 SD Petani 6

2. SD P 61 SD Petani 5

3. PN P 60 SD Petani 4

4. WJ P 65 SD Petani 6

5. PI P 61 SD Petani 2

6. HJ P 84 Tidak tamat SD Tidak bekerja 2


(294)

Daftar Lansia TPA Al-Quran

No. Nama L/P Usia Pendidikan Pekerjaan

1. SM P 60 SD Pedagang

2. WR L 67 SD Petani

3. NT L 70 Tidak Tamat SD Petani

4. DM P 61 SD Petani

5. RN P 61 SD Petani

6. GN P 64 SD Petani

7. ST P 60 SD Petani

8. TR P 70 Tidak Tamat SD Tidak bekerja

9. KN L 60 SD Petani

10. GD L 63 Tidak Tamat SD Petani

11. JD L 66 SD Tidak bekerja

12. RL P 60 SD Tidak bekerja

13. SW L 60 SD Petani

14. JM P 62 SD Petani

15. KR P 63 SD Petani

16. MD L 63 SD Tidak bekerja

17. TH P 60 SD Petani

18. WN P 65 SD Petani

19. YT P 61 SD Petani

20. RB P 68 SD Tidak bekerja

21. HN P 67 Tidak Tamat SD Petani

22. PY P 61 Tidak Tamat SD Petani

23. MS P 63 SD Petani

24. TM L 61 SD Tidak bekerja

25. EN P 60 SD Petani

26. SB P 62 Tidak Tamat SD Petani

27. FH P 62 SD Petani

28. SR P 60 SD Petani

29. TK P 69 SD Tidak bekerja


(295)

Daftar Nama Ustadz/ustadzah

No. Nama L/ P

Usia Pendidikan terakhir

Pekerjaan Status

1. BS L 37 S1 Guru TK Aktif

2. LI P 35 SMA Ibu rumah

tangga

Aktif

3. WN L 40 S1 Dosen Aktif

4. YL P 36 S1 Guru SD Aktif

5. RN L 45 SMA Petani Aktif


Dokumen yang terkait

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENGAMBILAN KEPUTUSAN PETANI DALAM PENERAPAN PERTANIAN SAYURAN ORGANIK DI DESA WUKIRSARI KECAMATAN CANGKRINGAN KABUPATEN SLEMAN

14 65 146

HUBUNGAN ANTARA STRES DENGAN KEJADIAN HIPERTENSI PADA LANSIA DI SHELTER DONGKELSARI DESA WUKIRSARI KECAMATAN CANGKRINGAN KABUPATEN SLEMAN PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

0 4 93

PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MELALUI KELOMPOK TERNAK SAPI “LEMBU AJI” DI DUSUN PONDOK KULON KECAMATAN BERBAH KABUPATEN SLEMAN YOGYAKARTA.

2 5 161

PENYELENGGARAAN PROGRAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT PADA KORBAN ERUPSI MERAPI DI HUNIAN TETAP (HUNTAP) DONGKELSARI DESA WUKIRSARI KECAMATAN CANGKRINGAN KABUPATEN SLEMAN.

1 5 177

LAPORAN INDIVIDU KEGIATAN PRAKTIK PENGALAMAN LAPANGAN (PPL) UNY DI SMK N 1 CANGKRINGAN Sintokan, Wukirsari, Cangkringan, Sleman, Yogyakarta.

0 2 125

LAPORAN PRAKTIK PENGALAMAN LAPANGAN (PPL) UNY LOKASI SMK N 1 CANGKRINGAN Sintokan, Wukirsari, Cangkringan, Sleman.

4 29 103

LAPORAN INDIVIDU KEGIATAN PRAKTIK PENGALAMAN LAPANGAN (PPL) UNY SMK NEGERI 1 CANGKRINGAN Sintokan Wukirsari Cangkringan Sleman Yogyakarta.

0 4 34

LAPORAN KEGIATAN PRAKTIK PENGALAMAN LAPANGAN Lokasi: SMP NEGERI 1 CANGKRINGAN Watuadeg, Wukirsari, Cangkringan, Sleman, Yogyakarta 10 Agustus-12 September 2015.

0 0 113

LAPORAN KEGIATAN PRAKTIK PENGALAMAN LAPANGAN Lokasi: SMP NEGERI 1 CANGKRINGAN Watuadeg, Wukirsari, Cangkringan, Sleman, Yogyakarta 10 Agustus-12 September 2015.

0 1 118

PELAKSANAAN NILAI DEMOKRASI DI SD NEGERI KIYARAN 2 DESA WUKIRSARI KECAMATAN CANGKRINGAN KABUPATEN SLEMAN.

0 0 76