14
2.2. Perkembangan Ekspor dan Impor CPO Indonesia
Menurut Departemen Perdagangan volume ekspor minyak kelapa sawit Indonesia cenderung meningkat sejak 1999. Ekspor minyak sawit Indonesia
ditujukan ke 123 negara. Volume ekspor terbesar ke India dengan kontribusi 28 persen 1,8 juta ton, diikuti Belanda 17 persen 1,1 juta ton, Cina 8 persen 483
ribu ton, dan Malaysia serta Singapura masing-masing sebesar 6 persen. Kelima negara ini secara bersama-sama menyerap sekitar 65 persen dari total ekspor
minyak kelapa sawit Indonesia. Menurut Direktorat Jenderal Perkebunan harga CPO di pasar internasional
sangat berfluktuasi. Pada 1999 misalnya, harga CPO melonjak hingga US 700 per ton, namun kembali merosot tajam pada 2001 menjadi US 276 per ton.
Sementara pada 2004, harga CPO cenderung meningkat dengan harga yang cukup menggairahkan, berkisar pada US 400 hingga US 550 per ton. Ini disebabkan
menurunnya produksi minyak kedelai, tingginya tingkat permintaan dari Cina dan India, serta produksi minyak sawit Malaysia yang cenderung flat. Pada 2010,
volume ekspor CPO Indonesia mencapai 4,5 juta ton, sedangkan ekspor turunan lainnya mencapai 5,6 juta ton sehingga proyeksi kebutuhan CPO untuk ekspor
pada tahun 2010 adalah 10,1 juta ton. Untuk impor Indonesia tidak terlalu besar, impor CPO dilakukan jika terjadi kekurangan hasil produksi dalam negeri untuk
dijual atau diekspor ke Negara lain.
2.3. Penelitian Terdahulu
Penelitian mengenai formulasi strategi bisnis suatu perusahaan telah dilakukan oleh banyak peneliti di perusahaan yang berbeda. Hal ini
mengindikasikan bahwa strategi bisnis merupakan hal kristis dalam sebuah perusahaan, sehingga sangat penting untuk diteliti. Beberapa kajian penelitian
tersebut akan diuraikan pada penjelasan di bawah ini. Menurut Prahastuti 2000 Sub sector perkebunan khususnya kelapa sawit
mempunyai peranan yang strategis yaitu sebagai bahan baku industri minyak goring, sumber devisa Negara, penyedia lapangan kerja dan sumber pendapatan
petani. Dengan menggunakan data deret waktu dari tahun 1982 hinggga 1998 dianalisis dengan model regresi Linier berganda. Data harga bulanan dari januari
15 1992 hingga juli 1998 digunakan untuk mengetahui keterkaitan antara pasar CPO
dan minyak goring sawit di Indonesia. Dimana luas areal penanaman kelapa sawit dipengaruhi oleh harga CPO domestic, harga pupuk, harga ekspor CPO, dan
tingkat suku bunga. Untuk produksi CPO dipengaruhi oleh harga CPO domestic dan luas areal kelapa sawit. Ekspor CPO sendiri dipengaruhi oleh harga CPO
domestic, produksi CPO dan nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika. Konsumsi CPO oleh industri minyak goreng dipengaruhi oleh ekspor CPO, nilai
tukar rupiah terhadap dollar Amerika, harga CPO domestik, dan penawaran CPO domestik. Keterkaitan antara harga CPO domestik dengan harga minyak goreng
sawit di tingkat perdagangan besar maupun ecerannya menunjukkan keterkaitan yang erat antara kedua pasar. Hal ini menunjukkan bahwa perubahan harga CPO
domestik mempengaruhi pembentukan harga minyak goreng sawit di Indonesia. Leliana 1998 dan Arif Budiman 2007 sama-sama menggunakan
analisisi SWOT. Leliana dalam penelitiannya dilatarbelakangi oleh adanya peningkatan ekspor non migas terutama sektor pertanian khususnya subsektor
pangan. Tujuan dari penelitian ini adalah mengidentifikasikan faktor-faktor internal dan eksternal perusahaan, mengetahui tingkat kemampuan perusahaan
dalam memanfaatkan kekuatan dan peluang untuk mengatasi kelemahan dan ancaman dan menganalisis strategi yang dapat diterapkan dalam rangka
pengembangan perusahaan. Arif Budiman dilatarbelakangi oleh adanya masuknya madu impor yang memiliki kualitas lebih baik dan beredarnya madu palsu yang
disebabkan oleh produksi madu Indonesia belum mampu memenuhi permintaan masyarakat. Tujuan dari penelitian ini adalah mengidentifikasikan strategi usaha
yang sudah dilaksanakan perusahaan, mengidentifikasikan faktor-faktor internal dan eksternal perusahaan yang menjadi peluang dan ancaman, maupun kekuatan
dan kelemahan bagi perusahaan, merekomendasikan alternatif strategi yang paling sesuai bagi perusahaan untuk mengembangkan usahanya.
Alat analisis yang digunakan kedua peneliti ini didasarkan pada pendekatan secara terstruktur, dengan menggunakan analisis IFE dan EFE serta
analisis SWOT. Berdasarkan alat-alat analisis tersebut, Leliana menyimpulkan posisi dan kondisi bahwa perusahaan mampu memanfaatkan kekuatan dan
peluang yang ada guna mengatasi kelemahan dan ancaman yang ada. Strategi
16 yang dapat dilakukan antara lain perusahaan berusaha meningkatkan kemampuan
menghasilkan benih bermutu tinggi untuk tetap mempertahankan pelanggan dan menarik pelanggan baru, peningkatan volume pengadaan dan penyaluran untuk
melayani permintaan yang meningkat melalui peningkatan target produksi, menjalankan prinsip pemasaran secara optimal dan adanya peningkatan pelayanan
purna jual, serta melayani pasar utama dengan lebih intensif sebagai upaya peningkatan volume penjualan.
Berdasarkan alat-alat analisis tersebut, Arif Budiman menyimpulkan posisi dan kondisi bahwa respon perusahaan terhadap lingkungan eksternal
tergolong sedang. Strategi yang dapat dilakukan antara lain perusahaan harus mulai melakukan riset pengembangan produk untuk menghasilkan produk turunan
madu, memperbanyak jumlah pengecer dan kedai, melakukan survei lapang untuk mencari sumber lahan baru penghasil pakan lebah, melakukan pengujian produk
secara berkala di laboratorium bekerjasama dengan perguruan tinggi maupun lembaga pemerintah, mulai melakukan promosi secara rutin, melakukan koneksi
jaringan ke internet, dan melakukan penganggaran secara efektif dan mulai mencoba untuk melakukan pengajuan kredit kepada bank.
Penelitian Yasmin Chairunisa Muchtar tentang prospek pengolahan kelapa sawit di propinsi sumatera utara menyimpulkan bahwa ketersediaan bahan baku
TBS belum optimal untuk memenuhi kebutuhan dan kapasitas pabrik sehingga hal ini berdampak pada hari kerja, industri pengolahan kelapa sawit yang diteliti
memiliki beragam jenis, alur dan jaringan produk yang dihasilkan dari bahan baku TBS yaitu CPO dan Kernel yang merupakan hasil utama, cangkang, tandan
kosong serta sludge merupakan hasil sampingan, proses pengolahan pada industr pengolahan kelapa sawit memberikan pengaruh terhadap nilai tambah produk,
rendemen, pendapatan usaha, tingkat keuntungan pengolahan dan kesempatan kerja, dan yang terakhir dalam proses pengolahan kelapa sawit ditemukan adanya
masalah yaitu belum optimalnya ketersediaan bahan baku TBS di daerah penelitian sehingga berdampak pada prospek pengolahan kelapa sawit.
Penelitian Pasaribu 2002 tentang Strategi Pengembangan Bisnis Minyak Kelapa Sawit CPO, studi kasus di PT Socfindo, Sumatera Utara menyimpulkan
bahwa PT Socfindo berada pada sel II dimana kekuatan dari perusahaan ini adalah
17 produk CPO yang dihasilkan berkualitas tinggi, kelemahannya dalah luas areal
perkebunan yang dimiliki tergolong kecil. Peluang utama perusahan adalah produk turunan kelapa sawit menghasilkan nilai tambah yang tinggi, dan ancaman
utamanya adalah adanya pencurian buah sawit. Strategi yang dapat dikembangkan oleh perusahaan adalah strategi intensif berupa penetrasi pasar, pengembangan
pasar dan produk. Berdasarkan hasil analisa QSPM strategi terbaik yang dapat dijalankan perusahaan adalah strategi ketiga yaitu memperluas areal perkebunan
kelapa sawit dan memberikan nilai tambah kepada produk hilir kelapa sawit. Tabel 8 Penelitian-Penelitian Terdahulu
Nama Judul
Metode Hasil
Pasaribu 2002
Strategi Pengembangan
Bisnis Minyak Kelapa Sawit
CPO, studi kasus di PT Socfindo,
Sumatera Utara Analisis
SWOT, matriks EFE,
IFE dan QSPM Berdasarkan hasil analisa
QSPM strategi terbaik yang dapat dijalankan
perusahaan adalah strategi ketiga yaitu
memperluas areal perkebunan kelapa sawit
dan memberikan nilai tambah kepada produk
hilir kelapa sawit.
Kurniawan 2004
Strategi Pengembangan
Bisnis Kelapa Sawit Studi Kasus
pada PTPN VIII, Propinsi Banten
Analisis SWOT,
matriks EFE, IFE dan QSPM
Berdasarkan analisa SWOT strategi terbaik
yang dilakukan perusahaan ialah dengan
melakukukan peningkatan produksi.
18
III. KERANGKA PEMIKIRAN