PERUBAHAN KOMPOSISI KIMIA AWAL DAN AKHIR PRODUK a. Sosis

diperoleh, kemasan styrofoam yang ditutup dengan cling film lebih baik dalam mempertahankan perubahan tekstur daging ayam berbumbu.

C. PERUBAHAN KOMPOSISI KIMIA AWAL DAN AKHIR PRODUK a. Sosis

Hasil analisis komposisi kimia sosis pada awal dan akhir penyimpanan dapat dilihat pada Tabel 12. Tabel 12. Analisis komposisi kimia sosis pada awal dan akhir Sosis Komposisi Gizi Jenis Kemasan Awal Akhir Perubahan TP 40,18 43.97 3.79 Air PL 40,18 46.08 5.90 TP 2.59 2.90 0,31 Abu bk PL 2.59 2.82 0,23 TP 12.09 12.32 0,23 Protein bk PL 12.09 13.19 1.10 TP 20,42 11.34 -9.08 Serat Kasar bk PL 20,42 13.99 -6.43 TP 13.09 15.06 2.03 Lemak Kasar bk PL 13.09 12.37 -0,72 Keterangan : TP = polipropilen rigid PL = kemasan asli Hasil pengukuran nilai kadar air pada akhir penyimpanan pada kemasan polipropilen rigid TP dan kemasan asli PL mengalami kenaikan. Persentase kenaikan kadar air pada sosis yang disimpan dalam kemasan polipropilen rigid mengalami kenaikan yang lebih kecil dibandingkan dengan kemasan aslinya. Persentase kenaikan yang terjadi yaitu 3,79 pada kemasan polipropilen rigid dan 5,90 pada kemasan asli. Kenaikan nilai kadar air disebabkan oleh meningkatnya laju respirasi dan pembentukan air bebas pada bahan oleh mikroba selama penyimpanan. Selain itu, berbagai reaksi yang terjadi selama penyimpanan akan mempengaruhi pembentukan air selama penyimpanan seperti reaksi oksidasi lemak yang menghasilkan uap air, serta reaksi biokimia dan mikrobiologi yang berlangsung selama proses penyimpanan. Perbedaan kenaikan dipengaruhi oleh jenis dan karakteristik kemasan yang digunakan karena akan mempengaruhi laju perpindahan uap air yang terbentuk. Kemasan polipropilen rigid memiliki karakteristik berupa ketebalan yang lebih besar dan transmisi yang lebih rendah terhadap gas dan uap, sehingga uap air yang terbentuk akan menempel pada permukaan bahan dan menyebabkan meningkatnya nilai kadar air bahan Semakin tebal kemasan diharapkan semakin mampu mempertahankan perubahan kandungan air dari luar dan dalam kemasan ke dalam bahan, sehingga perubahan yang terjadi tidak terlalu besar. Berdasarkan nilai kadar air, sosis yang disimpan pada kemasan polipropilen rigid lebih stabil dalam mempertahankan perubahan nilai kadar air pada sosis. Kadar abu diakhir penyimpanan pada kemasan polipropilen rigid TP dan kemasan asli produk PL mengalami kenaikan yang tidak terlalu berubah. Hasil analisa menunjukkan nilai kadar abu pada kemasan polipropilen rigid adalah 2,90 bk dan kemasan asli 2,82 bk . Kenaikan yang terjadi masih berada dibawah nilai maksimum yang ditetapkan oleh SNI. Perbedaan perubahan nilai kadar abu diakhir penyimpanan dipengaruhi oleh reaksi-reaksi yang berlangsung selama penyimpanan yang menghasilkan ataupun membebaskan mineral-mineral pada sosis yang dilakukan oleh mikroorganisme yang tumbuh selama proses penyimpanan. Kadar protein sosis mengalami kenaikan selama penyimpanan, pada kemasan polipropilen rigid terjadi kenaikan sebesar 0,23 bk sehingga nilai kadar protein pada sosis menjadi 12,32 bk . Sementara pada kemasan asli, kenaikan yang terjadi cukup besar 1,10 bk dan berada diatas batas maksimum SNI sehingga nilai kadar proteinnya menjadi 13,19 bk . Kenaikan nilai kadar protein dengan pengukuran nilai N pada sosis dipengaruhi oleh proses kebusukan yang terjadi, karena pada saat berlangsungnya pembusukkan sejumlah N dibebaskan dalam bentuk amonia sehingga menyebabkan nilai N pada bahan bertambah dan ikut terhitung sebagai kadar protein bahan. Kenaikan nilai kadar protein yang lebih besar pada kemasan asli disebabkan oleh lebih cepatnya proses pembusukkan yang terjadi pada kemasan tersebut seperti terlihat pada analisa TVB. Karakteristik kemasan yang digunakan mempengaruhi faktor penyebab kebusukan pada bahan seperti pertumbuhan mikroorganisme, kadar air, pH dan faktor lainnya. Nilai serat kasar sosis cukup besar 13,09 bk , selama penyimpanan terjadi penurunan yang disebabkan oleh penguraian serat melalui reaksi kimia tertentu menjadi molekul yang lebih sederhana oleh mikroorganisme yang digunakan sebagai bahan makanan. Besarnya penurunan kadar serat pada sosis adalah 6.43 bk pada kemasan asli dan 9.08 bk pada kemasan polipropilen rigid dengan laju penurunan lebih besar pada kemasan polipropilen. Hal ini disebabkan oleh pertumbuhan mikroorganisme yang lebih banyak pada kemasan polipropilen rigid, sehingga laju pengurangan nilai serat lebih besar untuk kegiatan mikroorganisme selama penyimpanan. Kadar lemak pada sosis relatif tinggi karena terdapat proses penambahan lemak pada proses pembuatannya. Analisa kadar lemak sosis diawal penyimpanan pada kemasan polipropilen rigid menunjukkan nilai 13,09 bk , sedangkan pada akhir penyimpanannya terjadi kenaikan menjadi 15,06 . Sementara pada kemasan asli terjadi penurunan menjadi 12,37 bk . Nilai tersebut masih berada dibawah batas maksimal nilai kadar lemak yang ditetapkan oleh SNI. Penurunan nilai kadar lemak disebabkan oleh pengaruh yang terjadi selama penyimpanan seperti reaksi hidrolisa lemak menjadi gliserol dan asam lemak serta reaksi oksidasi lemak selama penyimpanan. Kenaikan nilai kadar lemak pada kemasan polipropilen rigid sangat dipengaruhi oleh kandungan lemak yang terdapat pada bahan serta pembentukan lemak melalui sintesa asam lemak dan gliserol yang terurai pada proses pemasakan akibat pengaruh panas yang berlangsung selama penyimpanan. Melalui berbagai reaksi kimia yang terjadi dan pengaruh kemasan maka asam lemak dan gliserol yang terurai kembali membentuk lemak. Selama penyimpanan kadar lemak dalam bahan makanan seharusnya mengalami penurunan karena terjadinya kerusakan Winarno dan Jenie, 1986.

b. Naget Ayam

Komposisi kimia naget ayam pada awal dan akhir penyimpanan disajikan pada Tabel 13. Kadar air pada naget ayam mengalami kenaikan selama penyimpanan menjadi 41,98 pada kemasan polipropilen rigid dan 41,68 pada kemasan asli. Kenaikan nilai kadar air disebabkan oleh meningkatnya laju respirasi dan pembentukan air bebas pada bahan oleh mikroba selama penyimpanan. Selain itu, berbagai reaksi yang terjadi selama penyimpanan akan mempengaruhi pembentukan air selama penyimpanan seperti reaksi oksidasi lemak yang menghasilkan uap air, serta reaksi biokimia dan mikrobiologi yang berlangsung selama proses penyimpanan. Perbedaan kenaikan dipengaruhi oleh jenis dan karakteristik kemasan yang digunakan karena akan mempengaruhi laju perpindahan uap air yang terbentuk. Kemasan polipropilen rigid memiliki karakteristik berupa ketebalan yang lebih besar dan transmisi yang lebih rendah terhadap gas dan uap, sehingga uap air yang terbentuk akan menempel pada permukaan bahan dan menyebabkan meningkatnya nilai kadar air bahan. Tabel 13. Analisis komposisi kimia naget ayam pada awal dan akhir Naget Ayam Komposisi Gizi Jenis Kemasan Awal Akhir Perubahan TP 36.79 41.98 5.19 Air PL 36.79 41.68 4.89 TP 1.88 2.03 0,15 Abu bk PL 1.88 2.02 0,14 TP 15.57 12.18 -3.40 Protein bk PL 15.57 12.11 -3.47 TP 17.88 6.03 -11.86 Serat Kasar bk PL 17.88 8.57 -9.31 TP 11.65 13.69 2.04 Lemak Kasar bk PL 11.65 13.43 1.78 Keterangan : TP = polipropilen rigid PL = kemasan asli Kadar abu pada akhir penyimpanan naget ayam dalam kemasan polipropilen rigid TP mengalami peningkatan 0,15 bk dan 0,14 bk pada kemasan asli produk PL. Kenaikan yang terjadi tidak jauh berbeda pada kedua kemasan. Kenaikan kadar abu menunjukkan adanya peningkatan jumlah mineral pada naget ayam setelah penyimpanan, hal ini disebabkan pembentukan senyawa mineral sebagai hasil dari reaksi-reaksi yang membebaskan mineral pada naget ayam oleh mikroba selama penyimpanannya. Kadar protein naget ayam mengalami penurunan selama penyimpanan, pada kemasan polipropilen terjadi penurunan sebesar 3,40 bk dan kemasan asli mengalami penurunan sebesar 3,47 bk . Hal ini disebabkan oleh rusaknya molekul protein yang disebabkan oleh proses degradasi protein oleh mikroba yang tumbuh selama penyimpanan. Protein didegradasi menjadi molekul yang sederhana dan pengembangan rantai peptida pada protein juga dapat mengakibatkan turunnya nilai kadar protein yang terkandung dalam naget ayam. Degradasi protein terjadi karena adanya pengaruh panas, pH dan reaksi kimia enzimatis yang berlangsung selama penyimpanan. Penurunan nilai kadar protein yang terjadi tidak jauh berbeda pada setiap kemasan yang digunakan. Pada akhir penyimpanan, kadar serat mengalami penurunan. Hal ini disebabkan oleh terjadinya penguraian serat menjadi molekul yang lebih sederhana akibat pengaruh lama penyimpanan dan penguraian oleh mikroorganisme. Penurunan kadar serat pada kemasan asli adalah 9.31 bk dan kemasan polipropilen rigid 11.86 bk . Laju penurunan yang lebih besar pada kemasan polipropilen rigid disebabkan oleh pertumbuhan mikroorganisme yang terus meningkat dengan proses pembusukkan yang lebih cepat pada kemasan tersebut, sehingga laju penguraian serat menjadi molekul-molekul yang lebih sederhana berlangsung lebih cepat dibandingkan dengan kemasan asli. Kadar lemak pada akhir penyimpanan mengalami kenaikan, pada kemasan polipropilen rigid TP menjadi 13,69 bk dan kemasan asli produk PL menjadi 13,43 bk . Kenaikan nilai kadar lemak sangat dipengaruhi oleh kandungan lemak yang terdapat pada bahan serta sintesa lemak oleh reaksi biokimia oleh mikroba yang berlangsung selama penyimpanan. Hal ini disebabkan oleh adanya pembentukan lemak melalui sintesa asam lemak dan gliserol yang terurai pada proses pemasakan akibat pengaruh panas yang berlangsung selama penyimpanan.

c. Daging Ayam Berbumbu

Pada Tabel 14 disajikan komposisi kimia daging ayam berbumbu pada awal dan akhir penyimpanan. Tabel 14. Analisis komposisi kimia daging ayam berbumbu pada awal dan akhir Daging ayam berbumbu Komposisi Gizi Jenis Kemasan Awal Akhir Perubahan TP 62.80 61.74 -1.06 Air ST 62.80 61.67 -1.13 TP 8.50 1.57 -6.93 Abu bk ST 8.50 1.81 -6.69 TP 25.96 27.65 1.69 Protein bk ST 25.96 24.13 -1.83 TP 5.21 5.87 0,66 Serat Kasar bk ST 5.21 5.39 0,18 TP 8.41 9.91 1.50 Lemak Kasar bk ST 8.41 12.52 4.11 Keterangan : TP = polipropilen rigid ST = Styrofoam Hasil pengukuran kadar air pada akhir penyimpanan, kemasan polipropilen rigid mengalami penurunan 1,06 dan kemasan styrofoam mengalami penurunan 1,13 . Hal ini disebabkan oleh kelembaban udara lingkungan yang relatif rendah, sehingga terjadi pengurangan kadar air dalam bahan akibat proses penguapan. Karakteristik kemasan berupa ketebalan yang lebih besar dan nilai WVTR lebih kecil dibandingkan kemasan asli menyebabkan penurunan nilai kadar air pada kemasan polipropilen rigid sedikit lebih kecil. Kadar abu pada daging ayam berbumbu pada akhir penyimpanannya mengalami penurunan 6,93 bk pada kemasan polipropilen rigid dan 6,69 bk pada kemasan styrofoam. Hal ini menunjukkan bahwa selama penyimpanan terjadi pengurangan nilai mineral pada bahan yang disebabkan oleh pengaruh nutrien yang larut dalam air dan hilang bersama uap air serta reaksi-reaksi yang berlangsung selama penyimpanan. Pada akhir penyimpanan terdapat endapan pada dasar kemasan, hal ini dapat disebabkan oleh pengurangan kadar air yang ada dalam bahan sehingga membentuk endapan bersama mineral-mineral yang terlarut tersebut. Perbedaan penurunan nilai kadar abu dipengaruhi oleh kondisi lingkungan, pada kemasan polipropilen rigid perubahn suhu berlangsung lebih stabil dibandingkan kemasan asli sehingga berpengaruh terhadap penurunan nilai mineral yang lebih besar. Kadar protein daging ayam berbumbu yang dikemas dengan polipropilen rigid mengalami kenaikan sebesar 1.69 bk , sementara pada kemasan styrofoam terjadi penurunan sebesar 1,83 bk . Perbedaan berupa kenaikan dan penurunan nilai kadar protein pada daging ayam berbumbu dipengaruhi oleh jenis dan karakteristik kemasan yang digunakan serta proses degradasi protein oleh reaksi biokimia dan jumlah mikroorganisme yang tumbuh selama penyimpanan. Hal ini berpengaruh terhadap laju pembentukan dan penguraian protein yang berlangsung pada daging ayam berbumbu sehingga menyebabkan terjadinya perubahan nilai kadar protein selama penyimpanan. Jumlah mikroorganisme yang lebih banyak pada kemasan asli juga akan terhitung sebagai protein pada saat pengukuran nilai kadar protein. Nilai kadar serat pada akhir penyimpanan produk daging ayam berbumbu dalam kemasan polipropilen rigid dan kemasan styrofoam mengalami peningkatan. Perubahan yang terjadi tidak begitu signifikan dan cenderung tetap selama penyimpanan karena kenaikan yang terjadi sebesar 0,66 bk pada kemasan poliproiplen rigid dan 0,18 bk pada kemasan styrofoam yang ditutup cling film. Perubahan yang tidak begitu signifikan disebabkan oleh nilai serat yang tidak merata pada bahan. Kadar lemak akhir pada kemasan polipropilen rigid adalah 9,91 bk dan 12,52 bk pada kemasan styrofoam. Peningkatan yang terjadi disebabkan oleh sintesa asam lemak dan gliserol yang terurai pada proses pemasakan akibat pengaruh panas. Melalui berbagai reaksi kimia yang terjadi akibat pengaruh lingkungan, asam lemak dan gliserol yang terdapat pada daging ayam berbumbu kembali membentuk lemak. Kondisi lingkungan tersebut dipengaruhi oleh karakteristik kemasan yang berpengaruh terhadap laju peningkatan kadar lemak selama penyimpanan. Peningkatan yang lebih besar pada kemasan asli disebabkan oleh kondisi kemasan yang lebih cepat berinteraksi dengan suhu lingkungan sehingga proses sintesa lemak berlangsung lebih cepat selama penyimpanan.

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN

Kemasan polipropilen memiliki laju transmisi lebih rendah terhadap gas dan uap air dibandingkan dengan jenis kemasan lainnya. Laju transmisi kemasan polipropilen rigid terhadap O 2 adalah 3,08-3,23 cm 3 hari, terhadap CO 2 adalah 12,51-13,11 cm 3 hari, dan terhadap H 2 O adalah 92,44-96,87 cm 3 hari. Karakteristik awal sosis, naget ayam dan daging ayam berbumbu menunjukkan nilai kadar air sebagai komponen yang paling banyak. Nilai kadar protein pada bahan-bahan tersebut sebagian besar berasal dari protein hewani yang berasal dari bahan baku utama. Nilai kadar lemak pada bahan berasal dari lemak yang ditambahkan pada proses pembuatan untuk sosis dan naget ayam serta bagian kulit yang banyak mengandung lemak pada daging ayam berbumbu. Pada awal penyimpanan, masing-masing bahan telah mengandung mikroba. Berdasarkan nilai a w dan nilai pHnya, mikroba yang diperkirakan tumbuh adalah kapang dan khamir. Hasil analisa komposisi kimia sosis pada awal penyimpanan menunjukkan nilai kadar air 40,18 bk, abu 2,59 bk, protein 12,09 bk, serat kasar 20,42 bk, dan lemak kasar 13,09 bk. Selama penyimpanan, sosis dalam kemasan polipropilen rigid mengalami perubahan mutu berupa peningkatan nilai keempukan nilai slope 0,0707, nilai pH nilai slope 0,0029, nilai total mikroba nilai slope 0,8972 dan nilai total volatile base nilai slope 0,1573. Sementara nilai organoleptik aroma nilai slope -0,0568, warna nilai slope -0,0670 dan tekstur nilai slope -0,0706 yang semakin menurun selama penyimpanan. Sosis dalam kemasan asli juga mengalami perubahan mutu berupa peningkatan nilai keempukan nilai slope 0,0392, nilai pH nilai slope 0,0037, nilai total mikroba nilai slope 0,4676 dan nilai total volatile base nilai slope 0,2248. Sementara nilai organoleptik aroma nilai slope -0,0672, warna nilai slope -0,0480 dan tekstur nilai slope -0,0536 semakin menurun selama penyimpanan. Berdasarkan analisis terhadap parameter kritis berupa total mikroba, pH, kekerasan dan total volatile base, penggunaan kemasan polipropilen rigid pada sosis cukup baik