70
B. Pembahasan 1.  Perilaku Seksual Anak Jalanan Di RSB Diponegoro
Anak  jalanan  merupakan  anak-anak  yang  berumur  dibawah  18  tahun yang  tinggal  yang  menghabiskan  waktunya  di  jalanan.  Keberadaan  anak
jalanan  ada  tiga  motif  yaitu  motif  untuk  bekerja,  motif  hidup  di  jalanan,  dan motif  karena  keluarga  yang  hidup  di  jalanan.  Hal  ini  sebagaimana  yang
dikemukakan  oleh  Bagong  Suyanto  1999:  41  yang  membagi  anak  jalanan menjadi  tiga  yaitu  children  on  the  Street,  children  of  the  street,  dan  children
from  families  of  the  street.  Keberadaan  anak  jalanan  tidak  terlepas  dengan perilaku seksual.
Perilaku  seksual  merupakan  segala  tingkah  laku    yang  didorong  oleh hasrat  seksual,  baik  dengan  lawan  jenisnya  maupun  dengan  sesama  jenis.
Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar anak jalanan di  RSB  Diponegoro  pernah  melakukan  perilaku-perilaku  seksual  mulai  dari
berpegangan tangan,
berpelukan, berciuman,
meraba, bersenggama,
masturbasionani  dan  oral  seks.  Terutama  untuk  anak  jalanan  yang  berjenis kelamin  perempuan  untuk  perilaku  seksual  awal  mulanya  cenderung  karena
adanya unsur paksaanancaman dari orang lain baik dari pacar maupun sesama anak jalanan sebagaimana yang di alami oleh TL 15 tahun dan SB 16 tahun.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Mury 2009: 1  yang  menyimpulkan  bahwa  secara  umum perilaku  seksual  anak  jalanan  di
Kabupaten Jember Jawa Timur dalam kategori beresiko sebanyak 51,6, yang
71 membedakan  dengan  penelitian  sebelumnya  yaitu  pada  penelitian  ini
diungkapkan mengenai perilaku seksual anak jalanan secara lebih rinci.
Bentuk-bentuk  perilaku  seksual  yang  dilakukan  anak  jalanan  di  RSB Diponegoro  sesuai  dengan  pendapat  Sarlito  Sarwono  2011:  174  bahwa
bentuk  perilaku  seksual  mulai  dari  perasaan  tertarik  sampai  tingkah  laku berkencan, bercumbu, dan bersenggama. Pendapat tersebut juga didukung oleh
pendapat  Duvall,  E.M    Miller,  B.C  dalam  Mury,  2009:  45  yang mengungkapkan  bahwa  bentuk  perilaku  seksual  meliputi:  a  touching  yaitu
berpegangan  tangan  dan  berpelukan,  b  kissing  yaitu  berkisar  dari  ciuman singkat dan cepat sampai kepada ciuman yang lama dan lebih intim, c petting
yaitu  menyentuh  atau  meraba  daerah  erotis  dari  tubuh  pasangan  biasanya meningkat  dari  meraba  ringan  sampai  meraba  alat  kelamin,  d  sexual
intercourse yaitu hubungan kelamin atau senggama. Seharusnya  anak  jalanan  yang  berusia  remaja  melakukan  tugas
perkembangan  remaja  sebagaimana  yang  dikemukakan  oleh  Hurlock  dalam Siti  Partini,  dkk,  2006:  129  bahwa  tugas  perkembangan  remaja  yang  harus
dilalui meliputi: mencapai hubungan baru dan yang lebih matang dengan teman sebaya  baik  pria  maupun  wanita,  mencapai  peran  sosial  pria  dan  wanita,
menerima  keadaan  fisiknya  dan  menggunakan  tubuhnya  secara  efektif,  dan mencapai perilaku sosial  yang bertanggung jawab. Namun kenyataannya anak
jalanan cenderung berperilaku seksual tanpa dilandasi pernikahan. Perilaku seksual pada anak jalanan merupakan hal yang perlu disoroti oleh
masyarakat. Hal  ini dikarenakan  pada umumnya  anak jalanan  mudah terjebak dalam melakukan  hubungan seks  yang berisiko seperti hubungan  seks dengan
72 pasangan  yang  berganti-ganti  atau  hubungan  seks  tanpa  perlindungan.  Selain
itu  anak  jalanan  juga  cenderung  terlepas  dari  pengawasan  orang  tuanya.  Jika perilaku  seksual  pra  nikah  terus  menerus  dilakukan  oleh  anak  jalanan,  maka
akan  merugikan  anak  jalanan  itu  sendiri  khususnya  bagi  kaum  perempuan seperti  kehamilan  yang  tidak  diinginkan,  abortus  yang  tidak  aman,  serta
meningkatnya  risiko  untuk  terkena  Infeksi  Menular  Seksual  IMS  termasuk HIVAIDS.
Resiko-resiko  yang  akan  dialami  anak  jalanan  karena  adanya  perilaku seksual pra nikah dikemukakan oleh Eny Kusmiran 2011: 35 bahwa dampak
perilaku seksual pra nikah bagi remaja meliputi: a terjadinya kehamilan  yang tidak  diinginkan,  b    pengguguran  kandungan  aborsi,  jika  hal  ini  dilakukan
oleh  orang  yang  kurang  terlatih  dapat  terjadi  perdarahan  bahkan  bisa menyebabkan
kematian, c
terkena penyakit
menular seksual
IMSHIVAIDS,  khususnya  remaja  yang  sering  berganti-ganti  pasangan apalagi  yang  berhubungan  seks  dengan  penjajah  seks.  Pendapat  tersebut  juga
tidak  jauh  berbeda  dengan  pendapat  Armaidi  2007:  32  bahwa  akibat  seks bebas diantaranya: a merendahnya derajat manusia, b anak  lahir tanpa ayah,
c  aborsi,  d  berjangkitnya  penyakit  kelamin,  d  AIDS  Acquire  Immune Deficiency Syndrome AIDS dan Human Immuneodeficiency Virus HIV.
Pada  dasarnya  anak  jalanan  di  RSB  Diponegoro  mengetahui  dampak adanya  seks  bebas,  tetapi  kenyataannya  anak  jalanan  tetap  melakukan
hubungan  seks  bebas  karena  adanya  beberapa  faktor.  Faktor  yang mempengaruhi  anak  jalanan  melakukan  seks  bebas  diantaranya  faktor
kebutuhan,  faktor  keterpaksaan  dan  faktor  perlindungan.  Anak  jalanan
73 khususnya  perempuan  melakukan  hubungan  seks  karena  membutuhkan  uang
untuk  biaya  hidup  dan  untuk  mendapatkan  perlindungan  dari  anak jalananpreman  yang  berkuasa  di  wilayah  tersebut.  Sementara  faktor
keterpaksaan  karena  anak  jalanan  diperkosa  melakukan  seks  bebas oleh  anak jalananpreman.
Salah  satu  dampak  perilaku  seks  bebas  pada  anak  jalanan  yang  cukup mengkhawatirkan  dalam penelitian ini  yaitu kehamilan seperti  yang pernah di
alami  oleh  TL  16  tahun.  Ternyata  anak  jalanan  mengetahui  cara  untuk menggugurkan  kandungan  yang  tentunya  sangat  berisiko  pada  anak  jalanan
yakni dengan meminum satu bungkus obat berbentuk serbuk yang sebenarnya obat  untuk  pelancar  haid  pada  perempuan.  Hal  ini  tentunya  perlu  mendapat
perhatian  dari  masyarakat  khususnya  pengurus  RSB  Diponegoro  untuk memberikan  penyuluhan  lebih  intens  tentang  bahaya  aborsi  yang  dilakukan
oleh anak jalanan. Dalam  perilaku  seks  bebas,  anak  jalanan  perempuan  cenderung  lebih
beresiko  pada  kekerasan  seksual.  Hal  ini  sebagaimana  hasil  penelitian  yang menunjukkan  bahwa  anak  jalanan  di  RSB  Diponegoro  yang  berjenis  kelamin
perempuan  cenderung  mengalami  tindakan  kekerasan  seksual  seperti  yang  di alami  oleh  TL  15  tahun  dan  SB  16  tahun.  Pelaku  kekerasan  seksual
biasanya berasal dari kalangan mereka sendiri. Selain itu, perilaku seksual pada anak jalanan dilakukan berdasarkan suka sama suka, ada sebagian anak jalanan
perempuan yang ternyata melakukan seks bebas karena paksaan. Berbagai jenis alat  kontrasepsi  yang  banyak  dianjurkan  oleh  pemerintah  ternyata  tidak
diminati, meskipun mereka pernah mendengar dan memakainya.