Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN
                                                                                4
tersebut adalah 1  touching  yaitu berpegangan tangan dan berpelukan, 2  kissing yaitu  berkisar  dari  ciuman  singkat  dan  cepat  sampai  kepada  ciuman  yang  lama
dan lebih intim, 3 petting yaitu menyentuh atau meraba daerah erotis dari tubuh pasangan  biasanya  meningkat  dari  meraba  ringan  sampai  meraba  alat  kelamin,
dan  4  sexual  intercourse  yaitu  hubungan  kelamin  atau  senggama.  Lebih  lanjut menurut  Eny  Kusmiran  2011:  34  akibat  yang  ditimbulkan  bagi  anak  jalanan
berusia  remaja  yang  berperilaku  seksual  pranikah  yaitu:  1  terjadinya  kehamilan yang  tidak  diinginkan  yang  berdampak  pada  beban  psikologis,  sosial  dan
ekonomi,  2  pengguguran  kandungan  atau  aborsi,  3  terkena  penyakit  menular seksual  PMS  khususnya  remaja  yang  sering  berganti-ganti  pasangan  apalagi
berhubungan seks dengan penjajah seks. Perilaku  seksual  pada  anak  jalanan  merupakan  salah  satu  permasalahan
yang perlu diperhatikan oleh banyak pihak. Hal ini dikarenakan anak jalanan pada umumnya  tidak  mempunyai  pengetahuan  yang  memadai  mengenai  resiko-
resikonya  dan  pada  umumnya  mudah  terjebak  dalam  melakukan  hubungan  seks yang  berisiko  seperti  hubungan  seks  dengan  pasangan  yang  berganti-ganti  atau
hubungan  seks  tanpa  perlindungan.  Selain  itu  anak  jalanan  juga  cenderung terlepas dari pengawasan orang tuanya.
Anak  jalanan  mengenal  perilaku  seksual  pada  usia  yang  sangat  muda. Banyak anak  jalanan  yang berusia di bawah 10 tahun menjadi objek seks bukan
atas  kemauan  sendiri.  Jika  semula  dilakukan  secara  terpaksa,  lama  kelamaan kondisi  ini  mereka  nikmati,  ditambah  lagi  perilaku  ini  tanpa  didasari  oleh
pengetahuan  kesehatan  reproduksi  yang  benar  sehingga  perilaku  tersebut  akan
5
sering terulang lagi tanpa ada rasa bersalah. Dengan demikian anak jalanan akan mendapatkan  kesempatan  yang  lebih  lama untuk  berperilaku seksual  yang  keliru
tanpa menikah dengan segala risikonya Nurharjadmo, 1999: 38. Uraian tersebut menunjukkan  bahwa  perilaku  seksual  anak  jalanan  pada  usia  remaja  umumnya
tanpa  dilandasi  sebuah  pernikahan  dan  tentunya  hal  ini  sangat  beresiko,  baik secara  fisik,  psikologis  sosial  dan  ekonomi.  Hal  ini  mempertegas  bahwa  anak
jalanan perlu mendapatkan perhatian khusus. Sebenarnya  berbagai  upaya  penanganan  anak  terlantar  telah  banyak
dilakukan baik oleh lembaga pemerintah maupun masyarakat Lembaga Swadaya Masyarakat,  dan  Organisasi  Sosial.  Sistem  pelayanan  yang  diberikan    dapat
melalui  panti  maupun  non  panti.  Hal  ini  tercermin  dari  beberapa  lembaga pelayanan  yang  terbangun  seperti,  Panti  Sosial  Asuhan  Anak,  Panti  Sosial  Bina
Remaja,  Panti  Sosial  Marsudi  Putra  dan  sebagainya.  Untuk  menampung  dan membina  para  anak  jalanan,  Departemen  Sosial  telah  menggulirkan  ide
mendirikan rumah singgah. Salah  satu  rumah  singgah  di  Yogyakarta  yang  berkomitmen  sebagai
kawasan  bagi  anak-anak  jalanan  menuju  kehidupan  secara  normal  yaitu  Rumah Singgah dan Belajar RSB Diponegoro. RSB Diponegoro Yogyakarta merupakan
lembaga  yang  didirikan  sebagai  sayap  lembaga  Yayasan  Pondok  Pesantren Diponegoro yang menangani anak-anak jalanan. Bentuk kegiatan  yang dilakukan
rumah  singgah  berupa  pengamatan  masalah  anak  jalanan,  identifikasi  dan pendampingan anak, pelatihan dan penyuluhan kepada anak, konseling anak, dan
pengembalian anak ke sekolah, pesantren, rumah dan panti asuhan.
6
Berdasarkan studi pendahuluan di RSB Diponegoro yang dilakukan penulis pada tanggal 20 Juli 2012  melalui wawancara dengan pengurus RSB, ditemukan
bahwa sampai saat ini RSB Diponegoro melakukan pendampingan terhadap anak jalanan  kurang  lebih  50  orang  anak  dengan  10  orang  anak  menetap  di  rumah
singgah.  Beberapa  lokasi  yang  menjadi  fokus  pendampingan  RSB  Diponegoro, yaitu: a perempatan UIN, b Demangan, c pertigaan Kolombo,  d Santikara, e
perempatan  Condong  Catur,  f  perempatan  Cemara  TujuhKentungan,  g perempatan Hotel Novotel, dan h Stasiun Lempuyangan. Lebih lanjut dijelaskan
oleh pengurus RSB  Diponegoro bahwa  banyak  anak  jalanan  di Yogyakarta pada usia remaja madya antara usia 15-18 tahun terjerumus dalam pergaulan bebas. Hal
ini disebabkan oleh kurangnya pengetahuan akan resiko seks bebas dan ada juga karena  dipaksa  oleh  preman  dan  sesama  anak  jalanan.  Seks  bebas  merupakan
hubungan  intim  yang  dilakukan  dengan  lawan  jenis  tanpa  dilandasi  ikatan pernikahan.
Selanjutnya  peneliti  juga  melakukan  wawancara  dengan  5  anak  jalanan  di RSB  Diponegoro  pada  tanggal  31  Juli  2012.  Tiga  diantaranya  mengaku  pernah
melakukan  seks  bebas,  sedangkan  2  diantaranya  mengaku  belum  pernah melakukan seks bebas.  Bahkan  kasus  yang terakhir di RSB Diponegoro ada satu
anak  perempuan  jalanan  berinisial  MN  16  tahun  yang  ketahuan  sedang  tidur bersama  dengan  dua  anak  laki-laki  yang  juga  anak  jalanan  berinisial  FR  17
tahun  dan  BD  18  tahun.  Menurut  keterangan  pengurus  RSB,  alasan  mereka melakukan  perbuatan  tersebut  karena  terbiasa  tidur  bersama  saat  di  jalanan  dan
tidak ada yang melarang.  Hasil observasi juga menunjukkan bahwa anak  jalanan
7
tampak  terbiasa  melakukan  bentuk-bentuk  perilaku  seksual  seperti  berpegangan tangan,  berpelukan  dan  berciuman.  Dengan  demikian  perlu  adanya  penelitian
lebih  lanjut  mengenai  perilaku  seksual  anak  jalanan  di  RSB  Diponegoro  agar diperoleh informasi yang lebih jelas tentang bentuk perilaku seksual anak jalanan,
faktor-faktor  yang  mendukung  perilaku  tersebut  dan  upaya  yang  dilakukan pengurus  RSB  Diponegoro  Yogyakarta  untuk  meminimalisir  perilaku  seksual
anak jalanan di RSB Diponegoro Yogyakarta. Alasan dipilihnya RSB Diponegoro
Yogyakarta sebagai tempat penelitian dikarenakan rumah singgah  ini  merupakan salah  satu  rumah  singgah  yang  populer  dan  aktif  dalam  melakukan  pengarahan
dan perlindungan anak jalanan di Yogyakarta. Penelitian  tentang  anak  jalanan  pernah  dilakukan  oleh  Mury  2009:  1
dengan judul “Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perilaku Seksual Beresiko Anak Jalanan Di Kabupaten Jember Jawa Timur” menemukan bahwa faktor-faktor yang
mempengaruhi  perilaku  seksual  beresiko  anak  jalanan  yaitu  umur,  aktivitas  di jalanan,  lama  di  jalan  perhari,  kebiasaan  mengkonsumsi  zat  adiktif,  tipe  anak
jalanan  serta  sikap  terhadap  kesehatan  reproduksi,  PMS  dan  HIVAIDS. Penelitian  ini  juga  menemukan  bahwa  sikap  tentang  kesehatan  reproduksi,  PMS
dan HIVAIDS serta dukungan pemimpin kelompok berpengaruh sebesar 65,58 terhadap berperilaku seksual anak jalanan.
Selanjutnya  penelitian  yang  dilakukan  oleh  Ellisma  Hutagalung  2010:  1 yang  meneliti  tentang  “Hubungan  Karakteristik Anak  Jalanan  Terhadap Perilaku
Seksualnya  dan  Kemungkinan  Terjadinya  Resiko  Penyakit  Menular  Seksual PMS Di Kawasan Terminal Terpadu Pinang Baris Medan” menunjukkan bahwa
8
ada hubungan bermakna antara umur, tempat tinggal, hubungan keluarga terhadap tindakan seksual dan resiko PMS, juga ada hubungan bermakna antara sikap dan
tindakan terhadap resiko PMS. Secara  metodologi  perbedaan  penelitian  ini  dengan  penelitian  terdahulu
seperti  dipaparkan  di  atas  adalah  penelitian  ini  menggunakan  jenis  penelitian deskriptif  kualitatif  sedangkan  penelitian  yang  dilakukan  oleh  Mury  2009
menggunakan  jenis  penelitian  kuantitatif  dengan  pendekatan  cross  sectional, sementara  penelitian  yang  dilakukan  oleh  Ellisma  Hutagalung  2010
menggunakan penelitian  kuantitatif dengan pendekatan  survey. Sedangkan secara substantif  perbedaan  penelitian  ini  dengan  penelitian  terdahulu  adalah  penelitian
ini tidak hanya menguji hipotesis tetapi memahami dan mengungkapkan perilaku seksual anak di jalanan. Diharapkan dengan penelitian mengenai perilaku seksual
anak  jalanan  ini akan diperoleh  informasi  yang  lebih  jelas bagi masyarakat  yang pada akhirnya dapat meningkatkan kepedulian masyarakat dan pengawasan sosial
terhadap anak jalanan. Berdasarkan  paparan  dan  beberapa  penelitian,  peneliti  menganggap
penting  untuk  meneliti  lebih  lanjut  mengenai  perilaku  seksual  anak  jalanan.  Hal ini  dikarenakan  anak  jalanan  pada  umumnya  mudah  terjebak  dalam  perilaku
seksual  yang  sangat  beresiko,  baik  secara  fisik,  psikologis  maupun  sosial  dan ekonomi.  Secara  fisik  perilaku  seksual  yang  tidak  sehat  dapat  menyebabkan
terganggunya  kesehatan  reproduksi  seperti  penyakit  kelamin,  secara  psikologis anak  jalanan  dapat  menderita  ketegangan  mental  seperti  stres  atau  depresi,  dan
secara sosial anak jalanan mendapatkan penolakan dari masyarakat.
9
Dengan  adanya  fenomena  tersebut,  maka  peneliti  tertarik  untuk  meneliti lebih lanjut dengan judul “Perilaku Seksual Anak Jalanan Di Rumah Singgah dan
Belajar RSB Diponegoro Yogyakarta Tahun 2012”.
                