Asset divestment risk: in the year of 2013, the management Land seismic social risk: at an inherent level, the Company’s

PT Elnusa Tbk Laporan Tahunan 2013 Annual Report rangka merealisasikan target rKaP 2013, kekurangan usulan oleh karena risiko tersebut selalu muncul. manajemen mengkategorikan bisnis ini sebagai business with high risk proile, sehingga keputusan pengambilan risiko dilakukan melalui kajian mendalam. selain itu manajemen juga memberlakukan skema lagship fee based untuk seluruh proyek di bisnis ini. Ke depan, fungsi marine seismic services dituntut mampu mendeinisikan business model yang paling cocok untuk kondisi Perusahaan, dengan mempertimbangkan semua potensi risiko.

8. Risiko divestasi aset. Dalam tahun 2013 manajemen

Perusahaan memutuskan untuk mendivestasi beberapa aset non produktif dan aset non operasi, termasuk 4 unit rig konvensional, yang dinilai tidak lagi produktif berkontribusi terhadap kinerja Perusahaan. nilai buku dan beban depresiasi rig cukup signiikan memengaruhi kinerja keuangan Perusahaan, jika rig dipertahankan. sampai dengan akhir 2013, rig tersebut belum berhasil didivestasi, karena belum diperoleh pembeli yang cocok. residual level of risk ini rendah, manajemen telah mereklasiikasi rig sebagai aset lain-lain, target kinerja 2013 tidak termasuk hasil penjualan rig, proses divestasi diserahkan kepada pihak berkompeten yakni Balai lelang indonesia.

9. Risiko sosial pada land seismic service. Pada inherent

level, exposure perusahaan terhadap risiko ini tinggi, karena kegiatan land seismic survey dilakukan menggunakan peralatan seismik yang dibentang di area terbuka milik umum, dan mencakup wilayah yang sangat luas, serta penggunaan bahan peledak dalam proses recording. namun dari proyek- proyek land seismic yang dikerjakan sepanjang tahun 2013, gangguan kehumasan dinilai tidak signiikan. manajemen berhasil menurunkan inherent level risk sampai tingkat yang acceptable, melalui kegiatan sosialisasi, meningkatkan upaya pendekatan secara persuasif dan sedini mungkin kepada masyarakat di sekitar lokasi proyek. selain itu, manajemen proyek juga secara aktif melibatkan aparat keamanan, dan pembagian di antara kontraktor dan pemberi kerja, atas wilayah kerja sosialisasi kepada masyarakat di wilayah desa dan kecamatan tanggung jawab kontraktor dan kabupaten tanggung jawab klien atau pemberi kerja. 10. Risiko pencurian pada bisnis Operation Maintenance OM. Pada awal hingga pertengahan tahun 2013, terdapat beberapa kasus pencurian minyak di jalur pipa Tempino – Plaju milik Pertagas, yang dikelola pemeliharaannya oleh elnusa. akumulasi dari rentetan kasus ini berujung pada kejadian kebakaran dan ledakan yang menewaskan pelaku pencurian. sempat terbetik informasi kegiatan penyaluran minyak melalui jalur ini akan diberhentikan oleh pihak Pertamina. Dampak terbesar dari risiko bisnis ini adalah pencemaran lingkungan sesuai Undang-Undang lindungan lingkungan, yang bisa mengancam personil perusahaan hingga hukuman badan. Residual level of risk masih tinggi, level risiko lebih banyak dipengaruhi oleh faktor eksternal. seismic services in order to realize CWPB 2013 targets, the weakness of such proposal is because it always poses such risks. The management categorizes this business as high risk business proile so that the decision of risk taking shall be done through an in-depth review. The management also imposes a lagship fee scheme based on all projects of this business. in the future, the marine seismic services function shall be able to deine the best business model for the Company’s condition, by taking into account all risk potential.

8. Asset divestment risk: in the year of 2013, the management

of the Company decided to conduct divestment of a number of non productive assets and non operational assets, including 4 units of conventional rigs, which is no longer productive or no longer contributing to the Company’s performance. The book value and depreciation of such a rig was rather signiicant which affected the Company’s inancial performance should such rig be maintained. Until the end of 2013, it was still unsuccessful to divest such rig as there was no arm-length buyer found yet until now. as the residual level of risk is low, the management has re- classiied the rig as other assets, the target performance 2013 did not incorporate the procceds from the rig, the divestment process was handed over to the competent party, i.e. indonesian auction House or Balai lelang indonesia.

9. Land seismic social risk: at an inherent level, the Company’s

exposure to this risk is rather high, because land seismic survey activities are performed using seismic equipments distributed in open public areas, the work area is very large, and explosives are used in the recording process. nonetheless, Pr obstacles of land seismic projects performed throughout 2013 were not so signiicant. The management succeeded in reducing inherent level of risk until an acceptable level through socialization activities, improving efforts with a persuasive approach, and performing these approaches as early as possible to the communities around the project sites. in addition, the project’s management activities involved security personnel and authorities, and the distribution among the Contractors and employers, for the socialization work areas into communities in villages and districts responsibility of the Contractor and in regencies responsibility of the Client or employer. 10. Risk of theft in Business Operation and Maintenance OM: From early to mid 2013, there were several cases of oil theft along Tempino-Plaju pipeline owned by Pertagas, whose maintenance was carried out by elnusa. The accumulation of a series of these cases ended with ire and explosion accidents that killed the thieves. There was a rumour that the distribution of oil through this pipeline would be terminated by Pertamina. The biggest impact of this business risk would be environmental pollution as contemplated in environmental Protection law, which might be imposed on the personnel of the Company which is maximum up to incarceration. The residual level of risk is still rather high, because it is mostly inluenced by external factors. Laporan Tata Kelola Perusahaan | Corporate governance report Perseroan menerapkan mekanisme Whistleblowing System WBs untuk memfasilitasi bentuk pelaporan terhadap pelanggaran pelaksanaan Kode etik Code of Conduct. setiap pelaporan terkait penyimpangan kode etik tersebut akan ditindaklanjuti dengan penyelidikan mendalam dan mempertimbangkan fakta- fakta yang ada, akibat tindakan, motif serta tingkat kesengajaan, untuk kemudian disimpulkan dan dibuat keputusan untuk penentuan tindakannya. Pelanggaran yang dimaksud di sini adalah penyimpangan dan kecurangan terhadap aspek yang diatur dalam Code of Conduct, Peraturan Perusahaan, kepatuhan hukum, anggaran Dasar, perjanjian kontrak, kerahasiaan perusahaan, kebijakan terkait transaksi yang menimbulkan benturan kepentigan dan lainnya. Penerapan WBs ini penting untuk menciptakan iklim kerja yang kondusif, menjaga citra perusahaan, mengurangi kerugian perusahaan, memudahkan manajemen untuk menangani bentuk pelanggaran yang dilaporkan secara efektif dan menjamin keamanan pelapor dengan menjaga kerahasiaan identitas pelapor dan membangun kebijakan serta infrastruktur untuk melindungi mereka. Untuk mendorong budaya keterbukaan dan kejujuran di lingkungan perusahaan, Perseroan menerapkan sistem insentif berupa material maupun non-material bagi mereka yang berani melaporkan berbagai pelanggaran yang terjadi di lapangan. agar penerapannya efektif, Perseroan senantiasa mensosialisasikan mekanisme whistleblowing ini melalui buletin internal, poster, sosialisasi Code of Conduct, serta melalui website korporat dan pengiriman surat edaran memo. Perseroan membuka saluran pelaporan seluas-luasnya melalui telepon, surat tertulis atau e-mail ke pengaduanelnusa.co.id yang dikelola kepada fungsi sekretaris Perusahaan. Tahun 2013 tidak terdapat pelaporan pelanggaran yang diterima oleh Perseroan. The Company implements a Whistle-Blowing system WBs to facilitate the reporting forms of violation against the Code of Conduct. each reporting related to such deviation of such Code of Conduct will be followed by an in-depth investigation by taking into consideration the existing facts, impacts of the action, motives and levels of intention deliberation, to inally drawing a conclusion and resolution of actions to be taken. The violation as meant herein is a deviation and fraud of any aspect regulated under the Code of Conduct, Company regulation, legal compliance, articles of association, agreementscontracts, corporate secreteconidentiality, policies related to transactions that may create conlict of interest and others. Th implementation of WBs is important to create a conducive work climate, maintaining the Company’s good reputation, minimizing the Company’s losses, so making it easier for the management to handle all reported violations effectively and to ensure the safety of the reporting persons, by maintaining the conidentiality of the reporting persons and by establishing policies and infrastructures to protect them. To encourage a policy of openness and honesty within the Company’s organizations, the Company implements an incentive system for both material and non-material for those who dare to report various violations that occur on site. To ensure that the implementation is effective, we always promote the whistle-blowing mechanism through internal bulletins, posters, by socializing the Code of Conduct, and through corporate website and distribution of circularsmemos. The Company opens a channel of reporting through the telephone to the fullest extent, in writing by mail or e-mail to pengaduanelnusa.co.id. These methods are managed by the Corporate secretary function. in 2013, the Company did not receive any report of violations. Sistem Pelaporan Pelanggaran WHisTleBloWing sysTem Kode Etik CoDe oF ConDUCT Dalam rangka membangun budaya perusahaan yang kuat dengan berdasarkan pada 3 tiga nilai utama Perseroan, yaitu clean, respectful, synergy, Perseroan telah merancang Kode etik Code of Conduct yang disahkan pada tahun 2008, terdiri dari etika Bisnis dan etika Kerja, serta etika Perilaku manajemen. Hal ini berlaku bagi seluruh elemen di organisasi perusahaan dan menjadi dasar penerapan perilaku yang mengatur hubungan antara karyawan dan manajemen Perseroan, sesama karyawan, konsumen, pemasok, pemegang saham, pemangku kepentingan, Pemerintah dan masyarakat. in order to establish a strong corporate culture in accordance with 3 three main values of the Company, namely clean, respectful, and synergy, the Company has designed a Code of Conduct consisting of Business ethics and Work ethics. applicable to all elements of the Company’s organization, the Code of Conduct, ratiied in 2008, shall serve the basis of the implementation of behaviours that regulate the relations among the employees and management of the Company, fellow employees, consumers, suppliers, shareholders, stakeholders, the government, and the community. PT Elnusa Tbk Laporan Tahunan 2013 Annual Report Code of Conduct Perseroan memuat di antaranya prinsip- prinsip gCg, yaitu transparansi, akuntabilitas, responsibilitas, independensi, dan kewajaran fairness kemudian pengelolaan bisnis Perseroan dengan mengedepankan etika bisnis, serta pelaksanaan etika Kerja di lingkungan Perseroan agar setiap individu Perseroan mampu bersikap, berperilaku, berinteraksi dan melakukan proses kerja, baik di dalam dan di luar Perseroan, sesuai dengan harapan. Untuk mengawal implementasi perilaku tersebut, Perseroan juga menerapkan sistem reward dan punishment secara tegas di samping mewajibkan manajemen dan karyawan untuk menandatangani Pernyataan Kepatuhan terhadap pelaksanaan Code of Conduct tersebut. The Code of Conduct of the Company contains gCg principles, which are transparency, accountability, responsibility, independence, and fairness. The business management of the Company puts Business ethics and the implementation of Work ethics within the Company’s organization irst so that all individuals in the Company are able to act, show attitude, interact, and perform the work process, both inside and outside the Company, in accordance with the expectations. To protect the implementation of such behaviour, the Company also implements a irm reward and punishment system, as well as obligates the management and employees to sign a statement of Compliance to the implementation of the Code of Conduct. Jaminan Mutu QUaliTy assUranCe Perseroan selalu menerapkan standar yang tinggi dalam memberikan layanan kepada seluruh pelanggan, sehingga kualitas merupakan prioritas utama bagi fungsi Quality Assurance Qa untuk terus meningkatkan perbaikan secara berkesinambungan. Untuk menjaga kepercayaan pelanggan yang bertujuan untuk memberikan efek domino bagi perusahaan sehingga mampu meningkatkan kepuasan pelanggan, eiensi proses, peningkatan performance bisnis perusahaan, peningkatan jumlah pelanggan, peningkatan ekspansi pasar perusahaan dan peningkatan keuntungan perusahaan, maka fungsi Qa mempertahankan dan menjalankan hal-hal sebagai berikut: - sertiikat iso 9001 yang telah diperoleh sejak agustus 1997 dengan iD PT elnusa geosains. - sistem manajemen mutu iso 9001:2000 tanggal 14 april 2008 dimana Perseroan berhasil menggabungkan seluruh sistem manajemen dari ketiga anak Perusahaan. - Perseroan melakukan perubahan versi iso 9001:2000 menjadi iso 9001:2008 pada Juli 2009. Pencapaian Kerja 2013

1. Survei Kepuasan Pelanggan