Motivasi Berburu Perburuan Satwa Liar oleh Suku Dayak Kenyah

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Perburuan Satwa Liar oleh Suku Dayak Kenyah

5.1.1 Motivasi Berburu

Berdasarkan hasil wawancara dengan responden baik informan kunci maupun responden pelaku berburu sebagai penelusuran data lebih dalam, kegiatan berburu dalam kehidupan sehari- hari masyarakat suku Dayak Kenyah, Leppo’ Maut, pada dasarnya bukan merupakan kegiatan utama. Berburu merupakan kegiatan sampingan setelah mata pencaharian utama mereka sebagai petani. Meskipun berburu bukan merupakan kegiatan utama, berburu menjadi salah satu kegiatan penting dalam kehidupan suku Dayak Kenyah. Hal ini dikarenakan daging hasil buruan merupakan sumber protein hewani utama untuk mereka. Sesuai dengan penyataaan dari Moran 1982 dan Eghenter dan Sellato 1999 bahwa di daerah tropis, berburu merupakan salah satu kegiatan penting dan bentuk gambaran dari penyesuaian diri manusia terhadap sumberdaya alam demi subsistensi. Pada zaman dahulu, motivasi utama masyarakat Dayak saat berburu benar- benar dilakukan untuk memenuhi kebutuhan protein hewani untuk keluarga mereka. Saat mereka pergi berburu dan membawa pulang hasil buruan yang banyak, mereka akan membagikan daging tersebut kepada orang-orang terdekat, baik saudara maupun tetangga, secara sukarela. Membagikan hasil buruan kepada orang terdekat seperti ini merupakan kebiasaan yang telah turun temurun dari nenek moyang. Menurut penjelasan Devung 1998 jika ada mayarakat yang melanggar kebiasaan membagikan hasil buruan ini, maka dianggap sebagai orang yang kikir. Akan tetapi saat ini, motivasi berburu telah sedikit berubah. Selain untuk konsumsi pemenuhan kebutuhan protein bagi keluarga mereka, berburu juga telah menjadi salah satu sumber pendapatan rumah tangga. Dari hasil ini mulai ada perbedaan jika dibandingkan dengan kegiatan perburuan pada penelitian- penelitian sebelumnya. Berdasarkan penelitian Devung di wilayah Sungai Bahau yang dipublikasikan pada 1998, tidak laporkan adanya kegiatan penjualan daging hasil buruan. Menurut Devung 1998 meskipun masyarakat mendapatkan hasil buruan cukup banyak, selain untuk konsumsi sendiri, masyarakat akan membagikan hasil buruan tersebut. Tidak jauh berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan kepada Suku Kenyah di Kecamatan Long Pujungan, oleh Ngindra yang dipublikasikan tahun 1995 dan penelitian Puri pada tahun 1991 dan 1993, tidak dilaporkan adanya kegiatan penjualan hasil buruan. Di dalam penelitian tersebut menjelaskan bahwa hasil buruan sepenuhnya dimanfaatkan untuk konsumsi dan tidak ada kegiatan penjualan daging hasil buruan, sekalipun berskala lokal. Berdasarkan pengamatan di lapangan kebiasaan untuk membagikan daging hasil buruan mulai berkurang karena selain sebagai pemenuhan kebutuhan protein, motivasi berburu juga mulai berubah menjadi motif pemenuhan kebutuhan ekonomi. Pada orang-orang tertentu, misalnya para pejabat desa maupun petinggi adat, kebiasaan membagi daging hasil buruan kepada orang terdekat masih dilaksanakan. Berdasarkan hasil wawancara tercatat sebanyak 45,45 responden menjual daging hasil buruan yang diperoleh disamping tetap mengonsumsi sebagai pemenuhan kebutuhan protein Gambar 2. Meskipun ada kegiatan penjualan daging hasil buruan, namun motivasi utama masyarakat untuk berburu adalah untuk pemenuhan konsumsi pribadi 54,54. Penjualan daging buruan dilakukan jika hasil buruan cukup banyak. Masyarakat mengutamakan untuk kebutuhan pangannya terlebih dahulu kemudian sisa dari konsumsi pribadi tersebut selanjutnya dijual. Dari hasil pengumpulan data, tidak dicatat motivasi masyarakat dalam berburu yang hanya dijual untuk penambah pendapatan ekonomi rumah tangga. Gambar 2 Motivasi utama kegiatan berburu oleh masyarakat. Hasil wawancara pada beberapa responden menyampaikan bahwa apabila mendapatkan hasil buruan yang banyak maka sekitar 50-80 daging hasil buruan, dijual kepada masyarakat di dalam desa dan konsumsi daging hasil buruan maksimal hanya 50 dari hasil buruan. Hal ini disebabkan oleh belum adanya proses pengawetan hasil buruan secara baik, hanya sebatas memanggang, sehingga tidak memungkinkan masyarakat untuk mengonsumsi sendiri hasil buruan tersebut. Meskipun mencapai 80 hasil buruan dijual kepada masyarakat, para pemburu tersebut masih mendahulukan untuk kebutuhan protein karena persentase penjualan mencapai persentase ini hanya dilakukan saat pemburu mendapat hasil buruan yang banyak atau satwa dengan ukuran tubuh relatif besar. Ketika mendapat hasil buruan yang tidak terlalu banyak atau ukuran tubuh satwa sedang saja, maka pemburu mengutamakan untuk mengonsumsi sendiri hasil buruan tersebut. Besarnya kontribusi penjualan hasil buruan terhadap pendapatan rumah tangga pemburu belum dapat dipastikan karena pada dasarnya kegiatan berburu merupakan kegiatan sampingan. Masyarakat tidak setiap hari melakukan perburuan. Saat berburupun hasil buruan tidak dapat dipastikan, bisa jadi mendapat satwa dengan ukuran tubuh yang besar dan sebaliknya. Hasil buruan yang tidak pasti ini menyebabkan hasil penjualan daging buruan dapat dikatakan belum berkontribusi signifikan terhadap penambahan pendapatan rumah tangga. Daging merupakan bagian tubuh binatang yang diutamakan untuk dijual, sedangkan bagian yang lain misalnya kulit, tanduk dan lain-lain dijual jika 40 45 50 55 Jual dan konsumsi Konsumsi 45.45 54.54 pe rs en motivasi memang ada yang menawar. Hasil buruan khususnya daging Gambar 3, dijual para pemburu kepada masyarakat di dalam desa itu saja atau bersifat lokal. Penjualan daging jarang atau bahkan tidak pernah dilakukan sampai keluar desa karena jarak antar desa yang relatif jauh sehingga hanya akan menambah pengeluaran untuk transportasi jika dijual keluar desa. Berdasarkan peraturan adat, harga jual daging buruan sama untuk semua jenis satwa yaitu Rp 15.000kg. a Daging rusa b Daging Babi berjenggot Gambar 3 Penjualan hasil buruan.

5.1.2 Karakteristik Pemburu