6.2 Gambaran penyebab kejadian kecelakaan bus Transjakarta di koridor III
Kalideres-Harmoni berdasarkan faktor unsafe act perilaku tidak aman
Pramudi Perilaku tidak aman merupakan.
Perilaku tidak aman menurut Heinrich 1980 dalam Apiati 2008 yaitu tindakan seseorang atau beberapa orang yang memperbesar kemungkinan
terjadinya kecelakaan pada pekerja. Perilaku tidak aman pramudi merupakan perilaku yang melanggar norma atau peraturan yang dilakukan oleh para pramudi
bus Transjakarta. Kejadian kecelakaan sangat dipengaruhi oleh faktor perilaku tidak aman
dari pekerja, hal tersebut dipaparkan berdasarkan studi penelitian yang dilakukan oleh Heinrich 1980 dalam Apiati 2008 dimana studi penelitian
tersebut dilakukan terhadap 75 kasus kecelakaan dan di dapatkan hasil bahwa 88 dari semua kecelakaan tersebut disebabkan tindakan yang tidak aman.
Dimana sisanya disebabkan faktor selain perilaku tidak aman. Selain itu, Bird dan Germain 1990 telah membagi penyebab kecelakaan menjadi penyebab
langsung dan penyebab tidak langsung, dimana faktor unsafe act menjadi faktor penyebab langsung suatu kejadian kecelakaan.
Berdasarkan hasil wawancara mendalam kepada pramudi, diketahui bahwa para pramudi telah mengetahui tentang jenis-jenis perilaku tidak aman
yang tidak boleh dilakukan pada saat mengemudi, namun demikian masih terdapat pelanggaran yang terkadang masih dilakukan oleh pramudi, hal tersebut
kemungkinan disebabkan karena faktor kesadaran dari dalam diri masing-masing
pramudi yang berbeda-beda. Selain itu faktor kondisi lingkungan pada saat bekerja juga berpengaruh terhadap munculnya perilaku tidak aman dari dalam
diri pramudi. Seperti teori yang dikemukakan oleh Moesbar 2007 dalam Rosida 2008 yang mengatakan bahwa kondisi psikis yang tidak stabil dan banyaknya
permasalahan yang ada pada diri sesorang yang disebabkan oleh lingkungan dapat mempengaruhi kinerja otak, sehingga emosi tersalurkan pada saat
berkendara. Hasil wawancara mendalam kepada pramudi, mereka mengatakan bahwa
terkadang mereka lengah atau kurang dapat mengantisipasi kendaraan lain terutama saat berada di belokan, atau karena ingin menghindari kecelakaan
sehingga melakukan pengereman mendadak. Hal tersebut sesuai dengan penelitian Nawangwulan, 1997 yang menyebutkan bahwa dalam kondisi
lengah, pada umumnya pengemudi menjadi kurang dapat antisipasi terhadap keadaan disekitarnya yang mendadak mengalami perubahan atau gerakan tiba-
tiba. Selain itu juga penelitian yang dilakukan oleh Wisna 2007 dalam Rosida 2008 mendapatkan hasil bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara
pengemudi lengah dalam berkendara dengan kejadian kecelakaan lalu lintas P value = 0,001.
Faktor penyebab yang lainnya yang mungkin menyebabkan kurangnya antisipasi pramudi yaitu konsentrasi pada saat mengemudi yang terkadang
terganggu, hal tersebut dapat disebabkan oleh banyak faktor diantaranya yaitu pengemudi tidak fokus ke kondisi jalan dan melihat kejadian di sekeliling jalan
dalam waktu yang lama. Selain itu, panik karena ulah pengendara lain dan
bersikap terburu-buru pada saat mengemudi juga dapat menjadi penyebab buyarnya konsentrasi di jalan. Faktor konsentrasi pengemudi menempati urutan
pertama penyebab kejadian kecelakaan pengemudi, dimana hasil penelitian menyebut faktor ini memiliki persentase menyebabkan kecelakaan hingga 55
NHTSA, 2011. Secara umum, jenis perilaku tidak aman yang sering dilakukan oleh
pramudi bus Transjakarta koridor III Kalideres-Harmoni Tahun 2012, berdasarkan hasil wawancara mendalam kepada para pramudi dan pihak
manajemen serta berdasarkan dokumen data kejadian kecelakaan PT Trans Batavia diantaranya yaitu pramudi melakukan pengereman mendadak, pramudi
lengah atau kurang dapat mengantisipasi kendaraan lain terutama pada saat berada di jalur yang menikung atau berada di belokan dan melakukan
pelanggaran baik itu pelanggaran disiplin lalu lintas maupun pelanggaran SOP perusahaan.
Upaya yang telah dilakukan oleh pihak manajemen untuk mencegah perilaku tidak aman pramudi diantaranya yaitu melakukan pengawasan kepada
para pramudi dan memberikan sanksi kepada pramudi yang melakukan tindakan- tindakan berbahaya atau melanggar prosedur yang telah ditetapkan. dimana
pengawasan pihak manajemen mempunyai hubungan terhadap perilaku tidak aman para pekerja, hal tersebut sejalan dengan penelitian Apiati, 2009 yang
mendapatkan hasil bahwa ada hubungan yang signifikan antara pengawasan dari atasan dengan perilaku tidak aman p value = 0,000.
Sehingga, pihak perusahaan dalam hal ini pengelola koridor III harus lebih meningkatkan pengawasan kepada seluruh pramudi. Karena berdasarkan
hasil wawancara mendalam pramudi mengatakan bahwa pengawasan yang dilakukan oleh perusahaan masih kurang. Menurut Firmansyah, 2010,
Pengawasan yang baik adalah pengawasan yang bersifat “Fact Finding” artinya
pengawas harus menemukan fakta-fakta dan bagaimana tugas-tugas dijalankan, pengawasan tidak hanya dimaksudkan untuk menemukan siapa yang salah
apabila terdapat ketidakberesan akan tetapi untuk menemukan apa yang tidak benar dan pengawasan harus bersifat membimbing.
Selain pengawasan, dalam upaya mencegah perilaku tidak aman Unsafe Act pekerja, pihak manajemen juga perlu mengadakan pelatihan kepada
pramudi, hal tersebut dikarenakan menurut Salinding, 2011 pelatihan kepada pekerja dapat membantu pekerja dalam memahami suatu pengetahuan praktis
dan penerapannya dalam dunia kerja demi meningkatkan produktivitas kerja. Pelatihan juga merupakan motivasi bagi karyawan untuk bekerja lebih baik dan
terarah. Selain itu, penting pula untuk mengadakan diskusi terbuka dengan
pekerja untuk menampung saran dan keluhan mereka dalam bekerja, diikuti adanya tindak lanjut yang tepat. Dengan demikian, diharapkan tercipta motivasi
positif saat mereka bekerja sehingga dapat menumbuhkan kesadaran untuk selalu berperilaku aman pada saat bekerja, sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh
Munandar 2001 yang menyebutkan bahwa motivasi adalah faktor pendorong perilaku.
6.3 Gambara penyebab kejadian kecelakaan bus Transjakarta di koridor III