BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan adalah upaya menyiapkan subyek didik agar siap menghadapi dan berperan dalam lingkungan hidup yang selalu berubah
dengan cepat. Melalui pendidikan, sub yek didik belajar tentang ilmu pengetahuan maupun ketrampilan. Ilmu pengetahuan mencakup teori- teori
yang termuat pada buku-buku acuan maupun dari berbagai penjelasan tambahan dari guru. Sedangkan ketrampilan diperoleh subyek didik dari
kegiatan praktik yang diselenggarakan di sekolah atau dunia industri secara langsung.
Beberapa tahun belakangan ini mutu pendidikan di negara kita tampak masih sangat memprihatinkan. Banyak siswa yang tidak lulus ujian
akhir nasional UAN. Pada tahun 20042005 periode 1 jumlah siswa tidak lulus UAN sebanyak 86.818 untuk tingkat SMPMTs, dan sebanyak 18.675
untuk jenjang SMAMASMK Kompas 1 Juli 2005. Dan pada tahun 20052006 juga masih mengalami hal yang sama, sehingga pemerintah
menganjurkan agar siswa yang tidak lulus Ujian Akhir Nasional tersebut mengikuti program Kejar Paket. Dari hasil Ujian Nasional Unas paket A,B,C
di DIY sebanyak 8.092 siswa dari 9.738 siswa yang mengikuti Ujian Nasional dinyatakan lulus, sehingga siswa yang belum lulus sebanyak 1.646
Kedaulatan Rakyat 2 Oktober 2006. Kondisi ini menyebabkan para pelaku PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
pendidikan mendapatkan sorotan masyarakat. Guru sebagai tenaga pendidik praktis mendapatkan porsi perhatian paling besar. Pendeknya, masyarakat
menghendaki kualitas guru perlu segera ditingkatkan. Guru sebagai pendidik, memang berperan penting dalam praktik
pendidikan. Peran guru terwujud dalam tugas membimbing, mengajar dan melatih peserta didik. Karenanya, untuk menjadi tenaga pendidik, guru tidak
hanya harus menguasai materi saja tetapi juga harus mempunyai tingkat kecerdasan emosional yang tinggi. Kecerdasan emosional merupakan
kemampuan untuk mengatur dirinya sendiri dan dalam hubungannya dengan orang lain secara efektif. Kemampuan tersebut tampak dari kemampuan
menyeimbangkan penggunaan rasio dan emosi. Emosi sebagai perasaan yang subyektif diasosiasikan dengan serangkain perilaku. Hal demikian berarti
emosi sangat menentukan seseorang dalam menjalankan kegiatan belajar mengajar. Ketika seorang guru tidak dapat memainkan emosi di dalam
mendidik siswanya, maka hal tersebut akan menyebabkan siswa merasa jenuh dan bosan. Hal ini disebabkan seorang siswa mengamati dan terbawa arus
keperilakuan guru. Seorang guru yang mempunyai kecerdasan emosional yang tinggi
akan mempunyai tujuan yang jelas dalam hidupnya. Kecerdasan emosiona l guru tersebut tampak dari kema mpuan dalam menguasai diri, tekun, sadar diri,
mengendalikan dorongan hati, mampu berempati, memiliki harapan optimisme. Ada banyak faktor ya ng berhubungan dengan tinggi rendahnya
tingkat kecerdasan emosional guru. Secara umum faktor-faktor tersebut PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
terkategorikan ke dalam faktor internal dan eksternal. Faktor internal adalah faktor yang ada dalam lingkungan guru sendiri yang terdiri dari faktor
fisiologis dan faktor psikologis. Sedangkan faktor eksternal adalah perlakuan yang didapat guru dari lingkungan. Lingkungan tersebut mencakup
lingkungan keluarga, teman sebaya rekan sekerja dan lingkungan masyarakat.
Keluarga adalah satu kesatuan terkecil yang mempunyai kedudukan yang sangat penting dalam pembentukan pribadi seseorang. Lingkungan
keluarga memproses seseorang menjadi bermoral, mengenal etika, berakhlak serta berbudi pekerti. Kebiasan-kebiasaan yang dilakukan dalam keluarga
merupakan faktor eksternal yang menentukan arah sikap dan perilaku. Dengan demikian, kultur keluarga akan mempengaruhi tinggi rendahnya tingkat
kecerdasan emosional seseorang Kultur lingkungan kerja merupakan bagian dari sikap, nilai, tujuan,
serta praktik-praktik yang terjadi dalam lingkungan kerja. Kebiasaan-kebiasan yang ada dalam lingkungan kerja seperti mempertahankan kekuasaan,
komunikasi, kepekaan dan lain- lain praktis akan mempengaruhi tingkat kecerdasan emosional guru. Sementara, kultur lingkungan masyarakat
merupakan pandangan hidup yang diukur oleh suatu kelompok masyarakat yang mencakup cara berpikir, berperilaku, sikap, nilai yang tercermin baik
dalam wujud fisik maupun abstrak. Dalam lingkungan masyarakat seseorang berinteraksi dengan orang lain yang memiliki budaya berbeda. Seorang guru
yang memiliki potensi diri dan kemampuan berkomunikasi yang baik akan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
berkembang bila seorang guru berada dalam lingkungan masyarakat yang baik. Sebaliknya pada lingkungan masyarakat yang tidak baik akan
menyebabkan rendahnya tingkat inisiatif dan berdampak pada tingkat kecerdasan emosional guru yang rendah.
Derajat hubungan kultur keluarga, kultur lingkungan kerja, kultur lingkungan masyarakat dengan kecerdasan emosional guru diduga kuat
berbeda pada jenis kelamin guru yang berbeda. Jenis kelamin dipandang memiliki pengaruh asertivitas. Laki- laki dipandang lebih asertif daripada
perempuan. Hal demikian menyebabkan seorang guru perempuan akan lebih sabar dalam membimbing dan mengarahkan siswa. Sementara guru laki- laki
secara signifikan akan lebih unggul dalam stabilitas emosi, dominasi, impulsifitas, kepuasan dan keberanian diri.
Derajat hubungan kultur keluarga, kultur lingkungan kerja, kultur lingkungan masyarakat dengan kecerdasan emosional guru diduga kuat juga
akan berbeda pada guru yang memiliki locus of control yang berbeda. Guru dengan locus of control internal memandang bahwa ia dapat mengontrol
tujuan hidupnya dengan kekuatannya sendiri. Sementara, guru dengan locus of control
eksternal memandang bahwa ia mampu mengontrol perilakunya dengan bantuan kekuatan di luar dirinya. Guru dengan kecenderungan locus
of control mempunyai keyakinan yang besar untuk memperoleh keberhasilan,
asertif, mempunyai usaha untuk maju dan mampu menggunakan ketrampilan sosial untuk mempengaruhi lingkungan. Dengan demikian derajat hubungan
kultur keluarga, kultur lingkungan kerja, kultur lingkungan masyarakat dengan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
kecerdasan emosional guru diduga kuat akan lebih tinggi pada guru yang memiliki locus of control internal dibandingkan guru yang memiliki locus of
control eksternal.
Dari uraian di atas penulis tertarik untuk mengadakan penelitian
dengan judul “PENGARUH JENIS KELAMIN DAN LOCUS OF CONTROL
TERHADAP HUBUNGAN
KULTUR KELUARGA,
KULTUR LINGKUNGAN KERJA, DAN KULTUR LINGKUNGAN MASYARAKAT
DENGAN KECERDASAN EMOSIONAL GURU”. Penelitian ini merupakan survei pada guru SMA di Kabupaten Bantul, Propinsi Daerah Istimewa
Yogyakarta.
B. Identifikasi Masalah