Kabupaten Indramayu PERKEMBANGAN BATIK INDRAMAYU

Pernyataan dari Bapak Supali wawancara pada tanggal 8 Juni 2015 menjelaskan bahwa, wayang lahir pada masa Hindu-Budha. Perkembangan dari Kerajaan Majapahit kemudian Kasultanan Demak sekitar tahun 1400-1500an yang merupakan latar belakangnya Islam. Muncullah penyebaran agama Islam oleh para wali yang diantaranya dengan kesenian seperti wayang pewayangan. Gubahan wayang dalam versi Islam di Indramayu dan Cirebon seperti Punakawan 9 yang dikaitkan dengan pengaruh wali songo karena ada 9 wali. Punakawan tersebut sebagai berikut: Semar, Bagong, Gareng, Cungkring Petruk, Bitarota, Ceblek, Dewala, Bagal Buntung, CurisSekar Pandan. Menurut Haryono 2009 dalam Supali Kasim 2013: 212 menyatakan bahwa, nama Punakawan oleh wali songo memilki kaitan dengan nama-nama Arab secara Islam, seperti nama SemarMismark yang artinya paku. Al- ismaruddunyya yang artinya islam adalah paku pengokoh keselamatan dunia. Nama Nala Gareng berasal dari nala Khoiran yang artinya menerima kebaikan, amar ma’ruf, agar dalam hidup ini selalu berbuat baik, membantu dan peduli terhadap sesama. Nala Gareng juga berasal dari naala qariin yang artinya beroleh banyak kawan, tugasnya sebagai juru dakwah, mengajak dan mencari banyak kawan dengan penuh kebijkasanaan dan kata-kata yang baik. Nama Petruk berasal dari kosakata fatruk meninggalkan yang buruk. “Fatruk kullu maa siw Allaani” artinya tinggalkan semua apapun selain hanya Allah. Nama Bagong berasal dari kosakata Bagaa yang artinya bertentangan antara piker dan rasa, baik dan buruk, hidup harus selalu intropeksi, hati-hati dan memberontak terhadap kebatilan. Gambar 7: Wayang Punakawan 9 Sumber: http:caritawayang.blogspot.com201302punakawan-gagrak- cirebon.html Pementasan Wayang Kulit di Indramayu masih sering diselenggarakan pada momen tertentu. Menurut Bapak Supali wawancara pada tanggal 8 Juni 2015, kedudukan dalam pementasan pewayangan di dalam kehidupan masyarakat Indramayu ada 2 jenis yaitu dari hiburan dalam acara keluarga keluarga dan acara adat desa masyarakat. Acara hiburan keluarga seperti hajatan atau syukuran sedangkan bagian dari adat tradisional ialah, seperti upacara Mapag Sri, Ngarot, Nadran, Ruwatan, Sedekah bumi dan sebagainya. Pada acara adat tersebut, pementasan wayang kulit menjadi suatu keharusan, yang merupakan bagian tak terpisahkan dari acara itu sendiri. Hal ini tidak mengherankan karena di Indramayu banyak bercampurnya antara kepercayaan asli dengan pengaruh Hindu-Budha, ajaran Islam dan budaya Tionghoa dalam adat istiadat di Indramayu maupun Cirebon. Dalam skripsi Dian Pradipta Kusuma 2008: 59 menjelaskan bahwa, Adegan Sang Hyang Munged dan Sang Hyang Punggung berubah wujud menjadi Semar dan Togog . Sang Hyang Munged menuruti permintaannya lalu menemui Sang Hyang Punggung dan menjelaskan bahwa telah diterima menjadi panakawan pada Bengawan Sakri, namun harus merubah wujudnya dan tidak lagi sebagai